Anda di halaman 1dari 20

TEORI-TEORI KEBENARAN

(TUGAS ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI 2)

ABDURRAHMAN 1726031002
MUTHIAH FAHMI H 1726031001

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 3
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ............................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 6
2.1 Teori-Teori Kebenaran Dalam Kajian Etika dan Filsafat
Komunikasi........................................................................ 6
2.1.1 Teori Kebenaran Korespodensi ..................................... 6
2.1.2 Teori Kebenaran Koherensi ........................................... 8
2.1.3 Teori Kebenaran Pragmatis ............................................ 9
2.1.4 Teori Kebenaran Sintaksis ............................................. 9
2.1.5 Teori Kebenaran Semantis ............................................. 11
2.1.6 Teori Kebenaran Performatif ......................................... 11

BAB III PEMBAHASAN .................................................................... 13


3.1 Penerapan Model Analisis Teori Kebenaran Dalam
Jurnal Nasional dan Internasional Etika
dan Filsafat Komunikasi..................................................... 13
3.2 Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu,
Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi
Pengetahuan Agama........................................................... 13
3.3 Theories Of Truth As Assessment Criteria In
Judgement And Decision Making....................................... 14

BAB IV PENUTUP .............................................................................. 15


4.1 Kesimpulan Penelitian Teori Kebenaran Perspektif
Filsafat Ilmu, Sebuah Kerangka Untuk Memahami
Konstruksi Pengetahuan Agama ...................................... 15
4.2 Kesimpulan Penelitian Theories Of Truth As
Assessment Criteria In Judgement And Decision Making..16
4.3 Korelasi dan Kesimpulan Dari Jurnal Nasional dan
Internasional ....................................................................... 18

DAFTAR PUSATAKA .................................................................................. 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Filsafat secara harfiah diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan. Kebijaksanaan


merupakan sebuah proses yang dibentuk. Sebuah proses dalam filsafat dilalui
melewati tahap alur yang terarah terutama dalam mencari kebenaran. Seseorang
yang bijaksana selalu menyampaikan kebenaran sehingga bijaksana memiliki dua
makna, yakni baik dan benar. Pengertian baik dan benar ini, dapat dijelaskan dalam
sebuah perumpamaan, sesuatu dikatakan baik apabila hal tersebut berdimensi etika
sedangkan benar adalah sebuah hal yang berdimensi rasional. Sebuah
kebijaksanaan terdiri dari dua hal, yaitu etis dn logis. Ketika seseorang berfilsafat
telah menandakan sebuah usaha untuk berpikir mencari sebuah kebaikan dan
kebenaran. Kehidupan yang dilalui manusia bertujuan untuk mencari kebenaran
yang hakiki. Kebenaran dapat ditemukan melalui sebuah pengetahuan. Hal ini
sangat berkaitan kajian epistemologi dalam sebuah filsafat ilmu.
Diawal perkembangannya epistemologi terfokus pada sumber pengetahuan dan
teori tentang kebenaran pengetahuan. Kebenaran diartikan dalam sebuah ontologi
adalah sifat benar. Sebagaimana sifat-sifat lain pada umumnya, sifat benar pada
umumnya dapat ditemukan pemikiran-pemikiran yang benar, jawaban yang benar,
pengetahuan yang benar, pernyataan benar, penjelasan yang benar, pendapat yang
benar, pandangan yang benar, infomasi yang benar, berita yang benar hingga
kebijaksanaan yang benar. Benar merupakan kegiatan berpikir maupun hasil
pemikiran yang dapat diungkapkan dalam sebuah bahasa lisan maupun tertulis.
Hasil pemikiran menunjukkan adanya atau tidak adanya hubungan dalam sebuah
permasalahan tertentu. Ketika hasil dari pemikiran benar maka terjadilah sebuah
hubungan yang saling mengaitkan antara permasalahan satu dengan yang lain.
Dalam sebuah kebenaran pun teradapat jenis-jenisnya. Kebenaran dapat
dikelompokkan dalam beberapa kategori seperti dari sumbernya, cara untuk
mendapatkannya, melalui bidang apa dan berdasarkan tingkat pengetahuan.
Tingkat pengetahuan bertujuan untuk menunjukan bagaimana semakin dalamnya

3
sebuah kajian yang akan diteliti oleh peneliti. Dalam sebuah filsafat ilmu yang
ditujukan untuk memperoleh kebenaran. Kebenaran yang dimaskud bukan
kebenaran formal melainkan sebuah kebenaran yang substantif. Jadi, peneliti
memberikan sebuah arti tentang kebenaran adalah keadaan yang benar-benar
sesungguhnya dan didalam terdapat sebuah kejujuran sehingga ilmu yang
ditemukan dapat dipertanggungjawabkan di masa mendatang. Kebenaran itu selalu
dikaitkan dengan pengetahuan manusia dalam hal ini mengenai sebuah objeknya.
Dalam pembahasan ini, kebenaran ada dalam sebuah subjek baik dekat maupun
jauh memiliki sebuah pengetahuan mengenai objek. Pengetahuan itu berasal dari
berbagai sumber. Sumber-sumber yang dimaskud bertujuan untuk menjadi
indikator sebuah kebenaran. Kebenaran yang dikaitkan dengan sebuah teori-teori
kebenaran selalu bersifat pararel dengan teori pengetahuan. Kebenaran itu
diperoleh melalui sebuah pemahaman yang menekankan pada salah satu bagian
atau aspek dari proses yang mengusahakan kebenaran pengatahuan. Dalam sebuah
teori kebenaran pun terdapat klasifikasi seperti kelompok yang mengusahakan dan
memanfaatkan pengetahuan yang menghasilkan teori kebenaran korespodensi, teori
kebenaran koherensi dan teori kebenaran pragmatis. Pada kelompok yang
menyatakan pengetahuan diungkapkan dalam sebuah bahasa seperti teori
kebenaran sintaksis, teori kebenaran semantis dan teori kebenaran performatif.
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka peneliti tertartik untuk
mengetahui lebih mendalam teori-teori kebenaran dalam kajian etika dan filsafat
komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

“Bagaimana Teori-Teori Kebenaran Menganalisis Sebuah Permasalahan Dalam


Kajian Etika dan Filsafat Ilmu Komunikasi dan Memberikan Solusi
Penyelesaiannya?”

4
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi andil dalam upaya memperkaya
khasanah sumber ilmu pengetahuan terutama pada etika dan filsafat komunikasi
dalam pembahasan teori-teori kebenaran.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori-Teori Kebenaran Dalam Kajian Etika dan Filsafat Komunikasi

Hamami et al (dalam Atabik, 2014:257) mengatakan kebenaran adalah sesuatu yang


digunakan sebagai kata benda yang konkrit maupun abstrak. Kebenaran merupakan
salah satu kajian yang ada disetiap kegiatan ilmiah. Hal ini terjadi karena melalui
ilmu pengetahuan tujuan yang ingin dicapai ialah kebenaran. Kebenaran merupakan
sebuah proses yang ingin dicari dan ditemukan dalam sebuah ilmu pengetahuan.
Kedua hal ini, kebenaran dan pengetahuan saling mempengaruhi dan mewarnai
khasanah ilmu. Kebenaran merupakan indkator yang menunjukan kesesuaian antara
isi pikiran manusia tentang suatu objek tertentu. Proses untuk menemukan sebuah
kebenaran itu ditemukan melalui teoritik objektivistik, teoritik subjektivistik dan
kebenaran pragmatik subjektivistik.
Menurut Soemargono (1983:13) kebenaran yang ditinjau dari objektivistik
menunjukan suatu keadaan yang menunjukkan kesesuaian antara isi pikiran
manusia tentang suatu objek. Demikian juga dengan subjektivistik yang
memandang bahwa kebenaran merupakan sebuah proses yang menggambarkan
mengenai adanya urutan dalam pola berpikir manusia tentang sebuah objek tertentu.
Senada pun digambarkan dalam pandangan pragmatik subjektivistik yang
menyatakan bahwa kebenaran merupakan sebuah proses yang menggambarkan
bahwa pemikiran manusia mengenai sebuah objek tertentu dapat diambil
manfaatnya bagi penyelesaian dalam masalah kehidupan. Dari penjelasan diatas
dapat ditemukan teori-teori kebenaran yang berasal dari usaha manusia untuk
memanfaatkan pengetahuan seperti teori kebenaran korespodensi, teori kebenaran
koherensi dan teori kebenaran pragmatis sedangkan teori-teori kebenaran yang
mengungkapkan pengetahuan dalam bahasa seperti teori kebenaran sintaksis, teori
kebenaran semantis dan teori kebenaran performatif.

2.1.1 Teori Kebenaran Korespodensi

Teori kebenaran korespondensi dikenal dengan istilah accordance theory of truth,


adalah teori memandang bahwa pernyataan-pernyataan ialah benar jika

6
berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang
dituju pernyataan tersebut. Kebenaran dapat dikatakan benar jika ada kesesuaian
antara arti dengan sebuah fakta dan sebuah proposisi dikatakan benar jika terdapat
suatu fakta yang sesuai (Bakhtiar, 2012:112). Tokoh yang sudah meletakan dasar
dari teori ini ialah Aristoteles. Seiring perkembangannya teori ini dikembangkan
oleh Bertrand Rusell. Teori ini pun erat kaitannya dengan empiris pengetahuan
yang mengutamakan pengalaman dan pengamatan indrawi sebagai sumber utama
pengetahuan manusia. Teori korespodensi merupakan teori kebenaran yang
termasuk kedalam klasifikasi teori tradisional. Aristotels meletakan dasar teori ini
seperti kebenaran merupakan keseuaian antara apa yang dikatakan dengan
kenyataan. Sebuah pernyataan dikatan benar jika yang dikatakan didalamnya
berhubungan memiliki keterkaitan dengan kenyataan yang diungkapkan dalam
pernyataan itu (Muhajir, 2001:20).
Teori korespondensi memandang adanya dua realitas yang berada dihadapan
manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian
antra pernyataan tentan sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Pada
pembahasan ini dianalogikan seperti penjelasan mengenai Jakarta adalah ibukota
Republik Indonesia. Analogi tadi menjelaskan bahwa memang benar pada
kenyataanya Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia. Jadi yang dimaksud
pernyataan diatas adalah kebenarannya terletak pada pernyataan dan kenyataan.
Pentingnya teori ini untuk diterapkan dalam dunia keilmuan akademik ialah
menemukan sebuah kebenaran yang dapat diterima khalayak luas tentunya dengan
proses observasi, percobaan, pengujian secara empiris. Dalam sebuah penelitian
mengungkapkan realitas adalah hal yang utama menjadi priotitas. Proses
mengungkapkan realitas itu akan memunculkan kebenaran sehingga terbukti
dengan sendirinya. Teori ini sangat menekankan bukti bagi kebenaran suatu
pengetahuan sehingga dapat berkembang dari bukti menjadi pembuktian yang
didukung fakta sehingga dapat menyatakan sebuah hipotesis.

7
2.1.2 Teori Kebenaran Koherensi

Bakhtiar (2012:116) mengatakan bahwa teori kebenaran koherensi adalah teori


yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut
benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang
berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan fakta dan realitas melainkan atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri. Teori kebenaran koherensi merupakan aliran kaum
rasionalis. Suriasumantri (2000:55) mengatakan bahwa kebenaran ialah kesesuaian
antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih
dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika
proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar
atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-
pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Dari penjelasan diatas, sebuah
pernyataan dianggap benar jika mendapat pengakuan akan kebenarannya. Hal ini
dikarenakan sifat dasar teori ini untuk mengenal tingkat-tingkat kebenaran.
Teori ini berbeda dengan teori kebenaran korespodensi. Perkembangan teori ini
dimulai dari seorang filsuf F. M Bradley dimulai di tahun 1864 hingga 1924. Teori
ini pun dikenal istilah subjektivisme. Susanto (2011:85) mengatakan teori ini
memandang bahwa kebenaran itu tergantung pada orang yang menentukan sendiri
kebenaran pengetahuannya tanpa memandang keadaan real peristiwa-peristiwa.
Seiring perkembangannya, teori kebenaran koherensi kurang mendapatkan
apresiasi dari peneliti dibandingkan dengan teori kebenaran korepodensi. Teori ini
kurang diminati peneliti karena berbagai pertimbangannya. Kebenaran tidak hanya
terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara
pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar
apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima
dan kita ketahui kebenarannya (Lubis, 2014:51). Teori kebenaran koherensi lebih
menekankan kebenaran rasional-logis dan juga cara kerja deduktif. Pengetahuan
yang benar hanya dideduksikan atau diturunkan sebagai konsekuensi logis dari
pernyataan-pernyataan lain yang sudah ada dan yang sudah dianggap benar

8
sehingga menimbulkan konsekuensi kebenaran suatu pernyataan atau pengetahuan
sudah diandaikan secara apriori tanpa perlu dicek dan recek dengan kenyataan yang
ada. Dari penjelasan diatas menerangkan pembuktian merupakan validasi.

2.1.3 Teori Kebenaran Pragmatis

Suriasumantri (2000:58) mengatakan bahwa teori kebenaran pragmatis adalah teori


yang memandang bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi
ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada
berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya.
Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Pragmatis merupakan sebuah aliran filsafat yang berkembang di Amerika. Aliran
filsafat ini menekankan pentingnya rasio sebagai sarana memecahkan sebuah
masalah baik dalam lingkup praktis maupun lingkup teoritis. Bakhtiar (2012:115)
mengatakan bahwa untuk mengukur sebuah pernyataan menggunakan teori
kebenaran pragmatis menggunakan kriteria fungsional dalam kehidupan praktis
manusia.
Dari penjelasan diatas, sebuah pernyataan dinyatakan benar jika konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Dibandingkan dengan teori sebelumnya, teori kebenaran pragmatis bertujuan untuk
menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan dan kapasitas kognitif
manusia. Teori ini pun bermanfaat bagi peneliti untuk menentukan kebenaran
ilmiah dalam persfektif waktu. Jadi, selama pernyataan bersifat fungsional dan
masih bermanfaat maka masih bisa dianggap benar. Hal yang sama pun ketika
sebuah ilmu berkembang maka yang digunakan ilmu dan teori yang baru.

2.1.4 Teori Kebenaran Sintaksis

Aburaera et al (2012:251) mengatakan bahwa teori ini berkembang diantara filsuf


analis bahasa terutama yang ketat terhadap pemakaian gramatika. Teori ini berawal
pada keteraturan sintakis gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan yang benar
dan mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. Pada pembahasan ini
menekankan proposisi yang tidak mengikuti syarat maka proposisi itu tidak benar.

9
Teori kebenaran sintaksis berkembang diantara para filsuf analitika bahasa
tterutama yang berusaha untuk menyusun bahasa dengan tata bahasa dan logika
bahasa. Aliran filsafat analitika bahasa memandang bahwa problema-problema
filosofis akan menjadi terjelaskan apabila menggunakan analisis terminologi
gramatika. Kalangan filsuf analitika bahasa menyadari bahwa banyak ungkapan-
ungkapan filsafat tidak menjelaskan dengan detail sehingga para tokoh filsafat
analitika bahasa menyatakan bahwa tugas utama filsafat adalah menganalisa
konsep-konsep (Kaelan, 1998: 80).
Kaelan (1998:83) mengatakan bahwa bahasa berperan sentral dalam
mengungkapkan secara verbal pandangan dan pemikiran filosofis. Dari penjelasan
diatas terdapat sebuah keterbatasan, yakni keterbatasan bahasa sehari-hari dalam
mengungkapkan konsep filosofis. Bahasa sehari-hari memiliki banyak kelemahan
seperti makna bias, konteks, memiliki emosi didalamnya. Untuk mengatasi
permasalahan ini, diperlukan suatu bahasa yang sarat dengan logika, sehingga
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Filsafat dan bahasa merupakan dua
hal yang saling berkaitan. Filsafat bertujuan untuk membangun dan
mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam bahasa sehari-hari. Usaha untuk membangun dan memperbaharui
bahasa itu membuktikan bahwa perhatian filsafat itu memang besar berkenaan
dengan konsepsi umum tentang bahasa serta makna yang terkandung di dalam
sebuah teks tersebut.
Jadi, dari pembahasan diatas suatu pernyataan memiliki kebenaran jika pernyataan
mengikuti aturan sintaksis baku yang tersusun secara logis dari proposisi-proposisi
yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga proposisi atau
pernyataan itu tidak mengikuti syarat yang telah ditentukan menyebabkan proposisi
atau pernyataan itu tidak mempunyai arti dan tidak mampu mengungkap makna
dari hasil pemikiran yang telah dilakukan. Suatu ide, konsep, atau teori dinyatakan
benar setelah dinyatakan berhasil diungkapkan menurut aturan sintaksis yang baku.
Kebenaran baru akan tampak dalam suatu pernyataan bahasa dan dipengaruhi oleh
keteraturan sintaksisnya untuk menemukan benar atau salahnya. Selain itu, bahasa

10
berfungsi untuk mengungkap ide, konsep, atau teori yang telah dihasilkan dari
sebuah proses pemikiran dalam komunikasi.

2.1.5 Teori Kebenaran Semantis


Wahano (2008:285) mengatakan bahwa teori kebenaran semantis mendapatkan
pemahaman dari teori korespondensi yang menyatakan bahwa kebenaran terdiri
dari hubungan kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan apa yang terjadi dalam
realitas. Dalam pembahasan ini terdapat unsur verifikasi. Unsur verifikasi ini
bertujuan untuk mengetahui ungkapan atau proposisi itu memiliki arti dan makna.
Melakukan verifikasi bertujuan untuk menguji secara empiris sehingga ilmu
pengetahuan dan filsafat baru dapat memiliki aksioma, teori atau dalil yang
bermakna. Setiap pernyataan atau proposisi yang secara prinsip tidak dapat
diverifikasi, maka pernyataan atau proposisi tersebut pada hakikatnya tidak
bermakna (Kaelan, 1998: 124-125). Proposisi itu mempunyai nilai kebenaran
sehingga proposisi memiliki arti. Arti ditemukan dengan menunjukkan makna yang
sesungguhnya, yakni berdasarkan pada referensi atau kenyataan. Selain itu, arti
yang dikemukakan juga memiliki sifat definitif. Sifat definitif menunjuk ciri khas
dari sesuatu yang ada dan arti dalam proposisi pun memiliki sifat esoterik dan
arbitrer.

2.1.6 Teori Kebenaran Performatif

Teori ini bertujuan untuk menentang teori klasik yang menyatakan benar dan salah
merupakan ungkapan yang menyatakan sifat deskriptif. Proposisi dinyatakan benar
menandakan sesuatu yang memang dianggap benar dan hal yang sama berlaku
sebaliknya, sesuatu yang dinyatakan salah menandakan sesuatu memang dianggap
salah. Kebenaran performatif pun memiliki panduan dalam menyatakan
kebenarannya, yakni acuan tersebut merupakan kenyataan yang kemudian dapat
dibentuk oleh pernyataan atau proposisi tersebut. Kebenaran ditentukan oleh daya
kemampuan pernyataan untuk mewujudkan realitas. Bukan realitas menentukan
proposisi melainkan proposisi menentukan realitas. Lubis (2014:55) mengatakan
bahwa teori kebenaran performatif menjelaskan suatu pernyataan dianggap benar

11
yang menciptakan realitas. Jadi, pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas tetapi pernyataan itu tercipta realitas sebagaimana yang
diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini dikenal juga dengan tindak bahasa.
Tindak bahasa menghubungkan kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan
satu pernyataan. Teori ini dalam perkembangannya dapat diimplementasikan secara
positif dan diimplementasikan secara negatif.
Pengimplementasian secara positif dari teori ini dikaitkan dengan sebuah
pernyataan tertentu seperti kalimat selamat setelah seseorang berhasil
menyelesaikan program sarja dan pascasarjananya. Dalam hal ini pernyataan
merupakan realitas yang berjalan saja sedangkan pengimplementasian secara
negatif seperti mendoakan sukses setelah berhasil menempuh pendidikan sarjan dan
pascasarjananya. Dalam pembahasan kalimat tersebut, pernyataan-pernyataan
tersebut merupakan realitas yang dinyatakan tetapi apa yang dinyatakan belum
tentu menjadi sebuah realitas. Menurut Keraf dan Dua (dalam Wahano, 2008:288)
mengatakan bahwa teori performatif merupakan pernyataan dianggap benar jika
pernyataan itu menciptakan realitas. Pernyataan yang benar bukanlah pernyataan
yang mengungkapkan realitas tetapi dengan pernyataan itu tercipta suatu realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penerapan Model Analisis Teori Kebenaran Dalam Jurnal Nasional dan
Internasional Etika dan Filsafat Komunikasi

Penerapan model analisis teori kebenaran dalam dalam sebuah penelitian dalam
kajian etika dan filsafat komunikasi. Peneliti mengambil dua sumber, yakni jurnal
nasional dan jurnal internasional. Penerapan model analisis teori kebenaran ini
dituangkan dalam penelitian berjudul Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu,
Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama dan Theories
Of Truth As Assessment Criteria In Judgement And Decision Making. Kedua
penelitian yang berkaitan dengan teori kebenaran ini, peneliti dapatkan melalui situs
Directory of Open Access Journals dan Society for Judgment and Decision Making.
Pada pembahasan ini, peneliti bertujuan untuk mengkaji secara mendalam kedua
jurnal diatas untuk ditelaah, ditanggapi, menjelaskan hubungannya dengan teori
kebenaran dan menemukan sebuah titik masalah dan sebuah solusi dalam hasil
pembahasan kedua jurnal tersebut.

3.2 Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu, Sebuah Kerangka Untuk


Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama

(Abstrak) Pembahasan epistemologi lebih terfokus pada sumber pengetahuan (the


origin of knowledge) dan teori tentang kebenaran (the theory of truth) pengetahuan.
Pembahasan yang pertama berkaitan dengan suatu pertanyaan apakah pengetahuan
itu bersumber pada akal pikiran semata ('aqliyyah), pengalaman indera
(tajribiyyah), kritik (naqdiyyah) atau intuisi (hadasiyyah). Sementara itu,
pembahasan yang kedua terfokus pada pertanyaan apakah "kebenaran"
pengetahuan itu dapat digambarkan dengan pola korespondensi, koherensi atau
praktis-pragmatis. Selanjutnya, pembahasan dalam epistemologi mengalami
perkembangan, yakni pembahasannya terfokus pada sumber pengetahuan, proses
dan metode untuk memperoleh pengetauan, cara untuk membuktikan kebenaran
pengetahuan, dan tingkat-tingkat kebenaran pengetahuan. Artikel ini mencoba

13
mengeksplorasi kedudukan pengetahuan dan kebenaran. Apa hakekat dan sumber
pengetahuan? Bagaimana kebenaran dalam pandangan filsafat ilmu? Apa sumber-
sumber pengetahuan dan kebenaran dalam perspektif filsafat?

Kata Kunci: Teori Kebenaran, Filsafat Ilmu, Pengetahuan Agama

3.3 Theories Of Truth As Assessment Criteria In Judgement And Decision


Making

(Abstract) Hammond (1996) argued that much of the research in the field of
judgment and decision making (JDM) can be categorized as focused on either
coherence or correspondence (C&C) and that, in order to understand the findings
of the field, one needs to understand the differences between these two criteria.
Hammond's claim is that conclusions about the competence of judgments and
decisions will depend upon the selection of coherence or correspondence as the
criterion (Hammond, 2008). First, I provide an overview of the terms coherence
and correspondence (C&C) as philosophical theories of truth and relate them to
the field of JDM. Second, I provide an example of Hammond's claim by examining
literature on base rate neglect. Third, I examine Hammond's claim as it applies to
the broader field of JDM. Fourth, I critique Hammond's claim and suggest that
refinements to the C&C distinction are needed. Specifically, the C&C distinction
1) is more accurately applied to criteria than to researchers, 2) should be refined
to include two important types of coherence (inter and intrapersonal coherence)
and 3) neglects the third philosophical theory of truth, pragmatism. Pragmatism,
as a class of criteria in JDM, is defined as goal attainment. In order to provide the
most complete assessment of human judgment possible, and understand different
findings in the field of JDM, all three criteria should be considered.

Keywords: coherence, correspondence, pragmatism, functionalism, Brunswik(ian),


judgment and decision making, representative design, heuristics and biases, fast
and frugal.

14
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan Penelitian Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu, Sebuah


Kerangka Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama

Review Jurnal Filsafat Komunikasi berjudul teori kebenaran perspektif filsafat


ilmu, sebuah kerangka untuk memahami konstruksi pengetahuan agama. Dalam
jurnal tersebut membahas mengenai filsafat komunikasi terutama teori kebenaran
perspektif filsafat ilmu. Pada pembahasan ini filsafat dan agama adalah dua hal
yang saling mempengaruhi dan saling mengisi untuk memberikan jawaban atas
permasalahan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya. Pada awalnya,
pembahasan dalam epistemologi lebih terfokus pada sumber pengetahuan dan teori
tentang kebenaran pengetahuan. Selanjutnya peneliti akan fokus pada pembahasan
kebenaran dari pengetahuan itu dapat digambarkan dengan sebuah pola
korespondensi, koherensi atau praktis-pragmatis. Dalam pembahasan pertama
membahasa mengenai pengetahuan. Pengetahuan pun dapat dikelompokan menjadi
empat bagian. Bagian pertama, pengetahuan biasa.
Pengetahuan ini dikenal dengan istilah common sense atau good sense. Hal ini
dikarenakan seorang memiliki sebuah nilai tersendiri yang membuatnya menerima
dengan baik. Bagian kedua, pengetahuan ilmu yang merupakan pengetahuan yang
diperoleh melalui metode-metode ilmiah yang yang memiliki kepastian
kebenarannya dan ilmu bertuuan untuk mengorganisasikan commons sense
sehingga mendatang dapat dijadikan pemikiran dengan menggunakan berbagai
metode. Bagian ketiga, pengetahuan filsafat. Pengetahuan ini diperoleh melalui
pemikiran rasional yang didasarkan pada pemahaman, spekulasi, penilaiaan kritis
dan penafsiran. Pengetahuan ini lebih menekankan pada sisi universal dan
kedalaman kajiannya. Filsafat menjadikan pengetahuan lebih reflektif dan kritis
sehingga ilmu menjadi lebih dinamis dalam pengembangannya. Bagian keempat,
pengetahuan agama merupakan pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat para
utusan-Nya.

15
Sifat pengetahuan agama mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
pengetahuan agama berisi ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan dan cara
berhubungan dengan sesama manusia. Dalam perkembangannya pengetahuan dan
ilmu menghasilkan sebuah teori-teori. Teori-teori kebenaran ini seperti teori
kebenaran korespodensi, teori kebenaran koherensi, teori kebenaran pragmatis,
teori kebenaran sintaksis, teori kebenaran semantis dan teori kebenaran performatif.
Dalam penelitian ini, kajian epistemologi menjadi kajian penting dalam
mempelajari pengetahuan dan teori-teori kebenaran. Dalam pembahasan ini,
pengetahuan itu bersumber pada akal pikiran semata, indera, kritik dan intuisi.
Selain itu, teori-teori kebenaran seperti teori korepodensi hingga teori performatif
mengalami perkembangan untuk fokus pada sumber pengetahuan, proses untuk
memperoleh pengetahuan, cara untuk membuktikan kebenaran pengetahuan, dan
tingkat-tingkat kebenaran pengetahuan.

4.2 Kesimpulan Penelitian Theories Of Truth As Assessment Criteria In


Judgement And Decision Making

Review Jurnal Fislafat Komunikasi berjudul Theories Of Truth As Assessment


Criteria In Judgement And Decision Making. Dalam jurnal tersebut membahas
mengenai filsafat terutama mengenai teori kebenaran didalam pembahasannya.
Dalam jurnal internasional ini terdapat fokus utama untuk dikembangkan oleh
peneliti di bidang penilaian dan pengambilan keputusan dan kedua hal tersebut
memiliki kriteria yang berbeda untuk menilai kompetensi penilaian dan keputusan
manusia. Dalam hal ini peneliti menekankan korespondensi penilaian dan
pengambilan keputusan dengan kriteria ekologis. Kesimpulan tentang kompetensi
penilaian dan keputusan akan tergantung pada pemilihan koherensi atau
korespondensi sebagai kriterianya. Istilah koherensi dan korespodensi memiliki
sejarah panjang dalam filsafat. Istilah-istilah diatas berasal dari filsafat atau dikenal
dengan teori pengetahuan atau kebenaran. Kedua hal tadi bertujuan untuk
menjawab pertanyaan yang sama. Teori kebenaran yang berbeda menawarkan
kriteria yang berbeda untuk menjawab pertanyaan.

16
Teori korespondensi kebenaran adalah teori kebenaran filosofis tertua karena daya
tarik intuitif. Dalam pembahasan ini, sebuah keyakinan dapat dikatakan benar jika
hal itu sesuai dengan fakta. Pendekatan korespondensi memandang walaupun
kebenaran dan kepalsuan adalah sifat keyakinan, sifat tersebut bergantung pada
hubungan kepercayaan dengan hal-hal lain, bukan pada kualitas keyakinan internal
manapun sehingga hal ini membawa kita kepada melihat bahwa kebenaran terdiri
dari beberapa bentuk korespondensi antara keyakinan dan fakta. Pandangan
korepodensi ini menjadi sebuah acuan untuk menyakini kebenaran sebelum
berkembangnya teori kebenaran lain seperti teori kebenafran pragmatis dan idealis.
Perkembangan teori lain dalam teori-teori kebenaran dikarenakan keinginan dari
kaum idealis keberatan dengan tidak adanya fakta. Kekhawatiran akan fakta itu
sendiri merupakan tindakan penilaian dan pengambilan keputusan. Korespondensi
keyakinan dengan fakta, tidak mungkin dinilai karena fakta juga terjadi. Sebuah
argumentasi yang menyebabkan adanya teori kebenaran koherensi sebuah gagasan
yang melihat kebenaran melalui konsistensi kepercayaan.
Dalam pembahasan ini, peneliti juga menjelaskan mengenai sebuah teori kebenaran
pragmatisme. Teori ini menjadi teori terbaru dari tiga teori klasik kebenaran.
Kehadiran teori ini untuk mengatasi beberapa keterbatasan dalam korespondensi
dan pandangan koherensi. Keterbatasan yang dimaksud mencakup kemungkinan
serangkaian keyakinan yang koheren yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kesulitan dalam memilih dan mengidentifikasi fakta untuk korespondensi. Teori
kebenaran pragmatis memandang bahwa kegunaan sebuah kepercayaan adalah
ukuran yang baik dari nilai kebenaran. Perkembangan teori ini pun mendapatkan
pengaruh dari tokoh seperti Charles Pierce dan William James. Perbedaan teori ini
terletak pada fungsinya yang menekankan pada fungsinya bukan realitas objektif.
Jadi, realitas bertujuan untuk menerapkan kepercayaan pragmatis. Dalam filsafat,
koherensi adalah ciri kebenaran yang perlu namun tidak mencukupi. Teori filosofis
tentang kebenaran telah menyoroti kebutuhan untuk mempertimbangkan koherensi
dan korespondensi saat mengevaluasi sebuah keputusan. Pandangan penuh tentang
kompetensi penilaian dan pengambilan keputusan manusia dinilai dengan banyak
kriteria. Memahami kondisi yang digeneralisasikan akan membantu memperjelas

17
peran koherensi, korespondensi, dan pragmatisme relatif sehingga hal tersebut
mendapatkan perhatian utama dalam mengkaji sebuah permasalahan.
Dalam penelitian ini, penilaian dan pengambilan keputusan Hammond memiliki
kelebihan tersendiri. Perbedaan teori kebenaran koherensi dan teori kebenaran
korepodensi arus disempurnakan untuk memasukkan koherensi intra dan
interpersonal sehingga diperluas secara eksplisit dengan memasukkan kategori
kriteria penilaian berdasarkan pencapaian tujuan, yaitu pragmatisme. Menafsirkan
dan menggeneralisasi temuan penelitian di penilaian dan pengambilan keputusan
akan mendapatkan keuntungan dari pengakuan eksplisit dari tiga teori filosofis
utama tentang kebenaran sebagai kategori kriteria penilaian. Hal ini tidak hanya
berlaku untuk memahami penelitian sebelumnya di bidang penilaian dan
pengambilan keputusan. Namun, dapat pula diterapkan dalam bidang teknik,
kesehatan dan aerodinamika.

4.3 Korelasi dan Kesimpulan Dari Jurnal Nasional dan Internasional

Kedua jurnal yang peneliti bahas menjelaskan tentang teori kebenaran dalam
sebuah filsafat komunikasi. Pada pembahasan pertama, kajian epistemologi
menjadi sebuah fokus utama dalam permasalahan. Kajian epistemologi merupakan
cabang dari filsafat yang memplejari batas-batas pengetahuan hingga asal mula dari
pengetahuan dengan kriteria kebenaran didalamnya. Fokus kajian pada sumber
pengetahuan dan teori kebenaran menjadi fokus pembahasan. Fokus pembahasan
pertama seperti menjawab sumber pengetahuan berasal dari pikiran, indera, kritik
dan intuisi. Dari pemikiran diatas berkembang kedalam teori-teori kebenaran.
Teori-teori kebenaran. Sedangkan dalam jurnal kedua, mengambil sebuah fokus
teori kebenaran sebagai penilaian dan pengambilan keputusan. Dalam filsafat ilmu,
teori filosofis tentang kebenaran telah menyoroti kebutuhan untuk
mempertimbangkan koherensi dan korespondensi saat mengevaluasi sebuah
keputusan.
Pandangan penuh tentang kompetensi penilaian dan pengambilan keputusan dinilai
dengan banyak kriteria. Dalam penelitian ini, penilaian dan pengambilan keputusan
Hammond memiliki kelebihan tersendiri. Perbedaan teori kebenaran koherensi dan

18
teori kebenaran korepodensi arus disempurnakan untuk memasukkan koherensi
intra dan interpersonal sehingga diperluas secara eksplisit dengan memasukkan
kategori kriteria penilaian berdasarkan pencapaian tujuan, yakni pragmatism.
Korelasi dari dua jurnal diatas ialah teori-teori kebenaran berawal dari kajian
epistemologi hingga berkembang menjadi sebuah teori kebenaran dan teori
kebenaran koherensi dan korespodensi menjadi dasar dalam mengambil sebuah
penilaian dan pengambilan sebuah keputusan dalam sebuah penelitian yang akan
dilangsungkan seorang peneliti.
Kesimpulannya dari jurnal-jurnal diatas baik nasional maupun internasional. Teori
kebenaran dalam filsafat komunikasi sangat bermanfaat dalam melakukan kajian
bidang penelitian filsafat yang fokus pada berbagai bidang penelitian tidak hanya
dalam ilmu komunikasi bahkan bisa diterapkan dalam rumpun ilmu teknik,
kesehatan dan aerodinamika. Tentunya penggunaan teori-teori kebenaran filsafat
ilmu komunikasi ini bertujuan untuk bahan pertimbangan dalam penilaian dan
pengambilan keputusan dalam menghadapi beragam situasi sehingga penerapan
teori-teori kebenaran dalam pembahasan ini pun sudah sangat tepat dan berbagai
permasalahan dapat ditemukan sebuah titik terangnya melalui kajian teori-teori
filsafat komunikasi tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Aburaera, Sukarno, Muhadar dan Maskun. 2012. Filsafat Hukum, Teori dan
Praktik. Jakarta : Kencana Prenada.
Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu, Edisi Revisi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Kaelan. 1998. Filsafat Bahasa, Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta :
Paradigma.
Lubis, Akhyar Yusuf. 2014. Filsafat Ilmu, Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta :
Rajawali Pers.
Muhajir, Noeng. 2001. Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme dan Post
Modernisme. Yogyakarta : Rakesarasin.
Soemargono, Soejono. 1983. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Nur Cahaya.
Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan.
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu, Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis dan Aksiologis. Jakarta : Bumi Aksara.

B. Jurnal
Atabik, Ahmad. 2014. Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu, Sebuah Kerangka
Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama. Kudus : Jurnal Fikrah.
Vol. 2,No. 1:253-271.
Wahano, Paulus. 2008. Menguak Kebenaran Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya
Dalam Kegiatan Perkuliahan. Yogyakarta : Jurnal Filsafat. Vol. 18,No.
3:273-294.

20

Anda mungkin juga menyukai