Anda di halaman 1dari 4

Bagaimana respon imun terhadap penyakit yang berhubungan dengan gejala pilek

Mekanisme dasar alergi beserta histopatologinya

Rongga hidung memiliki sistem pertahanan dalam melawan setiap antigen atau benda asing
yang masuk, di antaranya adalah:

a. Spesifik Neutralizing Antibodies, bersifat spesifik dan dapat ditingkatkan dengan vaksinasi.

b. Adanya Vibriassae/silia pada rongga hidung sebagai penangkap/penjaring kotoran/ benda


asing yang masuk.

c. Palut lendir (lisosim), saat terangsang akan mengeluarkan lendir yang berlebihan.

d. Interferon, merupakan protein dasar yang mempunyai efek antivirus nonspesifik (menghambat
pertumbuhan virus, tetapi tidak menghancurkan).

Jadi, adanya lendir pada penderita rhinitis alergi merupakan salah satu bentuk sistem pertahanan
tubuh.

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase, yaitu Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak
kontak dengan alergen sampai satu jam setelahnya, dan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2 sampai 4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper reaktifitas) setelah pemaparan
dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap
sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji akan menangkap alergen
yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk
fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk peptida MHC
(tr[ayor Histocompatibiliry Complex) kelas II, yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper
(Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin I (IL-l) yang akan
mengakti{kan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th I dan Th 2. Kemudian Th 2 akar
menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4,IL,5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat
oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B

menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE).

IgE di sirkulasi darah f akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel
mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama maka kedua
rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit
dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk, terutama histamin.

Selain histamin juga dikeluarkan prostaglandin leukotrin D4, leukotrin c4, brakinin,
platelet activating factor dan berbagai sitokin' Inilah yang disebut reaksi alergi fase cepat.
Histamin akan merangsang reseptor Hl pada ujung vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal
pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi dan permeabiltas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore' Gejala lain
adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. selain histamin merangsang ujung syaraf
vidianus juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran inter
ceiluler adhesion molecule l (rcAM t).

Pada reaksi alergi fase lambat, ser mastosit akan melepaskan molekul kemotallik yang akan
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan tatget' Respon ini tidak berhenti disini saia,
tapigejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam, seterah pemaparun. pada reaksi ini, ditandai
dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3 , rL4 dan IL5, dan granulocyte
macrophag corony stimurating factor (GMcsF) dan,,ICAM I p4da sekret hidung' Timbulnya gejala
hiperaktif atau hiperrensponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari
granulnya. pada fase ini selain faktor spesifk (alergen), iritasi oleh faktor nonspesifik dapat memperberat
gejala seperti asap rokok' bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kerembaban udara yang tinggi.
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:

Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya: debu rumah, tungau,
serpihan epitel, bulu binatang, sertajamur.

Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan, udang.

Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin, dan sengatan
lebah.

Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak larlit atau jaringan mukosa, misalnya bahan
kosmetik, perhiasan. Faktor non-spesifik : asap rokok, bau yang merangsang, polutan, bau
parfum, bau deodoran, perubah afl ctrac4 kelembaban tinggi

Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran sehingga memberi gejala
campuran, misalnya debu rumah yang memberi gejala asma bronkhiat dan rhinitis alergi.

Dengan masuknya antigen asing di dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen. Reaksi ini bersifat nonspesifik
dan dapat berakhir sampai disini. Bila antigen tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi
berlanjut menjadi respon sekunder.

Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah
sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila antigen berhasil
dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila antigen masih ada atau sudah ada defek dari sistem
imunologi maka reaksi akan berlanjut menjadi respon tersier.

Respon tersier Reaksi imunologi yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi antigen oleh tubuh.

Histopatologi jaringan

Perubahan histopatologs jaringan akibat penyakit dengan gejala pilek adalah secara
mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bad) dengan pembesaran sel
goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan
submukosa hidung.

Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,
mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapaat terjadi terus menerus (persisten)
sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang irreversible, yaitu terjadi
proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.

Mescher,Anthony L., 2017. Teks & Atlas Histologi Dasar JUNQUEIRA Edisi Ke-12. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai