Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL

BLOK MATA
SKENARIO 2

“Mata Saya Merah, kenapa ya?”

KELOMPOK XX

RIZKI ARDIANSYAH G0016188


TIMOTHI MANURUNG G0016216
ULFIANA NAFIZA G0016218
VARISANTI NALINA G0016220
VINDY VARANICA G0016222
WAHYU GADING G0016224
WENNY WIDYAWATI G0016226
WINDA RAHAYUNINGTYAS G0016228
WULANDHARI G0016230
YOGI IRWANSYAH G0016234
ZUMROTUL AYU G0016238

Tutor : Amandha Boy, dr.,MmedEd

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 2
Mata Saya Merah, kenapa ya?
Saat dokter Bella jaga di Puskesmas, mendapatkan dua orang pasien:
Paien pertama: anak laki-laki, 10 tahun, diantar orang tuanya dengan keluhan
mata kanan merah sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mata kanan
terasa gatal, berair dan nyeri ringan, serta kelopak mata bengkak dan lengket
ketika bangun tidur di pagi hari. Pasien tidak mengeluh pandangan mata kanannya
kabur ataupun silau. Pada pemeriksaan didapatkan: VOD 6/6, pada konjungtiva
bulbi dan konjungtiva palpebra hiperemis, didapatkan sekret, kornea jernih.
Dokter Bella kemudian memberikan terapi dan mempersilakan pasien pulang.
Pasien kedua: Seorang laki-laki usia 40 tahun datang ke klinik dokter umum
dengan keluhan mata kiri merah sejak satu hari yang lalu. Selain itu ia merasakan
nyeri, cekot-cekot, pandangan kabur dan silau.
Pada pemeriksaan didapatkan VOS 5/60, uji pinhole tidak maju, kelopak mata
bengkak dan spasme, didapatkan konjungtiva hiperemis, kornea tampak tidak
jernih.
Dokter mendiagnosis dan memberikan terapi pendahuluan, kemudian merujuk
pasien tersebut ke dokter spesialis mata.

2
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah 1 : Klarifikasi istilah dan konsep


1. Konjungtiva palpebra : Konjungtiva yang melapisi kelopak mata
2. Konjungtiva bulbi : Konjungtiva yang melapisi bagian anterior
bulbus occuli

B. Langkah 2 : Menetapkan/mendefinisikan masalah


1. Mengapa pada pasien 1 tidak ada keluhan pandangan kabur dan silau?
2. Apa saja penyebab gejala (merah, gatal, nyeri ringan, berair) pada pasien
1?
3. Mengapa keluhan hanya pada salah satu sisi mata (unilateral)?
4. Mengapa pada pasien 1 ada keluhan mata bengkak dan lengket pada pagi
hari?
5. Bagaimana anatomi konjungtiva?
6. Apa terapi yang diberikan dokter pada pasien 1?
7. Mengapa pada pasien 1 tidak ada gangguan visus?
8. Apa saja penyebab mata merah dan nyeri cekot-cekot pada pasien 2?
9. Bagaimana patofisiologi mata merah?
10. Mengapa uji pinhole pasien 2 tidak maju?
11. Apa terapi pendahuluan yang diberikan dokter pada pasien 2?
12. Mengapa pada pasien 2 terdapat gejala spasme palpebra?
13. Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja pasien 1 dan 2?
14. Apa kaitan faktor usia dengan keluhan yang dialami pasien?
15. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien 1 dan
2?
C. Langkah 3 : Analisis masalah
1. Pandangan tidak kabur menunjukkan bahwa media refrakta normal atau
tidak mengalami gangguan. Pandangan tidak silau menunjukkan fungsi
iris untuk miosis dan midriasis serta retinanya (stratum pigmen) masih
normal.

3
2. Konjungtiva divaskularisasi oleh arteri konjungtiva posterior, arteri
perikornea dan arteri palpebra anterior. Mata merah dan gatal diakibatkan
adanya reaksi alergi yang dimediasi oleh IgE yang lebih lanjut
menginduksi sekresi kelenjar lakrimalis. Sekresi kelenjar lakrimalis ini
yang menyebabkan mata pasien berair. Sekret yang dikeluarkan berfungsi
sebagai proteksi mata.
3. Keluhan unilateral bisa menjadi fase awal biasanya < 4 minggu. Karena
terasa gatal/mengganggu, pasien akan mengucek matanya sehingga
menyebar menjadi bilateral. Keluhan bilateral secara langsung bisa
disebabkan adanya iritan yang mengenai kedua mata.
4. Mata yang bengkak disebabkan karena adanya reaksi peradangan. Mata
lengket di pagi hari merupakan hasil penumpukan sekret dari kelenjar
lakrimal yang disekresi pada malam hari. Sekret ini mengandung debris
sel dari pertahanan sistem imun sehingga konsistensinya lengket.
5. Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melekat ke posterior dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbital di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Lapisan konjungtiva terdiri dari epitel kolumner
kompleks 2-3 lapis. Diantara sel epitel terdapat sel goblet yang dapat
mensekresikan mukus. Mukus yang dihasilkan digunakan untuk melapisi
bulbus oculi. Stroma terdiri dari selapis adenoid (superfisial) dan selapis
fibrosa (profunda). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
tarsus dan tersusun longgar pada mata. Vaskularisasi konjungtiva terdiri
dari :

4
- A. Ciliaris yang bercabang menjadi a. Konjungtiva anterior dan a.
Konjungtiva posterior bertugas menyuplai darah konjungtiva bulbi.
- A. Palpebralis medial et lateral bertugas menyuplai darah konjungtiva
palpebra.
- A. Ophtalmica yang bercabang menjadi a. Centralis retina, a. Palpebra
medial dan a. Lacrimalis. A. Lacrimalis berlanjut menjadi a. Palpebra
lateralis.
6. Terjawab di jump 7.
7. Pasien 1 tidak mengalami gangguan visus karena tidak ada kelainan pada
media refrakta (kornea, aqueous humor, lensa dan vitreous humor) serta
tidak ada kelainan organik.
8. Pada pemeriksaan didapatkan kornea tidak jernih, kemungkinan karena
terjadinya inflamasi dan trauma kornea. Untuk mengetahui penyebab
dapat dilakukan anamnesis mengenai gaya hidup pasien atau dilakukan
pemeriksaan penunjang. Selain itu kornea tidak jernih juga dapat
diakibatkan peningkatan aqueous humor sehingga terjadi peradangan.
9. Mata merah terjadi karena pelebaran pembuluh darah konjungtiva akibar
peradangan. Pelebaran pembuluh darah ini dapat berupa
peningkatan/penurunan asupan pada pembuluh darah atau
pelebaran/rupturnya pembuluh darah tersebut. Terdapat dua jenis mata
merah yaitu injeksi konjungtiva dan injeksi siliar. Injeksi konjungtiva
terjadi pada arteri konjungtiva posterior dengan karakteristik warnanya
merah segar, tidak ada fotopobia, ukuran pupil normal, terdapat pada
fornix konjungtiva. Sedangkan injeksi siliar terjadi pada arteri ciliaris
anterior memiliki karakteristik terdapat fotopobia, pupil irregular, warna
keunguan, pembuluh darah tidak tampak.
10. Uji pinhole digunakan untuk membedakan penurunan visus disebabkan
oleh kelainan pada media refrakta atau organik. Jika uji pinhole maju
artinya terjadi kelainan media refrakta sedangkan uji pinhole tidak maju
artinya terjadi kelainan organik. Pada pasien 2 uji pinhole tidak maju
artinya kemungkinan penurunan visus dikarenakan kelainan organik.
11. Terjawab di jump 7.

5
12. Spasme palpebra merupakan kelainan dimana m. orbicularis oculi
berkontraksi secara involunter, disebabkan oleh adanya defek pada jalur
persarafan mata, limbus sensorik yang mengatur stimulus multifaktorial
termasuk cahaya, kornea atau kelopak mata yang terjadi iritasi, nyeri,
emosi, stress dan stimulan trigeminus lainnya. Stimulus ini menuju pusat
kontrol yang dapat mengalami kelemahan pada trauma dan bertambahnya
usia. Selain itu, kelainan juga dapat disebabkan karena adanya gangguan
pada ganglion basalis yang mengakibatkan peningkatan aktivasi
neurotransmitter asetilkolin sehingga n. facialis merangsang kontraksi
dari m. orbicularis oculi.
13. Pasien 1:
- Konjungtivitis bakterial
- Konjungtivitis viral
- Konjungtivitis alergi
Pasien 2:
- Glaukoma
- Keratitis
14. Pasien anak-anak dapat dipengaruhi oleh tingkat higienitas yang rendah
15. Pemeriksaan penunjang
Pasien 1 Pasien 2
Eksudat/kerokan konjungtiva yang Pengukuran tekanan intra okuler
dilakukan secara mikroskopis (TIO)
dengan pewarnaan gram dan
giemsa
Oftalmoskopi Slit lamp
Slit lamp Uji fluorosensi untuk memeriksa
kerusakan kornea
Uji mikrobiologi Kerokan kornea untuk
memeriksa mikroorganisme

D. Langkah 4 : Mengiventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang


didapatkan pada langkah 3

6
Mata merah

Visus normal Visus turun

Gejala Gejala
(gatal, berair, nyeri, palpebra (nyeri, pandangan kabur dan
bengkak, sekret lengket, silau, spasme dan edema
konjungtiva hiperemi, kornea palpebra, konjungtiva hiperemis,
jernih) kornea tidak jernih)

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik

Diagnosis banding

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis kerja

E. Langkah 5 : Merumuskan sasaran pembelajaran


Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan mengenai:
1. Anatomi konjungtiva.
2. Perbedaan injeksi konjungtiva dan injeksi siliaris.
3. Perbedaan hiperemis konjungtiva bulbi dan hiperemis konjungtiva
palpebra.
4. Perbedaan konjungtivitis akibat bakteri, virus dan alergi dari hasil
anamnesis.
5. Perbedaan glaukoma sudut terbuka dan tertutup.
6. Etiologi, epidemiologi, patofisiologi, faktor risiko, prognosis dan
komplikasi dari diagnosis banding dan diagnosis kerja pada skenario.
7. Tatalaksana yang dapat diberikan.

7
8. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada mata yang sesuai
dengan skenario.
F. Langkah 6 : Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi
kelompok
Pengumpulan informasi telah dilakukan oleh masing-masing anggota
kelompok kami dengan menggunakan sumber referensi ilmiah seperti buku,
jurnal, review, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan skenario ini.
G. Langkah 7 : Melakukan sintesis dan pengujian informasi-informasi yang
terkumpul
1. Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan
dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.

8
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal
berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat
mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan
adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan
adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai
setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan
penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada
mata.
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama
dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular
konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan
dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif
sedikit.
2. Injeksi konjungtiva
Terjadi pelebaran pembuluh darah arteri konjungtiva posterior. Hal ini
dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada
jaringan konjungtiva. Injeksi konjungtiva mempunyai sifat :
 Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan karena arteri
konjungtiva posterior melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi.
 Terutama didapatkan di daerah forniks
 Ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian perifer. Terjadi karena
asalnya dari bagian perifer atau arteri siliar anterior
 Berwarna merah segar
 Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan hilang sementara
 Gatal
 Fotofobia negatif
 Pupil ukuran normal dengan reaksi normal
Injeksi siliar

9
Melebarnya pembuluh darah perikornea (a. siliaris anterior) atau injeksi
siliar atau injeksi perkornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea,
benda asing pada kornea, radang jaringan uvea, glaukoma, endofthalmitis
ataupun panofthalmis. Sifat injeksi siliar:
 Berwarna lebih ungu
 Pembuluh darah tidak tampak
 Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan
karena menempel erat dengan jaringan perikornea
 Ukuran sangat halus terletak di sekitar kornea
 Pembuluh darah perikornea tidak menciut bila diberi epinefrin atau
adrenalin 1:1000
 Hanya lakrimasi
 Fotofobia
 Sakit tekan yang dalam di sekitar kornea
 Pupil iregular kecil (iritis) dan lebar (glaukoma)
Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliaris
Keratitis, Iridosiklitis,
Kausa Iritasi, Konjungtivitis
Glaukoma Akut
Forniks ke limbus makin Limbus ke forniks makin
Lokasi
kecil kecil
Warna Merah terang Merah padam
Bergerak dengan dengan
Pembuluh darah Tidak bergerak
konjungtiva
Adrenalin Menghilang Menetap
Sekret Sekret (+) Lakrimasi (+)
Intensitas Nyeri Sedikit Nyeri
3. Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi).
Hiperemis konjungtiva bulbi (Injeksi konjungtiva).

10
Kemerahan paling nyata didaerah forniks dan berkurang ke arah limbus,
disebabkan dilatasi arteri konjungtiva posterior akibat adanya peradangan.
Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakterial, dan warna
keputihan mirip susu mengesankan konjungtivitis alergi.
Pada skenario, pasien pertama kemungkinan mengalami konjungtivitis
akut dimana terjadi injeksi konjungtiva, sehingga mata tampak merah.
Pada pasien kedua, kemungkinan terjadi injeksi siliar/episkleral akibat
glaukoma akut, sehingga mata tampak ungu/merah gelap.
4. Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu.
Jumlah agen-agen yang patogen dan dapat menyebabkan infeksi pada
mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan obat-
obatan topikal dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya
jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani
transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif.
Konjungtivitis dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan
etiologi/faktor pencetusnya yang dapat digali dari anamnesi.
a. Konjungtivitis bakterial bisa didapatkan dari orang lain di sekitar
pasien yang sudah terinfeksi terlebih dahulu melalui kontak langsung
dengan penderita. Selain itu, konjungtivitis bakterial dapat juga terjadi
pada keadaan imunodefisiensi. Salah satu contoh kontak yang dapat
menyebabkan seseorang tertular konjuntivitis adalah ketika penderita
konjungtivitis mengucek matanya kemudian memegang suatu benda
lalu orang disekitarnya memegang benda tersebut dan menyentuh
matanya tanpa membersihkan kontaminan di tangannya terlebih
dahulu.
b. Konjungtivitis viral bisa didapatkan dari orang di sekitar pasien
melalui kontak langsung dengan penderita, menular melalui droplet
pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.

11
c. Konjungtivitis alergi bisa didapatkan dari kontak dengan alergen.
Dapat digali dari anamnesis riwayat konjungtivitis yang bersifat
kambuhan atau musiman atau kontak dengan hal-hal yang bisa
menjadi alergen seperti bulu hewan, serbuk sari, rumput dan
sebagainya.
Tanda Bakterial Viral Alergik
Injeksi Mencolok Sedang Ringan-
Konjungtivitis sedang
Hemoragi + + -
Kemosis ++ +/- ++
Eksudat Purulen/muko- Jarang, air Berserabut,
purulen (lengket)
putih
Pseudomembran +/- +/- -
Papil +/- - +
Folikel - + -
Nodus + ++ +
preaurikular
Panus - - -
Gatal Sedikit Sedikit Hebat
5. Glaukoma adalah keadaan pada mata dengan tanda khas neuropati optik
glaukomatosa yang menimbulkan kerusakan lapang pandangan progresif
dengan faktor resiko utamanya adalah kenaikan tekanan bola mata.
Secara umum glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola,atrofi papil syaraf optik dan menciutnya
lapang pandang. Dan salah satu tanda utama dari glaukoma adalah
peningkatan tekanan intra okuler (Ilyas).
Klasifikasi Glaukoma:
a. Glaukoma Primer
 Glaukoma Simpleks/Glaukoma Sudut Terbuka Primer kronis
Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor
aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu

12
lambat.
Secara bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu pada kedua
mata) dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan
fungsi penglihatan yang progresif. Hilangnya fungsi penglihatan
dimulai pada tepi lapang pandang dan jika tidak diobati pada
akhirnya akan menjalar ke seluruh bagian lapang pandang,
menyebabkan kebutaan. Glaukoma sudut terbuka sering terjadi
setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anak-anak.
Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan
pada penderita diabetes atau miopia. Glaukoma sudut terbuka lebih
sering terjadi dan biasanya penyakit ini lebih berat jika diderita
oleh orang kulit hitam. Pada awalnya, peningkatan tekanan di
dalam mata tidak menimbulkan gejala. Lama-lama timbul gejala
berupa: penyempitan lapang pandang tepi , sakit kepala ringan,
gangguan penglihatan yang tidak jelas (misalnya melihat lingkaran
di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan).
Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang
menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di
sisi lain ketika penderita melihat lurus ke depan (disebut
penglihatan terowongan). Glaukoma sudut terbuka mungkin baru
menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki.
 Glaukoma Akut / Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya
humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan
pelebaran pupil (misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil
yang digunakan untuk pemeriksaan mata atau obat tertentu) bisa
menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris.
Iris bisa menggeser ke depan dan secara tiba-tiba menutup saluran
humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam mata
secara mendadak. Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata
yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu.

13
Glaukoma akut lebih sering terjadi pada malam hari karena
pupil secara alami akan melebar di bawah cahaya yang redup.
Episode akut dari glaukoma sudut tertutup menyebabkan:
- penurunan fungsi penglihatan yang ringan
- terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya
- nyeri pada mata dan kepala.
Gejala tersebut berrlangsung hanya beberapa jam sebelum
terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan
menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak
dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga mengalami mual
dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan
merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang
terang. Sebagian besar gejala akan menghilang setelah
pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa berulang.
Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang
pandang penderita.
b. Glaukoma Konginental
- Glaukoma konginental primer.
- Glaukoma yang berhubungandengan anomali konginental
 Sindrom pembentukan bilik maa depan
Contoh : sindrom rieger dan anomali peter
iniridia
c. Glaukoma Sekunder
Etiologi:
 Karena kelainan LENSA
 Karena perubahan TRACTUS UVEA
 Karena RUDAPAKSA
 Akibat OPERASI
 Akibat ROBEOSIS IRIDIS
 Akibat KORTIKO STEROID
Ciri-ciri:

14
 Jarang sekali ditemukan di klinik
 Umumnya bilateral
 Umur < 3 tahun à laki-laki > perempuan
 Harus dibedakan : megalokornea
 Biasanya ada gangguan pada sudut COA
 Bersifat resesif
d. Glaukoma absolut
Merupakan akhir dari glaukomayang tidak terkontrol. Cirinya mata
terasa keras tajam pengelihatan nol,dan nyeri mata hebat.
Diperlukan pemeriksaan sebagai berikut:
 Anamnesa
 Pemeriksaan glaukoma / umum :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Visus
3. Pemeriksaan mata luar/flash light
4. Pemeriksaan tekanan bola mata
5. Pemeriksaan bilik depan dan sudut COA/Klinis
6. Pemeriksaan lapang pandangan
7. Pemeriksaan Oftalmoskopi
8. Pemeriksaan Bio-mikroskopi / Slit-lamp
6. Diagnosis banding
a. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata
merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James, 2005).
- Etiologi dan faktor risiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada

15
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian
mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke
orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering
kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin,
2009).
- Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada
mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal
tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal
dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ
sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu
penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotik (Visscher, 2009).
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya
adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim
dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme
pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau
kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi
pada konjungtiva (Amadi, 2009).
- Gejala klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai
injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret
pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada
konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai
edema pada kelopak mata (AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret
dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal.
Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada
pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).

