Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN TUTORIAL

BLOK MUSKULOSKELETAL

TUTOR :
dr. I Putu Sudayasa , M . Kes
Oleh :
KELOMPOK I
1. Nurlina (K1A1 15 101)
2. Maimunah Nur Islamiyati (K1A1 18 013)
3. Winda Tri Wahyuni (K1A1 18 014)
4. Rezky Syriyaningsih Rianse (K1A1 18 015)
5. Nigita Zahra (K1A1 18 056)
6. Sitti Atikah Fauziah Bachtiar (K1A1 18 057)
7. Muhammad Hilal Kaslah (K1A1 18 058)
8. Aprilia Larasati (K1A1 18 091)
9. Komang Devi Tri Laksmi (K1A1 18 093)
10. Bani Barnianti (K1A1 18 094)
11. Sitti Nurul Fadhilah (K1A1 18 101)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019
LAPORAN TUTORIAL 2019
UNIVERSITAS HALU OLEO

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : NYERI SENDI

Nama :
1. Nurlina (K1A1 15 101)
2. Maimunah Nur Islamiyati (K1A1 18 013)
3. Winda Tri Wahyuni (K1A1 18 014)
4. Rezky Syriyaningsih Rianse (K1A1 18 015)
5. Nigita Zahra (K1A1 18 056)
6. Sitti Atikah Fauziah Bachtiar (K1A1 18 057)
7. Muhammad Hilal Kaslah (K1A1 18 058)
8. Aprilia Larasati (K1A1 18 091)
9. Komang Devi Tri Laksmi (K1A1 18 093)
10. Bani Barnianti (K1A1 18 094)
11. Sitti Nurul Fadhilah (K1A1 18 101)

Laporan ini telah disetujui dan disahkan oleh:

Kendari, 9 Mei 2019


Dosen Pembimbing

dr. I Putu Sudayasa , M . Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Dokter
Pembimbing Tutorial Modul 1 NYERI SENDI. Tak lupa pula kami sampaikan
rasa terimakasih kami kepada teman-teman yang telah mendukung, memotivasi,
serta membantu kami dalam menyelesaikan laporan tutorial modul ini.

Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami juga
menyadari bahwa laporan yang kami susun ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran, masukan maupun kritik dari semua
kalangan demi kesempurnaan laporan yang kami susun ini.

Kendari, 9 Mei 2019

Kelompok I
MODUL 1
NYERI SENDI
I. SKENARIO

Seorang perempuan umur 58 tahun, Ibu Rumah Tangga,


dibawa ke poliklinik dengan keluhan nyeri kedua lutut yang
dialami sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat berjalan, sulit
berdiri dari posisi jongkok. Kaku pagi hari (+), berlangsung
sekitar 10-15 menit. Bengkak kedua lutut, namun tidak ada
tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak
bersifat simetris. Penderita juga menderita kencing manis dan
berobat teratur di Poliklinik Endokrin, berat badan 65 kg
dengan tinggi badan 162 cm.
II. KATA/KALIMAT SULIT
 Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
mengenakkan akibat kerusakan jaringan.

III. KATA/KALIMAT KUNCI


1. Seorang perempuan
2. Umur 58 tahun
3. Ibu rumah tangga
4. Keluhan nyeri lutut selama 3 bulan
5. Nyeri pada saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok
6. Kaku pada pagi hari 15-30 menit
7. Bengkak kedua lutut dan tidak ada tanda kemerahan
8. Nyeri pada jari tangan yang tidak bersifat simetris
9. Menderita kencing manis
10. Berat badan 65 kg dengan tinggi badan 162 cm

IV. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari sendi yang terkait dengan skenario!
2. Jelaskan ruang lingkup gerak articulatio yang berkaitan dengan
skenario!
3. Jalaskan patomekanisme nyeri secara umum!
4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis secara umum!
5. Jelaskan DD dan DS yang terkait dengan skenario!
6. Jelaskan hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan DS pada
skenario!
V. PEMBAHASAN

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi sendi lutut, tangan dan sendi lain yang terkait
scenario!
Jawab :

A. Anatomi
- Articulatio Manus

1. ArticulatioRadiocarpalis (= Wrist Joint)


Articulus ini bertipe Ellipsoidea, dibentuk oleh osnaviculare
manus, oslunatum dan os triquetrum yang membentuk permukaan
konveks dan di pihak lain adalah ujung distal radius bersama-sama
dengan discus articularis yang membentuk permukaan konkaf.
Capsula articularis melekat pada ujung distal radius dan ulna, dan
di pihak lain melekat pada permukaan anterior dan posterior ossa
carpalia deretan proximal. Ligamentum collaterale carpi ulnare
meluas dari ujung processus styloideus ulnae sampai pada os
pisiforme dam os triquetrum. Ligamentum collaterale carpi radiale
melekat pada processus styloideus radii dan pada os naviculare
manus.1
2. Articulatio Intercarpalis
Ossa carpalia deretan proximalis membentuk articulus
dengan ossa carpalia deretan distalis membentuk ARTICULATIO
MEDIOCARPALIS. Pada articulus ini permukaan persendian yang
konveks dibentuk oleh os hamatum dan os capitatum, permukaan
yang cekung dibentuk oleh os scaphoideum, os lunatum dan
ostriquetrum, sementara itu permukaann yang konveks dari bagian
distal os scaphoideum membentuk persendian dengan permukaan
yang konkaf yang dibentuk oleh os trapezium dan os
trapezoideum.1
3. Articulatio Carpometacarpalis
Ada lima buah articulation carpometacarpalis. Yang
pertama dibentuk oleh basis ossis metacarpalis dengan os
multangulum majus. Basis metacarpalis II membentuk persendian
dengan os multangulum majus, os multangulum minus dan os
capitatum. Basis metacarpalis III membentuk articulus dengan os
capitatum. Basis metacarpalis IV membentuk articulus dengan os
capitatum dan os hamatum. Selanjutnya terbentuk persendian
antara basis metacarpalis II,III dan IV satu sama lainnya.1
Articulatio carpometacarpalis I mempunyai bentuk (tipe)
Saddle (=pelana), yang dapat melakukan gerakan flexi-extensi,
abduksi-adduksi dan gerakan opposisi-reposisi. Capsula articularis
dari articulus ini terpisah daripada articulation carpometacarapalis
lainnya.1
Articulatio carpometacarpalis II dan III pada dasarnya
kurang bergerak, sedangkan articulatio carpometacarpalis V
mempunyai kemampuan gerakan flexi yang lebih baik sehingga
dapat mempertahankan benda-benda dalam genggaman dengan
sempurna.1
4. ArticulatioMetacarpophalangealis
Dibentuk oleh basis phalanx I (proximalis) yang
mempunyai permukaan konkaf dengan capitulum metacarpalis
yang berbentuk bola.1
5. ArticulatioInterphalangealis
Dibentuk antara caput phalanges pada satu phalanx
(proximalis) dengan basis phalanges dari phalanx berikutnya
(distalis).1
- Articulatio Genue

Dibentuk oleh ujung distal condylus femoris dengan ujung


proximal condylus tibiae dan dengan facies dorsalis patella. Tipe :
Condiloidea.1
Permukaan persendian dari condylus femoris yang berhadapan
dengan tibia berbentuk konveks; bentuk facies articulus pada ujung
condylus tibiae datar dan dilengkapi dengan suatu fibrocartilago, yang
dinamakan meniscus, yaitu meniscus lateralis dan meniscus medialis.
Stabilitas articulus ini tergantung pada ligamentum yang terdapat
disitu.1
Capsula articularis kuat di bagian dorsal. Di bagian anterior
dibentuk oleh tendon quadriceps femoris, yang melekat pada tepi
cranial patella dan ligamentum patellae yang melekat pada tepi caudal
patella dan pada tubberositas tibiae. Pada setiap sisi patella capsula
articularis terdiri dari retinaculum patellae mediale at laterate, yang
merupakan perluasan dari m.vastus medialis dan m.vastus lateralis.
Retinaculum laterale diperkuat oleh serabut-serabut dari tractus
iliotibialis. Pada kontraksi m. quadriceps femoris capsula articularis
dibagian anterior dan ligamentum patellae menjadi tegang.
Ligamentum capsulare pada sisi articulatio genus meluas (melekat)
dari condylus femoris sampai di condylus tibiae.1
Ligamentum collaterale tibiale (medial) berbentuk datar dan
berada pada bagian medial capsula articularis. Di bagian cranialis
ligamentum ini melekat pada epicondylus medialis femoris, dan di
sebelah caudalis berbentuk lebar, melekat pada condylus medialis
tibiae dan pada bagian cranialis corpus tibiae. Serabut-serabut bagian
profunda melekat pada tepi luar meniscus medialis.1
Ligamentum collaterale fibulare (laterale) terletak terpisah
daripada capsula articularis, berbentuk bulat tali dan meluas dari
epicondylus lateralis femoris menuju sisi laterale capitulum fibulae.
Bagian posterior capsula articularis mengadakan perlekatan pada
bagian cranial condylus femoris dan fossa intercondyloidea femoris
dan pada bagian proximal tibiae. Suatu perluasan dari capsula
articularis, yang dinamakan ligamentum popliteum arcuatum,
mengadakan perlekatan pada capitulum fibulae. Bagian sentral dari
capsula articularis diperkuat oleh ligamentum popliteum obliquum,
yang merupakan perluasan dari tendo m.semimembranosus, dan
arahnya cranio-lateral, melekat pada condylus lateralis tibiae. Bagian
tepi dari facies posterior capsula articularis tipis dan ditutupi oleh
caput medial dan caput lateral m.gastrocnemius.1
Ligamentum cruciatum terdiri atas sepasang ligamentum yang
sangat kuat, melekat pada tibia dan fibula, berada di dalam capsula
articularis, tetapi tetap berada di sebelah superficialis dari membrane
synovialis. Ligamentum ini diberikan nama yang sesuai dengan tempat
origonya pada tibia. Ligametum cruciatum anterius melekat di sebelah
ventral eminentia intercondyloidea tibia, di antara kedua buah
meniscus, dan menuju kepada facies medialis condylus lateralis
femoris serta mengadakan perlekatan di tempat ini. Ligamentum
cruciatum posterior mengadakan perlekatan pada tepi posterior
permukaan ujung proximal tibia, berada di antara kedua meniscus,
berjalan ke ventral mengadakan perlekatan pada fecies lateralis
condylus medialis femoris.1
Meniscus medialis dan meniscus lateralis adalah dua buah
fibrocartilago yang berbentuk cresentic (sebagian dari lingkaran),
mengadakan perlekatan pada fecies cranialis ujung proximal tibia.
Pada penampang melintang meniscus berbentuk segitiga. Meniscus
medialis bentuknya lebih besar daripada meniscus lateralis, dengan
bagian yang terbuka meliputi (kaki huruf “C”) meniscus lateralis.1

 Innervasi
o n.femoralis, melalui ramus muscularis yang menuju ke
m.vastusmedialis;
o ramus genicularis yang dipercabangkan oleh n. tibialis dan n.
peroneus communis (n.ischiadicus);
o n.obturatorius yang memberikan cabang-cabang yang
mengikuti arteria femoralis menujuke fossa poplitea.
o Persarafan ini terikat pada Hilton’s Law.1
B. Fisiologi Sendi
Sendi merupakan pertemuan antara dua atau beberapa tulang dari
kerangka yang dihubungkan dengan kapsul sendi, jaringan ikat fibrosa,
ligament, tendon, fascia, maupun otot. Sendi dibagi menjadi synarthrosis
(tidak memiliki ruang sendi) dan diarthrosis (memiliki ruang sendi).2
Diarthrosis merupakan sendi yang memungkinkan terjadinya
gerakan. Ciri- cirri diarthosis adalah: memiliki facies articularis yang
bersifat licin, facies articularis ditutupi oleh cartilage articularis yang pada
umumnya adalah kartilago hialin, dan mempunyai capsula articularis yang
membungkus persendian. Ruangan di dalamnya disebut cavum articulare
berisi cairan sinovial.2
Sendi berguna menahan sejumlah beban substansial dari tulang
saat melakukan kegiatan. Otot bertindak untuk memindahkan atau
menstabilkan tulang, baik vertebra maupun ekstremitas dan menyebabkan
rotasi pada aksis tubuh. Faktor eksternal seperti tekanan dari luar
diakibatkan dari beratnya barang yang dibawa dan berat dari ekstremitas,
gaya gravitasi, dan inersia dari gerakan juga mempengaruhi gerakan dari
sendi. Gaya yang dihasilkan oleh otot harus lebih besar daripada factor
eksternal tersebut. Membran synovial menghasilkan cairan sinovial yang
berfungsi untuk melumasi sendi dan membentuk lapisan film antara
permukaan yang berhubungan, sehingga memisahkan antar cartilage agar
tidak saling bergesekan dan dapat mendistribusikan beban yang diterima.
Otot, meskipun bukan jaringan dalam sendi berfungsi untuk menghasilkan
kekuatan dalam menjaga postur dan memindahkan ekstremitas, serta
mengirimkan beban melalui tendon ke tulang.2
Gerakan pada sendi terbagi menjadi osteokinetik dan
arthrokinematik. Gerakan osteokinetik adalah gerakan pada tulang, dimana
gerakan tersebut diwakili oleh perubahan sudut artikuler dan bersifat
volunter. Gerakan ini terdiri dari fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
rotasiinterna, dan rotasi eksterna.2

1. Fleksi
Merupakan gerakan menekuk antara tulang yang satu dengan
yang lain, menyebabkan kedua bagian mendekat. Biasanya terjadi pada
permukaan anterior tulang (kecuali pada lutut).2
2. Ekstensi
Merupakan gerakan meluruskan / menjauhkan satu tulang
dengan yang lain. Gerakan ini biasanya digunakan untuk
mengembalikan bagian tubuh keposisi anatomis setelah telah tertekuk.
Hiperekstensi adalah kelanjutan dari ekstensi di luar kemampuan
secara anatomis.2
3. Abduksi dan Adduksi
Abduksi adalah gerakan menjauh dari garis tengah tubuh,
sedang adduksi adalah gerakan menuju garis tengah. Sendi bahu dan
pinggul dapat melakukan gerakan abduksi dan adduksi. Pada jari
tengah pada tangan dan kaki, titik acuan untuk gerakan ini adalah jari
kedua.2
4. Abduksi horizontal dan adduksi horizontal
Gerakan bahu yang tidak bisa terjadi dalam posisi anatomi.
Bahu harus fleksi atau abduksi 90° sehingga lengan sejajar dengan
bahu (dan tegak lurus dengan tanah). Dari posisi ini, gerakan bahu ke
belakang adalah abduksi horizontal, dan gerakan bahu kedepan adalah
adduksi horizontal.2
5. Deviasi radial danulnaris
Deviasi radial adalah istilah yang di gunakan untuk merujuk
pada abduksi pergelangan ketika tangan bergerak ke lateral, atau
kearah sisi ibu jari. Deviasi ulnaris adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pergelangan adduksi. Ketika tangan bergerak kearah
medial dari posisi.2
6. Rotasi internal dan eksternal
Rotasi adalah gerakan tulang di sekitar sumbu longitudinal.
Rotasi internal (rotasi medial) terjadi ketika permukaan anterior
melakukan rotasi kearah dalam menuju garis tengah. Rotasi eksternal
(rotasi lateral) terjadi ketika permukaan anterior melakukan rotasi
kearah luar, menjauhi garis tengah.2

2. Jelaskan ruang lingkup articulation genu dan articulation manus


Jawab :

A. Articulatio Genu
Gerakan utama pada sendi lutut adalah fleksi dan ekstensi tungkai
bawah, tetapi pada tungkai bawah dalam keadaan fleksi dalapt pula
dilakukan rotasi, sedangkan pada saatn ekstensi rotasi tidak dapat
berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena:
 Pada saat fleksi ligamentum colleterale laterale kendor, sedangkan
pada saat ekstensi ligamentum colleterale laterale tegang, sehingga
tidak mungkin dilakukan rotasi.
 Permukaan sendi condyusi femoris berbentuk spiral. Artinya kearah
belakang permukaan itu bertambah melengkung. Pada sikap
ekstensi permukaan depan condyli femoris bertemu dengan lekuk
sendi sehingga pertemuan antara kpala sendi dan lekuk sendi sangat
luas. Sebaliknya jika tungkai difleksikan, maka makin lama makin
kecil lah permukaan condyli femoris yang bertemu dengan permukaan
sendi di tibia oleh condyli femoris itu ke belakang bertambah
melengkung. Akibatnya adalah kemungkinan sendi lutut bertambah
dan dengan demikian dapat dilakukan rotasi, bila lutut dalam keadaan
fleksi.3
Pada saat lutut diekstensikan maksimal, maka dengan sendirinya
akan terjadi endorotasi tungkai atas pada akhir ekstensi, jika tungkai
bawah difikasasi misalnya jika kita hendak berdiri. Atau eksorotasi
tungkai bawah jika tungkai atas difiksasi misalnya jika kita duduk dan
mengekstensikan sendi lutut. Rotasi ini dikenal sebagai “rotasi pengunci”,
oleh karena setalah rotasi itu berlangsung, maka tungkai hanya dapat
difleksikan lagi jika pada permukaan gerak fleksi dilakukan dahulu rotasi.
Dalam arah yang sebaliknya, rotasi pengunci terjadi akibat:
 Saat ekstensi ligamentum cruciatum anterius tegang, sehingga
menarik fossa inter condyloidea ke lateral (sebesar 5o).
 Bagian condylus medialis femoris yang bersendi lebih panjang dari
pada condylus leteralis femoris.3
Gerakan fleksi dihambat oleh: tegangnya m. quadriceps femoris
(otot-otot paha depan) dan terjepitnya ligamentum cruciatum anterius dan
otot-otot flexor di antara femur dan tibia. Sedangkan gerakan ekstensi
dihambat oleh: ligamentum cruciatum posterius dan ligamentum cruciata.
Rotasi pada tungkai bawah dalam keadaan fleksi membentuk sudut 90o
dengan tungkai atas dapat dilakukan ke dalam (endorotasi) sebesar 10o dan
keluar (eksorotasi) sebesar 40o. Sudut yang dibentuk saat endorotasi lebih
kecil dibandigkan saat eksorotasi, karena saat endorotasi ligementum
cruciatum anterius dan posterius saling bersilangan.3
Otot-otot yang bekerja pada articulatio genus:
 Fleksi :
- m. semitendinosus
- m. semimembranosus
- m, biceps femoris
- m. gracilis
- m. Sartorius
- m. popliteus
- m. gastrocnemius
 Ekstensi :
- m. quadriceps femoris
- m. tensor fasciae latae
 Eksorotasi:
- m. biceps femoris
- m. tensor fasciae latae
- m. gastrocnemius caput medialis
 Endorotasi:
- m. semimembranosus
- m. Sartorius
- m. semitendosus
- m. gracilis
- m. popliteus
- m. gastrocnemius caput lateralis3

3. Jelaskan mekanisme nyeri secara umum !


Jawab :

Gambar : mekanisme nyeri

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit, bisa intesitas


tinggi maupun rendah seperti peregangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel
yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler .
Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi
nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi
mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi. Akibatnya,
mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin
yang akan merangsang nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak
berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu
lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan
serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi
pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan
akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan
nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek
vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi
perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan
substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan
merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin),
diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan
migrain . Perangsangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri.4

4. Jelaskan langkah – langkah diagnosis


Jawab :

A. Anamnesis
 Identitas pasien : Nama, umur, suku, alamat, pekerjaan
 Keluhan utama : Nyeri sendi ( lutut )
Merupakan keluhan utama pasien rematik. Pasien sebaiknya
menjelaskan lokasi nyeri. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang
disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri yang disebabkan
inflamasi.5
 Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta
tidak timbul pagi hari merupakan tanda mekanis.5
 Nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun
tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak
dan berkurang setelah melakukan aktivitas.5
 Pada artritis rheumatoid nyeri yang berat biasanya pada pagi hari,
membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari.
 Osteoartritis nyeri paling hebat pada malam hari, pagi hari terasa
lebih ringan dan membaik pada siang hari.5
 Pada artritis gout nyeri yang terjadi berupa serangan yang hebat
pada waktu bangun pagi hari sedangkan malam hari sebelumnya
pasien belum merasakan apa- apa, rasa nyeribiasanyaself limiting
dan sangat responsif dengan pengonatan.5
 Keluhan penyerta
Bengkak sendi dan deformitas, kaku sendi, dan gejala
sistemik seperti panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu, dan
mudah terangsang. Kadang - kadang pasien mengeluh hal yang
tidak spesifik seperti merasa tidak enak badan, pada orang usia
lanjut sering disertai kekacauan mental.5
 Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya,
bila dan kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat
apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan keadaan
sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll).5
 Riwayat pengobatan
Jenis obat yang di konsumsi, perawatan lama, rawat inap,
imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).
 Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan
Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita/
pernah menderita penyakit/ gangguan yang sama.5
 Riwayat social dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status social pasien, yang meliputi
pendidikan, pekerjaan, pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan
(pola tidur, minum alcohol atau merokok, obat obatan,aktivitas
seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).
 Bagaimana pola makan pasien
 Aktivitas fisik pasien
 Warna, konsistensi tinja
 Warna, frekuensi miksi.5

B. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan gaya berjalan (GAIT)
 Heel strike phase : lengan diayun diikuti gerakan tungkai yang
berlawanan yang terdiri dari flexi sendi keadaan ekstensi sendi
lutut.6
 Loading/stance phase : pelvis bergerak secara simetris dan teratur
melakukan rotasi kedepan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai
pada heel strike phase.6
 Toe off phase : sendi koksae ekstensi dan tumit mulai terangkat
dari lantai. 6
 Swing phase :sendi lutut flexi diikuti dorso flexi sendi talo
kruralis.6

Gaya berjalan abnormal terdiri dari :


 Antalgic gait : berjalan pincang, pasien bergerak lebih cepat pada
sisi yang sakit, dengan berkurangnya fase stance.
 Trendelenburg gait : condong kearal lateral pada sisi dimana tubuh
bertumpu (kelemahan otot gluteus medius)
 Spastic gait : kelainan cara berjalan dimana tungkai bawah
bergerak dengan kaku, jari- jari kaki saat berjalan diseret
 Wadling gait : kelainan cara berjalan dimana langkah tubuh dengan
garakan selang seling yang berlebihan disertai peninggian hip joint,
berjalan seperti bebek.6
 Sikap / postur tubuh
Diperhatikan bagaimana cara pasien mengtur bagian badan
yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intra
artikular yang tinggi oleh karena itu pasien akan berusaha
menguranginya dengan mengatur sendi tersebut seenak mungkin,
biasanya dalam posisi setengah fleksi.6
 Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam,
tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah
deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan
jaringan lunak) atau tidak dapat dikoreksi (misalnya retriksi kapsul
sendi atau kerusakan sendi).6
 Perubahan kulit
Kelainan kulit sering menyertai penyakit rematik atau penyakit
kulit sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering
ditemukan antara lain psoriasis dan eritema nodosum. Kemerahan
disertai deskuamasi pada kulit sekitar sendi menunjukan adanya
inflamasi periartikuler yang sering pula merupakan tanda arthritis
septic atau artritis Kristal. 6
 Bengkaksendi
Dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang.6
 Nyeri raba
Nyeri raba kapsular/ artikularter batas pada daerah sendi
merupakan tanda artropati atau penyakit kapsular. Nyeri raba
periartikuler agak jauh dari batas daerah sendi merupakan tanda
bursitis dan entesopati.6

C. Pemeriksaan radiologi
 Fotopolos
 CT-Scan6
5. Jelaskan DD dan DS !
Jawab :

 OSTEOARTRITIS

A. DEFENISI
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi
yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga
menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi.7

B. ETIOLOGI
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu
OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik
yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubunganya
dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan local pada
sendi, sedangkan OA sekunde rmerupakan OA yang ditengarai oleh
faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas
kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik,
inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder.7

C. PATOMEKANISME

( Sumber : B Mandelbaum,W David. Etiology and Pathophysiology of Osteoarthritis. ORTHO


Supersite 2005 )8

OA disebabkan oleh perubahan biomekanikal dan biokimia


tulang rawan yang terjadi oleh adanya penyebab multifaktorial antara
lain karena factor umur, stress mekanis, atau penggunaan sendi yang
berlebihan,defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan factor
kebudayaan, dimana akan terjadi ketidakseimbangan antara degradasi
dan sintesis tulang rawan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan
pengeluaran enzim-enzim degradasi dan pengeluaran kolagen yang
akan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendi dan sinovium
(sinuvitis sekunder) akibat terjadinya perubahan matriks dan struktur.
Selain itu juga akan terjadi pembentukan osteofit sebagai suatu proses
perbaikan untuk membentuk kembali persendian sehingga dipandang
sebagai kegagalan sendi yang progresif. Dua keluarga enzim yang
penting dalam degradasi matriks, baik dalam tulang rawan yang sehat
ataupun pada osteoarthritis adalah metalloproteinase dan
aggrecanases. Metaloproteinase (stromelysin,collagenase,gelatinase)
akanmemecah kolagen, gelatin, dan komponen protein lain dari
matriks.Enzim ini disekresi oleh synovial sel dan khondrosit.
Aggrecanases (ADAMTS) akan mendegradasi aggrecan. Peningkatan
degradasi aggrecans oleh enzim ADAMTS adalah salah satu indikasi
dari osteoarthritis awal, dan memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap hilangnya struktur tulang rawan dan fungsi.
Pada tulang rawan yang sehat, aktivitas degradasi enzim
diseimbangkan dan diregulasi oleh factor pertumbuhan dan inhibitor
degradasi enzim. Faktor pertumbuhan ini menginduksi khondrosit
untuk mensistesis DNA dan protein seperti kolagen dan proteoglikan.
Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor
(IGF-1), growth hormone, transforming growth factor b (TGF-b) dan
coloni stimulating factors (CSFs). Tetapi pada keadaan inflamasi, sel
menjadi kurang sensitive terhadap efek IGF-Tissue inhibitor of
metalloproteinase (TIMP) dan plasminogen activator inhibitor (PAI-1)
adalah inhibitor-inhibitor enzim yang berfungsi untuk mendegradasi
collagenase dan aggrecanase. Pembentukan dan perkembangan OA
sekarang dipercayai melibatkan keradangan bahkan pada tahap awal
penyakit. Keseimbangan aktivitas sendi terganggu melalui suatu
degradative cascade dan penyebab terpenting adalah IL-1 dan TNF.
Sekresi dari factor inflamasi seperti sitokin merupakan mediator yang
bias menyebabkan terganggunya proses metabolisme dan
meningkatkan proses katabolic pada sendi. IL-1 dan TNF yang
diproduksi oleh khondrosit, sel mononeuklear, osteoblast dan tisus
inovial menstimulasi sintesis dan sekresi metalloproteinase dan tissue
plasminogen activator serta mensupresi sintesis proteoglikan di dalam
sendi.8
D. PEMERIKSAAN KLINIS
- Pemeriksaaan Fisik
OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil.
Distribusi OA dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki,
pinggul, lutut.
1. Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium,
tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah subkondral,
tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya kapsul sendi,
serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika
melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya
dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit,
hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
2. Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan
ketika pagi hari ketika setelah duduk yang terlalu lama atau
setelah bangun pagi.
3. Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada
tulang sendi rawan.
4. Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada
tangan sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan
sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard
(karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
5. Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya
perlahan-lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada
sendi tangan atau lutut.
6. Tanda – tanda peradangan : Tanda – tanda adanya peradangan
pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol
dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
7. Perubahan gaya berjalan : Gejala ini merupakan gejala yang
menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk
kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.7
- Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis
dan radiografis. Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi
yang terkena osteoartritis sudah cukup memberikan garnbaran
diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang
menyokong diagnosis OA ialah :
1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat
pada bagian yang menanggung beban).
2. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.
3. Kista tulang
4. Osteofit pada pinggir sendi
5. Perubahan struktur anatomi sendi.7
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara
radiografi OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria
Kellgren dan Lawrence). Harus diingat bahwa pada awal penyakit,
radiografi sendi seringkali masih normal.7
Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain :
1. Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetik
mungkin diperlukan pada beberapa keadaan tertentu. Bila
osteoartritis pada pasien dicurigai berkaitan dengan penyakit
metabolik atau genetik seperti alkaptonuria, oochronosis,
dysplasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget atau
hemokromatosis (terutama pemeriksaan radiografi pada
tengkorak dan tulang belakang).
2. Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien
yang mempunyai keluhan banyak sendi (osteoartritis
generalisata).
3. Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakitpenyakit
yang meskipun jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati
Charcot, pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih
mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit tersebut
seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih
seperti sidikan tulang, penginderaan dengan resonansi magnetic
(MRI), artroskopi dan artrografi.
4. Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi
mungkin juga diperlukan pada pasien dengan OA tulang
belakang untuk menetapkan sebab sebab gejala dan keluhan-
keluhan kompresi radikular atau medulla spinalis.7
- Pemeriksaan Labolatorium
Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya tak banyak
berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam
batas-batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan
dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, factor
reumatoid dan komplemen) juga normal,. Pada OA yang disertai
peradangan, mungkin didapatkan . penurunan viskositas,
pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel
peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.7

E. PENATALAKSAAN
- Terapi Non-Farmakologi
a. Edukasi atau penerangan.
Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui
sedikit seluk - beluk tentang penyakitnya, bagaimana
menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta
persendiannya tetap dapat dipakai.
b. Terapi fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya
tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi
yang sakit.
c. Penurunan berat badan.
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor
yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat
badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat
badan berlebihan,maka harus diusahakan penurunan berat
badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.7

- Terapi Farmakologi
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa
nyeri yang timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan
mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan
sendi.
Obat Antiinflamasi Nonsteroid, Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen Untuk mengobati rasa nyeri yang
timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2
dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun
karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada
asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama
dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk
mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat
menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA.
Obat – obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah :
tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan,
vitamin C, dan sebagainya.7

- Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak
berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas
sehari – hari.7

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada OA antara lain adalah:
- Penurunan kualitas hidup karena adanya hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari akibat nyeri dan peradangan
- Gastropati AINS : gastritis dan gastroesofageal reflux
disease (GERD)
- Nefropati AINS
- Efusi sendi akibat artrosentesi atau injeksi intra-artikular
- Stenosis spinal.7

G. PROGNOSIS
Osteoarthritis adalah penyakit yang berjalan kronis dan
progresif. Sampai saat ini belum ditemukan metode terapi yang dapat
menyembuhkan OA, namun demikian, modalitas terapi yang ada dapat
mengatasi keluhan, menghambat progresifitas penyakit, dan menjaga
fungsi sendi. Komplikasi akibat obat AINS sangat sering terjadi dan
dapat memberatkan gangguan kualitas hidup. Prognosis pasien lebih
baik jika dilakukan penggantian sendi total.Prognosis osteoarthritis
(OA) dapat baik apabila penyakit dapat ditemukan pada tahap
kerusakan yang dini. Sampai saat ini belum ditemukan
penatalaksanaan yang dapat menyembuhkan osteoarthritis secara
definitif, dan penyakit ini sering menimbulkan hendaya pada aktifitas
sehari-hari.7
 GOUT ARTHRITIS

A. DEFENISI
Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu
penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah
dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari
nyeri inflamasi satu sendi. Gout adalah bentuk inflamasi artritis kronis,
bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki.
Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga
mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut,
lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan
tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu,
tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat
mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai
untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit asam
urat atau gout merupakan penyakit akibat penimbunan kristal
monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi
disebut Gout arthritis.9
Asam urat merupakan senyawa nitrogen yang dihasilkan dari
proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat
endogen (asam deoksiribonukleat). Gout dapat bersifat primer,
sekunder, maupun idiopatik. Gout primer merupakan akibat langsung
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan
ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan
asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang
akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu
sedangkan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas
penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologis atau
anatomi yang jelas.9

B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat digolongkan
menjadi 2, yaitu:
1. Gout primer
Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini
diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor
hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat
mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat. Hiperurisemia
atau berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh dikatakan dapat
menyebabkan terjadinya gout primer.9
Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih
belum jelas diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99%
kasus adalah gout dan hiperurisemia primer. Gout primer yang
merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari
hiperurisemia karena penurunan ekskresi (80-90%) dan karena
produksi yang berlebih (10-20%).9
Hiperurisemia karena kelainan enzim spesifik diperkirakan
hanya 1% yaitu karena peningkatan aktivitas varian dari enzim
phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase, dan kekurangan
sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT).
Hiperurisemia primer karena penurunan ekskresi kemungkinan
disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan gangguan
pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia.9
Hiperurisemia akibat produksi asam urat yang berlebihan
diperkirakan terdapat 3 mekanisme, yaitu :
• Pertama, kekurangan enzim menyebabkan kekurangan inosine
monopospate (IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek
feedback inhibition proses biosintesis de novo.
• Kedua, penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan
jumlah PRPP yang tidak dipergunakan. Peningkatan jumlah PRPP
menyebabkan biosintesis de novo meningkat.
• Ketiga, kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxantine tidak
bisa diubah kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan
oksidasi hipoxantine menjadi asam urat. 9
2. Gout sekunder
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu
kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo,
kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau
pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi
menurun. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de
novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim
HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6
phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena
kekurangan enzim fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis
anaerob. Hiperurisemia sekunder karena produksi berlebih dapat
disebabkan karena keadaanyang menyebabkan peningkatan
pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel.
Peningkatan pemecahan ATP akan membentuk AMP dan berlanjut
membentuk IMP atau purine nucleotide dalam metabolisme purin,
sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan
dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal,
penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric acid
clearence dan pemakaian obat- obatan.9

C. PATOMEKANISME

10

Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada


pria dewasa kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl.
Apabila konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl
dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan
gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan
secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat
mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan
dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang
berulang – ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang
dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu
jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat
(batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis. 9
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal
monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada
beberapa pasien gout atau dengan hiperurisemia asimptomatik kristal
urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan patella yang
sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian,
gout ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik.
Pada penelitian penulis didapat 21% pasien gout dengan asam urat
normal. Terdapat peranan temperatur, pH, dan kelarutan urat untuk
timbul serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada
temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan,
dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada
kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal
monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan
juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.9
o Aktivasi komplemen
Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui
jalur klasik dan jalur alternatif. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi
komplemen C1 tanpa peran immunoglobulin. Pada keadaan
monosodium urat tinggi, aktivasi sistem komplemen melalui jalur
alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C1 melalui
jalur klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan
mengaktifkan Hageman factor (Faktor XII) yang penting dalam
reaksi kaskade koagulasi. Ikatan partikel dengan C3 aktif (C3a)
merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi partikel
mempunyai peranan penting agar partikel tersebut mudah untuk
dikenal, yang kemudian difagositosis dan dihancurkan oleh
neutrofil, monosit dan makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a)
menyebabkan peningkatan aktivitas proses kemotaksis sel
neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran sitokin IL-1 dan TNF.
Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan membrane
attack complex (MAC). Membrane ini merupakan komponen akhir
proses aktivasi komplemen yang berperan dalam ion chanel yang
bersifat sitotoksik pada sel patogen maupun sel host. Hal ini
membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi cascade komplemen
kristal urat menyebabkan proses peradangan melalui mediator IL-1
dan TNF serta sel radang neutrofil dan makrofag.9
o Aspek selular
Pada proses inflamasi, makrofag pada sinovium merupakan
sel utama dalam proses peradangan yang dapat menghasilkan
berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1, TNF, IL-6 dan GM-
CSF (Granulocyte-Macrophage Colony- Stimulating Factor).
Mediator ini menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktivasi
berbagai sel radang. Kristal urat mengaktivasi sel radang dengan
berbagai cara sehingga menimbulkan respon fungsional sel dan
gene expression. Respon fungsional sel radang tersebut antara lain
berupa degranulasi, aktivasi NADPH oksidasi gene expression. Sel
radang melalui jalur signal transduction pathway dan berakhir
dengan aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen
berekspresi dengan mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator
kimiawi lain. signal transduction pathway melalui 2 cara yaitu:
dengan mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-link) atau
dengan langsung menyebabkan gangguan nonspesifik pada
membrane sel.9
Ikatan dengan reseptor pada sel membrane akan bertambah
kuat apabila kristal urat berikatan sebelumnya dengan opsonin,
misalnya ikatan immunoglobulin (Fc dan IgG) datau dengan
komplemen (C1q C3b). Kristal urat mengadakan ikatan cross-link
dengan berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion molecule
(integrin), nontyrosin kinase, reseptor Fc, komplemen dan sitokin
serta aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan second messenger
akan mengaktifkan transcription factor.9

D. MANIFESTASI KLINIS
Gout terjadi dalam empat tahap. Tidak semua kasus
berkembang menjadi tahap akhir. Perjalanan penyakit asam urat
mempunyai 4 tahapan, yaitu:
o Tahap 1 (Tahap Gout Artritis akut)
Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun
pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset
sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim artritis gout, yang
mungkin merupakan manifestasi adanya gangguan enzimatik
spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-
90% kasus, serangan berupa artritis monoartikuler dengan
predileksi MTP-1 yang biasa disebut podagra. Gejala yang muncul
sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat
cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun,
kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat
berjalan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan
hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan
merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan endap darah.
Sedangkan gambaran radiologis hanya didapatkan pembengkakan
pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah
beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun.9
Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa
terapi yang adekuat, serangan dapat mengenai sendi-sendi yang
lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan
siku, atau bahkan beberapa sendi sekaligus. Serangan menjadi
lebih lama durasinya, dengan interval serangan yang lebih singkat,
dan masa penyembuhan yang lama. Diagnosis yang definitive/gold
standard, yaitu ditemukannya Kristal urat (MSU) di cairan sendi
atau tofus.9
o Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)
Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama
rentang waktu tertentu. Rentang waktu setiap penderita berbeda-
beda. Dari rentang waktu 1-10 tahun. Namun rata-rata rentang
waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang waktu pada tahap
ini menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya pernah menderita
serangan gout Artritis akut. Atau menyangka serangan pertama kali
yang dialami tidak ada hubungannya dengan penyakit Gout
Artritis.9
o Tahap 3 (Tahap Gout Artritis Akut Intermitten)
Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-
tahun tanpa gejala, maka penderita akan memasuki tahap ini yang
ditandai dengan serangan artritis yang khas seperti diatas.
Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh)
yang jarak antara serangan yang satu dengan serangan berikutnya
makin lama makin rapat dan lama serangan makin lama makin
panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak. Misalnya
seseorang yang semula hanya kambuh setiap setahun sekali, namun
bila tidak berobat dengan benar dan teratur, maka serangan akan
makin sering terjadi biasanya tiap 6 bulan, tiap 3 bulan dan
seterusnya, hingga pada suatu saat penderita akan mendapat
serangan setiap hari dan semakin banyak sendi yang terserang.9
o Tahap 4 (tahap Gout Artritis Kronik Tofaceous)
Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit
selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini akan terbentuk
benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering meradang yang
disebut sebagai Thopi. Thopi ini berupa benjolan keras yang
berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal
monosodium urat. Thopi ini akan mengakibatkan kerusakan pada
sendi dan tulang disekitarnya. Bila ukuran thopi semakin besar
dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat
menggunakana sepatu lagi.9

E. PEMERIKSAAN KLINIS
o Laboratorium
1. Pemeriksaan cairan sinovia didapatkan adanya kristal
monosodium urat intraseluler.
2. Pemeriksaan serum asam urat meningkat >7 mg/Dl
3. Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800 mg asam urat
4. Urinalisis untuk mendeteksi risiko batu asam urat.
5. Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi ginjal, hati,
hipertrigliseridemia, tingginya LDL, dan adanya diabetes
mellitus
6. Leukositosis didapatkan fase akut.9

o Radiodiagnostik
1. Radiografi untuk mendeteksi adanya kalsifikasi sendi MTP 1
2. Radiografi didapatkan adanya erosi pada permukaan sendi dan
kapsul sendi.9

F. PENATALAKSANAAN
o Secara Nonfarmakologi
Secara umum penanganan arthritis gout nonfarmakologi
adalah memberikan edukasi mengenai pengaturan diet dan
olahraga. Edukasi yang diberikan agar terhindar dari penyakit gout,
salah satu caranya adalah menjaga kadar asam urat dalam darah
dengan diet purin. Edukasi mengenai diet rendah purin penting
dilakukan karena pengetahuan yang kurang akan memperburuk
gout. Diet normal biasanya mengandung 600-1000 mg purin per
hari. Namun bagi penderita gout arthritis, asupan purin harus
dibatasi sekitar 100-150 mg purin per hari. Sebagian besar bahn
pangan terutama sumber protein mengandung purin, namun
pengontrolan asupan purin dapat dilakukan dengan memilih bahan
pangan yang rendah purinnya. Penderita gout harus menjalani diet
rendah protein karena protein dapat meningkatkan asam urat,
terutama protein hewani. Sumber protein yang dianjurkan adalah
sumber protein nabati dan protein yang berasal dari susu, keju dan
telur. Sangat disarankan untuk membatasi konsusmi lemak karena
dapat menghambat ekskresi asam urat mealui urin. Batasi makanan
yang digoreng, penggunaan margarine, mentega dan santan.
Ambang batas lemak yang dapat dikonsumsi adalah 15 % dari total
kalori/hr dan disarankan untuk banyak minum air putih, minimal
2,5 liter/hr. konsumsi cairan yang banyak dapat membantu
mengeluarkan asam urat melalui urin, sedangkan alkoho, tape, dan
brem harus dijauhi karena bahan pangan mengandung alcohol
dapat meningkatkan asam laktat plasma yang dapat mengambat
pengeluaran asam urat dari dalam tubuh melalui urin.9
Pasien diedukasi dan dianjurkan melakukan latihan fisik
berupa latihan fisik ringan seperti berjalan santai, senam prolanis
dan sebagainya secara teratur. Tidak dianjurkan untuk melakukan
aktivitas berat seperti lari ataupun mengangkat benda yang berat
yang menyebabkan beban yang besar pada persendian kaki
pasien.9
o Farmakologi
Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi
kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal.
Pengobatan arthritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan
nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obatan antara lain
kolkisin, obat anti inflamasi non steroid ( OAINS ), kortikosteroid
atau hormone ACTH. Obat penurun asam urat seperti alopurinol
atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut.
Namun, pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam
urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolkisin dosis standard
untuk arthritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari
dengan dosis maksimal 6 mg. pemberian OAINS dapat pula
diberikan. Dosis tergantung dari jenis OAINS yang dipakai.
Disamping efek anti inflamasi obat ini juga mempunyai efek
analgetik. Jenis OAINS yang banyak dipakai pada arthritis gout
adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hr selama 2-
3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hr sampai minggu berikutnya
atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan
ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif atau
merupakan kontra indikasi. Pemakaian kortikosteroid pada gout
dapat diberikan oral atau parenteral. Indikasi pemberian adalah
pada arthritis gout akut yang mengenai banyak sendi
(poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun , tujuan
pengobatan adalah untuk menurunkan kadar asam urat sampai
kadar normal, guna mencegah kekambuhan. . Penurunan kadar
asam urat dilakukan dengan pemberian bersama obat urikosurik
yang lain.9

G. KOMPLIKASI
Penderita gout arthritis biasanya akan mengalami albuminuria
sebagai akibat gangguan fungsi ginjal. Terdapat 3 bentuk kelainan
ginjal yang diakibatkan gout :
o Nefropati urat
Yaitu deposisi kristal urat pada interstitial medulla dan
pyramid ginjal merupakan proses yang kronis, ditandai oleh
adanya reaksi sel giant sekitarnya.
o Nefropati asam urat
Yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada
duktus kolektivus dan ureter, sehingga menimbulkan keadaan
gagal ginjal akut.
o Nefrolitiasis
Yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25 % dengan
gout primer.
Komplikasi dari arthritis gout meliputi degenerative arthritis,
infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin,
protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga
berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis
kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal monosodium urat
dapat mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1, merangsang
sintetis nitric oxide dan matriks metalloproteinase yang nantinya
menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat
mengativasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan
fungsi anabolic yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan
artikular tulang.9

H. PROGNOSIS
Dengan pengobatan dini, pemantauan yang ketat disertai
edukasi terhadap penderita, prognosis umumnya baik.9

 RHEUMATOID ARTHRITIS

A. DEFENISI
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang
etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang
simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan
ekstraartikular.Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik,
polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik
kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia,2014). Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon”
yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti peradangan.Secara harfiah,
arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis
adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya tangan
dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi
. Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan
banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi
dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering
menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan
gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang
adekuat.

B. ETIOLOGI
Penyebab yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA
dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi:

 Tidak Dapat Dimodifikasi


1. Faktor genetic
Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam
perkembangan RA. Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-
DRB1. Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN 22 di
kromosom 1. Perbedaan substansial pada faktor genetik RA
terdapat diantara populasi Eropa dan Asia.HLADRB1 terdapat
di seluruh populasi penelitian, sedangkan polimorfisme
PTPN22 teridentifikasi di populasi Eropa dan jarang pada
populasi Asia.Selain itu ada kaitannya juga antara riwayat
dalam keluarga dengan kejadian RA pada keturunan
selanjutnya.
2. Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60
tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua
dan anak-anak (Rheumatoid Arthritis Juvenil).Dari semua
faktor risiko untuktimbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat
dengan bertambahnya usia. RA hampir tak pernah pada anak-
anak, jarang pada usia dibawah 40 tahun dan sering pada usia
diatas 60 tahun. 3. Jenis kelamin RA jauh lebih sering pada
perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 3:1. Meskipun
mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas.
Perbedaan pada hormon seks kemungkinan memiliki pengaruh.

 Dapat Dimodifikasi
1. Gaya hidup
a. Status social ekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan
tidak terdapat kaitan antara faktor sosial ekonomi dengan
RA, berbeda dengan penelitian di Swedia yang
menyatakan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan
perbedaan paparan saat bekerja dengan risiko RA.
b. Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control
menunjukkan bahwa rokok tembakau berhubungan dengan
peningkatan risiko RA. Merokok berhubungan dengan
produksi dari rheumatoid factor(RF) yang akan
berkembang setelah 10 hingga 20 tahun. Merokok juga
berhubungan dengan gen ACPA-positif RA dimana
perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi
dibandingkan bukan perokok. Penelitian pada perokok
pasif masih belum terjawab namun kemungkinan
peningkatan risiko tetap ada.
c. Diet
Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah
satunya adalah makanan yang mempengaruhi perjalanan
RA.Dalam penelitian Pattison dkk, isu mengenai faktor
diet ini masih banyak ketidakpastian dan jangkauan yang
terlalu lebar mengenai jenis makanannya.Penelitian
tersebut menyebutkan daging merah dapatmeningkatkan
risiko RA sedangkan buah-buahan dan minyak ikan
memproteksi kejadian RA. Selain itu penelitian lain
menyebutkan konsumsi kopi juga sebagai faktor risiko
namun masih belum jelas bagaimana hubungannya.
d. Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi
Epstein Barr virus (EBV) karena virus tersebut sering
ditemukan dalam jaringan synovial pada pasien RA.Selain
itu juga adanya parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae,
Proteus, Bartonella, dan Chlamydia juga memingkatkan
risiko RA.
e. Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA
adalah petani, pertambangan, dan yang terpapar dengan
banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat
pada orang yang bekerja dengan paparan silica.
2. Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA
yaitu pada perempuan dengan sindrom polikistik ovari, siklus
menstruasi ireguler, dan menarche usia sangat muda.
3. Bentuk tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki
Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30.

C. PATOMEKANISME
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana
merupakan penyakit autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi,
cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan
psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus
awal RA.Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin
diperkirakan ikut sebagai faktor pencetus. Patogenesis terjadinya
proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek dan reaksi
imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai pencetus awal,
mungkin infeksi virus.
Terjadi pembentukan faktor rematoid, suatu antibodi terhadap
antibodi abnormal, sehingga terjadi reaksi imun komplek (autoimun).
Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui,
dan teorinya masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai peran
yang saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi
serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai
mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya saling terkait
dan pada akhirmya menyebabkan keradangan pada sinovium dan
kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin
merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan
pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan.
Berbagai sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1,
yang terutama dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan
stimulasi dari sel mesenzim seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas,
kondrosit serta merangsang pengeluaran enzim penghancur jaringan,
enzim matrix metalloproteases (MMPs).
Proses keradangan karena proses autoimun pada RA,
ditunjukkan dari pemeriksaan laboratorium dengan adanya RF
(Rheumatoid Factor) dan anti-CCP dalam darah. RF adalah antibodi
terhadap komponen Fc dari IgG.Jadi terdapat pembentukan antibodi
terhadap antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar,
kemungkinan virus atau bakteri.RF didapatkan pada 75 sampai 80%
penderita RA, yang dikatakan sebagai seropositive.Anti-CCP
didapatkan pada hampir 2/3 kasus dengan spesifisitasnya yang tinggi
(95%) dan terutama terdapat pada stadium awal penyakit. Pada saat ini
RF dan anti-CCP merupakan sarana diagnostik penting RA dan
mencerminkan progresifitas penyakit. Sel B, sel T, dan sitokin pro
inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA.Hal ini terjadi
karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17,
yaitu sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis.
Sinovitis adalah peradangan pada membran sinovial, jaringan
yang melapisi dan melindungi sendi.Sedangkan sel B berperan melalui
pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian
menghancurkannya.Kerusakan sendi diawali dengan reaksi inflamasi
dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran
sinovial.Kejadian tersebut menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu
jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi,
mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang.Pannus tersebut dapat
mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh sinoviosit dan
kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses lokal tersebut,
dapat juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang
terjadi ialah pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat
penyakit kronis, penyakit jantung, osteoporosis serta mampu
mempengaruhi hypothalamic-pituitaryadrenalaxis, sehingga
menyebabkan kelelahan dan depresi.
Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema
pada jaringan di bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial,
infiltrasi PMN, dan penyumbatan pembuluh darah oleh sel radang dan
trombus. Pada RA yang secara klinis sudah jelas, secara makros akan
terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang sendi dengan
pembentukan vili. Secara mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi sel
sinovia dan terlihat kumpulan residual bodies.Terlihat perubahan
pembuluh darah fokal atau segmental berupa distensi vena,
penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan pendarahan
perivaskuler.Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang
rawan, ligamen, tendon dan tulang.Kerusakan ini akibat dua efek yaitu
kehancuran oleh cairan sendi yang mengandung zat penghancur dan
akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya Pannus.

D. PEMERIKSAAN KLINIS
 Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa
minggu atau bulan.Sering pada keadan awal tidak menunjukkan
tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum,
keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi

1. Gejala Konstitusional
Dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan
berat badan.
2. Manifestasi articular, dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
o Manifestasi reversible : Berkaitan dengan inflamasi
sinovium:
 Kekakuan sendi pada pagi hari dapat berlangsung
selama >2jam bila tidak diberi pengobatan adekuat.
 Dapat ditemukan tanda sinovitis: kemerahan, bengkak,
panas, maupun nyeri. Pada keadaan kronis, hal tersebut
terutama disebabkan oleh granulasi dan fibrosis.
o Manifestasi irreversible: akibat penipisan kartilago sendi
dan erosi tulang periartikular. Tanda dan gejala dapat
muncul sesuai predileksi sendi:
 Vertebra cervikalis: kekakuan pada seluruh segmen
leher, berkurangnya ruang lingkup sendi, subluksasi
vertebra pada C4-C5 atau C5-C6.
 Gelang bahu: berkurangnya lingkup gerak sendi hingga
terjadi kekakuan gelang bahu berat (frozen shoulder
syndrome)
 Siku: dapat ditemukan sinovitis artikulatio cubiti yang
bermanifestasi sebaga perestasia digiti IV dan V serta
paralis fleksor digitiV.
 Tangan: Pembengkakan fusiformis di PIP< swan neck
deformities, (MCP fleksi, PIP hiperekstensi< DIP
Hiperekstensi), carpal tunnel syndrome, z-line
deformity (deviasi ulnar), dan tenosynovitis
 Panggul: keterbatasan range of motion (ROM): pada
lutut(penebalan synovial, efusi lutut, kista baker), kaki
dan pergelangan kaki (rasa nyeri, pronasi dan eversikaki
akibat spasme otot, parestesia pada telapak kaki,
deformitas subliksasi caput metatarsal (hammer toe).

o Manifestasi Ekstraartikular, meliputi:


 Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid), purpura.
 Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang
didapatkan, namun 40% pada autopsi RA didapatkan
kelainan perikard
 Paru : nyeri menelan, nyeri tenggorokan, vaskulitis
pulmoner, kelainan yang sering ditemukan berupa paru
obstruktif dan kelainan pleura (efusi pleura, nodul
subpleura)
 Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat
vaskulitis yang sering terjadi berupa keluhan kehilangan
rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist
drop, mielopati, neiropati.
 Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis)
berupa kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan
skleromalase perforans
 Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan
spleenomegali, limpadenopati, anemia, trombositopeni,
dan neutropenia.

 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Penanda inflamasi :
- Laju Endap Darah (LED)
- C-Reactive Protein (CRP) meningkat
b. Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif
namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis.
c. Darah perifer: anemia, trombositosis, dan peningkatan
LED.
d. Analisis cairan sendi inflamasi : Leukosit 5000-
50.000/microliter, PMN >50%, protein meningkat, glukosa
menurun, uji bekuan musin buruk, Kristal (-), kultur
bakteri (-).
e. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya
digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan RA
dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun
hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit
tidak konsisten
2. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak,
penyempitan ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”,
osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.

E. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan RA ialah menghilangkan inflamasi,
mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah
detruksi jaringan lebih lanhjut.
1) Terapi Medikamentosa
o Obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Diberikan sejak awal munculnya gejala inflamasi sendi.
Namun OAINS tidak melindung kerusakan tulang rawan sendi
dan tulang dari proses detruksi.
o Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs)
Untuk mengontrol penyakit dan mengurangi kerusakan
sendi. Terapi dengan DMARD dapat dilakukan secara tunggal
maupn kombinasi.
a. Sulfasalazin
Sering digunakan sebaagai terapi lini pertama.
Diberikan dosis 1x500 mg/hari per oral untuk ditigkatkan
500 mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4x500 mg.
b. Metotreksat (MTX)
Diberikan pada kasus lanjut dan berat. Dosis awal
7,5-10 mg/minggu IV atau per oral dititrasi hingga dosis
rata-rata 12,5-17,5 mg/minggu dalam jangka waku 8
sampai 12 minggu. Obat ini sangat efektif, 60-70% kasus
mengalami perbaikan. Efek samping yang perlu
diwaspadai: rentan infeksi, intoleransi gestasional,
gangguan fungsi hati dan hematologik.
c. Klorokuin fosfat
Dosis 250 mg/hari atau hidriksiklorokuin dosis 400
mg/hari. Efek samping perlu di waspadai : penurunan tajam
penglihatan (akibat toksisitas pada retina), dermatitis
makulopapular, mual, diare, dan anemia hemolitik.
d. Leflunomid
Memiliki efektivitas yang serupa dengan MTX.
Diberikan dosis awal 100 mg/hari selama 3 hari,
dilanjutkan dosis 10-20 mg/hari
o Agen Biologik
Seperti etanercept (anti-TNF a), inflixima (anti-TNF a),
tocilizumab (anti-IL-6), rituximab (antibodi monoklonal anti-
sel B).
Penggunaan Kortikosteroid sistemik, atau dengan
kombinasi imunosupresain lain (siklofosfamid atau
siklosporin) pada kasus berat: vaskulitis, skleritis, serositis
rekalsitrans.
2) Terapi bedah ortopedi
Untuk memperbaii fungsi, mobilitas, dan mengontrol
nyeri. Prosedur dapat berupa tendo repair and transfer, operasi
carpal tunnel, total joint replacement,serta stabilisasi sendi
servikal yang tidak stabil.
3) Terapi orthotic
 Penggunaan ortotik dan bidal, untuk mengistirahatkan bagian
yang sakit.
 Modalitas fisik: panas superfisial dengan parafin, diatermi
ultrasonografi, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
gerak sendi.
 Latihan sendi: metode blok untuk sendi PIP da DIP, latihan
ambil dan genggam (pinch and grip), dan berbagai latihan
lainnya.
 Edukasi utuk proteksi sendi: hindari posisi yang menyebabkan
deformitas, hindari satu posisi terlalu lama, serta hindari
tekanan kuat pada sendi.

F. KOMPLIKASI
Dokter harus melakukan pemantauan terhadap adanya
komplikasi yang terjadi pada penderita RA. Komplikasi yang bisa
terjadi:
a) Anemia
b) Kanker
c) Komplikasi kardiak
d) Cervical spine disease
e) Pembentukan fistula
f) Peningkatan infeksi
g) Deformitas sendi tangan
h) Komplikasi pernafasan
i) Nodul reumatoid
j) Vaskulitis

G. PROGNOSIS
Prognosis RA sangat bergantung dari waktu diagnosis dan
pengobatan dimulai. Sekitar 40% pasien RA mengalami hendaya
dalam 10 tahun ke depannya. Penggunaan DMARD kurang dari 12
minggu setelah gejala awal menunjukkan hasil remisi yang lebih baik.

6. Jelaskan hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan DS pada skenario!


Jawab :

Berdasarkan skenario, pasien mengalami kencing manis dan rutin


berobat di Poliklinik Endokrin. Dicurigai pasien mengalami Diabetes Mellitus
dan berdasarkan hasil IMT dari BB dan TB pasien, status gizi pasien adalah
overweight dan juga berdasarkan umur pasien maka dapat diperkirakan tipe
Diabetes Mellitus pasien adalah tipe 2.
Salah satu factor resiko dari Osteo Arthritis adalah overweight seperti
yang dialami oleh pasien. Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu
pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi
lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap
peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg berat
badan), rasio odds untuk menderita OA lutut secara radiografik meningkat
sebesar 1,36 poin. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat
tubuh akan meningkatkan risiko menderita OA lutut. Kehilangan 5 kg berat
badan akan mengurangi risiko OA lutut secara simtomatik pada wanita
sebesar 50%. Demikian juga peningkatan risiko mengalami OA lutut yang
progresif tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan dengan
penyakit pada bagian tubuh tertentu.
Sumber :
a. Basri, Muh.Iqbal. Husain,Sitti Rafiah. Djayalangkara, Harfiah. dkk.
2018. Buku Ajar Anatomi Biomedik 1. Makassar :Departemen Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
b. Kurnia, Nadia. 2015. Anatomi Dan Fisiologi Sendi. Semarang
:Universitas Diponegoro.
c. Tim Anatomi UNY. 2011. Diktat Anatomi Manusia. Yogyakarta :
Laboratorium Anatomi FIK Universitas Yogyakarta.
d. Bahrudin, Mochamad. 2017. Patofisiologi nyeri. Malang: Fakultas
Kedokteran Unniversitas Muhamadiyah Malang.
e. Setyawan, Febri Endra Budi.2017.Medical Communications: Doctor-
Patient Relations. Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga, Industri dan
Keislaman, Fakultas Kedokteran,Universitas Muhammadiyah, Malang
f. Siti Setiaki, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5,
Jakarta: Interna Publishing. Hal 3199
g. Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, AW., dkk. Buku Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Ed ke-6. Jakarta; Internapublishing; 2015
h. B Mandelbaum,W David. Etiology and Pathophysiology of
Osteoarthritis. ORTHO Supersite 2005
i. Wiraputra Ida Bagus Made Andy, Putra Tjokorda Raka, 2017. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah FK
j. Price and Wilson, book of pathofisiology 2006

Anda mungkin juga menyukai