Anda di halaman 1dari 46

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar,03 Juni 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BLOK NEUROPSIKIATRI

LAPORAN TUTORIAL MODUL 2

BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

“SKENARIO A”

TUTOR:

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1 PBL

1. Andi Nailah 11020170130 6. Noor Qadriyanti Ramadhani 11020160090

2. Nadia Rofifah Adellia 11020170007 7. Mufthiar Muhtar 11020170128

3. Rushian M. Latuconsina 11020160053 8. Mashita 11020170002

4. Nadila Raudhani P 11020170108 9. Andi Ambar Yusuf Putra 11020170058

5. Alfiana Alimin 11020170004 10. Hernita 11020170152


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil tutorial modul 2 pada skenario “Pusing berputar” dari
kelompok 1 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam
dan shalawat kepada Nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
tutorial khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang telah
membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.

Semoga Laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang
telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan
setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai
Neuropsikiatri.

Makassar,03 Juni 2019

Kelompok 1
A. Skenario A
Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke poli umum RS
dengan keluhan pusing berputar sejak 3 jam yang lalu. Keluhan disertai
dengan mual, muntah, keringat dingin serta bertambah berat jika kepala
melihat posisi sebelah kanan tubuh. Riwayat keluhan muncul setelah
kelelahan sehabis menyelesaikan pekerjaan kantor.
B. Kata sulit
-
C. Kata kunci
1. Perempuan 30 tahun
2. Keluhan pusing berputar sejak 3 jam yang lalu
3. Keluhan disertai mual, muntah dan keringat dingin
4. Keluhan bertambah berat jika kepala melihat posisi sebelah kanan tubuh
5. Keluhan muncul setelah kelelahan sehabis menyelesaikan pekerjaan
kantor.
D. Pertanyaan-pertanyaan penting
1. Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan pusing berputar pada
pasien?
2. Jelaskan mekanisme pusing berputar!
3. Jelaskan klasifikasi dari vertigo!
4. Mengapa keluhan bertambah saat melihat ke sisi kanan tubuh?
5. Jelaskan hubungan antar gejala yang sesuai dengan skenario!
6. jelaskan langkah-langkah diagnosis yang sesuai dengan skenario!
7. Jelaskan diagnosis banding sesuai dengan skenario!
8. Jelaskan penatalaksanaan awal sesuai dengan skenario?
E. Jawaban pertanyaan
1. Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan pusing berputar pada
pasien?
a) Telinga Luar
Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga
(auricula/pinna), liang telinga (meatus acusticus externus) sampai
gendang telinga (membrana tympanica) bagian luar. Telinga luar
terletak pada pars tympanica ossis temporalis dan pada bagian
belakang berbatasan dengan processus mastoideus.

(telinga luar)

Fungsi telinga luar sebagai penyalur suara tergantung dari


intensitas, frekuensi, arah, dan ada atau tidaknya hambatan dalam
penyalurannya ke gendang telinga. Sedangkan fungsinya sebagai
proteksi telinga tengah yaitu menahan atau mencegah benda asing
yang masuk ke dalam telinga dengan memproduksi serumen,
menstabilkan lingkungan dari input yang masuk ke telinga tengah,
dan menjaga telinga tengah dari efek angin dan trauma fisik.
b) Telinga Tengah

Telinga tengah (auris media) berada di sebelah dalam gendang


telinga sekitar 3-6 mm. Atap rongga telinga tengah adalah tegmen
tympani dari pars petrosa ossis temporalis yang berbatasan dengan
cavitas cranii. Dinding lateral telinga tengah berbatasan dengan
gendang telinga beserta tulang di sebelah atas dan bawahnya.
Dinding depannya berbatasan dengan canalis caroticus yang di
dalamnya terdapat arteri karotis interna. Dinding medial telinga
tengah ini berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam yang
terlihat menonjol karena terdapat prominentia canalis facialis di
bagian posterior atas. Telinga tengah ini juga secara langsung
berhubungan dengan nasofaring yaitu melalui tuba eustachius.
Telinga tengah berfungsi untuk menyalurkan suara dari
udara dan memperkuat energi suara yang masuk sebelum menuju ke
telinga dalam yang berisi cairan. Fungsi telinga tengah dalam
memperkuat energi suara dibantu oleh tulangtulang kecil seperti
maleus, incus, dan stapes sehingga energi suara tadi dapat
menggetarkan cairan di koklea untuk proses mendengar.

c) Telinga Dalam

Telinga dalam dibatasi oleh tulang temporal (pars petrosa).


Telinga dalam terdiri dari koklea dan aparatus vestibularis yang
memiliki dua fungsi sensorik yang berbeda. Koklea berfungsi
sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor untuk
mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat
didengar. Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem
keseimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis, dan
organ otolit yaitu sacculus dan utriculus.
Awalnya cairan di dalam kanalis, karena tidak melekat ke tengkorak,
tidak bergerak searah dengan rotasi tetapi tertinggal di belakang akibat
adanya inersia. Jika gerakan kepala berlanjut dengan kecepatan dan arah
yang sama, endolimfe akan menyusul dan menekuk rambut-rambut
sensorik. Rambut-rambut di sel rambut vestibularis terdiri dari stereosilia
yang dihubungkan oleh tip link. Ketika stereosilia terdefleksi oleh gerakan
endolimfe, tegangan yang terjadi di tip link menarik kanal ion berpintu
mekanis di sel rambut. Sel rambut mengalami depolarisasi atau
hiperpolarisasi, bergantung pada apakah kanal ion terbuka atau tertutup
secara mekanis oleh pergeseran berkas rambut. Depolarisasi meningkatkan
pelepasan neurotransmiter dari sel rambut, menyebabkan peningkatan
frekuensi lepas-muatan serat aferen; sebaliknya, hiperpolarisasi mengurangi
pelepasan neurotransmiter dari sel rambut dan mengurangi frekuensi
potensial aksi di serat aferen.
Organ otolith memberi informasi tentang posisi kepala relatif
terhadap gravitasi dan mendeteksi perubahan kecepatan gerakan lurus. Di
dalam lapisan gelatinosa terbenam banyak kristal kecil kalsium karbonat –
otolith (“batu telinga”) – sehingga menyebabkan lapisan ini lebih berat dan
meningkat inersianya.

Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus


vestibularis dibawa melalui saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis,
suatu kelompok badan sel saraf di batang otak dan ke serebelum. Di sini
informasi vestibular diintegrasikan dengan masukan dari permukaan kulit,
mata, sendi, dan otot untuk (1) mempertahankan keseimbangan dan postur
yang diinginkan; (2) mengontrol otot untuk eksternal sehingga mata
terfiksasi ke satu titik, meskipun kepala bergerak; dan (3) mempersepsikan
gerakan dan orientasi

Referensi:

1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47672/Chapter%20
II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
2. Tambunan, Winda Sere Elisabeth. "Karakteristik dan Angka Kejadian
Benign Paroxysmal Positional Vertigo di Poliklinik Neurologi RSUP H.
Adam Malik Medan Periode 2016–2018." (2018).
2. Jelaskan mekanisme pusing berputar?

Patofisiologi bppv (Vertigo perifer)


Untuk memahami patofisiologi, diperlukan pemahaman tentang
anatomi dan fisiologi SCC normal. Setiap telinga bagian dalam berisi 3
SCC yang berorientasi pada 3 bidang tegak lurus; SCC memediasi
orientasi spasial. Setiap kanal terdiri dari lengan tubular (crura) yang
tumbuh dari kompartemen seperti tong besar, sangat mirip dengan
pegangan dari tauge cangkir kopi dari cangkir. Masing-masing lengan ini
memiliki ujung melebar (ampul) yang terletak di dekat bagian atas atau
depan yang menampung krista ampullaris (reseptor saraf).
Crista ampullaris memiliki menara seperti layar, cupula, yang
mendeteksi aliran cairan dalam SCC. Jika seseorang tiba-tiba berbelok
ke kanan, cairan di dalam kanal horizontal kanan tertinggal,
menyebabkan cupula dibelokkan ke kiri (menuju ampula, atau secara
ampullopetal). Lendutan ini diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang
memastikan kepala berputar ke kanan.
Secara sederhana, cupula bertindak sebagai saklar 3 arah yang,
ketika ditekan satu arah, secara tepat memberi tubuh sensasi
gerakan. Posisi tengah atau netral tidak mencerminkan gerakan. Ketika
sakelar digerakkan berlawanan arah, sensasi gerakan berada pada arah
yang berlawanan.
Partikel di kanal memperlambat dan bahkan membalikkan gerakan
saklar cupula dan menciptakan sinyal yang tidak sesuai dengan gerakan
kepala yang sebenarnya. Ketidakcocokan informasi sensorik ini
menghasilkan sensasi vertigo.

 Teori Cupulolithiasis

Pada tahun 1962, Harold Schuknecht, MD, mengusulkan teori


cupulolithiasis (heavy cupula) sebagai penjelasan untuk BPPV. Melalui
fotomikrograf, ia menemukan partikel atau kepadatan basofilik yang
melekat pada cupula. Dia mendalilkan bahwa posterior semicircular
canal (PSC) menjadi sensitif terhadap gravitasi oleh partikel padat
abnormal yang menempel atau menimpa cupula.
Teori ini analog dengan situasi benda berat yang menempel di
bagian atas tiang. Bobot ekstra membuat tiang tidak stabil dan
karenanya lebih sulit untuk tetap dalam posisi netral. Bahkan, kutub
mudah rawan "berdenting" dari satu sisi ke sisi lain tergantung pada
arah kemiringannya. Setelah posisi tercapai, berat partikel menjaga
cupula dari pegas kembali ke netral. Ini tercermin oleh nistagmus yang
persisten dan menjelaskan pusing ketika pasien dimiringkan ke
belakang.

 Teori Canalithiasis

Pada 1980, Epley menerbitkan teorinya tentang


canalithiasis. Dia berpikir bahwa gejala BPPV jauh lebih konsisten
dengan kepadatan bergerak bebas (canaliths) di SCC posterior daripada
kepadatan tetap yang melekat pada cupula. Sementara kepala tegak,
partikel-partikel duduk di PSC pada posisi yang paling bergantung pada
gravitasi. Ketika kepala dimiringkan ke belakang, partikel-partikel
diputar sekitar 90 ° di sepanjang busur PSC. Setelah jeda sesaat
(inersia), gravitasi menarik partikel ke bawah. Ini menyebabkan
endolymph mengalir dari
ampula dan menyebabkan cupula dibelokkan. Defleksi cupular
menghasilkan nistagmus. Pembalikan rotasi (duduk kembali)
menyebabkan pembalikan defleksi cupular dan dengan demikian
pusing dengan pemukulan nystagmus ke arah yang berlawanan.
Model ini dapat dibandingkan dengan kerikil di dalam ban. Saat
ban diputar, kerikil diambil sesaat kemudian jatuh dengan
gravitasi. Jatuh ini memicu saraf secara tidak tepat dan menyebabkan
pusing. Pembalikan rotasi jelas menyebabkan pembalikan aliran dan
pembalikan arah pusing.
Kepadatan saluran akan lebih baik menjelaskan keterlambatan
(latensi), transient nystagmus, dan pembalikan saat kembali ke tegak
daripada kepadatan cupular. Ini mendukung canalithiasis daripada
cupulolithiasis sebagai mekanisme untuk BPPV klasik.
Teori canalithiasis menerima pembenaran lebih lanjut oleh
Parnes dan McClure pada tahun 1991 dengan penemuan kepadatan
bebas di PSC saat operasi.

Patofisiologi (vertigo central)


Batang otak, otak kecil, dan labirin perifer semuanya dipasok
oleh sistem arteri vertebrobasilar. Dengan demikian, sindrom vertigo
iskemik sentral dan perifer tumpang tindih.
 Sistem arteri vertebrobasilar

Arteri basilar terbentuk dari 2 arteri vertebralis di dalam


cranium di tingkat medula. Arteri memiliki 3 cabang di setiap sisi
yang memasok otak kecil. Arteri serebelar posterior inferior dari arteri
vertebra, sedangkan arteri serebelar anterior inferior dan cabang arteri
serebelar superior dari arteri basilar.
Ketiga arteri serebelar mungkin memiliki cabang yang
memasok jaringan batang otak. Arteri labirin di setiap sisi cabang dari
arteri basilar dan memasok labirin dan struktur terkait melalui kanal
pendengaran internal. Pada kira-kira dua pertiga orang, arteri basilar
berakhir dengan membagi dua ke dalam arteri serebral posterior,
dengan arteri-arteri komunikasi posterior kecil yang terhubung ke
sistem karotis internal di dalam lingkaran Willis.

 Oklusi arteri dan infark iskemik

Oklusi arteri dan infark iskemik dapat terjadi akibat


kardioemboli, emboli plak dari arteri vertebralis, atau trombosis arteri
lokal. Satu atau kedua arteri vertebralis, arteri basilar, atau cabang
yang lebih kecil dapat tersumbat. Bahkan penyumbatan arteri besar
yang lengkap tidak dapat menyebabkan kematian karena aliran
retrograde anastomosis melalui lingkaran Willis dan arteri yang
berkomunikasi posterior.
Iskemia vertebrobasilar sementara dapat muncul sebagai
sindrom migrain atau transient ischemic attacks (TIAs). Meskipun
kurang umum daripada infark serebelar, perdarahan serebelar spontan
merupakan penyebab vertigo yang mengancam jiwa yang
berhubungan dengan penyakit pembuluh darah hipertensi dan
antikoagulasi.
 Sklerosis multipel

Multiple sclerosis adalah penyakit demielinasi pada


SSP. Kursus umumnya bertambah dan berkurang, dengan berbagai
gejala dan tanda neurologis. Vertigo yang terisolasi mungkin
merupakan gejala awal pada sekitar 5% kasus. Penyakit ini dibahas
secara rinci dalam artikel yang relevan.

 Neuroma akustik

Neuroma akustik adalah tumor sel Schwann yang biasanya


berasal dari divisi vestibular dari saraf kranial kedelapan di kanal
pendengaran internal proksimal. Biasanya unilateral dalam
perkembangan, neuroma akustik bilateral memang terjadi pada orang
dewasa muda, meskipun jarang, terkait dengan neurofibromatosis tipe
2. Jika tidak diobati, neuroma akustik dapat meluas ke sudut
cerebellopontine dan menekan saraf wajah dan saraf kranial
lainnya. Jika itu menekan batang otak, ataksia, gangguan gaya
berjalan, kelenturan, dan kelemahan akibat efek saluran panjang dapat
terjadi.

REF:
Marill, Keith A. 2018. Central Vertigo. Department of Emergency
Medicine, Massachusetts General Hospital; Associate Professor,
Harvard Medical School. https://emedicine.medscape.com
Li, John C. 2018. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
https://emedicine.medscape.com
3. Jelaskan klasifikasi dari vertigo!
klasifikasi vertigo
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan
saluran vestibular yangmengalami kerusakan, yaitu vertigo
periferal dan vertigo sentral. Saluran vestibular adalahsalah satu
organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi
tentang posisitubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.Vertigo
periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut
kanalissemisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan.
 Vertigo vestibular
Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang
senantiasa mengirimkaninformasi tentang posisi tubuh ke otak
untuk menjaga keseimbangan.

- perifer
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran
yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah
yang bertugas mengontrol keseimbangan.

Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala seperti:

1. pandangan gelap
2. rasa lelah dan stamina menurun
3. jantung berdebar
4. hilang keseimbangan
5. tidak mampu berkonsentrasi
6. perasaan seperti mabuk
7. otot terasa sakit
8. mual dan muntah-muntah
9. memori dan daya pikir menurun
10. sensitif pada cahaya terang dan suara
11. berkeringat
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan
vertigo periferal antara lain penyakit-penyakit seperti Benign
Parozysmal Positional Vertigo atau BPPV (gangguan
keseimbangan karena ada perubahan posisi kepala), meniere’s
disease (gangguankeseimbangan yang sering kali
menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis
(peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan) dan labyrinthitis
(radang di bagian dalam pendengaran)

- sentral
Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di
dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu
daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).

Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita


akan mengalami hal-hal seperti:

1. penglihatan ganda
2. sukar menelan
3. kelumpuhan otot-otot wajah
4. sakit kepala yang parah
5. kesadaran terganggu
6. tidak mampu berkata-kata
7. hilangnya koordinasi
8. mual dan muntah-muntah
9. tubuh terasa lemah
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo
sentral termasuk antara lain stroke, multiple sclerosis (gangguan
tulang belakang dan otak), tumor, trauma di bagian kepala,
migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative
illnesses (penyakit akibat kemunduran fungsi saraf) yang
menimbulkan dampak pada otak kecil. Penyebab dan Gejala
Keluhan vertigo biasanya datang mendadak, diikuti gejala klinis
tidak nyaman seperti banyak berkeringat, mual,dan muntah.
Faktor penyebab vertigo adalah Sistemik, Neurologik,
Ophtalmologik, Otolaringologi, Psikogenik, dapat disingkat
SNOOP.

 Vertigo non vestibular


Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan
oleh penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan
jantung. Sementara itu, vertigo neurologik adalah gangguan
vertigo yang disebabkan oleh gangguan saraf. Keluhan vertigo
yang disebabkan oleh gangguan mata atau berkurangnya daya
penglihatan disebut vertigo ophtalmologis; sedangkan vertigo
yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi alat pendengaran
disebut vertigo otolaringologis. Selain penyebab dari segi
fisik,penyebab lain munculnya vertigo adalah pola hidup yang tak
teratur, seperti kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu
masalah hingga stres. Vertigo yang disebabkan oleh stres atau
tekanan emosional disebut vertigo psikogenik.
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular
Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non
Vestibular
Sifat vertigo rasa berputar melayang, hilang
Serangan episodik keseimbangan
Mual/muntah + kontinu
Gangguan +/- -
pendengaran gerakan kepala -
Gerakan pencetus - gerakan obyek visual
Situasi pencetus keramaian, lalu lintas

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Vestibular
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo lebih mendadak lebih lambat
Derajat vertigo berat ringan
Pengaruh gerakan ++ +/-
kepala ++ +
Gejala otonom (mual,
muntah, keringat) + -
Gangguan
pendengaran (tinitus, - +
tuli)
Tanda fokal otak
Jenis Vertigo Disertai Keluhan Tidak Disertai Timbul Karena
Berdasarkan Telinga Keluhan Telinga Perubahan Posisi
Awitan Serangan

Vertigo Penyakit TIA arteri Benign


paroksismal Meniere, tumor vertebro- paroxysmal
fossa cranii basilaris, positional
posterior, epilepsi, vertigo vertigo (BPPV)
transient akibat lesi
ischemic attack lambung
(TIA) arteri
vertebralis

Vertigo kronis Otitis media Kontusio serebri, Hipotensi


kronis, sindroma paska ortostatik,
meningitis komosio, vertigo servikalis
tuberkulosa, multiple
tumor serebelo- sklerosis,
pontine, lesi intoksikasi obat-
labirin akibat zat obatan
ototoksik

Vertigo akut Trauma labirin, Neuronitis -


herpes zoster vestibularis,
otikus, labirinitis ensefalitis
akuta, vestibularis,
perdarahan multipel
labirin sklerosis
Tabel. Gejala yang sering menyertai vertigo Vertigo Periferal
(Vestibulogenik) Vertigo Sentral (Non-Vestibuler)

NO Vertigo Periferal Vertigo Sentral (Non-Vestibuler)


(Vestibulogenik)

1 Pandangan gelap Penglihatan ganda


2 Rasa lelah dan stamina Sukar menelan
menurun
3 Jantung berdebar Kelumpuhan otot-otot wajah
4 Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah
5 Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran terganggu
6 Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata-kata
7 Otot terasa sakit Hilangnya koordinasi
8 Mual dan muntah Mual dan muntah
9 Memori dan daya pikir Tubuh terasa lemah
menurun
10 Sensitif pada cahaya terang dan
Suara

11 Berkeringat
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara
lain penyakit penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan
akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan
keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular
neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis
(radang di bagian dalam pendengaran).
Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak
normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu
daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
GEJALA VERTIGO VERTIGO
VESTIBULER VESTIBULER
TIPR TIPE SENTRAL
PERIFER

1. Bangkitan vertigo. Lebih Lebih lambat.


mendadak.

2. Derajat vertigo. Berat. Ringan.

3. Pengaruh gerakan kepala. + -

4. Gejala autonom (mual- ++ +


muntah, keringat dingin).

5. Gangguan pendengaran + -
tinitus, tuli.

6. Tanda fokal otak. - +

Referensi : Mardjono, Mahar & Sidharta, Priguna. (2012) Neurologi Klinis


Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
4. Mengapa keluhan bertambah saat melihat ke sisi kanan tubuh?

Adanya gangguan dari system vestibular menimbulkan berbagai


gejala antara lain vertigo, nystagmus, ataksia, mual muntah, berkeringat
dan psikik. Gejala tersebut dapat timbul bersamaan, sendiri atau secara
bergantian. Gejala tersebut dipengaruhi oleh derajat, sumber, maupun jenis
dari rangsangan.

Fungsi dari sistem vestibular terletak pada kanalis semisirkularis


yang berada pada dalam apparatus vestibular, terisi cairan yang apabila
bergetar berfungsi mengirim informasi tentang gerakan sirkuler atau
memutar. Ketiga kanalis semisirkularis bertemu di vestibulum yang
terletak berdekatan dengan koklea. Adanya kerjasama dari mata dan
system vestibular mengakibatkan terjaganya pandangan agar benda
terlihat dengan jelas ketika bergerak. Hal ini disebut dengan reflex
vestibular-okular.

Gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis memberi pesan kepada otak


bagaimana kecepatan kepala berotasi, ketika kepala mengangguk, atau
saat kepala menoleh. Setiap kanalis semisirkularis memiliki ujung yang
menggembung dan berisi sel rambut. Adanya rotasi kepala mengakibatkan
gerakan/aliran cairan yang akan mengubah posisi pada bagian ujung sel
rambut terbungkus jelly-like cupula. Selain kanalis semisirkularis, terdapat
organ yang termasuk dalam bagian system vestibuler yaitu sakulus dan
utrikulus. Kedua organ tersebut termasuk dalam organ otolit memiliki
otokonia yaitu sel rambut terbungkus jelly-like layer bertabur batuan kecil
kalsium.

Saat kepala menengadah maupun posisi tubuh berubah, terjadilah


pergeseran batuan kalsium karena pengaruh gravitasi. Akibatnya, sel
rambut menjadi bengkok sehingga terjadinya influx ion kalsium yang
selanjutnya neurotransmitter keluar memasuki celah sinap dan ditangkap
oleh reseptor. Selanjutnya, terjadi penjalaran impuls melalui nervus
vestibularis menuju tingkat yang lebih tinggi. Adanya system verstibular
bekerja sama dengan system visual dan proprioseptik membuat tubuh
dapat mempertahankan orientasi atau keseimbangan.

Sistem keseimbangan pada manusia adalah suatu mekanisme yang


kompleks terdiri dari input sensorik bagian dari alat vestibular, visual
maupun proprioseptif. Ketiganya menuju otak dan medulla spinalis,
dimodulasi dan diintegrasikan aktivitas serebrum, system limbic, system
ekstrapiramidal, dan korteks serebri dan mempersepsikan posisi tubuh dan
kepala saat berada dalam ruangan, mengontrol gerakan mata, dan fungsi
sikap static dan dinamik. Adanya perubahan pada input sensorik, organ
efektor maupun mekanisme integrasi mengakibatkan perseps vertigo,
adanya gangguan pada bola mata, dan gangguan keseimbangan.
Kehilangan pada input dari 2 atau lebih dari system verstibular
mengakibatkan hilangnya keseimbangan sehingga terjatuh.

Ref : Prasetyo, DK. 2017. Vertigo. Universitas Muhammadiyah

Semarang.
5. Jelaskan hubungan antar gejala yang sesuai dengan skenario!
Keluhan Utama: Pusing Berputar

Sebagian besar penyebabnya adalah ketidakseimbangan


impuls sensorik yang berhubungan dengan pergerakan yang
mencapai otak melalui tiga sistem persepsi yang berbeda; visual,
vestibular, dan somatosensorik (proprioseptif). Hal ini dikenal
sebagai hipotesis konflik sensorik atau polysensory mismatch.
Bahkan pada individu yang normal, berbagai jenis pergerakan yang
”tidak biasa” dapat mencetuskan vertigo. Manifestasi motion
sickness otonomik (nausea,pucat, hipotensi, fatigue, menguap,
diaphoresis, dan muntah), sedangkan vertigo sendiri biasanya
menyebabkan gejala yang lebih ringan pada pasien dan dapat tidak
diperhatikan. Pasien yang normal dapat menderita motion sickness
berat ketika terjadi konflik sensorik yang hebat, misalnya ketika
berada di dek bawah sebuah kapal yang besar. Pada situasi ini,
sistem visual melaporkan bahwa lingkungan dalam keadaan
stasioner, berkebalikan dengan gerakan terus-menerus yang
disampaikan oleh sistem vestibularis.

Keluhan Penyerta: Mual, Muntah, dan Keringat Dingin

Vertigo vestibular menyebabkan nausea dan muntah,


setidaknya pada awalnya, serta kecenderungan untuk jatuh ke sisi lesi.
Iritasi pada alat keseimbangan dan hubungan-hubungan sentralnya
akan menimbulkan vertigo, yang selanjutnya akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan pada posisi berjalan atau berdiri, serta
kecenderungan untuk jatuh. Mengingat sistem vestibular juga
berhubungan dengan formasio retikularis di batang otak, maka
keluhan sering dibarengi dengan nausea, muntah, pucat, keringat
dingin dan lain-lain. Keluhan vertigo sendiri dapat disebabkan oleh
berbagai gangguan seperti pada: (1) Sistem okuler; gangguan otot
mata, diplopia,oftalmolpegia (2) Sistem akustik; obstruksi telinga,
infeksi labirin, perilabirin, otitis media, mastoiditis, perdarahan di
dalam labirin, emboli labirin, dan kolesteatoma. (3) Sistemik;
penyakit jantung, aterosklerosis, hipertensi, anemia, alergi, sindroma
sinus kavernosus, penyakit gout, diabetes, hipotiroid, avitaminosis,
obat-obatan dan infeksi fokal (4) Neurologis; tumor neurinoma
akustikus, aneurisma, arakhnoiditis, gangguan batang otak, gangguan
serebelum, psikogenik.

Sumber:

M. Frotscher, M. Baehr. 2017. Diagnosis TopikNeurologi DUUS.


Jakarta:EGC.

Satyanegara,dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis yang sesuai dengan skenario!
i. Anamnesis

Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang,


berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu
diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo.
Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil
wakti, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronikm progresif atau membaik. Beberapa penyakit
tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada
gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi
alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang
diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik
seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru
dan kemungkinan trauma akustik.
ii. Pemeriksaan fisik

Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan


sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat
berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap
keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat
kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi,
hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus
ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian
penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi
simtomatik yang sesuai.
iii. Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik,


tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising
karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu
diperiksa.
iv. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :


1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada
posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan
di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu
menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun
dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan
fase lambat ke arah lesi.
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan
sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan
berulang- ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah
lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah
ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit;
jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.

v. Pemeriksaan khusus oto-neurologi


Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya
di sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan
kiri. 9 Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita
dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya
menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan
saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji
ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. 10
Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-
10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa
kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan
vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga
kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua
telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air
hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak
setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung
lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya
nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini
dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah
jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan
directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan
pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi
sentral.
c. Elektronistagmogram Pemeriksaan ini hanya dilakukan di
rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata
pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat
dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi pendengaran
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada
11 tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke
yang tuli dan schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti
Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone
Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies
visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot
wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi
motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara
berjalan).
vi. Pemeriksaan penunjang

1. Tes darah.

Dokter akan mengukur jumlah sel darah merah dan putih dalam
tubuh pasien. Apabila jumlah sel darah tidak normal, hal itu dapat
menandakan adanya gangguan pada tubuh, seperti peradangan
atau infeksi yang dapat menjadi penyebab vertigo.

2. Elektroensefalografi (EEG)
Salah satu penyebab utama vertigo adalah adanya gangguan pada
otak. Tes ini menggunakan alat berupa piringan berukuran kecil
yang diletakkan di sekitar kepala (elektrode), yang berfungsi
untuk mengamati aktivitas listrik di dalam otak.

3. Pemindaian

Pada kasus tertentu, dokter akan menyarankan CT scan atau MRI,


guna mendeteksi masalah pada otak.

Referensi :

Akbar,Muhammad. Diagnosis vertigo.2013. Bagian ilmu penyakit saraf


fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
7. Jelaskan diagnosis banding sesuai dengan skenario!
a.) BPPV (benign paroxymal position vertigo)
 Definisi
BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga
dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-
ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal.
 Epidemiologi

Menurut penelitian Mizukoshi et al. (1988) di Jepang,


insidensi BPPV sekitar 10,7 per 100.000 populasi sementara di
Toyama diperkirakan sekitar 17,3 per 100.000 populasi. Penelitian
lain yang dilakukan di Amerika menyebutkan bahwa insidensi
BPPV sekitar 64 per 100.000 populasi per tahunnya dengan usia
lebih dari 40 tahun. Sekitar 64% dari kasus BPPV ini diderita oleh
wanita dan jarang pada usia di bawah 35 tahun tanpa ada riwayat
trauma kepala (John, 2012).

Dalam penelitian lain yang dilakukan di Israel menyebutkan


bahwa sekitar 25,6% pasien didiagnosa BPPV dari keseluruhan
kunjungan ke dokter (Pollak, 2009).

 Etiologi

 Idiopatik (50%)

 Post trauma kepala atau leher

 Infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi

 Patofisiologi

 Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith


yang terdiri dari kalsium karbonat yang berasal dari makula lepas
dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular.
 Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan
pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat
bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), mereka
menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula
pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo.

 Diagnosis

Anamnesis

I. bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar, tujuh keliling,


rasa naik perahu dan sebagainya.

II. Keadaan yang memprovokasi, perubahan posisi kepala,


kelelahan, ketegangan.

III. Waktu, tiba-tiba, perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal,


kronik progresif atau membaik.

IV. Gangguan pendengaran +/-

V. Riwayat penyakit dan pengobatan.

 Faktor resiko

Beberapa penelitian menyatakan bahwa wanita memiliki prevalensi


lebih tinggi menderita BPPV dibandingkan laki-laki sekitar 74% dari
sampel. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon (Dorigueto et al.,
2009). Selain itu, usia lebih dari 60 tahun 7 kali lebih beresiko
dibandingkan usia antara 18-39 tahun. Onset rata-rata penderita sekitar
usia 49,4-80 tahun. Dalam penelitian yang sama disebutkan juga
beberapa faktor resiko lain yang berhubungan dengan BPPV antara lain:

o Depresi
o Hipertensi
o Peningkatan lipid darah
o Diabetes
o Penyakit jantung koroner
o Stroke
o Indeks Massa Tubuh (IMT)
o Merokok, dan
o Migrain

Faktor resiko di atas masih belum ada penelitian yanG


menghubungkannya dengan BPPV, tetapi secara teori hal tersebut dapat
berkaitan dengan kerusakan pembuluh darah salah satunya di telinga
dalam sehingga dapat menginduksi terjadinya BPPV (von Brevern et al.,
2006).

 Manuver diagnostik
o Manuver dix-halpike
o Manuver sidelying
o Tes kalori
 Respon abnormal

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus


yang timbul lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus
menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya
kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih
dari 1 menit.

 Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi

o Manuver epley
Dilakukan setelah test Dix Hallpike abnormal. Caranya:
Dimulai dengan posisi Dix Hallpike. Jika kanal telinga yang
terganggu sebelah kanan, maka CRT juga kanan dan
sebaliknya. Pertahankan posisi saat berbaring dengan kepala
yang menggantung di tepi meja periksa sekitar 1-2 menit.
Kemudian kepala diputar perlahan ke kiri (450) dan
pertahankan beberapa saat. Selanjutnya badan pasien
dimiringkan sehingga pasien menghadap ke lantai. Terakhir
pasien kembali ke posisi duduk dengan kepala menghadap ke
depan. Hindarkan kepala menunduk, berbaring, dan
membungkukkan badan selama sehari.

Test ini bertujuan untuk mendorong partikel keluar


dari kanalis semisirkularis dan masuk kembali ke utrikulus.
Gejala yang sering dikeluhkan pasien setelah test ini seperti:
kaku leher, spasme otot karena kepala tegak dalam

beberapa waktu, vertigo berat saat test, sering merasa mual


dan muntah. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk duduk
tenang beberapa saat sebelum pulang

o Manuver Liberatory (semont)

Test ini dilakukan sesuai dengan kanal yang terlibat.


Misalnya kanal posterior kanan, maka test juga dilakukan ke
arah kanan dengan posisi kepala diputar menghadap ke kiri
dan sebaiknya. Pasien duduk di meja periksa dengan kepala
diputar menghadap ke kiri 450. Kemudian secara cepat
pasien dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala
menggantung. Setelah 1 menit, pasien kembali ke posisi
duduk awal secara cepat dan kemudian ke posisi side lying
kiri (posisi baring ke sisi kiri) dengan posisi kepala menoleh
450 ke kiri. Pertahankan selama 1 menit. Terakhir kembali
ke posisi duduk awal secara perlahan. Catatan : jika yang
terlibat kanal anterior kanan: test dilakukan ke arah kanan
dengan posisi kepala diputar menghadap ke kanan, begitu
juga sebaliknya

o Latihan Brand-Daroff

Latihan ini dapat dilakukan pasien di rumah tanpa bantuan


therapist.Caranya :

Pasien dalam posisi duduk kepala menoleh ke arah


berlawanan dari posisi pencetus vertigo (misalnya kepala
menoleh ke kanan). Tahan selama 30 detik. Kemudian
berbaring dengan cepat ke sisi berlawanan (sisi kiri). Tahan
selama 30 detik. Secara cepat duduk kembali.Selanjutnya
posisi kepala menoleh ke sisi sebelahnya (ke kiri). Tahan
selama 30 detik. Berbaring ke sisi berlawanan (kanan)
selama 30 detik dan kembali duduk seperti semula. Latihan
ini dilakukan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari minimal 2
hari.sampai vertigo menghilang.

2. Farmakologi

3. Pembedahan

Pada penderita dengan riwayat trauma.Penanganan yang cepat


dan tepat prognosis.
 prognosis
o Penanganan yang cepat dan tepat prognosis baik
o BPPV kadang recurrent sehingga mengganggu kualitas hidup
pasien.

Referensi

1. Jurnal Medical Unhas : Benign Proxymaly Position Vertigo

2. Edward.2016. Benign Proxymaly Position Vertigo.Universitas


Sumatra Utara

b.) Meniere Disease


 definisi
Meniere adalah kelainan pada telinga dalam dengan
karakteristik vertigo spontan episodik rekuren, ketulian fluktuatif
dan tinitus, sering disertai dengan rasa penuh pada telinga. Oleh
AAO-NHS American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery sebagai sindrom idiopatik hidrops endolimfatik. Kelainan
ini dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu idiopatik (tidak diketahui
penyebabnya) yang disebut sebagai Meniere's disease atau hidrops
endolimfatik idiopatik sekunder oleh karena berbagai kelainan pada
telinga dalam yang disebut sebagai Meniere's syndrome.
 Epidemiologi
Meniere's disease paling sering terdapat pada usia 40 dan 60
tahun, walaupun usia lebih muda juga dapat terkena. Insiden
diperkirakan antara 50-350 per 100000 per tahun (James&Burton,
2011). Di Amerika Serikat, prevalensi sekitar 200 per 100000 orang
dan insidensi sekitar 15 per 100000 orang per tahun. Prevalensi
diperkirakan lebih rendah pada populasi di Jepang dan Skandinavia
antara 20 sampai 45 per 100000 orang. Laki-laki dan perempuan
tidak ada perbedaan. Sekitar ½-2/3 kasus menyerang hanya satu
telinga. Pada kasus bilateral, telinga sebelahnya dapat terserang
dalam lima antara 20 tahun setelah onset penyakit.
 Etiologi
Penyebab pasti belum jelas. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan penyakit ini:
1. Familial 5-20% mempunyai keluarga yang mempunyai gejala
yang sama.
2. Faktor geografis/etnis : banyak terdapat di Eropa utara dan
Amerika utara
3. Anomali dan malformasi fisik.
4. Genetik, akibat mutasi gen COCH
5. Autoimun
6. Otosklerosis
7. Gangguan vaskularisasi telinga dalam, terutama stria vaskularis
8. Gangguan regulasi otonom system endolymph
9. Alergi lokal telinga dalam, menyebabkan edema dan gangguan
kontrol otonom
10. Manifestasi lokal labirin akibat penyakit sistemik seperti
gangguan tiroid atau metabolisme glukosa.
11. Infeksi virus : ditemukan IgE spesifik untuk virus herpes
simplex tipe I,II, Epsten bar, citomegalo.
12. Trauma kapitis.
13. Faktor psikologis : kepribadian psikosomatik dan neurosis.
 Patofisiologi
Penyebab pasti Meniere's disease tidak diketahui. Hidrops
endolimfatik diopatik sebagai akibat dari balans cairan yang
abnormal di telinga dalam dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Serangan vertigo merupakan akibat dari peningkatan volume akut
dari kompartemen endolimfatik dengan ruptur labirin membranosa
dan melepaskan K eggi diruang perilimfatik. Ruptur berulang
membran menyebabkan destruksi progresif labirin dengan
ditemukannya ketulian dan hilang timbulnya serangan vertigo.
 Gejala klinis
Gejala Meniere sangat bervariasi, tidak semua penderita mengalami
gejala yang sama. Namun, yang disebut "Classic Meniere" dianggap
memiliki empat gejala berikut :
o Episode periodik vertigo (pusing berputar).
o Berfluktuasi, progresif, unilateral (pada satu telinga) bilateral (di
kedua telinga) kehilangan pendengaran, biasanya pada frekuensi
rendah
o Tinnitus unilateral atau bilateral
o Sebuah sensasi penuh atau tekanan dalam satu atau kedua telinga.
 Diagnosis
Disease menurut American Academy of Otolaryngology-Head and
Neck Surgery (AAO-HNS, 1995), yaitu:

1. Certain Meniere's disorder Definite Meniere's disorder disertai


dengan konfirmasi pemeriksaan histopatologi.
2. Definite Meniere's disorder
o Dua atau lebih episode vertigo setidaknya >20 menit.
o Setidaknya didapatkan adanya gangguan pendengaran pada 1
kali pemeriksaan audiometri.
o Tinnitus atau sensasi penuh dalam telinga.
o Penyebab lain telah disingkirkan.
3. Probable Meniere's disorder
o Satu episode definitif vertigo.
o Setidaknya didapatkan adanya gangguan pendengaran pada 1
kali pemeriksaan audiometri.
 Terapi
1. Terapi farmakologi
 Anti vertigo : antara lain betahistine 48 mg/hari
 Diuretik : Hdrochlorthiazide 50 mg/hari, acetazolamide 250
mg/hari
 Steroid : predniso ne 80 mg/hari selama 7 hari kemudian
diturunkan bertahap.
 Anti histamin
2. Terapi diet
 Rendah garam (1,5-2 gram sehari)
 Tinggi kalium, tinggi protein
 Hidrasi
 Hindari faktor pencetus
3. Terapi intervensi non destruktif:
 Injeksi steroid intratimpanik
 Endolymphatic sac-mastoid decompression and/or shunt
4. Terapi intervensi destruktif
 Injeksi gentamisin intratimpanik (chemical labyrinthectomy)
5. Terapi rehabilitasi/adaptasi.
Referensi :Sri budhi Rianawati dkk.2017. Buku Ajar Neurologi
Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto. Laboratorium
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
RS Saiful Anwar Malang. Halaman 259-265.
c. Labirinitis
 Definisi
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini
dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik atau
merupakan suatu proses tunggal pada labirin saja. Labirinitis bakteri
sering disebabkan oleh komplikasi intra temporal dari radang telinga
tengah. Penderita otitis media kronik yang kemudian tiba-tiba vertigo,
muntah dan hilangnya pendengaran harus waspada terhadap
timbulnya labirinitis supuratif.
 Klasifikasi dan patofisiologi

Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis


bakteri (supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga
telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui
foramen rotundum dan foramen ovale tapi dapat juga timbul sebagai
perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui cairan yang
menghubungkan ruang subaraknoid dengan ruang perilimf di koklea,
melalui akuaduktus koklearis atau melalui daerah kribrosa pada dasar
modiolus koklea.

Schuknecht (1974) membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium:

1. Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat


perubahan kimia di dalam ruang perilimf yang disebabkan oleh proses
toksik atau proses supuratif yang menembus membran barier labirin
seperti melalui membran rotundum tanpa invasi bakteri.
2. Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam
ruang perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada
keadaan ini kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan
irreversible.
3. Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan
respons inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama. Keadaan ini
biasanya merupakan suatu komplikasi dari penyakit telinga tengah
kronis dan penyakit mastoid.
4. Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana terkontrolnya
proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya jaringan fibrous
sampai obliterasi dari ruangan labirin dengan terbentuknya kalsifikasi
dan osteogenesis. Stadium ini disebut juga stadium penyembuhan.

Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh


berbagai macam virus. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya
berbagai penyakit yang disebabkan virus dengan gejala klinik yang
berbeda seperti infeksi virus mumps, virus influenza, dll. Labirinitis
secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu:

1. Labirinitis lokalisata (labirinitis sirkumskripta, labirinitis serosa)


merupakan komplikasi otitis media dan muncul ketika mediator toksik
dari otitis media mencapai labirin bagian membran tanpa adanya bakteri
pada telinga dalam.
2. Labirinitis difusa (labirinitis purulenta, labirinitis supuratif) merupakan
suatu keadaan infeksi pada labirin yang lebih berat dan melibatkan akses
langsung mikroorganisme ke labirin tulang dan membran.
 Gejala dan tanda

Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari


gangguan fungsi vestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinya vertigo
dan kurang pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba.
Pada sebagian besar kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan
waktu dan kerusakan yang terjadi juga bersifat reversible. Pada labirinitis
difusa (supuratif), gejala yang timbul sama seperti gejala pada labirinitis
lokalisata tetapi perjalanan penyakit .

Pada labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati


gangguan vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai
nistagmus. Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada
penderita ini tidak dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga.
Penderita berbaring dengan telinga yang sakit ke atas dan menjaga kepala
tidak bergerak. Pada pemeriksaan telinga tampak perforasi membrana
timpani.

Pada labirinitis viral, penderita didahului oleh infeksi virus seperti


virus influenza, virus mumps, timbul vertigo, nistagmus kemudian setelah
3-5 hari keluhan ini berkurang dan penderita normal kembali. Pada
labirinitis viral biasanya telinga yang dikenai unilateral.
 Patogen penyebab

Pada labirinitis akut (serous) mikroorganisme penyebab S.


pneumoni, Streptokokus dan Hemofilus influenza. Pada labirinitis kronik
mikroorganisme penyebab biasanya disebabkan campuran dari basil gram
negatif, Pseudomonas, Proteus dan E.coli. 3 Virus citomegalo, virus
campak, mumps dan rubella (measles, mumps, rubella = MMR), virus
herpes, influenza dan HIV merupakan patogen penyebab pada labirinitis
viral.

 Diagnosis

Gambaran klinik dengan adanya gangguan vestibular dan kurangnya


pendengaran didapati juga pada abses serebellum, miringitis bulosa dan
miringitis hemoragika. Pemeriksaan telinga yang teliti diperlukan pada
kasus ini seperti pemeriksaan audiogram, kultur dan CT Scan. Pada
miringitis didapati rasa sakit akut di telinga sedangkan abses serebelum
dapat dipisahkan dengan CT scan. Gangguan fungsi pendengaran pada
labirinitis adalah suatu sensorineural hearing loss.

 Terapi

Prinsip terapi pada labirinitis adalah:

1. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan


vestibulokoklea yang lebih lanjut.
2. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya.

Pengawasan yang ketat dan terus menerus harus dilakukan untuk


mencegah terjadinya perluasan ke intrakranial dan di samping itu dilakukan
tindakan drainase dari labirin. Antibiotika diberikan untuk mencegah
terjadinya penyebaran infeksi. Jika tanda rangsangan meningeal dijumpai
maka tindakan pungsi lumbal harus segera dilakukan.
Referensi : Askaroellah Aboet.2006.Labirinitis. Departemen THT-KL FK-
USU/RSUP H. Adam Malik, Medan.

8. Bagaimaan penatalaksanaan awal sesuai dengan scenario ?


Penatalaksanaan awal yang sesuai dengan scenario terdiri dari non
farmakologi dan farmakologi
a.) Non farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah
suatu penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan
dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle
Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-
manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.
Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti
mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi
karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke
segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke
kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien
tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari
risiko jatuh.
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk
mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula
utrikulus. Ada 4 manuver yang dapat dilakukan tergantung dari
varian BPPV nya.
 Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada
kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi
yang sakit sebesar 45°, lalu pasien berbaring dengan kepala
tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan
90° ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral
dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi
duduk secara perlahan.

(gambar maneuver epley)

 Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis


kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta
duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu
secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan
selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi.
Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.

(gambar maneuver Semont)


 Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe


kanal lateral. Pasien berguling 360°, yang dimulai dari posisi
supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat,
diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi
ventral dekubitus.

Pasien kemudian menoleh lagi 90° dan tubuh kembali ke


posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-
masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi
lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.

(gambar manuver Lempert )


 Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah
dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan
pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau
Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.
Latihan Brandt Daroff dilakukan dengan cara sebagai
berikut: Pasien diminta untuk bergerak dengan cepat dari posisi
duduk ke posisi berbaring pada sisi yang mencetuskan vertigo
(kepala pasien menoleh ke sisi kontralateral sejauh 45 derajat)
selama minimal 30 detik. Bila timbul vertigo, pasien tetap dalam
posisi tersebut hingga vertigo hilang. Selanjutnya pasien kembali
ke posisi duduk dengan cepat dan tetap dalam posisi duduk selama
30 detik. Setelah itu pasien berbaring ke sisi kontralateral dengan
kepala menoleh menjauhi sisi tersebut selama 30 detik dilanjutkan
dengan kembali ke posisi duduk selama 30 detik.

(gambar latihan Brandt-Daroff)


b. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak
secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan
untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah
yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah
melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut
juga pengobatan suppresant vestibular.
 Golongan antihistamin: depenhiramin, antihistamine
mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat
mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.
 Golongan histaminergik : betahistin dosis 4 x 6 mg/hari
 Golongan calcium antagonis :flunarizin dosis 2-3 x 10 mg/hari
 Golongan antikolinergik : metoclopropamid 3 x 10 mg/hari.
 Golongan benzodiazepine: diazepam dan clonazepam,
Benzodiazepine dapat mengurangi sensasi berputar.

c. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah
menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang
hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah
disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk
melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya
mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa.Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi
yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf
ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun
lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.

Referensi :
1) Purnamasari PP. Diagnosis dan tatalaksana benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV). Balai Peneribit Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
2) Munir,Badrul.2015.Neurologi Dasar.dosen neurologi fakultas
kedokteran Universitas negeri Malang.hal 320.

Anda mungkin juga menyukai