16
- Komplikasi
Komplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis
bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran
blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak
kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar
lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air
mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena
kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk
palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu
mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan
parut pada kornea (Vaughan, 2010).
- Tatalaksana
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai
disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen,
sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk
menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
b. Konjungtivitis virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan
oleh berbagai jenis virus dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri
dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitsi bakteri.
- Epidemiologi
Konjungtivitis virus adalah penyakit mata umum di Amerika
Serikat dan seluruhdunia, perhatian terhadapa penyakit ini tidak
begitu sering, sehingga statisitk akurat mengenaifrekuensi
penderita tidak tersedia. Infeksi virus sering terjadi pada epidemi
dalam keluarga,sekolah, kantor,danorganisasi militerseks
Konjungtivitis virus dapat terjadi sama pada priadan
wanita.Konjungtivitis virus dapat mempengaruhi semua kelompok
umur, tergantung padaetiologi virus tertentu. Biasanya, adenovirus
mempengaruhi pasien berusia 20-40 tahun.HSV primer dan infeksi

17
VZV biasanya mempengaruhi anak-anak dan bayi.Herpes zoster
oftalmikus hasil dari reaktivasi infeksi laten VZV dan dapat
hadirdalam setiap kelompok usia. Biasanya picornavirus
mempengaruhi anak-anak dan orangdewasa muda di kelas sosial
ekonomi rendah.
- Etiologi dan faktor risiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan
penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan.
Selainitu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella
zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus dan
HIV. Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak
dengan penderita dan dapat menular melalui droplet pernafasan,
kontak dengan benda-benda berbahaya yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.
- Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada
setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya
(Hurwits, 2009). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan
penyakit ini dijelaskan pada etiologi.
- Gejala klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan
oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata kelilipan,
mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu
dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi
konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan &
Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga
mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi
umum lainnya seperti sakit kepala dan demam (Senaratne &
Gilbert, 2005).

18
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai
injeksi unilateral, iritasim sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan
dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh
enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri,
fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan,
edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang
dapat terjadi kimosis (Scott, 2010).
- Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti
blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya
pseudomembran dan timbul parut linear halus atau perut datar dan
keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan,
2010).
- Tatalaksana
Konjungtivitis virus terjadi pada anak diatas 1 tahun atau pada
orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak
diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien
konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk
meminimalkan penyebaran infeksi (James, 2005).
c. Glaukoma akut
Glaukoma Akut / Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya
humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan
pelebaran pupil (misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang
digunakan untuk pemeriksaan mata atau obat tertentu) bisa
menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris.
Iris bisa menggeser ke depan dan secara tiba-tiba menutup saluran
humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam mata

19
secara mendadak. Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata
yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu.
Glaukoma akut lebih sering terjadi pada malam hari karena pupil
secara alami akan melebar di bawah cahaya yang redup. Episode akut
dari glaukoma sudut tertutup menyebabkan:
- penurunan fungsi penglihatan yang ringan
- terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya
- nyeri pada mata dan kepala.
Gejala tersebut berrlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya
serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya
fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut.
Penderita juga mengalami mual dan muntah. Kelopak mata
membengkak, mata berair dan merah. Pupil melebar dan tidak
mengecil jika diberi sinar yang terang. Sebagian besar gejala akan
menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa
berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang
pandang penderita.
- Tatalaksana
1) Miotika
Pilocarpine 0.5% - 4%
Carbachol 0.75% - 3%
Esserine 0.25% - 1%
2) Carbonic-Anhydrase Inhibitors
Sistemik :
Acetazolamide : Diamox,glaupax,glaukon
Methazolamide : Naptazone
Ethoxzolamide : Cardrase
Dichlorphenamide : Daramide
Topikal :
Brinzolamide 1% (Azopt) 3 kali
Dorzolamide 2% (Trusopt) 3 kali
3) Symphatomemetic :

20
Epinephrine / Adrenaline
Levo-epinephrine
4) Adrenergic Antagonist
Non selektif : Timolol Maleat 0.25%- 0.50%
d. Keratitis
Keratitis bakteri adalah masalah mata yang serius yang dapat, jika
tidak ditangani dengan tepat, mengarah pada komplikasi yang
mengancam penglihatan seperti jaringan parut kornea, perforasi,
endophthalmitis, dan, akhirnya, kebutaan. Fitur khusus dari keratitis
bakteri adalah perkembangannya yang cepat; kerusakan kornea dapat
selesai dalam 24-48 jam dengan beberapa bakteri yang lebih
ganas. Ulserasi kornea, pembentukan abses stroma, edema kornea di
sekitarnya, dan peradangan segmen anterior merupakan karakteristik
dari penyakit ini.
- Patofisiologi
Gangguan pada epitel kornea utuh dan / atau film air mata yang
abnormal memungkinkan masuknya mikroorganisme ke dalam
stroma kornea, di mana mereka dapat berkembang biak dan
menyebabkan ulserasi. Selain itu, beberapa bakteri dapat
menembus epitel kornea utuh untuk menyebabkan infeksi. Faktor-
faktor virulensi dapat memulai invasi mikroba, atau molekul
efektor sekunder dapat membantu proses infeksi. Banyak bakteri
menampilkan beberapa adhesins pada struktur fimbriated dan
nonfimbriated yang dapat membantu dalam kepatuhan mereka
untuk menjadi tuan rumah sel kornea. Selama tahap awal, epitel
dan stroma di area cedera dan infeksi membengkak dan mengalami
nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus
awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma.
Difusi produk inflamasi (termasuk sitokin) posterior memunculkan
curahan sel-sel inflamasi ke dalam bilik anterior dan dapat
menimbulkan hipopion. Toksin dan enzim bakteri yang berbeda

21
(termasuk elastase dan alkaline protease) dapat diproduksi selama
infeksi kornea, berkontribusi terhadap penghancuran zat kornea.
- Epidemiologi
Insiden keratitis bakteri sangat bervariasi, dengan negara-negara
industri kurang memiliki jumlah pengguna lensa kontak yang jauh
lebih rendah dan, oleh karena itu, secara signifikan lebih sedikit
terkena infeksi terkait lensa.
- Tatalaksana
Terapi tradisional untuk keratitis bakteri adalah antibiotik yang
diperkaya, tobramycin (14 mg / mL) 1 tetes setiap jam bergantian
dengan cefazolin yang diperkaya (50 mg / mL) atau vancomycin
(50mg / mL) 1 tetes setiap jam. Dalam kasus ulkus parah, ini masih
merupakan terapi awal yang direkomendasikan. Obat-obatan ini
tersedia di apotek peracikan khusus atau mungkin juga diperoleh
dari apotek di rumah sakit. Ketika pasien sembuh, penting untuk
meruncing secara tepat dan akhirnya menghentikan antibiotik yang
difortifikasi, karena mereka beracun bagi epitel kornea dan
menghambat penyembuhan.
Dalam praktek saat ini, fluoroquinolones generasi keempat semakin
banyak digunakan sebagai monoterapi, terutama dalam kasus
keratitis yang lebih kecil dan kurang parah. Sementara ini dulunya
terbatas pada kecil, perifer infiltrat, beberapa penelitian sekarang
telah menunjukkan fluoroquinolones menjadi efektif untuk
pengobatan keratitis bakteri. Antimikroba lain juga dapat
digunakan, tergantung pada kemajuan klinis dan temuan
laboratorium.
Fluoroquinolon ophthalmic generasi keempat termasuk
moxifloxacin (VIGAMOX, Alcon Laboratories, Inc, Fort Worth,
TX) dan gatifloxacin (Zymar, Allergan, Irvine, CA), dan mereka
sekarang digunakan untuk pengobatan konjungtivitis
bakteri. Kedua antibiotik memiliki aktivitas in vitro yang lebih baik
terhadap bakteri gram positif daripada ciprofloxacin atau

22
ofloxacin. Moxifloxacin menembus lebih baik ke jaringan okular
daripada gatifloxacin dan fluoroquinolones yang lebih tua; aktivitas
in vitro moxifloxacin dan gatifloxacin terhadap bakteri gram
negatif mirip dengan fluoroquinolones yang lebih
tua. Moxifloxacin juga memiliki karakteristik pencegahan mutan
yang lebih baik daripada fluoroquinolones lainnya. Temuan ini
mendukung penggunaan fluoroquinolones yang lebih baru untuk
pencegahan dan pengobatan infeksi ophthalmic yang serius
(misalnya, keratitis). Mengingat temuan ini, moxifloxacin atau
gatifloxacin dapat menjadi alternatif yang lebih disukai daripada
ciprofloxacin sebagai monoterapi lini pertama pada keratitis
bakteri. Biasanya, dosis setiap 1 jam, sekitar jam.
Fluoroquinolone baru, besifloxacin ophthalmic suspension,
sekarang disetujui untuk pengobatan konjungtivitis bakteri. Ini
secara khusus dikembangkan sebagai persiapan ocular topikal dan
disetujui oleh FDA pada tahun 2009. Ini telah terbukti memiliki
potensi yang lebih tinggi terhadap bakteri anaerob dan gram positif
daripada antibiotik topikal lainnya dan setara dengan
fluoroquinolones lainnya terhadap bakteri gram negatif. Ini juga
memiliki waktu retensi permukaan okular yang lebih tinggi, secara
teoritis memungkinkan dosis yang lebih jarang. Meskipun tidak
disetujui oleh FDA untuk pengobatan keratitis bakteri dan
meskipun kurangnya uji klinis untuk secara prospektif mempelajari
kemanjurannya, beberapa praktisi menggunakan besifloxacin
dalam pengobatan keratitis bakteri.
Selain itu, 0,5% moxifloxacin dan, pada tingkat lebih rendah,
levofloxacin dan ciprofloxacin telah menunjukkan efektivitas yang
signifikan untuk mengurangi jumlah Mycobacterium abscessus in
vivo, menunjukkan potensi penggunaan agen-agen ini dalam
pencegahan keratitis M absesus.

23
Tiga pasien dengan keratitis Acanthamoeba berhasil diobati dengan
aplikasi topikal larutan riboflavin 0,1% dan 30 menit radiasi UV
terfokus pada ulkus kornea.
7. Tatalaksana Konjungtivitas Viral
Simptomatik
Pasien disarankan untuk menggunakan kompres dingin dan lubrikan
seperti air mata buatan untuk kenyamanan.
Vasokontriktor topical dan antihistamin dapat digunakan apabila terdapat
gatal-gatal yang parah, tapi dalam keadaan umum tidak dianjurkan karena
dapat menyebabkan toksisitas lokal dan hipersensitivitas.
Pengobatan Spesifik virus
- Adenovirus : Povidine Iodine 0,8%
- HSV : Gancyclovir topical, solusi dan salep idoxuridine, salep
vidarabine, dan solusi trifluridine. Dianjurkan ke spesialis mata.
- VZV : Acyclovir oral dosis 600-800mg 5 kali sehari selama 7-10
hari untuk menghambat replikasi virus. Valacyclovir 1000mg atau
famciclovir 500mg selama 7-10 hari. Tidak dianjurkan
menggunakan kortikosteroid topikal.
- Pox Virus : Disembuhkan terlebih dahulu molluscum
contangiosumnya.
- Virus lain : topikal antihistamin, kompres dingin dan hangat, topikal
antibiotik.
Penatalaksanaan glaukoma akut
Tekanan Intraokular harus segera diturunkan dengan memberikan
asetazolamid 500 mg dilanjutkan 4 x 250 mg, solusiogliserin 50% 4 x
100-150 ml dalam air jeruk, penghambat beta adrenergic 0,25-0,5 % 2 x
1 dan KCL 3 x 0,5 g. diberikan juga obat tetes mata kortikosteroid dan
antibiotic untuk mengurangi reaksi inflamasi.
Untuk bentuk yang primer, diberikan tetes mata pilokarpin 2 % tiap 30
menit – 1 jam pada mata yang terken serangan, dan 3x 1 tetes pada mata
sebelahnya. Bila perlu diberikan aalgesik antiemetik.

24
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi TIO dan
keadaan matanya. Bila TIO tidak turun, lakukan operasi segera.
Sebelumnya diberikan infusmanitol 20% 300-500ml/60 tetes/menit. Bila
jelas menurun, operasi ditunda sampai mata tenang dengan tetap
memantau TIO. Jenis operasi, iridektomi dan filtrasi, ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaan gonioskopi setelah pengobatan
medikamentosa. Selain pencegahan juag dilakukan iridektomi pada mata
sebelahnya.
8. Pemeriksaan
Konjungtivitis bakterial
Pemeriksaan swab konjuntiva dengan pemeriksaan gram dan giemsa
sangat membantu untuk mengetahui bakteri penyebab dan penegakan
diagnosis konjuntivitis bakteri. Pengecatan gram bisa didapatkan bakteri
cocus atau batang gram positif, pada infeksi Nisseria Gonoreaditemukan
bakteri diplococus gram negatif. Pemeriksaan giemsa didapatkan sel-sel
radang leukosit dan PMN yang sangat banyak. Pada infeksi chlamydia
ditemukan adanya inclusion bodies pada pengecatan giemsa.
Bila terdapat fasilitas dapat dilakukan pemeriksaan PCR untuk
mendeteksi apakah ada gen dari bakteri-bakteri penyebab konjungtivits
tersebut.
Setelah dilakukan pengecatan gram dapat dilanjutkan deangan
pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap antibiotika.
Glaukoma Akut
1) Tonometri Schiotz
Pada glaukoma akut dapat mencapai 40-80 mmHg.10
2) Funduskopi
Papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi Sehingga cup
disk ratio membesar (N = <0,4), namun pemeriksaan ini sukar
dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
3) Slit-lamp
 Konjungtiva bulbi: hiperemia kongestif, kemotis dengan injeksi
silier,injeksi konjungtiva, injeksi epislera.

25
 Kornea: edema dengan vesikel epithelial dan penebalan struma,
keruh,insensitif karena tekanan pada saraf kornea.
 Bilik mata depan: dangkal dengan kontak iridokorneal perifer.
Flaredan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat
dikurangi.
 Iris: gambaran corak bergaris tak nyata karena edema,
berwarnakelabu, dilatasi pembuluh darah iris.
 Pupil: oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi, kadang-kadang
didapatmidriasis yang total, warna kehijauan, tidak ada reaksi
terhadap cahaya danakomodasi.
4) Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik
mata dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat
langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-
hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan
gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah
glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan mungkin dapat
menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder. Pemeriksaan
gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang, salah satunya
dengan obat yang dapat menurunkan tekanan intraocular, misalnya
dengan gliserin topical atau saline hipertonik salap mata. Pada waktu
tekanan intaokuler tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, sedang
pada waktu tensi intraokuler normal sudutnya sempit. Bila serangan
dapat dihentikan maka sesudah 24 jam, biasanya sudut bilik mata
depan terbuka kembali, tetapi masih sempit. Kalau terjadi serangan
yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka akan timbul perlengketan
antara iris bagian pinggir dengan trabekula (goniosinekhia, sinekhia
anterior perifer).

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil berdiskusi dan mencari literatur berkaitan dengan skenario 2 Blok
Mata didapatkan beberapa hal, yakni:
1. Anatomi konjungtiva.
2. Perbedaan injeksi konjungtiva dan injeksi siliaris.
3. Perbedaan hiperemis konjungtiva bulbi dan hiperemis konjungtiva
palpebra.
4. Perbedaan konjungtivitis akibat bakteri, virus dan alergi dari hasil
anamnesis.
5. Perbedaan glaukoma sudut terbuka dan tertutup.
6. Etiologi, epidemiologi, patofisiologi, faktor risiko, prognosis dan
komplikasi dari diagnosis banding dan diagnosis kerja pada skenario.
7. Tatalaksana yang dapat diberikan.
8. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada mata yang sesuai
dengan skenario.
B. Saran
Apabila ada kurang lebihnya dari penulis dalam berdiskusi dan membuat laporan,
kami mohon maaf dan mohon bimbingan/masukan lebih lanjut agar mendapatkan
hasil yang optimal dalam melakukan diskusi tutorial.

27
DAFTAR PUSTAKA

Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and


treatment. JAMA.2013;310(6):1721-9.
Bower KS, Kowalski RP, Gordon YJ. Fluoroquinolone dalam pengobatan
keratitis bakteri. Am J Ophthalmol. 1996 Jun. 121 (6): 712-5. [Medline].
Caballero AR, Marquart ME, O'Callaghan RJ, Thibodeaux BA, Johnston KH,
Dajcs JJ. Efektivitas fluoroquinolones terhadap Mycobacterium abscessus in
vivo. Curr Eye Res. 2006 31 Januari (1): 23-9. [Medline].
Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia: American
Academy of Ophtalmology; 2014.
Genvert GI, Cohen EJ, Donnenfeld ED. Eritema multiforme setelah penggunaan
sulfacetamide topikal. Am J Ophthalmol. 1985 Apr 15. 99 (4): 465-
8. [Medline]
Goldstein MH, Kowalski RP, Gordon YJ. Resistensi fluoroquinolone yang
muncul pada keratitis bakteri: tinjauan 5 tahun. Ophthalmology. 1999 Juli
106 (7): 1313-8. [Medline].
Haas W, Pilar CM, Torres M, Morris TW, Sahm DF. Memonitor Resistensi
Antibiotik dalam Mikroorganisme Okuler: Hasil Dari Pemantauan
Perlawanan Antibiotik pada Micromorisme Organuler (ARMOR) 2009
Studi Pengawasan. Am J Ophthalmol. 2011 Okt. 152 (4): 567-
574.e3. [Medline].
Hall BJ, Jones L. Kasus Lensa Kontak: Link Yang Hilang dalam Keamanan Lensa
Kontak ?. Lensa Kontak Mata. 2010 Jan 19. [Medline].
Hirano H, ect. Guidelines for Glaucoma. 2nd Edition. Tokyo: Japan Glaucoma
Society. 2010. Hal. 10,16, 19-23, 37-41.
Hirst LW, Harrison GK, Merz WG. Nocardia asteroides keratitis. Br J
Ophthalmol. 1979 Jun. 63 (6): 449-54. [Medline].
Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidharta . 2010 . Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

28
Ilyas S, Yulianti SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Khan YA, Kashiwabuchi RT, Martins SA, Castro-Combs JM, Kalyani S, Stanley
P. Riboflavin dan sinar ultraviolet terapi sebagai pengobatan adjuvant untuk
laporan keratitis acanthamoeba bias medis dari 3
kasus. Ophthalmology. 2011 Februari 118 (2): 324-31. [Medline].
Keiko F, Wisdharilla R. Modul praktik klinik mata FK UI Glaukoma. [serial
online] 2012. [cited 7 Oktober 2018]. Available from:
http://xa.yimg.com/kq/
groups/86529852/689031497/name/DT+GLAUKOMA+KEIKO+POPO.do
cx
Kementerian Kesehatan. Buku panduan praktis klinis bagi dokter pelayanan
primer. Edisi 1. Jakarta: IDI.2013. Hal. 206-9.
Lalitha P, Srinivasan M, Manikandan P, Bharathi MJ, Rajaraman R, Ravindran
M, et al. Hubungan Kerentanan In Vitro terhadap Moxifloxacin dan Hasil
Klinis In Vivo pada Keratitis Bakterial. Clin Infect Dis. 2012 23 Mar.
[Medline].
Mescher, Anthony L. Buku Histologi Dasar Janqueira. Jakarta: EGC, 2012.
Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2014. Gray’s Anatomy:
Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014.
Scott, Ingrid U.2018.Viral Conjunctivitis (Pink Eye) Treatment & Management.
https://emedicine.medscape.com/article/1191370-treatment#d11 [diakses 3
Oktober 2018]
Vaughan, Asbury. 2015. Oftalmologi umum: anatomi & embriologi mata. Edisi
17. Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai