Anda di halaman 1dari 4

Penatalaksanaan Medikamentosa 1.

Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/ bisul) Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di liang telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan furunkel di liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes (Sosialisman, et al., 2007). Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan). Keluhan kurang pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga. Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta : 1. Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10% ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan insisi pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%. 2. Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anakanak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB. 3. Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa). Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu adanya penyakit diabetes mellitus (Sosialisman, et al., 2007). 2. Otitis Eksterna Difus Otitis ekseterna difus harus diobati secara dini sehingga dapat menghilangkan edema yang menyumbat liang telinga. Oleh karena itu biasanya perlu disisipkan tampon berukuran x 5 cm ke dalam liang telinga yang mengandung obat agar mencapai kulit yang terkena. Setelah dilumuri obat, tampon kasa disisipkan perlahanlahan dengan menggunakan forsep hartmann yang kecil. Penderita harus meneteskan obat tetes telinga pada kapas tersebut satu hingga dua kali sehari. Dalam 48 jam tampon akan jatuh dari liang telinga karena lumen sudah bertambah besar.

Terapi otitis eksterna difus diawali dengan pembersihan di liang telinga kemudian dilanjutkan dengan pemberian antibiotik topikal sesuai dengan jenis organisme penyebab, atau dapat pula digunakan tetes telinga. (Sosialisman, et al., 2007). Jenis antibiotik topikal yang dapat digunakan antara lain kolistin, polomiksin B, neomisin, dan kloramfenikol (Boies, 1997). Selain menggunakan antibiotik topikal, dapat digunakan tetes telinga. Tetes telinga idealnya memiliki syarat sebagai berikut (Guss & Ruckenstein, 2010) : a. Spektrum luas untuk bakteri patogen b. Bersifat asam c. Tidak bersifat ototoksik d. Tidak menimbulkan reaksi alergi e. Tidak menyebabkan terjadinya pengendapan bila diteteskan Harga yang murah 2. Nonmedikamentosa Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang mungkin terjadi pada pasien, terutama setelah berenang. Untuk menghindarinya pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering, menggunakan alkohol encer secara rutin tiga kali seminggu. Juga harus diingatkan agar tidak menggaruk/membersihkan telinga dengan cotton bud terlalu sering (Ballanger, 1996).

Prognosis Prognosis untuk penyakit ini umumnya baik. Dalam jangka waktu 4-5 hari setelah infeksi, pasien dapat kembali beraktivitas dengan air, misalnya. Semakin cepat diberikan pengobatan maka semakin baik prognosisnya (Garry, 2012).

Komplikasi 1. Perikondritis dan kondritis Perikondritis adalah inflamasi dari perikondrium, sedangkan kondritis adalah inflamasi dari kartilago. Penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi telinga luar atau hasil dari trauma. Gejala dan tanda yang muncul adalah rasa nyeri, dan rasa gatal hebat didalam liang telinga (Linstron & Lucente, 2006). 2. Otitis eksterna kronik Infeksi bakteri pada liang telinga dapat menjadi kronik karena berbagai hal, yaitu : a. Tidak diobati b. Pengobatan yang kurang memadai c. Trauma berulang d. Adanya benda asing seperti cetakan alat bantu dengar e. Otitis media yang terus mengeluarkan sekret. Tindakan yang dapat dilakukan adalah tindakan bedah berupa reseksi jaringan yang menebal dan selanjutnya dilakukan pencangkokan (Boies, 1997). 3. Dermatitis aurikularis

Ballanger, John. 1996. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher Edisi 13 . Jakarta: Binarupa aksara. Boies, L. R., 1997. Penyakit Telinga Luar. Dalam: H. Effendi & R. K. Santoso, penyunt. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC Garry, J., 2012. Otitis Externa. [Online] Available at: http://emedicine.medscape.com/article/84923-overview#showall [Diakses 21 Desember 2012].

Guss, J. & Ruckenstein, M. J., 2010. Infections of the external ear, In : Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. 5th vol2 penyunt. Elsevier: Mosby. Linstron, C. J. & Lucente, F. E., 2006. Infection of the external ear, In:Head and Neck Surgery, Otolaryngology. 4th, vol2 penyunt. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins. Sosialisman, Hafil, A. F. & Helmi, 2007. Kelainan Telinga Luar. Dalam: E. A. Soepardi, N. Iskandar, J. Bashiruddin & R. D. Restuti, penyunt. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai