Anda di halaman 1dari 15

HENTI JANTUNG

1. definisi ?
2. patofisiologi ?

Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat
dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas maka
oksigen tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat
berkontraksi dan akibatnya terjadi keadaan yang disebut henti jantung.
(Sumber : Buku Mengatasi Gangguan Pernafasan Kasus Henti Jantung dan Paru,
Karangan : dr. Fina Jusuf)

3. etiologi ?

Penyebab Henti Napas dan Henti Jantung


Penyebab henti napas dan henti jantung ini sangat banyak. Setiap peristiwa atau
penyakit apapun yang menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh dapat
menimbulkan keadaan henti napas dan henti jantung. Penyakit dan keadaan yang
dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung antara lain:
a. Penyakit paru-paru, seperti radang paru, TBC, asma, dan bronchitis.
b. Penyakit jantung, seperti jantung koroner, jantung bawaan, dan penyakit jantung
lainnya.
c. Kecelakaan lalu lintas yang mengenai rongga dada.
d. Penyakit-penyakit yang mngenai susunan saraf.
e. Sumbatan jalan napas oleh benda asing, misal: tersedak.
http://zone-icha.blogspot.com/2008/05/mengatasi-gangguan-pernapasan.htm
Sebab- sebab henti jantung :

Penyakit kardiovaskuler
Penyakit jantung sistemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada
sistem konduksi (penyakit lenegre, sindrom adams stokes, noda sinus
atrioventrikulaer sakit).
Kekurangan oksigen akut
Henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh sekresi,
asfiksia dan hipoksia.
Kelebihan dosis obat dan gangguan asam basa
Digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin dan
isoprenalin.
Kecelakaan
Syok listrik dan tenggelam.
Refleks vagal
Peregangan sfingter anii, penekanan atau penarikan bola mata.
Anestesi dan pembedahan.
Terapi dan tindakan diagnostik medis
Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik dan anafilaktik)
Kebanyakan henti jantung yang terjadi di masyarakat merupakan akibat
penyakit jantung iskemik, 40 % mati mendadak. Dari penyakit jantung
iskemik terjadi dalam waktu satu jam setelah dimulainya gejala dan

proporsinya lebih tinggi, sekitar 60 % diantara umur pertengahan dan yang


lebih muda. Lebih dari 90 % kematian yang terjadi di luar rumah sakit
disebabkan oleh fibrilasi ventrikuler, suatu kondisi yang potensial reversibel
Sumber : Buku Mengatasi Gangguan Pernafasan Kasus Henti Jantung dan
Paru, Karangan : dr. Fina Jusuf)

4. patogenesis ?
5. gejala dan tanda ?
6. diagnosis ?
7. prognosa ?
8. komplikasi ?
9. rehabilitasi ?

Cara Mengatasi Henti Napas dan Henti Jantung


Bila di sekitar Anda ada orang atau bahkan balita Anda sendiri mengalami
kecelakaan yang mengakibatkan gangguan pernapasan, apa yang harus Anda
lakukan ?
Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang penolong korban henti
napas dan henti jantung dalam melakukan tindakan-tindakan bantuan hidup dasar.
1. Jalan napas korban harus dalam keadaan terbuka. Tujuannya agar oksigen bisa
masuk ke tubuh korban.
2. Pernapasan harus berlangsung terus sampai bantuan tenaga kesehatan datang.
Hal ini dimaksudkan agar oksigen masuk ke dalam aliran peredaran darah paruparu.
3. Darah harus mengalir ke seluruh tubuh supaya oksigen dapat dibawa oleh darah
ke semua organ-organ tubuh terutama otak.
Sebelum melakukan langkah-langkah bantuan hidup dasar ini, penolong harus
menentukan kesadaran dari korban terlebih dahulu. Cara menentukan kesadaran
seseorang korban adalah dengan menilai respon korban terhadap sentuhan atau
panggilan dari penolong.
Langkah-langkah bantuan hidup dasar terdiri dari tiga tahap:
a. Memeriksa Jalan Napas
Pada korban yang tidak sadar akan terjadi relaksasi dari otot-otot termasuk otototot di dalam mulut. Akibatnya lidah akan jatuh ke bagian belakang dari
tenggorokan dan akan menutupi jalan napas. Akibatnya, korban tidak dapat
bernapas. Penutupan jalan napas ini juga dapat disebabkan oleh gigi palsu, sisa-sisa
muntahan, atau benda asing lainnya.
Di sini penolong memeriksa apakah korban masih bernapas atau tidak. Bila tidak
bernapas akibat adanya sumbatan maka penolong harus membersihkan jalan napas
ini agar menjadi terbuka.
v Korban dibaringkan terlentang.
v Penolong berlutut di samping korban sebelah kanan pada posisi sejajar dengan
bahu.
v Letakkan tangan kiri penolong di atas dahi korban dan tekan kearah bawah dan
tangan kanan penolong mengangkat dagu korban ke atas. Tindakan ini akan

membuat lidah tertarik ke depan dan jalan napas terbuka serta akan membentuk
satu garis lurus sehingga oksigen mudah masuk.
Dekatkan wajah Anda ke wajah korban, dengar serta rasakanv hembusan napas
korban sambil melihat ke arah dada korban apakah ada gerakan dada atau tidak.
Bila korban masih bernapas maka:
o Baringkan korban di tempat yang aman dan nyaman
o Jangan dikerumuni
o Berikan posisi berbaring yang senyaman mungkin bagi korban
v Bila Anda tidak dapat mendengar dan tidak merasakan napas korban serta tidak
adanya gerakan dada, maka ini menunjukkan bahwa korban tidak bernapas. Setelah
itu lakukan langkah kedua.
b. Melakukan Pernapasan Buatan
Ada dua macam pernapasan buatan, yaitu:
v Pernapasan buatan dari mulut ke mulut
- Korban dalam posisi terlentang dengan kepala seperti pada langkah pertama,
yaitu kepala mendongak.
- Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan jari
telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas.
- Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke atas
mulut korban sampai menutupi seluruh mulut korban jangan sampai ada kebocoran,
kemudian tiupkan napas penolong ke dalam mulut korban secara pelan-pelan
sambil memperhatikan adanya gerakan dada korban sebagai akibat dari tiupan
napas penolong. Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh
penolong itu masuk ke dalam paru-paru korban, dan ini juga berarti oksigen telah
masuk ke dalam paru-paru korban.
- Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung korban.
Hal ini untuk memberi kesempatan pada dada korban kembali ke posisi semua
sebelum pernapasan buatan berikutnya diberikan.
v Pernapasan buatan dari mulut ke hidung
- Sama dengan cara dari mulut ke mulut, hanya bedanya penolong meniup
napasnya melalui hidung korban. Mulut korban harus menutupi seluruh hidung
korban, sementara meniup napas, mulut korban dalam keadaan tertutup.
- Setelah melakukan langkah ke-2 ini, penolong memeriksa denyut nadi korban
melalui denyut nadi yang ada di sebelah kanan dan kiri leher korban. Caranya:
a. Tentukan garis tengah leher yang melewati adams apple (jakun)
b. Geser jari penolong ke kiri atau ke kanan sejauh 2 jari. Di situlah tempat meraba
denyut nadi leher.
c. Raba denyut nadi leher tersebut dengan menggunakan 2 jari (jari telunjuk dan
jari tengah)
Apabila tidak teraba denyut nadi, ini menandakan bahwa jantung korban tidak
berdenyut, maka lanjutkan ke langkah 3.
c. Membuat peredaran darah buatan
Tujuan dari langkah ke-3 ini adalah untuk membuat suatu aliran darah buatan yang
dapat menggantikan fungsi jantung sehingga oksigen yang diberikan dapat sampai
ke organ-organ yang membutuhkan. Adapun mekanismenya sebagai berikut:
Bila dilakukan penekanan pada tulang dada di atasv jantung maka darah akan
terdorong keluar dari jantung masuk ke jaringan tubuh.
v Bila penekanan tersebut dilepaskan maka darah akan terisap kembali ke jantung.

v Mekanisme ini sama dengan cara kerja dari jantung saat jantung memompa
darah.
Cara membuat peredaran darah buatan
Untuk menentukan letak dari tempat penekanan adalah dengan menelusuri tulang
rusuk korban yang paling bawah dari kiri dan kanan yang akan bertemu di garis
tengah, dari titik pertemuan itu naik 2 jari kemudian letakkan telapak tangan
penolong di atas 2 jari tersebut.
Tangan penolong satunya diletakkan di atas dari telapak tangan di atas 2 jari tadi.
Lakukan penekanan sedalam kira-kira 1/3 dari tingginya rongga dada korban dari
atas korban, biasanya antara 3-5 cm.
Harus diingat, pada saat melakukan penekanan, siku penolong tidak boleh
ditekuk.
Bantuan hidup dasar ini dapat dilakukan oleh satu orang atau bisa juga dilakukan
oleh dua orang penolong. Bila hanya satu orang penolong maka kombinasi antara
pernapasan buatan dan peredaran darah buatan dilakukan dengan frekuensi 15:2.
Artinya 15 kali penekanan dada diberikan 2 kali pernapasan buatan. Bila ada dua
orang penolong maka diberikan dengan frekuensi 5:1, yang artinya setiap 5 kali
penekanan dada diberikan 1 kali pernapasan buatan. Bantuan hidup dasar ini
diberikan oleh penolong sampai tenaga kesehatan datang.
(Sumber : Buku Mengatasi Gangguan Pernafasan Kasus Henti Jantung dan Paru,
Karangan : dr. Fina Jusuf)

HENTI NAPAS
1. definisi ?

2. patofisiologi ?
Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan suatu keadaan yang
disebut hipoksia. Hipoksia ini dikenal dengan istilah sesak napas. Frekuensi napas
pada keadaan sesak napas lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh karena itu,
bila sesak napas ini berlangsung lama maka akan memberikan kelelahan pada otototot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2. Gas CO2 yang tinggi ini akan
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan menekan pusat napas yang ada di
sana. Keadaan ini dikenal dengan istilah henti napas.
(Sumber : Buku Mengatasi Gangguan Pernafasan Kasus Henti Jantung dan Paru,
Karangan : dr. Fina Jusuf)

3. etiologi ?
Gangguan napas dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya penyakit dan
kecelakaan. Gangguan napas bisa berakibat fatal kalau kita tidak tahu cara
menolongnya. Gangguan napas yang mungkin saja terjadi di lingkungan atau di

rumah kita adalah gangguan akibat suatu kecelakaan atau tersedak, yang dapat
menyebabkan terhentinya jantung dan paru.
(Sumber : Buku Mengatasi Gangguan Pernafasan Kasus Henti Jantung dan Paru,
Karangan : dr. Fina Jusuf)

Penyebab Henti Napas dan Henti Jantung


Penyebab henti napas dan henti jantung ini sangat banyak. Setiap peristiwa atau
penyakit apapun yang menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh dapat
menimbulkan keadaan henti napas dan henti jantung. Penyakit dan keadaan yang
dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung antara lain:
a. Penyakit paru-paru, seperti radang paru, TBC, asma, dan bronchitis.
b. Penyakit jantung, seperti jantung koroner, jantung bawaan, dan penyakit jantung
lainnya.
c. Kecelakaan lalu lintas yang mengenai rongga dada.
d. Penyakit-penyakit yang mngenai susunan saraf.
e. Sumbatan jalan napas oleh benda asing, misal: tersedak.
http://zone-icha.blogspot.com/2008/05/mengatasi-gangguan-pernapasan.htm
Adapun sebab henti nafas adalah :
1.Sumbatan jalan nafas
Bisa disebabkan karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang,
pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya
(sembab glotis, perdarahan).
2.Depresi pernafasan
Sentral : obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor
otak dan tenggelam.
Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.
(Sumber : Buku Mengatasi Gangguan Pernafasan Kasus Henti Jantung dan Paru,
Karangan : dr. Fina Jusuf)

4. patogenesis ?
5. gejala dan tanda ?
6. diagnosis ?
7. prognosa ?
8. komplikasi ?
9. rehabilitasi ?
OBSTUKSI JALAN NAPAS
1. etiologi
2. gejala tanda
3. penatalaksanaan
RESUSITASI JANTUNG PARU

PENGERTIAN
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan pernapasan
(bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seorang
korban mengalai henti jantung dan henti napas.

Dalam melakukan RJP, Anda sebagai seorang penolong harus:


1. mempertahankan terbukanya jalan napas (airway = A);
2. memberi napas untuk korban (bretahng = B);
3. mengusahakan kembalinya sirkulasi korban (circulation = C)
Dalam prosedur RJP selalu mengikutsertakan prinsip ABC. Suatu pernapasan buatan
tidak akan efektif jika jalan napas tidak terbuka. Pernapasan buatan tidak efektif
pula jika sirkulasi terhenti. Darah yang bersirkulasi tidak akan efektif, kecuali darah
tersebut teroksigenasi. Selalu diingat jika perdarahan dapat mengganggu sirkulasi.
Oleh karena itu jika seorang korban kehilangan darah terlalu banyak maka RJP yang
dilakukan tidak efektif. Ketika perdarahan yang terjadi begitu hebat, seperti pada
kasus perdarahan hebat pada arteri besar (misal: A. Femoralis) maka RJP yang kita
lakukan mungkin malah mempercepat perdarahannya, dan menimbulkan kematian
biologik. Meskipun kasus seperti ini jarang terjadi, tetapi Anda harus melakukan
tindakan untuk mengurangi jumlah darah yang hilang sebelum dilakukan RJP. Dalam
RJP, kita bertujuan memaksa darah korban yang mngalami henti sirkulasi untuk
kembali bersirkulasi dengan melakukan kompresi dada eksternal , yang dikenal
sebagai sirkulasi buatan. Dilakukan ketika korban berbaring terlentang pada
permukaan yang keras (lantai, papan dan lainnya) dan kompresi dilakukan di dada
pada garis tengah dada. Hal ini dipercaya dapat menyebabkan perubahan tekanan
di dalam rongga dada yang membantu untuk memaksa darah bersirkulasi. Syarat
utama kita melakukan RJP adalah korban harus berada dalam keadaan henti
jantung. Hal ini berarti jantungnya berhenti berdenyut secara menyeluruh mungkin
karena syok, perdrahan hebat, kerusakan jantung atau karena aksi obat-obat
tertentu, sehingga jantung terlalu lemah untuk memompa darah. Korban mungkin
masih bernapas pada saat jantungnya berhenti berdenyut, tetapi dalam 30 - 45
detik kemudian dia akan mengalami henti napas. Seorang korban yang
membutuhkan RJP adalah korban yang memenuhi kriteria unresponsive, tidak
bernapas, dan denyut nadi carotis tidak teraba atau lemah, sangat lambat dan
irregular yang menandakan suatu krisis kekurangan sirkulasi.
Kapan kita memulai RJP
Keputusan untuk melakukan RJP diambil setelah kita mendapat hasil dari
pemeriksaan primer, yaitu: tidak sadar, tidak ada napas, dan tidak ada denyut
jantung. Kejadian yang mengarah untuk dilakukannya RJP :
1. Pastikan Respon Korban
Korban yang unresponsive dapat anda pikirkan dia mungkin membutuhkan RJP. Dan
jika korban unresponsive anda harus memanggil bantuan.
2. Reposisi Korban
Reposisi korban jika diperlukan, misal anda temukan korban dalam posisi telungkup.
3. Pastikan Jalan Napas Terbuka
Lakukan manuver head-tilt, chin lift atau modified jaw thrust, sesuai keperluan.
4. Cek Pernapasan
Lihat, Dengar dan Rasakan pernapasan. Pastikan ada tidaknya napas dalam waktu 3
- 5 detik. Pada korban yang tidak bernnaaapas jangan langsung dilakukan RJP,
tetapi Anda harus melakukan .
5. Pemberian 2 napas buatan
Lakukan teknik pertolongan pernapasan. Jika Anda perhatikan adanya sumbatan
jalan napas, lakukan teknik untuk membersihkan jalan napas. Jika jalan napas
korban bersih dan dia masih dalam keadaan henti napas setelah Anda berikan 2
napas buatan maka

6. Cek Pulsasi Carotis


Pertahankan head tilt dengan salah satu tangan Anda pada dahi korban dan
gunakan tangan yang lain untuk meraba denyut carotis. Jika tidak teraba denyut
nadi saat anda memeriksanya dalam waktu 5 - 10 detik, ini berarti korban dalam
keadaan henti jantung dan Anda harus .
7. Mulai RJP
Posisi Korban untuk RJP
Korban dengan henti jantung harus berbaring pada permukaan yang keras, seperti
lantai, tanah atau papan spinal. Cedera yang terjadi pada korban bukanlah alasan
untuk menunda RJP. RJP harus dilakukan secepat mungkin.
Titik Kompresi RJP
Jantung terletak dalam mediastinum, diantara sternum dan colom spinal. Sebagian
besar tulang iga (costa) melekat pada sternum. Dan tulang clavicula (selangka)
menyokong sternum berada diatas jantung. Supaya RJP yang dilakukan efektif dan
mencegah cedera yang serius pada korban maka kompresi dada eksternal harus
dilakukan pada titik kompresi RJP.
Menentukan Titik Kompresi:
" Posisikan diri Anda berlutut disamping korban.
" Gunakan jari manis ( digitus anularis/ quartus ) anda untuk menentukan batas
bawah dari sangkar costa .
" Jika sudah Anda dapatkan , gerakkan jari Anda menelusuri lengkung costa sampai
ke takik pada ujung sternum (proc. Xiphoideus);
" Letakkan jari tengah dan jari telunjuk Anda di atas takik sebelah atas jari manis
tadi;
" Letakkan tumit tangan Anda yang lain (tangan yang dekat dengan kepala korban )
di atas sternum, di sebelah atas jari telunjuk.
" Angkat jari-jari Anda dari takik dan letakkan tangan tersebut di atas tangan yang
lain pada dada;
Kompresi Dada
Selalu diingat : Korban berbaring pada permukaan yang keras. Anda berlutut di
samping disamping korban. Lutut Anda dibuka sedikit (kira-kira selebar bahu Anda)
1. Posisikan tangan Anda untuk menentukan titik kompresi ;
2. Letakkan tangan yang digunakan untuk mencari titik kompresi di atas tangan
yang pertama . Posisi kedua tumit tangan saling pararel satu dengan yang lainnya,
dan jari-jari dari kedua tangan menunjuk ke arah yang menjauhi Anda. gb 18
3. Tangan Anda dalam posisi extensi, pada intinya jaga jari-jari tanan Anda jangan
sampai menempel pada dada korban , hal ini bertujuan untuk mencegah cedera
pada korban.
4. Luruskan lengan Anda dan kunci siku . Anda tidak diperbolehkan menekuk siku
selama melakukan atau melepas kompresi.
5. Pastikan posisi bahu Anda melebihi sternum korban (melebihi posisi tangan Anda)
6. Arah kompresi yang diberikan lurus ke bawah dengan tenaga yang cukup untuk
menekan sternum ( untuk orang dewasa kedalaman tekanan 1,5 - 2 inchi ( 4 - 5
cm ).
7. Setelah melakukan kompresi, lepaskan tekanan tersebut tapi jangan Anda tekuk
siku Anda dan jangan angkat tangan Anda dari sternum.

Kompresi dada pada bayi dan anak agak berbeda, mengingat secara anatomis dada
bayi atau anak relatif masih kecil, komponen tulang kerasnya masih belum
sempurna, sehingga kedalaman kompresi dan kekuatannya harus benar-benar
diperhatikan.
Memberikan Ventilasi (Napas Buatan)
Ventilasi diberikan setelah satu set kompresi diberikan. Anda gunakan teknik yang
sama ketika Anda melakukan pertolongan napas buatan. Semua teknik bisa
digunakan baik yang dari mulut ke mulut, dari mulut ke hidung atau mulut ke
stoma. ( Tapi ingat untuk menutup hidung korban ketika Anda menggunakan teknik
dari mulut ke mulut). Dibutuhkan 1 - 1,5 detik untuk setiap ventilasi.
Kecepatan Rata-rata Pemberian Kompresi dan Ventilasi untuk Orang
Dewasa
" Kompresi: kecepatan rata-rata 80 sampai 100 kali per menit, maka kita berikan 15
kompresi dalam 9 sampai 15 detik (biasanya 10 detik).
" Ventilasi: dilakukan dua napas setelah 15 kompresi (satu orang penolong), atau
satu napas setelah lima kali kompresi (dua orang penolong). Berikan satu ventilasi
(satu napas) tiap 1-1,5 menit.
Meskipun Anda memberikan kompresi dengan kecepatan rata-rata 80 - 100 x per
menit, tetapi biasanya hanya 60 kompresi yang dapat kita berikan dalam 1 menit.
Untuk memastikan Anda memberikan kompresi dengan kecepatan yang konstan
dan tepat, dapat dipandu dengan berkata: satu, dua, tiga , empat, lima, satu, dua,
tiga, empat, puluh, satu, dua, tiga, empat seterusnya sampai 15 kompresi yang
diberikan. (Hitungan di atas dapat anda ganti sesuai selera asal hitungan konstan
dan anda harus tepat menghitung 15 kompresi yang diberikan dalam satu siklus).
Pemeriksaan Denyut Nadi
RJP yang dilakukan dalam waktu satu menit semestinya sesuai dengan empat siklus
kompresi-ventilasi (1 siklus = 15 kompresi + 2 napas buatan). Setelah 4 siklus ini
anda harus memeriksa denyut nadi karotis dan pada saat yang bersamaan pula
anda periksa pernapasannya. Jangan hentikan RJP lebih dari 5 - 7 detik. Jika korban
denyut nadinya kembali tetapi pernapasannya belum ada, maka mulailah
resusitasi pernapasan dan tetap cek denyut karotis tiap beberapa menit. Jika
korban tetap tidak bernapas dan denyut nadinya belum teraba maka langsung
mulai lakukan RJP lagi. Pada bayi, pemeriksaan nadi dapat dilakukan pada a.
Brachialis.
RJP YANG TIDAK EFEKTIF DAN KOMPLIKASINYA
RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban yang
mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih ( tidak hidup).
Kesempatan pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan secara
efisien.
Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan masalah-masalah seperti di bawah
ini:
" Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilt pada waktu diberikan
napas buatan;
" Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara;

" Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat;


" Hidung korban tidak ditutup selama pemberian napas buatan;
" Korban tidak berbaring diatas alas yang keras;
" Irama kompresi yang tidak teratur.
Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada RJP. Apabila
tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah tulang pada
bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan terlalu rendah
maka proc. xiphoid mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan kebawah
menuju hepar yang dapat mengakibatkan laserasi (luka) disertai perdarahan dalam.
Apabila tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi atau meleset satu dari
lainnya maka costa atau kartilagonya dapat mengalami patah.
Meskipun RJP dilakukan secara benar, masih terdapat kemungkinan terjadinya
patah tulang iga atau terpisahnya kartilago dari perlekatannya. Jika terdapat kasus
sepert ini, jangan hentikan RJP. Karena korban lebih baik mengalami patah beberapa
tulang iga dan hidup daripada korban meninggal karena anda tidak melanjutkan RJP
karena takut akan adanya cedera tambahan. Masalah distensi gaster juga sering
terjadi.
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)
Apa yang akan anda lakukan jika anda menemukan seseorang yang mengalami
kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernapas
spontan? apakah anda dapat menentukan orang tersebut sudah mati ?
Seseorang yang mengalami henti napas ataupun henti jantung belum tentu ia
mengalami kematian, mereka masih dapat ditolong. Dengan melakukan tindakan
pertolongan pertama, seseorang yang henti napas dan henti jantung dapat
dipulihkan kembali.
Tindakan pertolongan pertama yang dilakukan untuk memulihkan kembali
seseorang yang mengalami henti napas dan henti jantung disebut bantuan hidup
dasar, atau dalam istilah Inggris disebut Basic Life Support.
Algoritma Bantuan Hidup Dasar

Jika menemukan seseorang (selanjutnya disebut penderita) dalam keadaan


tidak sadar, lakukan :
Perhatikan keadaan sekitar. Perhatikan dahulu keselamatan diri anda sebelum
menolong orang lain.
Periksa apakah penderita tersebut tidak responsif, lakukan dengan
mengguncangkan tubuhnya atau panggil dengan nama sapaan.
Mintalah bantuan

Jika penderita tidak responsif, lakukan :


Mulailah ABC, yaitu :

A, Airway. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini
meliputi pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur rahang bawah atau rahang atas, fraktur batang
tenggorok. Usaha untuk membebaskan airway harus melindungi tulang leher.
Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat
berbicara, dapat dianggap jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang
terhadap airway harus tetap dilakukan.


B, Breathing. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang
baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi
dengan cepat. Periksa breathing dengan cara Lihat, Dengar, dan Rasakan.

Jika penderita bernapas :

Jika pernapasannya optimal dengan frekuensi normal, tempatkan penderita


pada posisi pemulihan.

Jika pernapasannya tidak optimal dan frekuensinya lebih cepat atau lebih
lambat dari normal, lakukan tiupan napas dengan 1 tiupan setiap 5 detik.

Periksa denyut nadi pada daerah samping leher, tiap 30 sampai 60 detik.

Jika penderita tidak bernapas :

Lakukan pernapasan dari mulut ke mulut (mouth to mouth) atau dari mulut ke
hidung (mouth to nose), dengan tiupan napas perlahan. Lakukan 2 detik per tiupan
napas.

Periksa C (Circulation), dengan cek denyut nadi.

Penderita dengan sirkulasi :

Mulai lakukan pernapasan buatan, 1 tiupan napas tiap 5 detik.

Monitor terus denyut nadi tiap 30 sampai 60 detik.

Penderita tanpa sirkulasi :

Mulailah kompresi dada

Kombinasikan kompresi dan pernapasan buatan (disebut resusitasi jantung


paru)

Lakukan dengan 15 kompresi dan 2 tiupan napas.

Lakukan terus kompresi dan pernapasan buatan sampai ditemukan adanya


denyut nadi dan pernapasan spontan dari penderita.

Jika penderita masih terus mengalami henti napas dan henti jantung,
lakukan terus tindakan diatas sampai :

Anda merasa lelah.

Bantuan dari petugas kesehatan datang.


PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT (PPGD)
Oleh : Amsi Rahmanta
(BLS Certificate No. A.G.D BLS 00 0207)
Bayangkan ada seorang pendaki yang tidak hati-hati lalu terjatuh ke dalam jurang
sedalam 10 meter. Sangat miris karena pendaki tersebut mengalami trauma tulang
belakang yang cukup parah. Prognosa menyatakan dia bakal lumpuh seumur
hidupnya dari batas pusar ke bawah (paraplegi). Menurut cerita teman-teman
pendaki yang ikut mendaki bersama dia, pertolongan di tempat kejadian dilakukan
oleh pendaki lain yang kemungkinan besar belum mengetahui teknik PPGD. Kita
lalu akan membayangkan korban diangkat dari dasar jurang entah dengan apa dan
bagaimana, namun dapat diyakinkan bahwa proses evakuasi, mobilisasi dan
tranportasi korban sangatlah merugikan dan memperburuk cedera tulang
belakangnya.
Bayangkan juga ada seorang pendaki yang tiba-tiba mengalami serangan jantung
yang menyebabkan jantungnya tiba-tiba berhenti berdenyut lalu mengalami
kematian mendadak karena tidak mendapatkan pertolongan yang cepat, padahal
kita berada tidak jauh dari lokasinya. Atau seorang pemanjat tebing yang

mengalami kecelakaan dan menyebabkan fraktur terbuka yang mengeluarkan


cukup banyak darah lalu membuatnya pingsan. Apakah yang harus kita lakukan ?
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada
dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus dipikirkan satu
bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama
perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca
kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup penderita pada akhir bantuan harus
tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Jadi prinsip dan tujuan dilakukannya PPGD adalah :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah keadaan menjadi lebih buruk
3. Mempercepat kesembuhan
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu
system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah, mulai dari pre hospital stage,
hospital stage, dan rehabilitation stage. Hal ini karena kualitas hidup penderita
pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada
periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas
pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian penderita
mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian
dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus
mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama periode Pre Hospital Stage,
maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal ginjal.
Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat
diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah
dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika
upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar.
Oleh karena itu orang awam yang menjadi first responder harus menguasai lima
kemampuan dasar yaitu :
Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
Menguasai teknik menghentikan perdarahan
Menguasai teknik memasang balut-bidai
Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada
masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal
maupun informal secara berkala dan berkelanjutan dengan menggunakan kurikulum
yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang sama.
Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam
memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.

I. MEMINTA PERTOLONGAN
Apakah yang anda lakukan jika menemukan seseorang pasien gawat darurat ?
1. amankan penderita
2. hubungi Ambulans dengan telepon nomor 118

3. tertibkan masyarakat
4. lakukan prosedur gawat darurat
Cara memanggil Mobil Ambulans :
Putar nomor telepon 118, Telepon : (021) 687089 65303118 Fax : (021) 585652
Lalu sebutkan :
nama, nomor telepon, lokasi korban, jenis penyakit (sakit, kecelakaan lalin.kerja,
kriminalitas), keadaan korban, dan jumlah korban
II. TEKNIK BANTUAN HIDUP DASAR (BLS-Basic Life Support)
Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat,
tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama
otak dan jantung.
Usaha yang dilakukan untu mempertahankan kehidupan pada saat penderita
mengalami keadan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai Bantuan Hidup
(Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intra-vena, obat
ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hiudp Dasar (Basic Life
Support). Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari
seperti nampak dari tabel dibawah ini :
Keterlambatan kemungkinan berhasil
1 menit 98 dari 100
4 menit 50 dari 100
10 menit 1 dari 100
Catatan : Bila ada tanda kematian pasti seperti kaku mayat atau lebam mayat,
sudah sia-sia untuk melakukan BHD.
Yang harus dilakukan pada BHD adalah :
a. Airway (jalan nafas)
b. Breathing (pernafasan)
c. Circulation (jantung dan pembuluh darah)

A. AIRWAY
Menilai jalan nafas dan pernafasan :
Bila penderita sadar dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing baik
Bila penderita tidak sadar bisa menjadi lebih sulit
Lakukan penilaian Airway-Breathing dengan cara : Lihat-Dengar-Raba
Obstruksi jalan nafas
Merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan
circulation.lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada
Airway yang baik.
a. Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih saar atau dalam keadaan
tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda
asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal larink, bila obstruksi total
timbul perlahan (insidious) maka akan berawal dari obstruksi parsial menjadi total.
- Bila penderita masih sadar
Penderita akan memegang leher, dalam keadaan sangat gelisah. Kebiruan (sianosis)
mungkin ditemukan, dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada

udara keluar-masuk/ventilasi). Dalam keadaan ini harus dilakukan perasat Heimlich


(abdominal thrust). Kontra-indikasi Heimlich manouvre atau kehamilan tua dan bayi.
b. Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal, biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga
timbul beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik
nafas, inspirasi)
- Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung dsb), bunti kumur-kumur.
- Lidah yang jatuh kebelakang-mengorok
- Penyempitan di larink atau trakhea-stridor
Pengelolaan Jalan nafas
a. Penghisapan (suction) bila ada cairan
b. Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan
memakai :
= Angkat kepala-dagu (Head tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai
bila ada kemungkinan patah tulang leher.
= Angkat rahang (jaw thrust)
III. BREATHING DAN PEMBERIAN OKSIGEN
Bila Airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu
dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah adekuat atau
belum.
1. Pemeriksaan Fisik penderita.
a. Pernafasan Normal, kecepatan bernafas manusia adalah :
Dewasa : 12-20 kali/menit (20)
Anak-anak : 15-30 kali/menit (30)
Pada orang dewasa abnormal bila pernfasan >30 atau <10 kali/menit
b. Sesak Nafas (dyspnoe)
Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang :
Airway baik, Breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat
terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
- Penderita mengeluh sesak
- Bernafas cepat (tachypnoe)
- Pemakaian otot pernafasan tambahan
- Penderita terlihat ada kebiruan
2. Pemberian Oksigen
a. Kanul hidung (nasal canule)
b. Masker oksigen (face mask)
3. Pernafasan Buatan (artificial ventilation)
Bila diperlukan, pernafasan buatan dapat diberikan dengan cara :
a. Mouth to mouth ventilation ( mulut ke mulut )
Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18% (konsentrasi udara
paru saat ekspirasi).
Frekuensi Ventilasi Buatan
Dewasa 10-20 x/menit
Anak 20 x/menit
Bayi 20 x/menit
b. Mouth to mask ventilation
c. Bantuan Pernafasan memakai kantung (Bag-Valve-Mask, Bagging)

IV. CIRCULATION
1. Umum
a. Frekuensi denyut jantung
Frenkuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80/menit.
b. Penentuan denyut nadi
pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan
bawah, dibelakang ibu jari) atau a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.
2. Henti jantung
Gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. Penderita mungkin
masih akan berusaha menarik nafas satu atau dua kali. Setelah itu akan berhenti
nafas. Pada perabaan nadi tidak ditemukan a.karotis yang berdenyut.
Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan masase jantung luar yang
merupakan bagian dari resusitasi jantung paru (RJP,CPR). RJP hanya
menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen
tambahan mutlak diperlukan.
V. RESUSITASI JANTUNG-PARU (RJP)
1. langkah-langkah yang harus diambil pada sebelum memulai RJP :
( American Heart association)
a. Tentukan tingkat kesadaran (respon penderita) :
Dilakukan dengan menggoyang penderita, bila penderita menjawab, maka ABC
dalam keadaan baik.
b. panggil bantuan
bila petugas sendiri, maka jangan mulai RJP sebelum memanggil bantuan,
c. Posisi Penderita
Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup penderita
di balikkan.
d. Periksa pernafasan
Periksa dengan inspeksi, palpasi dan aiskultasi. Pemeriksan ini paling lama 3-5
detik.
Bila penderita bernafas penderita tidak memerlukan RJP
e. Berikan pernafasan buatan 2 kali.
Bila pernafasan buatan pertama tidak berhasil, maka posisi kepala diperbaiki atau
mulut lebih dibuka. Bila pernafasan buatan kedua tidak berhasil (karena
resistensi/tahanan yang kuat), maka airway harus dibersihkan dari obstruksi
( heimlich manouvre, finger sweep)
f. Periksa pulsasi a, karotis (5-10 detik)
Bila ada pulsasi, dan penderita bernafas, dapat berhenti
Bila ada pulsasi dan penderita tidak bernafas diteruskan nafas buatan
Bila tidak ada pulsasi dilakukan RJP
2. Tehnik Resusitasi jantung paru (Cardiopulmonary Resusitation)
RJP dapat dilakukan oleh 1 atau 2 orang.
a. posisi penderita
penderita dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, backboard,short
spine board).
b. posisi petugas
posisi petugas berada setinggi bahu penderita bila akan melakukan RJP 1 orang, bila

penderita dilantai, petugas berlutut seinggi bahu, disisi kanan penderita. Posisi
paling ideal sebenernya adalah dengan menunggangi penderita, namun sering
dapat diterima oleh keluarga penderita.
c. tempat kompresi
Tepatnya 2 inci diatas prosesus xifoideus pada tengah sternum.
Jari-jari kedua tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada
penderita.
Pada bayi tekanan dilakukan dengan 2 atau 3 jari, pada garis yang menghubungkan
kedua putting susu
d. Kompresi
Dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu, bukan pada siku.
Kompresi dilakukan sedalam 3-5 cm. cara lain untuk memeriksa pulsasi a, karotis
yang seharusnya ada pada setiap kompresi.
e. Perbandingan Kompresi-Ventilasi
Pada dewasa (2 dan 1 petugas) 15 : 2 anak, maupun bayi, perbandingan kompresiventilasi adalah 5:1, ini akan menghasilkan kurang lebih 12 kali ventilasi setiap
menitnya, pada dewasa dalam satu menit dilakukan 4 siklus.
f. Memeriksa pulsasi dan pernafasan
Pada RJP 1 orang, pemeriksaan dilakukan setiap 4 siklus (setiap 1 menit).
Pada RJP 2 orang, petugas yang melakukan ventilasi dapat sekaligus pemeriksaan
pulsasi karotis, setiap beberapa menit dapat dihentikan RJP untuk memeriksa
apakah denyut jantung sudah kembali.
Tanda-tanda keberhasilan tehnik RJP :
Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan, kulit yang tadinya
berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut karotis sudah timbul
teratur, maka kompresi dapat di hentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan
sampai timbul nafas spontan.
g. Menghentikan RJP
Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda.
RJP harus dihentikan tergantung pada :
- lamanya kematian klinis
- prognosis penderita (ditinjau dari penyebab henti jantung)
- penyebab henti jantung (pada henti jantung karena minimal listrik 1 jam)
sebaiknya keputusan menghentikan RJP diserahkan kepada dokter.
h. Komplikasi RJP
- Patah tulang iga, sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan
walaupun terasa ada tulang yang patah. Patah tulang iga mungkin terjadi bila posisi
tangan salah
- Perdarahan pada perut, disebabkan karena robekan hati atau limpa.

Anda mungkin juga menyukai