Anda di halaman 1dari 4

PENGERTIAN HPA Axis

HPA axis adalah sistem neuroendokrin (syaraf-hormon) tubuh yang melibatkan


hypothalamus (bagian dari otak kecil, red.), kelenjar hormon pituitary, dan kelenjar adrenal
(kelenjar yang terletak melekat pada bagian atas ginjal). Sistem komunikasi kompleks ini
bertanggungjawab untuk menangani reaksi stress dengan mengatur produksi kortisol, sejenis
hormon dan merupakan mediator rangsang syaraf. HPA-axis dalam konsep
psikoneuroimmunologi menjelaskan mekanisme sebuah keyakinan dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan tubuh seseorang. HPA-axis merupakan sebuah jalur kompleks interaksi
antara tiga sistem yang terjadi dalam tubuh yang mengatur reaksi terhadap stress dan banyak
proses dalam tubuh, termasuk didalamnya proses pencernaan, sistem ketahanan tubuh, mood
dan tingkat emosi, gairah seksual, penyimpanan energi dan penggunaannya.

Keadaan stress secara psikologis akan merangsang penurunan produksi hormon beta
endorphin yang meningkatkan tingkat ambang rangsang. Stress juga memicu ketidakteraturan
produksi hormon kortisol sehingga hipotalamus meningkatkan produksi CRH atau hormon
kortikotropin yang pada akhirnya menyebabkan kelemahan, dan penurunan daya tahan tubuh.
Jika terjadi stress pada penderita penyakit menahun akan menyebabkan ia jatuh pada kondisi
yang lebih buruk

Hipotalamus-hipofisis-adrenal axis (HPA atau HTPA sumbu), juga dikenal sebagai


limbik-hipotalamus-hipofisis-adrenal axis (LHPA sumbu), adalah sebuah kompleks pengaruh
langsung dan umpan balik interaksi antara hipotalamus (yang kosong, saluran - membentuk
bagian dari otak), maka kelenjar pituitari (sebuah struktur berbentuk kacang polong yang
terletak di bawah hipotalamus), dan adrenal (atau suprarenal) kelenjar (kecil, organ kerucut di
atas ginjal).

HPA-Axis dirancang untuk memindahkan tubuh dari bahaya dengan tiba-tiba dan
berkelanjutan tenaga. Sebagai respon terhadap stres, sistem limbik mematikan bergegas
pencernaan nutrisi darah ke otot-otot panjang; merangsang hipofisis adrenal untuk
melepaskan hormon melawan dan penerbangan, amigdala.

JALUR HPA Axis


Hipotalamus merupakan pusat kontrol untuk sebagian besar sistem hormon tubuh.
Sel-sel dalam hipotalamus menghasilkan hormon corticotrophin-releasing factor (CRF) pada
manusia sebagai tanggapan atas sebagian besar semua jenis stres fisik atau psikologis, yang
pada gilirannya mengikat reseptor spesifik pada sel-sel hipofisis, yang menghasilkan hormon
adrenocorticotropic (ACTH). ACTH ini kemudian diangkut ke targetnya kelenjar adrenal
merangsang produksi hormon adrenalin. Kelenjar adrenal yang terletak di atas ginjal lalu
meningkatkan sekresi kortisol. Pelepasan kortisol memulai serangkaian efek metabolik yang
bertujuan untuk mengurangi efek berbahaya dari stres melalui umpan balik negatif baik
kepada hipotalamus dan hipofisis anterior, yang mengurangi konsentrasi ATH dan kortisol di
dalam darah setelah keadaan stres reda.

Psikoneuroimunologi sebagai ilmu yang digunakan untuk menjelaskan tentang


respons imun pada kondisi stres mulai dikembangkan. Holden (1980) dan Ader (1981)
menyatakan bahwa psikoneuroimunologi adalah kajian yang melibatkan berbagai segi
keilmuan, neurologi, psikiatri, patobiologi dan imunologi. Martin (1938) mengemukakan

2 konsep dasar psikoneuroimunologi yaitu:


Status emosi menentukan fungsi sistem kekebalan. Stres dapat meningkatkan
kerentanan tubuh terhadap infeksi dan karsinoma. Sistem saraf, endokrin, dan sistem imun
saling berhubungan dengan memanfaatkan berbagai substansi penghantar sinyal stres dan
reseptor sinyal, yang berakibat terjadi pengaturan perilaku sel pada sistem imun। Stres dapat
menyebabkan peningkatan kortisol dan katekolamin sehingga akan menekan aktivitas sel
imunokompeten yang berakibat pada penurunan ketahanan tubuh. Konsep ini memberi
peluang untuk menjelaskan perubahan biologis sebagai bentuk respons stres oleh rangsangan.
Sinyal stres yang dirasakan individu, dirambatkan melalui hypotalamic - pituitary -
adrenocortical axis (HPA axis). Stresor menyebabkan peningkatan corticotropin releasing
factor (CRF) hipotalamus, yang memicu aktivitas HPA aksis. Pengaruh kortisol pada
hambatan sekresi IL-l eleh makrofag dan IT,-2 .Boleh sel Th yang clapat menurunkan sintesis
imunogobulin oleh sel. Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan
tidak terpenuhi secara adekuat sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Taylor
(1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan
reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau
menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres. Sedangkan Selye (1976)
mendefinisikan stres sebagai ‘the nonspesific response of the body to any demand‘, stress
juga dapat diartikan sebagai berikut, ‘stress occurs where there are demands on the person
which tax or exceed his adjustive resources’ (Lazarus, 1976).

Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun
berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku. Stres
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akut dan kronik (Wheaton, 1983). Sedangkan
dalam penelitian Ross dan Viowsky (1979) menyatakan bahwa efek psikologi tidak
tergantung pada jumlah stres maupun beratnya stres yang terjadi, akan tetapi tergantung pada
status stress itu sendiri, apakah stres tersebut diinginkan (desirable stress) atau tidak
diinginkan (undesirable stress). Stres yang tidak diinginkan mempunyai potensi yang lebih
besar dalam menimbulkan efek psikologik.
Menurut Prawirohusodo, stresor adalah faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres. Stresor
dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :

Stresor fisikbiologik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan dan lain-lain.
Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh cinta dan
lain-lain.
Stresor sosial budaya : menganggur, perceraian, perselisihan dan lain-lain.
Stres yang merusak sering disebut distress, adalah ketika seseorang mendapat impuls
rangsangan secara terus-menerus dan berulang kali yang melampaui batas adaptasi. Telah
dilaporkan bahwa pekerja yang berada atau bekerja di tempat yang mempunyai tingkat
kebisingan tinggi sering mengalami gangguan kesehatan dan mudah terserang infeksi
(Budiman, 2004).

KOMPONEN & SISTEM YANG TERLIBAT DALAM HPA Axis

Komponen-komponen yang terlibat :


paraventrikular inti dari hipotalamus, yang berisi neuroendokrin neuron yang
mensintesis dan mengeluarkan vasopresin dan kortikotropin-releasing hormone (CRH).
Kedua peptida mengatur:
Lobus anterior dari kelenjar pituitari. Secara khusus, dan vasopresin CRH merangsang
sekresi adrenocorticotropic hormon (ACTH), yang dulu dikenal sebagai kortikotropin.
ACTH pada gilirannya bekerja pada adrenal korteks, yang menghasilkan glukokortikoid
hormon (terutama kortisol pada manusia) sebagai tanggapan terhadap rangsangan oleh
ACTH. Glukokortikoid pada gilirannya kembali bertindak hipotalamus dan hipofisis (untuk
menekan produksi CRH dan ACTH) dalam siklus umpan balik negatif.
CRH dan vasopresin dilepaskan dari terminal saraf neurosecretory di median eminence.
Mereka diangkut ke anterior pituitari melalui sistem pembuluh darah portal dari hypophyseal
tangkai. Di sana, CRH dan vasopresin bertindak sinergis untuk merangsang sekresi ACTH
dari corticotrope disimpan sel. ACTH ini diangkut oleh darah ke korteks adrenalin dari
kelenjar adrenal, di mana cepat merangsang biosintesis kortikosteroid seperti kortisol dari
kolesterol.

Kortisol adalah hormon stres utama dan memiliki efek pada berbagai jaringan dalam
tubuh, termasuk pada otak. Di otak, kortisol bekerja pada dua jenis reseptor - reseptor
mineralokortikoid dan glukokortikoid reseptor, dan ini dinyatakan oleh berbagai jenis neuron.
Salah satu target penting Glukokortikoid adalah hipotalamus, yang merupakan pusat
pengendali utama dari sumbu HPA.

INTERAKSI ANTARA STRES DENGAN SISTEM IMUN

Stresor pertama kali ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat emosi yang
terletak di sistem saraf pusat. Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf
otonom. Organ yang antara lain dialiri stres adalah kelenjar hormon dan terjadilah perubahan
keseimbangan hormon, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai
organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres telah menyebabkan perubahan
neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary
Adrenal Axis), HPT (Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis) dan HPO (Hypothalamic-
Pituitary-Ovarial Axis). HPA merupakan teori mekanisme yang paling banyak diteliti.

Anda mungkin juga menyukai