Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN TUTORIAL

BLOK MUSKULOSKELETAL
MODUL NYERI SENDI

dr. Hamliati Musta


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
 K1A1 16 018 Shally Ariasnitra
 K1A1 16 028 Yelsi Beatrice Patandianan
 K1A1 19 014 Muh. Fatih Syafiq Al Hisyam
 K1A1 19 015 Muhammad Reza Iskandar D.J
 K1A1 19 048 Kukuh Endro Rinekso
 K1A1 19 049 M. Rilan Ampurama Ruslan
 K1A1 19 050 Milati Hamidah
 K1A1 19 082 Annasai Dhiya Ulhaq
 K1A1 19 083 Ardina Febrianti
 K1A1 19 084 Aulia Kusumawati Merimbano
 K1A1 19 110 Setya Maharani Kadir
 K1A1 19 111 Sheby Zulfana

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN TUTORIAL

Judul Laporan : Laporan Tutorial Blok Muskuloskeletal Modul Nyeri Sendi


Disusun oleh : 1. Shally Ariasnitra (K1A1 16 018)
2. Yelsi Beatrice Patandianan (K1A1 16 028)
3. Muh. Fatih Syafiq Al Hisyam (K1A1 19 014)
4. Muhammad Reza Iskandar D.J (K1A1 19 015)
5. Kukuh Endro Rinekso (K1A1 19 048)
6. M. Rilan Ampurama Ruslan (K1A1 19 049)
7. Milati Hamidah (K1A1 19 050)
8. Annasai Dhiya Ulhaq (K1A1 19 082)
9. Ardina Febrianti (K1A1 19 083)
10. Aulia Kusumawati Merimbano (K1A1 19 084)
11. Setya Maharani Kadir (K1A1 19 110)
12. Sheby Zulfana (K1A1 19 111)
Mata Kuliah : Muskuloskeletal
Program Studi : Pendidikan Dokter

Kendari, 5 Mei 2020

Menyetujui,
Tutor,

dr. Hamliati Musta


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada Dokter
Pembimbing Tutorial Modul 1 Nyeri Sendi. Tak lupa pula kami sampaikan rasa
terimakasih kami kepada teman-teman yang telah mendukung, memotivasi, serta
membantu kami dalam menyelesaikan laporan hasil tutorial Perdarahan.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami juga
menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran, masukan maupun kritikkan dari semua
kalangan demi kesempurnaan laporan yang kami susun ini.

Kendari, 5 Mei 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..…i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….……ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………..….………iv
I. SKENARIO………………………………………………………………..1
II. KATA/KALIMAT SULIT………………………………………………...1
III. KATA/KALIMAT KUNCI……………………………………………….1
IV. PERTANYAAN…………………………………………………………...1
V. PEMBAHASAN…………………………………………………………........2
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..…..57
MODUL NYERI SENDI (SKENARIO I)

I. Skenario

Seorang perempuan umur 58 tahun, Ibu Rumah Tangga, dibawa ke


poliklinik dengan keluhan nyeri kedua lutut yang dialami sejak 3 bulan
terakhir ini, terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku
pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit. Bengkak kedua lutut, namun
tidak ada tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak
bersifat simetris. Penderita juga menderita kencing manis dan berobat teratur
di Poliklinik Endokrin, berat badan 65 kg dengan tinggi badan 162 Cm

II. Kata Sulit


-
III. Kata/Kalimat Kunci
1. Perempuan 58 tahun
2. Nyeri kedua lutut sejak 3 bulan
3. Sulit berdiri dari posisi jongkok
4. Kaku pada pagi hari selama 10-15 menit
5. Bengkak kedua lutut tanpa tanda kemerahan
6. Nyeri pada jari-jaring tangan bersifat asimetris
7. Menderita kencing manis dan berobat teratur ke poliklinik endokrin
8. Berat badan 65 kg dan tinggi badan 162 cm
IV. Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi persendian yang terkait dengan skenario!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan nyeri dan bagaimana mekanisme
terjadinya nyeri !
3. Mengapa sering terjadi kaku pada pagi hari?
4. Mengapa pasien sulit berdiri dari posisi jongkok?
5. Bagaimana mekanisme terjadinya bengkak pada kedua lutut?
6. Apakah ada hubungan antara kencing manis, status gizi, dan umur
berdasarkan skenario ?
7. Jelaskan faktor resiko nyeri sendi!
8. Jelaskan langkah langkah diagnosis yang sesuai pada skenario!
9. Tentukan DD & DS serta penatalaksanaan dari DS tersebut!
10. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi berdasarkan DS?
11. Jelaskan rehabilitasi medik yang diberikan pada pasien berdasarkan DS!
V. Pembahasan
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi persendian yang terkait dengan skenario!
a. Anatomi

Articulatio Genu dibentuk oleh ujung distal condylus femoris


dengan ujung proximal condylus tibiae dan dengan facies dorsalis
patella. Tipe : Condiloidea.

Permukaan persendian dari condylus femoris yang berhadapan


dengan tibia berbentuk konveks; bentuk facies articulus pada ujung
condylus tibiae datar dan dilengkapi dengan suatu fibrocartilago,
yang dinamakan meniscus, yaitu meniscus lateralis dan meniscus
m edialis. Stabilitas articulus ini tergantung pada ligamentum yang
terdapat di situ

Gambar 1. Anatomi Articulatio Genu


Ligamentum :

- Lig. Collaterale laterale/fibulae


- Lig. Popliteum Arcuatum
- Lig. Collaterale mediale/tibiae
- Lig. Popliteum Obliquum
- Lig. Patella
- Lig. Cruciatum anterior + posterior

Meniscus medialis dan meniscus lateralis adalah dua buah


fibrocartilago yang berbentuk cresentic (sebagian dari lingkaran),
mengadakan perlekatan pada fecies cranialis ujung proximal tibia.
Pada penampang melintang meniscus berbentuk segitiga. Meniscus
medialis bentuknya lebih besar daripada meniscus lateralis, dengan
bagian yang terbuka meliputi (kaki huruf “C”) meniscus lateralis

Gerakan utama dari articulatio genu adalah Flexi dan Extensi,


yang terjadi terhadap axis trasversal.
Gambar 2. Pergerakan Articulatio Genu

Articulatio radiocarpalis (wrist join) bertipe ellipsoidea


,dibentuk oleh os. naviculare manus, os. lunatum dan os.triquetrum
yang membentuk permukaan konveks dan pihak lain yang membentuk
permukaan konkaf.
Gambar 3. Anatomi Manus

Gerakan flexi dan extensi terjadi pada transversalis. Gerakan


abduksi (devisi radialis) dan adduksi (deviasi ulnaris) terjadi terhadap
axis antero posterior. Abduksi ulnaris lebih luas dari pada abduksi
radialis oleh karena processus styloideus radii lebih jauh menjulang ke
distal dari pada processus styloideus ulnae.

b. Fisiologi

Sendi merupakan suatu engsel yang


membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan
baik, juga merupakan suatu penghubung antara
ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainya.
Sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakan
sesuai dengan jenis persendian yang di
perantarainya. Sendi merupakan tempat pertemuan
dua atau lebih tulang.
Sendi dapat di bagi menjadi 3 tipe, yaitu ;
- Sendi fibrosa, dimana terdapat pada lapisan kartilago antara
tulang di hubugkan dengan jaringan ikat fibrosa dan di bagi
menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis
- Sendi kartilaginosa, dimana ujungnya di bungkus oleh kartilago
hyalin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan dan di bagi
menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis
- Sendi sinovial, merupakan sendi yang dapat mengalami
pergerakan memiiki rongga sendi dan permukaan sendinya di
lapisi oleh kartilago hialin kapsul sendi membungkus tendon-
tendon yang melintasi sendi,tidak meluas tetapi terlipat sehingga
dapat bergerak penuh.
Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat
bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke
tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan
bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan kembali
ke belakang.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan nyeri dan bagaimana mekanisme


terjadinya nyeri !

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial
atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah
suatu pengalaman sensorik yang multidimensional. Fenomena ini dapat
berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti
terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran
(superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah
suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif dan emosional, yang
digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan
dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom.

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu


nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,
eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi.
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat
empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi

Gambar 4. Mekanisme Nyeri

Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen


menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal
terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut
penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C.
Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan
serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi.

Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju


kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik
menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima
aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu
dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak
neuron spinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri
(pain related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis
medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian
reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu
dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari
korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah
(midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis.
Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan
penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.

Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi


merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor.
Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada
juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

3. Mengapa sering terjadi kaku pada pagi hari?

Penyebab paling umum ketika seseorang merasakan nyeri saat


bangun tidur adalah sendi yang aus atau otot yang tegang. Kondisi ini
disalahartikan sebagai nyeri sendi. Pada kasus tertentu, nyeri saat bangun
tidur juga merupakan indikator dari peradangan pada sendi. Bagian sendi
tidak menua dengan cara yang sama pada tiap orang. Sendi juga dapat
menua karena terlalu sering digunakan atau terjadinya keausan.

Keausan pada sendi dapat terjadi pada usia berapa pun. Walau
begitu, keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang sudah tua atau
orang yang mengalami obesitas. Sejalan dengan bertambahnya usia sendi
seseorang, tulang rawan yang merupakan bantalan pada sendi akan
mengering dan menegang. Selain itu, sendi juga dapat kehilangan
pelumasan.

Pada sendi yang kekurangan pelumasan, otot-otot akan menjadi


lebih lemah dan tendon akan mengalami kekakuan, serta bagian-bagian
tersebut akan mengencang ketika tidur. Walaupun kamu tidak dapat
membalikkan efek penuaan sendi, terdapat beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk meringankan gejala atau mengobati penyakit yang dapat
menyebabkan masalah tersebut

4. Mengapa pasien sulit berdiri dari posisi jongkok?

Pada pasien yang didiagnosis sebagai osteoarthritis akan


mengalami kesulitan merubah posisi dari jongkok ke berdiri, hal ini
berkaitan erat dengan kaku sendi serta rasa nyeri. Hal ini merupakan
ketidakstabilan sendi.

Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya
mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-
otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga
diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks
saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling
pada trabekula dan subkondral.

Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada


jarak tertentu; hal ini mungkin disertai dengan krepitasi.Beberapa
gerakan lebih terbatas dari yang lainnya oleh karena itu, pada ekstensi
panggul, abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan gerakan yang
paling terbatas. Pada stadium lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul
dikarenakan tiga alasan: berkurangnya kartilago dan tulang, kontraktur
kapsuler asimetris, dan kelemahan otot.
5. Bagaimana mekanisme terjadinya bengkak pada kedua lutut?

Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi


dari tulang rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan
pengaruh-pengaruh yang lain yang merupakan efek dari tekanan.

Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai oleh perubahan


yang tidak sesuai dari kolagen. Pada level teratas dari tempat degradasi
kolagen, memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan
tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan
mengalami kerusakan.

Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan


matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan
sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan tulang rawan mengalami
fibrilasi dan berlapislapis.

Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga


sendi. Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang
rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit)
dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali
persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat
menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-
perubahan awal tulang rawan sendi pada osteoartritis. Lesi akan meluas
dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi.

Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang


dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut
merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena.
Namun ternyata peningkatan tekanan yang terjadi melebihi kekuatan
biomekanik tulang. Sehingga tulang subkondral merespon dengan
meningkatkan selularitas dan invasi vaskular, akibatnya tulang menjadi
tebal dan padat (eburnasi).
Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan
gejala-gejala osteoartritis seperti nyeri sendi, kaku dan deformitas.
Melihat adanya proses kerusakan dan proses perbaikan yang sekaligus
terjadi, maka osteoartritis dapat dianggap sebagai kegagalan sendi yang
progressif. Jadi, secara ringkas Osteoarthritis adalah radang sendi akibat
ausnya tulang persendian karena sering dipakai (sering memikul beban
tubuh); kerusakan rawan sendi disertai tulang baru; kandungan cairan
sinovial dalam kartilago akan menurun sehingga proteoglikan juga
menurun. Karena efek pelindung proteoglikan menurun, jaringan kolagen
pada kartilago akan mengalami degradasi dan kemudian kembali
mengalami degenerasi.

6. Apakah ada hubungan antara kencing manis, status gizi, dan umur
berdasarkan skenario ?
a. Hubungan IMT dengan keluhan nyeri sendi yang diderita

Kelebihan berat badan akan memacu proses degradasi


kartilago sekaligus menginhibisisintesis matriks. Pada tulang rawan
sendi menunjuikan adanya mekanoreseptor yaitu Stretch activated
channel, alfa-5b1 integrin, dan CD44 pada permukaan kondrosit yang
sensitive terhadap tekanan dan mampu menyebabkan cascade sinyal
intreselular. Jika ada tekanan dan regangan hal ini akan menstimulasi
mekanoreseptor (Integrin dan Stretch activated channel) yang
kemudian akan mengeluarkan sitokin dan berbagai mediator
prostaglandin atau nitrit oxide (NO)

b. Hubungan usia dengan keluhan nyeri sendi

Proses penuaan juga menjadi salah satu factor penyebab


terjadinya nyeri sendi, karena semakin menua seseorang kemampuan
tulangnya juga akan menurun. Keluhan nyeri sendi banyak diderita
oleh usia >55 tahun.

c. Hubungan Jenis kelamin dengan keluhan nyeri sendi


Nyeri sendi banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan
perempuan. hal ini dekarenakan oleh aktifitas fisik yang berat. Namun
perbandingan penderita laki-laki hamper sama atau lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wanita postmenopause. Ha ini dikarenakan pada
wanita postmenopause terjadi penurunan produksi hormone esterogen
yang bisa mengakibatkan kekuatan tulang menurun dan mudah rapuh

7. Jelaskan faktor resiko nyeri sendi!


a. Usia

Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel


ini mensintesis aggrecans yang lebih kecil dan protein penghubung
yang kurang fungsional sehingga mengakibatkan pembentukan
agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik
dan sintesis menurun dengan bertambahnya usia, dan mereka kurang
responsif terhadap sitokin anabolik dan rangsang mekanik.

b. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang

Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi synovial yang normal


dilakukan melalui penggunaan sendi yang teratur dalam aktivitas
sehari-hari.Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi
yang normal dapat meningkatkan resiko kerusakan degeneratif pada
sendi.

c. Riwayat Penyakit

Penelitian longitudinal meninjukkan bahwa selama beberapa


puluh tahun, pemeriksaan radiologi pasien dengan osteoartritis sendi
panggul dan lutut, tidak berkembang pada 1/3 sampai 2/3
pasien.Tidak terdapat hubungan kuat antara perubahan radiografik
dan klinis. Faktor lain yang sukar dinilai adalah hubungan antara
derajat degenerasi sendi dengan gejala yang ditimbulkannya.
Meskipun gejala osteoartritis utama yaitu nyeri dan kekakuan
sendi, muncul dari degenerasi sendi, tingkat keparahan kerusakan
tulang rawan tidak memiliki korelasi kuat dengan tingkat keparahan
gejala.Pasien dengan degenerasi sendi yang berat dapat merasakan
nyeri yang minimal dan ruang gerak yang luas, dan sebaliknya.Oleh
karena itu, sangatlah penting untuk membedakan riwayat klinis dan
riwayat penyakit.

8. Jelaskan langkah langkah diagnosis yang sesuai pada skenario!


a. Anamnesis
- Identitas pasien : Nama, alamat, pekerjaan
- Keluhan utama : Nyeri sendi

Merupakan keluhan utama pasien rematik. Pasien sebaiknya


menjelaskan lokasi nyeri serta puctum maximumnya, karena
mungkin sekali nyeri tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan
keluhan yang disebabkan pleh penekanan radiks saraf. Pentingnya
untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis
dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah
aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pagi hari
merupakan tanda mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan
bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku
sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah
melakukan aktivitas.

Pada artritis rheumatoid nyeri yang berat biasanya pada


pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada
malam hari. Osteoartritis nyeri paling hebat pada malam hari, pagi
hari terasa lebih ringan dan mambaik pada siang hari. Pada artritis
gout nyeri yang terjadi berupa sersngan yang hebat pada waktu
bangun pagi hari sedangkan malam hari sebelumnya pasien belum
merasakan apa- apa, rasa nyeri biasanya self limiting dan sangat
responsif dengan pengonatan.

- Keluhan penyerta : bengkak sendi dan deformitas, kaku sendi, dan


gejala sistemik seperti panas, penurunan berat badan, kelelahan,
lesu, dan mudah terangsang. Kadang- kadang pasien mengeluh hal
yang tidak spesifik seperti merasa tidak enak badan, pada orang
usia lanjut sering disertai kekacauan mental.
- Menggali penyakit keluarga dan lingkungan dengan mananyakan
apakah ada anggota keluarga yang menderita/ pernah menderita
penyakit/ gangguan yang sama.
b. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan gaya berjalan (GAIT)

Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase yaitu :

- Heel strike phase : lengan diayun diikuti gerakan tungkai yang


berlawanan yang terdiri dari flexi sendi koksea dan ekstensi
sendi lutut.
- Loading/stance phase : pelvis bergerak secara simetris dan
teratur melakukan rotasi kedepan bersamaan dengan akhir
gerakan tungkai pada heel strike phase.
- Toe off phase : sendi koksea ekstensi dan tumit mulai terangkat
dari lantai
- Swing phase : sendi lutut flexi diikuti dorsoflexi sendi
talokruralis.

Gaya berjalan abnormal terdiri dari :

- Antalgic gait : berjalan pincang, pasien bergerak lebih ceoat


pada sisi yang sakit, dengan berkurangnya fase stance
- Trendelenburg gait : condong ke aral lateral pada sisi dimana
tubuh bertumpu (kelemahan otot gluteus medius)
- Spastic gait : kelainan cara berjalan dimana tungkai bawah
bergerak dengan kaku, jari- jari kaki saat berjalan diseret
- Wadling gait : kelainan cara berjalan dimana langkah tubuh
dengn garakan selang seling yang berlebihan disertai
peninggian hip joint, berjalan seperti bebek

 Sikap/ postur tubuh

Diperhatikan bagaimana cara pasien mengtur bagian badan


yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan
intraartikular yang tinggi oleh karena itu pasien akan berusaha
menguranginya dengan mengatur sendi tersebut seenak mungkin,
biasanya dalam posisi setengah fleksi.

 Deformitas

Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan


diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan
apakah deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan
gangguan jaringan lunak) atau tidak dapat dikoreksi (misalnya
retriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi).

 Perubahan kulit

Kelinan kulit sering menyertai penyakit rematik atau


penyakit kulit sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan
kulit yang sering ditemukan antara lain psoriasis dan eritema
nodosum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit sekitar sendi
menunjukan adanya inflamasi periartikuler yang sering pula
merupakan tanda artritis septik atau artritis kristal.

 Bengkak sendi

Dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang


 Nyeri raba

Nyeri raba kapsular/ artikular terbatas pada daerah sendi


merupakan tanda artropati atau penyakit kapsular. Nyeri raba
periartikuler agak jauh dari batas daerah sendi merupakan tanda
bursitis dan entesopati.

 Evaluasi sendi satu persatu misalnya kaki (dalam skenario


disebutkan nyeri sendi pada ibu jari kaki kanan)

Yang dimaksud dengan kaki yaitu mid foot yang terdiri dari
5 tulang- tulang tarsal selain talus dan kalkaneus dan fore foot
mempunyai struktur melengkung ke dorsal yang memungkinkan
penyebaran berat badan ke kalkaneus di posterior dan ke-2 tulang
sesamoid pada tulang metatarsal I dan kaput metatarsal II-V di
anterior. Nyeri pada tumit sering disebabkan oleh platar, spur,
sedangkan peradangan pada MTP I, sering disebabkan oleh artritis
gout.

c. Pemeriksaan Laboratorium

 Artrosintesis (aspirasi cairan sendi)

Indikasi diagnosis :

- Membantu diagnosis artritis


- Memberikan konfirmasi diagnosis klinis
- Selama pengobatan artritis septik, artrosentesis dilakukan
secara serial untuk menghitung jumlah leukosit, pengecatan
gram dan kultur cairan sendi.

Indikasi terapeutik :

- Artrosentesis saja
1) Evakuasi kristal untuk mengurangi inflamasi pada
pseudogout akut dan crystal induced artritis yang lain
2) Evakuasi serial pada artritis septik untuk mengurangi
destruksi sendi
- Pemberian kortikosteroid intaartikular
1) Mengontrol inflamasi steril pada sendi, bila obat anti
inflamasi nin steroid telah gagal, kemungkinan akan gagal
atau merupakan kontraindikasi
2) Mempersingkat periode nyeri pada artritis gout
3) Menghilangkan nyeri inflamasi dengan cepat
4) Membantu terapi fisik pada kontraktur sendi

Kontaindikasi diagnostik

- Infeksi jaringan lunak yang menutupi sendi


- Baktereriemi
- Secara anatomis tidak bisa dilakukan
- Pasien tidak kooperatif

Kontraindikasi terapeutik

- Kontraindikasi diagnostik
- Instabilitas sendi
- Nekrosis avaskuler
- Artritis septik
- Analisis cairan sendi
d. Pemeriksaan Makroskopik
1) Bekuan

Cairan sinovia sedikit sekali kandungan protein pembekuan


seperti fibrinogen, protombin, faktor V, faktor VII dan
tromboplastin jaringan. Sehingga cairan sinovia tidak akan
membeku. Tetapi pada kondisi inflamasi “membran dialisat” sendi
enjadi rusak sehingga protein dengan berat molekul yang lebih
besar seperti protein pembekuan akan merobos masuk ke cairan
sinovia, sehingga cairan sinovia pada penyakit sendi inflamasi bisa
membeku dan kecepatan terbentuknya bekuan bekorelasi dengan
derajat inflamasi sinovia.

2) Volume

Sendi umumnya hanay mengandung sedikit cairan sendi,


bahkan sendi besar sperti lutut hanya mengandung 3-4 ml cairan
sinovia

3) Viskositas

Cairan sendi normal sangat kental karena tingginya


konsentrasi polimer hyaluronat. Asalam hyaluronat merupakan
komponen non protein utama cairan sinovia dan berperan penting
pada lubrikasi pada caairan sinovia. Viskositas meripakan
penilaian tidak langsung dari konsentrasi asam hyaluronat pada
cairan sinovia.

4) Warna dan kejernihan

Cairan sendi normalnya tidak berwarna seperti air atau


putih telur. Pada sendi inflamasi jumlah leukosir dan eritrosit pada
cairan sinovia meningkat. Eritrosit pada sinovia selanjutnya akan
mengalami kerusakan yang akan memberikan warna kekuningan
(xantochrome) pada cairan sendi inflamasi. Leukosit akan
membuat warna pada cairan sendi menjadi putih sehingga semakin
tinggi jumlah laukosit cairan sendi akan berwarna putih atau krem
seperti pada artritis septik. Selain dipengarui oleh jumlah eritrosit
dan leukosit warna cairan sendi juga dipengarui oleh kristal yang
ada dalamcairan sendi
e. Pemeriksaan Mikroskopik
1) Jumlah dan hitung jenis leukosit
Pemeriksaan jumlah dan hitung jenis leukosit sangat
membantu dalam mengelompokan cairan sendi. Paling tidak
pemeriksaan ini dapat membedakan kelompok inflamasi dan non
inflamasi. Pada cairan sendi kelompok II seperti artritis rheumatoid
jumlah laukosit umunya 3000- 50.000 sel/ml, sedang oada
kelompok III jumlah leukosit biasanya diatas 50.000/ml. Pada
cairan sendi normal umunya PMN kurang dari 25%, sedang pada
kelompok inflamasi PMN umumnya lebih dari 70% (inflamasi
kelompok II PMN > 70% kelompok III >90% )

2) Kristal

Pemeriksaan kristal sebaiknya dilakukan pada sediaan


basah segera setelah aspirasi cairan sendi. Kristal monosodium urat
dapat diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa, tetapi untuk
pemeriksaan yang lebih baik memerlukan mikroskop polarisasi.
Kristal MSU berbentuk batang dengan ukuran sekitar 40 um (4 kali
leukosit). Kristal ini sangat berpendar sehingga pada pada
mikroskop polarisasi tampak sangat terang. Pada mikriskop
polarisasi yang ditambahkan kompresor merah, MSU akan
berwarna kuning bila ahra kristal paralel dan berwarna biru bila
arah kristal tegak lurus dengan aksis dari slow vibration dari
kompensator

f. Pemeriksaan Mikrobiologi

Artritis septik harus selalu dipikirkan terutama pada artritis


inflamasi yang terjadi bersama dengan infeksi di tempat lain
(endokarditis, selutis, pneumonia), sebelumnya terdpat kerusakan
sendi serta pasien- pasien diabetes dan pasca transplantasi. Pada
pengelompokan cairan sendi, artritis septik termasuk kelompok III,
yang biasanya jumlah leukosirnya lebih dari 50.000/ml. Tetapi kadang-
kadang cairan sendi septik dapat memberi gambaran sebagai kelompok
II, sebaliknya cairan sendi kelompok III dapat juga terjadi pada artritis
inflamasi non infeksi seperti gout dan pseudogout.

Pada umumnya pemeriksaan dengan pengecatan gram dan


kultur bakteri cukup untuk analisis cairan sendi, tetapi beberapa
pengecatan dan biakan pada media khusus sangat membantu pada
kondisi tertentu seperti misalnya untuk mycobacterium tuberculosis
dan jamur

g. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos
Pemeriksaan foto polos merupakan titik tolak sebagian
besar pemeriksaan pencitraan penyakit- penyakit rematik walaupun
mungkin setelah itu skan dilakukan pemeriksaan MRI. Biayanya
murah dan resolisi spatial tinggi, sehingga detil trabekula dan erosi
kecil tulang dapat dilihat dengan baik. Jika di perlukan, resolusi
dapat diangkatkan dengan dengan teknik pembesaran. Resolusi
kontransnya memang tidak sebaik CT Scan dan MRI. Keterbatas
ini terutama dirasakan jika ingin mengevaluasi jaringan lunak.
Meskipun foto polos merupakan sarana yang berguna untuk
menilai pengaruh masa jaringan lunak terhadap tulang yang
berdekatan atau untuk mendeteksi kalsifikasi dalam jaringan lunak,
teknik ini tidak cocok untuk mengevaluasi jaringan lunak.
2) CT-Scan

CT-Scan merupakan teknik yang sangat baik untuk


mengevaluasi penyakit degenatif diskus intervertebralis dan
kemungkinan herniasi diskus pada orang tua. CT-Scn bermanfaat
untuk mengevaluasi struktur didaerah dengan anatomi yang
kompleks dimana struktur yang saling berhimpitan menyulitkan
pandangan pada foto konvensional. Misalnya koalisi talokakaneus
yang tidak dapat dilihat pada foto konfensional, sakroilitis
(terutama yang disebabkan infeksi ) dan kolap capu femoris akibat
osteonekrosis yang memerlukan joint replacement. Sendi
stemiklavicular yang sangat sulit di lihat dengan foto konvensional
cukup jelas terlihat dengan CT- Scan.

3) MRI

MRI membawa keuntungan bagi pencitraan


muskuloskeletal karna kesanggupannya memperlihatkan struktur
jaringan lunak yang tidak dapat di perlihatkan oleh pemeriksaan
radiologi konvensional. Struktur jaringan lunak sendiri seperti
meniskus dan ligamen crusiatum lutut dapat di perlihatkan dengan
jelas. Jaringan sinovium juga dapat dilihat, terutama dengan
menggunakan bahan kontras paramagnetik intavena seperti
gadolinium. Demikian juga kelainan lain seperti efusi sendi,
kistapoplitea, gangliona, kista meniskus dan burusitis dapat dilihat
dengan jelas dengan integritas tendo dapat dilihat. MRI makin
populer untuk mengevaluasi ligamen antara tulang- tulang carpal
dan fibrokartilago triangular.

4) USG (Ultrasonografi)

Pada beberapa pusat pemeriksaan telah terbukti bahwa


USG dapat mendeteksi robekan rotator cuff dengan tepat. Hasilnya
juga baik dalam mengevaluasi penumpukan cairan seperti efusi
sendi, kista poplitea dan ganglioma, sehingga dapat dipakai untuk
menuntun aspirasi cairan sendi maupun ditempat lain tendo yang
terletak superfisial seperti tendi achiles dan patela dapat diperiksa
untuk kemungkinan adanya robekan. USG tampak menjajikan
untuk evaluasi osteoporosis. Hantaran gelombang melalui tulang
memberikan informasi tentang struktur mikrotrabekula yang
berkaitan dengan kekuatan tulang, tetapi tidak dapat deinilai
langsung dengan teknik radiografi. Informasi ini saling melengkapi
dengan informasi tentang komposisi mineral tulang dan
mengevaluasi resiko fraktur pada pasien. USG juga telah dipakai
untuk menilai sifat permukaan rawan sendi

9. Tentukan DD & DS serta penatalaksanaan dari DS tersebut!


a. Osteoarthritis
1) Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada
sendi yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang
sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi.
2) Epidemiologi
Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas
sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu
berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis
lutut. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil
dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit
sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu
sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau
yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensinya
cukup tinggi yaitu sekitar 27% Prevelensi OA lutut radiologis di
Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7%
pada wanita.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia lanjut di Indonesia
menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan terhadap
dampak OA akan semakin besar karena semakin banyaknya
populasi yang berusia tua.
3) Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua,
yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA
idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada
hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun
perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan
OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi
yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya
cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih
banyak ditemukan daripada OA sekunder.
4) Patologi

Osteoartritis (OA) merupakan gangguan pada satu sendi


atau lebih, bersifat lokal, progresif dan degeneratif yang di tandai
dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu
berupa degenerasi tulang rawan/ kartilago hialin.

Hal tersebut ditandai dengan peningkatan ketebalan dan


sklerosi dari subkondral yang biasa disebabkan oleh pertumbuhan
osteofit pada tepian sendi, peregangan kapsul artikular, sinovitis
ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendianmenyebabkan rasa sakit, bengkak, dan
kehilangan gerakan sendi.Seiring waktu, sendi bisa kehilangan
bentuk normalnya.

5) Manifestasi Klinis

OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil.


Distribusi OA dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki,
pinggul, lutut.
- Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada
sinovium, tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah
subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya
kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri
terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang
lebih parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat
membuat perasaan sakit, hal ini bisa berkurang dengan
istirahat.
- Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan
ketika pagi hari ketika setelah duduk yang terlalu lama atau
setelah bangun pagi.
- Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan
pada tulang sendi rawan.
- Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada
tangan sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan
sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard
(karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal
(PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan
penurunan kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya
perlahan-lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada
sendi tangan atau lutut.
- Tanda – tanda peradangan : Tanda – tanda adanya
peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini
tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang
lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
- Perubahan gaya berjalan : Gejala ini merupakan gejala yang
menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang besar
untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena
menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut
6) Penatalaksanaan
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan
berat ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi
atas 3 hal, yaitu :
a) Terapi non-farmakologis
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan
agar pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit
yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah
semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai.
Terapi fisik atau rehabilitasi. Pasien dapat mengalami
kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk
melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Penurunan berat badan. Berat badan yang berlebih
merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu,
berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila
berat badan berlebih.
b) Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan
rasa nyeri yang timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan
mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi.
Obat Antiinflamasi Nonsteroid, Inhibitor
Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen Untuk
mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan
obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat
AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap
menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri
pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari
obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan
menggunakan inhibitor COX-2.
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang
dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada
pasien OA. Obat – obatan yang termasuk dalam kelompok obat
ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.
c) Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak
berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu
aktivitas sehari – hari.

b. Reumatoid Arthritis
1) Definisi
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah
penyakit autoimun sistemik. RA merupakan salah satu kelainan
multisistem yang etiologinya belum diketahui secara pasti dan
dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis. Penyakit ini
merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai
dengan keterlibatan sendi yang simetris. Penyakit RA ini
merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi
yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi
(poliartritis)
2) Epidemiologi

Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%


di seluruh dunia. Dalam buku ilmu penyakit dalam Harrison edisi
18, insidensi dan prevalensi RA bervariasi berdasarkan lokasi
geografis dan diantara berbagai grup etnik dalam suatu negara.
Misalnya, masyarakat asli Ameika, Yakima, Pima, dan suku-suku
Chippewa di Amerika Utara dilaporkan memiliki rasio prevalensi
dari berbagai studi sebesar 7%. Prevalensi ini merupakan
prevalensi tertinggi di dunia. Beda halnya, dengan studi pada
populasi di Afrika dan Asia yang menunjukkan prevalensi lebih
rendah sekitar 0,2%-0,4% (Longo, 2012). Prevalensi RA di India
dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Di
Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik
didaerah urban ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa
Tengah mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural
dan 0,3% di daerah urban.
Prevalensi RA yang hanya sebesar 1 sampai 2 % diseluruh
dunia, pada wanita di atas 50 tahun prevalensinya meningkat
hampir 5%. Puncak kejadian RA terjadi pada usia 20-45 tahun.
Berdasarkan penelitian para ahli dari universitas Alabama, AS,
wanita yang memderita RA mempunyai kemungkintan 60% lebih
besar untuk meninggal dibanding yang tidak menderita penyakit
tersebut.
3) Etiologi

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun,


kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan.
- Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor
ini memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar
60%.
- Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari
Placental Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi
dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat
penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi
esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2)
dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon
TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron
mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan
penyakit ini.
- Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi
sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon
sel T sehingga muncul timbulnya penyakit RA.
- Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi
sebagai respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian
(sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena
kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop
HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel
Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis.
- Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok
4) Faktor Resiko
Faktor resiko dalam peningkatan terjadinya RA antara lain
jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita
RA, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Resiko juga
mungkin terjadi akibat konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir
sehari, khusunya kopi decaffeinated. Obesitas juga merupakan
faktor resiko.
5) Manifestasi Klinis

RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo,


tetapi paling sering di tangan. RA juga dapat menyerang sendi
siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung
tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi
tulang dan destruksi tulang disekitar sendi.
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu
manifestasi artikular dan manifestasi ekstraartikular.
 Manifestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa
inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo yang dapat
menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta
hidrops ringan. Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri,
bengkak, kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan
pada awal atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan
perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik.
Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi
manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin
berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset
terjadinya. Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup
bervariasi. Tidak semua sendi proporsinya sama, beberapa
sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi, misalnya
sendi sendi kecil pada tangan
 Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA. Secara
umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh.
Manifestasi ekstraartikular pada RA, meliputi:
- Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa
RA. Tanda dan gejalanya berupa penurunan berat badan,
demam >38,3oc , kelelahan (fatigue), malaise, depresi dan
pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum
merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului
terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi.
- Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya
merupakan level tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat
dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat
periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat
di paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul
bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi,
ulserasi dan gangren.
- Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki
secondary sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome
ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau
xerostomia.
- Paru, contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti
dengan penyakit paru interstitial.
- Jantung, pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada
jantung yang disebabkan oleh RA adalah perikarditis,
kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri koreoner atau
disfungsi diastol.
- Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada
penderita dengan penyakit RA yang sudah kronis.
- Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated
trombocytopenia dan keadaan dengan trias berupa
neutropenia, splenomegaly,dan nodular RA sering disebut
dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita
RA tahap akhir.
- Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4
kali lebih besar dibanding populasi umum. Hal ini
dikarenakan penyebaran B-cell lymphoma sercara luas.
6) Penatalaksanaan

a) Terapi non-Farmakologik Artritis Reumatoid


Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas
dan terapi komplementer. Terapi modalitas berupa diet
makanan (salah satunya dengan suplementasi minyak ikan
cod), kompres panas dan dingin serta massase untuk
mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan penyinaran
menggunakan sinar inframerah. Terapi komplementer berupa
obat-obatan herbal, accupressure, dan relaxasi progressive.
b) Terapi Farmakologik Artritis Reumatoid
Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima
kelompok, yaitu:
- NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk
mengurangi rasa nyeri dan kekakuan sendi.
- Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection),
Methotrexat dan Sulphasalazine. Obat-obatan ini
merupakan golongan DMARD. Kelompok obat ini akan
berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan
mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek
samping dan harus di monitor dengan hati-hati.
- Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi
gejala simptomatis dan tidak memerlukan montoring, tetapi
memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius.
- Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam
proporsi kecil untuk pasien dengan penyakit sistemik.
- Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat
sitokin inflamasi. Belum ada aturan baku mengenai
kelompok obat ini dalam terapi RA.
c) Terapi Bedah
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada
nyeri berat dengan kerusakan sendi yang ekstensif,
keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi ruptur tendo.
Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila
destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu
artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk
menunjang kehidupan sehari-hari.
c. Arthritis Gout
1) Definisi

Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan


tersebar di seluruh dunia.Artritis gout atau dikenal juga sebagai
artritis pirai, merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai
akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat
supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Gangguan
metabolisme yang mendasarkan artritis gout adalah hiperurisemia
yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari
7,0ml/dl untuk pria dan 6,0 ml/dl untuk wanita.

Sedangkan definisi lain, artritis gout merupakan penyakit


metabolik yang sering menyerang pria dewasa dan wanita
posmenopause. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kadar asam
urat dalam darah (hiperurisemia dan mempunyai ciri khas berupa
episode artritis gout akut dan kronis.

2) Epidemiologi

Artritis gout menyebar secara merata di seluruh dunia.


Prevalensi bervariasi antar negara yang kemungkinan disebabkan
oleh adanya perbedaan lingkungan, diet, dan genetik. Di Inggris
dari tahun 2000 sampai 2007 kejadian artritis gout 2,68 per 1000
penduduk, dengan perbandingan 4,42 penderita pria dan 1,32
penderita wanita dan meningkat seiring bertambahnya usia.

Di Italia kejadian artritis gout meningkat dari 6,7 per 1000


penduduk pada tahun 2005 menjadi 9,1 per 1000 penduduk pada
tahun 2009. Sedangkan jumlah kejadian artritis gout di Indonesia
masih belum jelas karena data yang masih sedikit. Hal ini
disebabkan karena Indonesia memiliki berbagai macam jenis etnis
dan kebudayaan, jadi sangat memungkinkan jika Indonesia
memiliki lebih banyak variasi jumlah kejadian artritisgout.

Pada tahun 2009 di MalukuTengah ditemukan 132 kasus,


dan terbanyak ada di Kota Masohi berjumlah 54 kasus. Prevalensi
artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar 18,9%, sedangkan di
Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis gout di
masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makan makanan
tinggi purin seperti lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu
ayam/itik, pepes ayam/babi, sate babi, dan babi guling.

3) Etiologi

Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin,


riwayat medikasi, obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria
memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita,
yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis
gout.Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih
banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka
kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin
setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout padapria meningkat
dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan
84 tahun.

Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah


menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun
dengan penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek
urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada wanita
muda.

Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada


pria dan wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan banyak faktor,
seperti peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling
sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan
pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan
kadar asam urat serum. Penggunaan obat diuretik merupakan
faktor resiko yang signifikan untuk perkembangan artritis gout.
Obat diuretic dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam
urat dalamginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis
rendahaspirin, umumnya diresepkan untuk kardioprotektif, juga
meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia lanjut.
Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai
pirazinamid, etambutol, dan niasin.

Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara


signifikan dengan resiko artritis gout. Resiko artritis gout sangat
rendah untuk pria dengan indeks massa tubuh antara 21 dan 22
tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh
35 atau lebih besar. Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi
insulin. Insulin diduga meningkatkan reabsorpsi asam urat pada
ginjal melalui urate anion exchanger transporter-1 (URAT1) atau
melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush border
yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal.
Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan
pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh
meningkat. Peningkatan konsentrasi adenosin mengakibatkan
terjadinya retensi sodium, asam urat dan air oleh ginjal.

Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta


makanan laut (terutama kerang dan beberapa ikan laut lain)
meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran yang banyak
mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet
rendah purin, tidak ditemukan memiliki hubungan terjadinya
hiperurisemia dan tidak meningkatkan resik artritis gout.
Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antar konsumsi
alkohol dengan resiko terjadinyaserangan gout yakni, alkohol dapat
mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan produksi
asam urat.

Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenine


nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfat yang
merupakan prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat
meningkatkan asam laktat pada darah yang menghambat eksresi
asam urat. Alasan lainyang menjelaskan hubungan alkohol dengan
artritis gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi
sehingga mengakibatkan over produksi asam urat dalam
tubuh.Asam urat merupakan produk akhir dari metabolism purin.
Dalam keadaan normalnya, 90% dari hasil metabolit nukleotida
adenine, guanine, dan hipoxantin akan digunakan kembali
sehingga akan terbentuk kembali masing-masing menjadi
adenosine monophosphate (AMP), inosine monophosphate (IMP),
dan guanine monophosphate (GMP) oleh adenine phosphoribosyl
transferase (APRT) dan hipoxantin guanine phosphoribosyl
transferase (HGPRT). Hanya sisanya yang akandiubah menjadi
xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat oleh enzim
xantin oksidase

4) Patologi

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma


dikelilingi oleh butir kristal monosodium urat (MSU). Reaksi
inflamasi di sekeliling kristal terutama terdiri dari sel mononuklir
dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar
tofus.Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofus.Kristal
dalam tofus berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk
kelompok kecil secara radier (Tehupeiory, 2006).Komponen lain
yang penting dalam tofus adalah lipid glikosaminoglikan dan
plasma protein. Pada artritis gout akut cairan sendi juga
mengandung kristalmonosodium urat monohidrat pada 95% kasus.
Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada saat
inflamasi akut akanditemukan banyak kristal di dalam lekosit. Hal
ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis

5) Manifestasi Klinis
Gambaran klinis artritis gout terdiri dari artritis gout
asimptomatik, artritis gout akut, interkritikal gout, dan gout
menahun dengan tofus. Nilai normal asam urat serum pada pria
adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada wanita adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl.
Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang
dengan artritis gout.

Pada tahap pertama hiperurisemia bersifat asimptomatik,


kondisi ini dapat terjadi untuk beberapa lama dan ditandai dengan
penumpukan asam urat pada jaringan yang sifatnya silent.
Tingkatan hiperurisemia berkolerasi dengan terjadinya serangan
artritis gout pada tahap kedua. Radang sendi pada stadium ini
sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat.
Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa
sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat
monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa
hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil
dan merasa lelah.

Serangan artritis gout akut terjadi ditandai dengan nyeri


pada sendi yang berat dan biasanya bersifat monoartikular.Pada
50% serangan pertama terjadi pada metatarsophalangeal-1 (MTP-
1) yang biasa disebut dengan podagra. Semakin lamaserangan
mungkin bersifat poliartikular dan menyerang ankles,knee, wrist,
dan sendi-sendi pada tangan. Serangan akut ini dilukiskan sebagai
sembuh beberapa hari sampai beberapa minggu, bila tidak terobati,
rekuren yang multipel, interval antara serangan singkat dan dapat
mengenai beberapa sendi.

Ketika serangan artritis gout terjadi eritema yang luas di


sekitar area sendi yang terkena dapat terjadi. Meskipun serangan
bersifat sangat nyeri biasanya dapat sembuh sendiri dan hanya
beberapa hari. Setelah serangan terdapat interval waktu yang
sifatnya asimptomatik dan disebut juga stadium interkritikal.
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet
tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian
obat diuretik atau penurunan dan peningkatanasam urat. Penurunan
asam urat darah secara mendadak dengan alopurinol atau obat
urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan.

Stadium interkritikal merupakan kelanjutan stadium akut


dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara
klinis tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pada
aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa
proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan.
Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau
dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Apabila tanpa
penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar,
maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai
beberapa sendi dan biasanya lebih berat.

Kebanyakanorang mengalami serangan artritis gout


berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
Segera setelah serangan akut terjadi penderita mungkin mengalami
proses yang terus berlanjut, meskipun bersifat asimptomatik
apabila terapi antiinflamasi tidak diberikan pada waktu yang
cukup, yaitu beberapa hari setelah serangan akut berhenti. Setelah
itu terdapat jeda waktu yang lama sebelum serangan berikutnya.
Selama waktu ini deposit asam urat kemungkinan meningkat
secara silent. Stadium gout menahun ini umumnya pada pasien
yang mengobati sendiri sehingga dalam waktu lama tidakberobat
secara teratur pada dokter.
Artritis gout menahun biasanya disertai tofus yang banyak
dan terdapat poliartikuler. Tofus terbentuk pada masa artritis gout
kronis akibat insolubilitas relatif asam urat. Awitan dan ukuran
tofus secara proporsional mungkin berkaitan dengan kadar asam
urat serum. Bursa olekranon, tendon achilles, permukaan ekstensor
lengan bawah, bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat-
tempat yang sering dihinggapi tofus. Secara klinis tofus ini
mungkin sulit dibedakan dengan nodul rematik. Pada masa kini
tofus jarang terlihat dan akanmenghilang dengan terapi yang tepat.

Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun


hasilnya kurang memuaskan.Lokasi tofus yang paling sering pada
cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari
tangan.Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih
sampai penyakit ginjal menahun. Pada artritis gout kronis yang
menyerang banyak sendi dapat menyerupai artritis reumatoid.
Penderita dapat timbul tofus subkutaneus pada area yang
mengalami gesekan atau trauma.Tofus tersebut dapat serng diduga
sebagai nodul reumatoid.

6) Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah


untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan
mencegah terjadinya kelumpuhan.Terapi yang diberikan harus
dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout.
Penatalaksanaan utama pada penderitaartritis gout meliputi edukasi
pasien tentang diet, lifestyle,medikamentosa berdasarkan kondisi
obyektif penderita, dan perawatan komorbiditas.

Pengobatan artritis gout bergantung pada tahap


penyakitnya. Hiperurisemia asiptomatik biasanya tidak
membutuhkan pengobatan. Serangan akut artritis gout diobati
dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-
obat ini diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk
mengurangi peradangan akut sendi. Beberapa lifestyle yang
dianjurkan antara lainmenurunkan berat badan, mengkonsumsi
makanan sehat, olahraga, menghindari merokok, dan konsumsi air
yang cukup.

Modifikasi diet pada penderita obesitas diusahakan untuk


mencapai indeks masa tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu
ketat dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat (diet atkins)
sebaiknya dihindari. Pada penderita artritis gout dengan riwayat
batu saluran kemih disarankan untuk mengkonsumsi 2 liter air tiap
harinya dan menghindari kondisi kekurangan cairan.

Untuk latihan fisik penderita artritis gout sebaiknya berupa


latihan fisik yang ringan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan
trauma pada sendi. Penanganan diet pada penderita artritis gout
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu avoid, limit, dan
encourage. Pada penderita yang dietnya diatur dengan baik
mengalami penurunan kadar urat serum yang bermakna. Tujuan
terapi serangan artritis gout akut adalahmenghilangkan gejala,
sendi yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan
secepat mungkin untuk menjamin respon yang cepat dan
sempurna.

Ada tiga pilihan obat untuk artritis gout akut, yaitu NSAID,
kolkisin, kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan
kerugian.Pemilihan untuk penderita tetentu tergantung pada
beberapa faktor, termasuk waktu onset dari serangan yang
berhubungan dengan terapi awal, kontraindikasi terhadap obat
karena adanya penyakit lain, efikasi serta resiko potensial.
NSAID biasanya lebih dapat ditolerir disbanding kolkhisin
dan lebih mempunyai efek yang dapat diprediksi. Untuk penderita
artritis gout yang mengalami peptic ulcers , perdarahan atau
perforasi sebaiknya mengikuti standar atau guideline penggunaan
NSAID.

Kolkisin dapat menjadi alternatif namun memiliki efek


kerja yang lebih lambat dibandingkan dengan NSAID.
Kortikosteroid baik secara oral, intraartikular, intramuskular,
ataupun intravena lebih efektif diberikan pada gout monoartritis,
penderita yang tidak toleran terhadap NSAID dan penderita yang
mengalami refrakter terhadap pengobatan lainnya.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya


pengobatan serangan artritis gout diobati dalam 24 jam pertama
serangan, salah satu pertimbangan pemilihan obat adalah
berdasarkan tingkatan nyeri dan sendi yang terkena. Terapi
kombinasi dapat dilakukan pada kondisi akut yang berat dan
serangan artritis gout terjadi pada banyak sendi besar. Terapi
kombinasi yang dilakukan adalah kolkisin dengan NSAID, kolkisin
dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat lainnya.

Untuk kombinasi NSAID dengan kortikosteroid sistemik


tidak disarankan karena dikawatirkan menimbulkan toksik pada
saluran cerna (Khanna et al, 2012).Obat golongan NSAID yang di-
rekomendasikan sebagai lini pertama pada kondisi artritis gout akut
adalah indometasin, naproxen, dan sulindak.Ketiga obat tersebut
dapat menimbulkan efek samping serius pada saluran cerna, ginjal,
dan perdarahan saluran cerna.Obat golongan cyclooxigenase 2
inhibitor (COX 2 inhibitor) seperti celecoxib merupakan pilihan
pada penderita artritis gout dengan masalah pada saluran cerna.

Tabel Differential Diagnosis


Differential Osteoarthritis Reumathoid Arthritis Gout
Diagnosis
Perempuan + + _
58 tahun + + +
Nyeri kedua Art. + + _
Genu
Nyeri Art. + _ +
Interphalang
(tidak simetris
Bengkak, tidak + _ _
merah
Kaku pagi hari + _ _
(10-15 menit)
Overweight + _ +
DM + _ _
Ket : + : Memiliki gejala

̶ : Tidak memiliki Gejala

10. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi berdasarkan DS?

Komplikasi yang di timbulkan oleh osteoarthitis knee antra lain :

- Gangguan pada waktu berjalan karena adanya pembengkakan akibat


peradangan
- Terjadi kekakuan pada sendi lutut karena peradangan yang
berlangsung lama sehingga struktur sendi akan mengalami
pelengketan.
- Terjadi atrofi otot karena adanya nyeri.
- Menurunya fungsi otot akan mengurangi stabilitas sendi teritama
sendi penumpu berat badan , sehingga dapat meperburuk keadaan
penyakit dan menimbulkan deformitas.
11. Jelaskan rehabilitasi medik yang diberikan pada pasien berdasarkan DS!

Intervensi rehabilitasi mencakup: 1) pengurangan rasa nyeri; 2)


pemeliharaanserta pemulihan rentang sendi (ROM) dan kekuatan otot; 3)
pengurangan beban sendi; 4) pencegahan atau pengurangan kontraktur;
5) pemeliharaan susunan/kesegarisan sendi

a. Latihan

Latihan atau exercise diperlukan untuk:


- Meningkatkan dan mempertahankan rentang sendi (ROM = Range
of Motion)
- Mengajar kembali (re-edukasi) dan menguatkan otot
- Meningkatkan ketahanan statik dan dinamik
- Memungkinkan sendi berfungsi secara biomekanik lebih baik
- Meningkatkan fungsi menyeluruh dan rasa nyaman penderita
Latihan terdiri dari :
1) Latihan Aktif dan Pasif ROM
Latihan fleksibilitas (ROM) yang dilakukan pada latihan
fisik tahap pertama dapat meningkatkan panjang dan elastisitas otot
dan jaringan sekitar sendi. Untuk pasien osteoartritis, latihan
fleksibilitas ditujukan untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan
mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur jaringan lunak.
2) Latihan Penguatan
Latihan kekuatan otot secara isometrik, isotonik, maupun
isokinetic dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta
memperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoartritis. Latihan
isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan
nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan awal pada
pasien osteoartritis dengan nyeri lutut saat latihan. Latihan
isokinetic menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan paling
besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat evaluasi,
sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki stabilitas sendi
dan ketahanan berjalan.
Latihan isometrik diindikasikan apabila sendi mengalami
peradangan akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometrik
memberikan tekanan ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh
penderita osteoartritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi.
Latihan ini dapat memperbaiki kekuatanotot dan ketahanan statis
dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan yang lebih dinamis
dan merupakan titik awal program penguatan. Peningkatan
kekuatan terjadi saat kontraksi isometrik dikenakan pada otot saat
panjang otot sama dengan kondisi istirahat. Apabila instabilitas
sendi dan nyeri berkurang program latihan bertahap diubah ke
latihan yang dinamis (isotonik).
3) Latihan Peregangan (Stretching)
Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang
gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan
menggerakkan otot-otot, sendi-sendi dan jaringan sekitar sendi.
Semua gerakan sebaiknya menjangkau ruang gerak sendi yang
tidak menimbulkan rasa nyeri.
4) Latihan Endurance (Ketahanan)
5) Latihan Aerobic
Latihan aerobik penting untuk penderita OA karena pada
penderita OA sering terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai
akibat kurangnya aktivitas. Manfaat latihan aerobik antara lain
meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan otot, daya tahan, serta
pengurangan berat badan. Selain itu latihan aerobik juga dapat
menyebabkan pelepasan opioid endogen, serta memperbaiki gejala
depresi dan kecemasan.
Bentuk latihan aerobik yang dianjurkan adalah berjalan,
bersepeda, berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di kolam.
Berenang dan latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang
lebih ringan dibandingkan bentuk latihan aerobik yang lain.
Setiap sesion latihan aerobik harus diawali oleh latihan
pemanasan yang terdiri dari latihan ROM dan diikuti oleh
pendinginan dan peregangan. Jika latihan jalan kaki atau jogging
menyebabkan gejala yang dikeluhkan pasien bertambah berat,
intensitas latihan harus dikurangi atau bentuk latihan dirubah.
Alas kaki yang baik sangat penting dan latihan lebih baik
dilakukan di permukaan yang lunak. Untuk dapat meningkatkan
kapasitas aerobik heart rate yang harus dicapai adalah 60- 80%
dari target heart rate untuk latihan selama 20-30 menit, 3-4 kali
seminggu. Naik turun tangga juga merupakan bentuk latihan
aerobik yang baik, tapi menyebabkan joint loading yang maksimal
pada hip dan lutut sehingga tidak dianjurkan untuk pasien OA lutut
dan hip.
Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut
ekstensi saat pedal sepeda berada di bawah. Tingkat beban diatur
bertahap mulai dari minimal sampaisedang. Latihan dilakukan 5
menit dengan beban ringan selama 2 hari, kemudian beban
dinaikkan dan waktu ditambah 5menit. Setiap peningkatan level
dilatih selama 3 hari sampai waktulatihan 20-30 menit.
6) Latihan Rekreasi
b. Fisioterapi
1) Cold Therapy
Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat
aktivitas kolagenase di dalam sinovium dan juga mengurangi
spasme otot. Terapi dingin sebagai salah satu modalitas fisik
efektif untuk mengurangi nyeri pada semua stadium (terutama
stadium akut dansubakut dini). Semua terapi dingin bersifat
pendimginan superficial. Transfer energinya secara konduksi,
evaporasi dan konveksi.
Efek fisiologis terapi dingin adalah vasokontriksi pembuluh
darah dan perlambatan sirkulasi darah sehingga dapat untuk
mengurangiatau menghentikan perdarahan, mengurangi edema dan
mengurangi inflamasi akut. Sebaliknya, pemberian terapi dingin
yang lebih lama terjadi vasodilatasi sekunder yang disebut Hunting
responseyang dipercaya merupakan mekanisme proteksi jaringan
perifer tubuh (tangan, kaki) terhadap cedera dingin berupa
kerusakan jaringan (infark, gangren).
Efek fisiologis terapi dingin terhadap neuromuskuler yaitu
meningkatkan ambang nyeri, menurunkan kecepatan hantaran saraf
dan mengurangi spasme otot. Terhadap sendi dan jaringan ikat efek
terapi dingin adalah menurunkan temperature intra artrikuler
(kurang lebih 4º C), aktivitas kolagenase synovial menurun dan
memperlambat kolagenolisis, namun efek negative terapi dingin
adalah menurunnya ekstensibilitas tendon dan menigkatkan kaku
sendi.
Kontraindikasi terapi dingin yang paling sering adalah
intoleransi terhadap dingin, neuropraksia atau aksonotmeses yang
diinduksi oleh terapi dingin. Di daerah dengan gangguan sensasi
dan pasien dengan gangguan kognitif atau komunikasi. Cryopat
dapat berupa cryoglobulinemia yaitu suatu kondisi yang
disebabkan oleh presipitasi dari kompleks imun pada temperature
rendah yang reversibel.
Hipersensitivitas terhadap dingin berupa urtikaria akibat
suatu proses dengan mediator sel mast. Raynaud disease
merupakan kondisi idiopatik yang ditandai dengan spasme arteriol
yang dicetuskan oleh suhu dingin, oleh sebab itu pada pemberian
terapi dingin diperlukan pengetahuan mengenai indikasi dan
kontraindikasi yang tepat untuk keamanan penderita.
2) Heating Therapy
a) Superfisial
Penggunaan terapi panas superficial untuk penderita
arthritis sudah lama diperkenalkan, penderita arthritis yang
menggunakan kolam air panas, mandi air hangat, hot pack dan
sumber air mineral melaporkan pengurangan nyeri dan
pengurangan kaku sendi, terutama pada fase sub akut dan
kronik.
Terapi panas menurut penetrasinya dibagi menjadi
superficial dan dalam, sedangkan menurut mekanisme transfer
panasnya dibagi menjadi konduksi, konveksi, radiasi, evaporasi
dan konversi. Efek fisiologis terapi panas terhadap
hemodinamik adalah meningkatnya aliran darah, vasodilatasi
meningkatkan penyerapan nutrisi, lekosit dan antibody dan
meningkatkan pembuangan sisa metabolic dan sisa jaringan dan
membantu resolusi kondisi inflamasi.
Namun vasodilatasi juga menyebabkan peningkatan
perdarahan dan edema dan dapat membuat kambuh kondisi
inflamasi. Pada neuromuskular, terapi panas meningkatkan
ambang nyeri dan meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pada
sendi dan jaringan ikat dapat meningkatkan ekstensibilitas
tendon dan menurunkan kekakuan sendi.
Efek fisiologis lain terapi panas menghasilkan efek
analgesik, beberapa mekanisme efek anlgetik meliputi:
o Efek cutaneus counter irritant
o Vasodilatasi yang menghasilkan pengurangan nyeri iskemik
o Vasodilatasi yang menghasilkan pembuangan mediator
nyeri
o Respon dengan mediator endorphin
o Perubahan konduksi saraf
o Perubahan permeabilitas membrane sel
Kontraindikasi penggunaan terapi panas meliputi trauma
atau inflamasi akut, pasien dengan gangguan sirkulasi, diatese
hemoragik, edema, jaringan parut yang luas, gangguan sensasi,
keganasan, gangguan komunikasi atau kognitif yang tidak dapat
melaporkan nyeri. Panas akan mengurangi nyeri, mengurangi
spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah
ekstensibilitas tendon.
b) Deep ( MWD, SWD, Laser )
 MWD (Micro Wave Diathermy)
MWD merupakan suatu pengobatan dengan
menggunakan stressor fisis berupa energy elektromagnetik
yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik (AC) dengan
frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm.
Penetrasi MWD terhadap jaringan sangat dangkal atau
superficial ± 3 cm dan efek termal yang dihasilkan bersifat
lokal tepat pada area yang diobati yaitu daerah lutut. Energi
elektromagnetik yang dipancarkan sangat kuat dan perubahan
temperatur lebih cepat terabsorbsi pada jaringan yang
mengandung banyak cairan atau darah Efek dari micro wave
diathermy antara lain :
 Efek psikologis
Efek psikologis yang dihasilkan adalah meningkatkan
temperatur lokal. Dari peningkatan temperatur ini akan
menimbulkan beberapa reaksi antara lain:
o Meningkatkan aktivitas metabolisme. Dengan
meningkatkan sirkulasi darah, maka pengangkutan sisa
metabolisme juga akan meningkat.
o Meningkatkan aliran darah. Rasa hangat yang
dihasilkan MWD dapat memberikanpengaruh
vasodilatasi pembuluh darah sehingga suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan juga semakin meningkat.
o Menstimulasireseptor saraf yang terdapat dalam kulit
atau jaringan.Efek termal yang dihasilkan MWD dapat
menaikkan ambangrangsang nyeri (threshold) dari
serabut saraf disekitar lututsehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah, sirkulasidarah ke jaringan
akan meningkat dan diikuti denganpembuangan
substansi nyeri, sehingga akan didapatkan efeksedatif
pada jaringan
 Efek terapeutik.
Efek terapeutik yang dihasilkan adalah
meningkatkan suplai darah, mengurangi nyeri dan
mengurangi spasme otot.
Adapun kontra indikasi dalam pemberian MWD
diantaranya sebagai berikut 1) logam pada tubuh, 2) gangguan
peredaran darah/ pembuluh darah, 3) nilon dan bahan lain yang
tidak menyerap keringat, 4) jaringan dan organ yang
mempunyai banyak cairan seperti mata atau luka yang basah,
5) gangguan sensibilitas, 6) kehamilan, 7) menstruasi.
 SWD (Short Wave Diathermy)
SWD adalah Suatu alat terapi yang menggunakan
pemanasan yang pada jaringan dengan merubah energi
elektromagnet menjadi energi panas. Kemampuan dari sebuah
alat diatermi untuk menghasilkan panas di jaringan tergantung
dari besarnya energi yang dihasilkan dari panas. Untuk alat
SWD yang berkerja kontinyu energy panas yang dihasilkan
berkisar anatara 55-500 W. Energi yang dihasilkan dari
diatermi sangat adekuat, karena kebanyakan SWD digunakan
untuk meningkatkan suhu dijaringan dengan terapi range yang
ekfektif berkisar antara 40ºC-44ºC, energy yang deperlukan
berkisar antara 80-120 W. Meskipun range dari puncak arus
energy yang dihasilkan dari alat short wave diatermi berkisar
antara 100- 1000W, potensi dari menghasilkan efek panas pada
alat ini tergantung dari energy utama yang disalurkan ke
jaringan dengan secara berturut-turut. Seperti telah disebutkan
diawal, energy utama tertinggi yang dapat disalurkan pada
pulsasi SWD (80W) lebih rendah dibandingkan dengan energy
yang dihasilkan dari pemakaian kontinyu SWD secara
berkelanjutan untuk pengobatan. Efek dari penggunaan SWD
pada sirkulasi lutut meningkat sebesar 100 %, sesuai penelitian
Harris mengenai clearance radio-sodium dari sendi lutut. Sama
seperti penggunaan SWD untuk pengobatan kronik rheumatoid
di lutut menunjukan peningkatan sirkulasi sekitar 60%, yang
mana pada kebanyakan pengobatan akut rheumatoid lutut
didapatkan penurunan dari sirkulasi. Penurunan ini di
bandingkan dengan penurunan sirkulasi pada pengobatan
dengan hidrokortison. Haris mengatakan SWD dapat
digunakan secara rasional pada pemanasan ringan terapi di
rematoid arthritis dengan inflamasi akut dari sendi.
Beberapa pasien mungkin mengalami luka bakar
dangkal. Karena terapi melibatkan panas, maka penggunaannya
perlu hati-hati untuk menghindari luka bakar, khususnya pada
pasien yang cedera dan telah terjadi penurunan sensitivitas
terhadap panas. Selain itu, diatermi dapat mempengaruhi fungsi
alat pacu jantung dan pasien wanita yang menerima perawatan
di punggung bawah atau daerahpanggul dapat mengalami
peningkatan aliran menstruasi.
 Laser
LASER (Light amplification by stimulation emission of
radiation) yang bertujuan untuk meningkatkan sintesis
kolagen, mengurangiresiko kontaminasi oleh microorganisme,
meningkatkanvaskularisasi, mengurangi nyeri dan peradangan.
 Elecrotherapy
Electrotherapy, atau terapi listrik merupakan terapi
dengan menggunakan listrik arus rendah. Arus listrik terjadi
karena adanya arus elektron yang melewati konduktor. Arus
listrik yang diapliaksikan pada syaraf dapat berupa arus AC
(alternating current), DC (direct curent) maupun pulsed. Arus
listrik tersebut pada intensitas dan durasi yang memadai dapat
meningkatkan kerja syaraf dalam merangsang jaringan yang
dipersarafi. Tiga jenis syaraf secara fisiologis dibedakan
menjadi: sensoris, motoris dan persepsi nyeri. Listrik arus
rendah dapat mengurangi nyeri dengan memblokir saraf
sensorik. Arus listrik rendah ini juga dapat menstimulasi saraf
motorik karena impuls elektrik ini menyerupai impuls saraf
otak untuk menstimulasi gerakan otot. Oleh karenanya terapi
ini dapat digunakan untuk memperbaiki kelemahan otot.
Beberapa teori tentang mekanisme terapi listrik dalam
mengurangi nyeri antara lain adalah lewat mekanisme
menghambat transmisi nyeri ke otak (gate control theory) dan
teori kedua adalah lewat mekanisme pengeluaran endorphins
(suatu hormon dalam otak yang menurunkan kepekaan
terhadap nyeri dan mempengaruhi emosi).
Alat electrotherapy menggunakan tiga jenis arus yang
ketika diaplikasikan pada tubuh mampu mempengaruhi tubuh
secara spesifik yakni jenis AC, DC dan gelombang (pulsed).
Arus DC (Direct Current) atau galvanik bergerak searah dari
kutup positif ke kutup negatif. Arus ini dapat digunakan untuk
memodulasi nyeri dan gerakan otot. Sebagian besar alat
electrotherapy menggunakan jenis arus ini. Arus AC
(Alternating Current) terjadi secara bolak balik. Aruspulsed
merupakan arus yang tidak kontinyu, misalkan
terdapatbeberapa gelombang arus yang secara periodik diikuti
dengan waktu istirahat. Arus pulsed disebut juga arus
inferential atau arus Rusia. Arus listrik AC, DC maupun pulsed
dapat digunakan untuk memodulasi nyeri dan untuk memacu
kontraksi otot. Khusus arus DC dapat digunakan untuk
ionthoporesis yang merupakan usaha memasukkan bahan
topikal dengan menggunakan arus listrik. Modulasi nyeri yang
dapat dilakukan arus listrik adalah dengan mekanisme gate
control (membiaskan nyeri dengan persepsi sensoris yang lain)
dan perangsangan morfin endogen. Sedangkan kontraksi otot
yang terjadi pada electrotherapy terjadi dengan cara arus listrik
memacu rangsangan motorik melalui peningkatan eksitabilitas
syaraf yang pada akhirnya memacu motor end plate otot.
Semakin tinggi intensitas arus semakin banyak berkas otot
yang dapat dipengaruhi. Kontraksi otot tersebut bermanfaat
untuk : pemompaan otot, penguatan otot, pengurangan efek
atrofi otot dan reedukasi otot. Pada pasien dengan
osteoarthritis, biasanya dilakukan TENS, ES, Biofeedback,
EMS. Sebelum dilakukan electrotherapy, ahli fisioterapi harus
melacak riwayat penyakit serta mengadakan pemeriksaan fisik
dengan fokus utama pada area yang mengalami nyeri. Penilaian
terhadap nyeri dilakukan untuk menilai frekuensi, intensitas
dan durasi nyeri. Penderita juga harus ditanya apakah nyeri
sampai menimbulkan keterbatasan gerakan atau apakah
gerakan tertentu dapat meningkatkan atau mengurangi nyeri.
Penderita diminta untuk menggambarkan intensitas nyeri
dengan skala 0 (tidak nyeri) sampai dengan 10 (nyeri yang
tidak tertahankan). Skala ini penting untuk mengevaluasi
apakah suatu tindakan dapat mengurangi nyeri. Ahli fisioterapi
bertugas untuk menentukan jenis terapi listrik yang paling
tepat, frekuensi serta durasi terapi sesuai dengan jenis dan
keparahan gangguan. Terapi listrik ini biasanya
dikombinasikan dengan jenis terapi lain misalkan manual
therapy. Pada umumnya, elektroda atau kumparan kawat
diletakkan diatas bagian yang mengalami gangguan atau bagian
yang perlu stimulasi. Pada beberapa teknik alat-lat ini
diimplantasikan dibawah kulit. Elektroda tersebut biasanya
dihubungkan pada komputer yang diprogram untuk
menghasilkan besar arus yang sesuai dengan kebutuhan. Arus
listrik tersebut kemudian akan menstimulasi otot dan saraf pada
area tersebut. Komputer dapat pula mengukur respon penderita
terhadap terapi. Pada umumnya terapi listrik tidak
menimbulkan nyeri atau rasa tidak nyaman. Penderita mungkin
merasakan sensasi getaran yang ringan. Penderita biasanya
akan merasakan berkurangnya rasa nyeri setelah perlakuan.
Pada beberapa jenis terapi penderita memrlukan beberapa kali
terapi sebelum merasakan adanya perbaikan.Beberapa jenis
terapi seperti TENS dapat dilakukan sendiri di rumah oleh
penderita setelah penderita diberi pelatihan sehingga dapat
mengurangi ketergantungan penderita terhadap therapist.
Antara electrotherapy yang boleh dilakukan pada pasien
osteoarthritis adalah :
 Transcutaneous electro nerve stimulation (TENS) yang
merupakan alat portable bertenaga baterai yang dapat
menghasilkan arus listrik bertegangan rendah yang
dialirkan ke kulit lewat elektroda yang diletakkan diatas
area yang mengalami gangguan. Arus listrik mengeblok
saraf sensorik area tersebut dengan jalan menghambat
transmisi nyeri menuju otak.
 Shortwave diathermy merupakan arus listrik frekuensi
tinggi yang dapat meningkatkan suhu jaringan. Modalitas
ini dapat meningkatkan elastisitas jaringan ikat (khususnya
kulit), otot, ligamen dan kapsul sendi.
 Transcutaneous electro joint stimulation (TEJS) yang
merupakan pemberian arus listrik melalui elektroda yang
dilakukan pada permukaan sendi.
 Iontophoresis yang merupakan teknik meningkatkan
absorbsi obat topical dengan bantuan arus listrik. Teknik ini
dapat digunakan untuk terapi nyeri leher, nyeri punggung,
arthritis, cedera rotator cuff dan bursitis. Pada teknik ini
diperlukan arus DC intensitas rendah dengan mode
gelombang kontinyu agar gelombang dapat mendorong
obat masuk ke dalam kulit.

TENS merupakan salah satu dari sekian banyak


modalitas yangdigunakan oleh profesi Fisioterapi di Indonesia.
Fisioterapi adalah salah satu dari tenaga medis yang bergerak
dalam hal mempebaiki gerak dan fungsi. TENS merupakan
suatu cara penggunaan energi listrik yang berguna untuk
merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti
efektif untuk mengurangi berbagai tipe nyeri. TENS mampu
mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar maupun
berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi
sensoris ke sistem saraf pusat.
Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat teori kontrol
gerbang (gate control) nya Melzack dan Wall yang
diaplikasikan dengan intensitas comfortable. Lewat stimulasi
antidromik, TENS dapat memblokir hantaran rangsang dari
nociceptor ke medulla spinalis. Stimulasi antidromik dapat
mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang
akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole yang merupakan
dasar bagi terjadinya triple responses.
Mekanisme lain yang dapat dicapai oleh TENS ialah
mengaktivasi system saraf otonom yang akan menimbulkan
tanggap rangsang vasomotor yang dapat mengubah kimiawi
jaringan. Postulat lain menyatakan bahwa TENS dapat
mengurangi nyeri melalui pelepasan opioid endogen di SSP.
TENS dapat juga menimbulkan efek analgetik lewat sistem
inhibisi opioid endogen dengan cara mengaktivasi batang otak.
Stimulasi listrik yang diberikan cukup jauh dari jaringan yang
cidera /rusak, sehingga jaringan yang menimbulkan nyeri tetap
efektif untuk memodulasi nyeri.
Pada penggunaan TENS perlu diperhatikan beberapa
hal yaitu tentang indikasi dan kontra indikasi pada penggunaan
TENS. Indikasinya dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis, indikasinya meliputi : Nyeri akibat trauma,
musculoskeletal, sindroma kompresi neurovaskuler, neuralgia,
causalgia. Sedangkan kontra indikasi dari TENS yaitu pada
penderita dengan alat pacu jantung, alat-alat listrik yang
ditemukan pada tubuh pasien. Efek samping dari TENS yang
sering timbul adalah alergi pada kulit dimana elektroda
ditempelkan. Reaksi tersebut biasanya disebabkan oleh gel
pada waktu menempelkan elektroda.

 Hidroterapi
Air sebagai terapi digunakan terutama dalam
memberikan latihan. Dayaapung air akan membuat ringan
bagian atau ekstremitas yang direndam sehingga sendi lebih
muda digerakkan. Selain itu, suhu air yang hangat membantu
mengurangi rasa nyeri. Tujuan dari hidroterapi adalah untuk
mempertahankan lingkup gerak sendi, kekuatan atau ketahanan.
Manfaat latihan dalam kolam yaitu mengeliminasi gaya tarik
(gravitasi) serta efek positif daya apung air yang dapat
mengurangi penekanan (kompresi) dan nyeri pada sendi dan
menambah relaksasi otot.
c. Okupasi Terapi

Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas


kehidupan sehariharinya dengan posture tubuh, terutama leher yang
baik dan benar.Mekanisme badan yang baik (good body mechanism)
yang diajarkan adalah:
1) Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher.
2) Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.
3) Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan
sehinggamata/ kepala harus keatas/ tengadah untuk kompensasi.
4) Bekerjalah didepan obyek setinggi mata.
5) Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandar
danhindari menyetir mobil terlalu lama.
6) Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV,
sehinggakepala bisa bersandar.
7) Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara
bahu dankepala.
8) Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama.
d. Ortesa

Ortosis atau alat bantu atau bidai diberikan untuk:

1) Mengurangi beban sendi


2) Menstabilkan sendi
3) Mengurangi gerakan sendi
4) Memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal
5) Mencegah deformitas.
Contoh: Knee brace/ insole

e. Psikologis

Intervensi psikososial diperlukan pada penderita yang


menunjukkan gejala reaksi menyangkal, represi dan depresi serta
marah. Hal ini terjadi apabila penyakitnya terutama rasa nyeri sangat
mengganggu sehingga selain mengatasi rasa nyeri ia harus
menyesuaikan dengan keterbatasan fungsi ataupun deformitas baik
karena penyakit maupun akibat sampingan obat;juga reaksi teman,
anggota keluarga dan masyarakat. Bantuan psikologis bagi penderita
dan keluarga sering diperlukan dan dapat diberikan dalam bentuk
terapi kelompok.

f. Edukasi dan Home Exercise Program

Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang


penting bagi penderita OA. Edukasi yang diberikan terutama tentang
penyakit OA, prinsip perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala
OA, dan program latihan di rumah. Program yang diberikan adalah
latihan yang aman dilakukan di rumah berupa latihan penguatan otot,
latihan luas gerak sendi, dan latihan enduran/daya tahan. Pasien
dengan berat badan lebih dianjurkan untuk mengurangi berat
badannya.
Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan
menghindari gerakan fleksi yang berlebihan, menghindari
memposisikan sendi pada satu posisi dalam waktu yang lama,
menghindari overuse, mengontrol berat badan, mengurangi beban pada
sendi yang nyeri, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat,
mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi yang paling
kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik.. Home
exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi
pasien OA. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di
rumah merupakan tujuan yang utama karena sangat berhubungan
dengan perbaikan fungsi fisik penderita OA
DAFTAR PUSTAKA

Atlas anatomi manusia Sobotta jilid 1 edisi 21 oleh R. Putz & R. Pabst

Dimitriadis G, Mitrou P, Lambadiari V, Boutati E, Maratou E, Panagiotakos DB,


et al. Insulin Action in Adipose Tissue and Muscle. J Clin. 2006; 91(12):
4930-7

Febriyani. : Pengalaman Belajar Lapangan “Osteoarthritis”, Fakultas


Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, 2016

Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang Vol


13 No.1 “PatofisiologiNyeri”, Malang

Jurnal Majority Volume 4 No. 4 “Diagnosis And Treatment Osteoarthritis”


Universitas Lampung, Lampung, 2015

Niken Enestasia Anggraini, Lucia Yovita Hendrati Hubungan Obesitas dan


Faktor-Faktor Pada Individu dengan Kejadian Osteoarthritis Genu, Jurnal
Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 93-104.

Nyoman Kertia : Nutritional status was positively associated with joint pain score
in patients with knee osteoarthritis

Rachmawati, Risqi. 2017. Perbandingan Efektifitas Retrowalking Exercise dan


Quadricep Strengthening Exercise Terhadap Peningkatan Activiti of Daily
living Pada Lansia yang Terkena Osteoartrithis knee di Puskesmas
Kendal Kerep Kota Malang. Program Studi Fisioterapi. Fakultas Ilmu
Kesehatan. Universitas Muhamadiyah Malang.

Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC

Sudibyo, Andrea, “Perbandingan Efek Terapi Panas dengan Terapi Dingin


Terhadap Pengurangan Nyeri pada Penderita Osteoartritis Lutut di
Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Kariadi Semarang”, Rehabilitasi
Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 2002

Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Edisi 5., Jakarta: Interna.

Widiyanto Fandi Wahyu,ejurnal arthritis gout dan perkembangannya. Vol 10


no.2 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai