Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

GANGGUAN TIDUR

KELOMPOK V

KETUA KELOMPOK : Sayyid Abdurrahman Nurul Huda


SCRIBER : Sherina Dika Aprillia
ANGGOTA KELOMPOK : Andita Fitri Aliah
: Nanda Lola Rahmatia
: Nur Isnaini Yusra Ayu Lestari
: Nirmayanti Jus’an
: Aqilah Farah Salsabil
: Nurul Annisa
; Siti Noerfaridha Syarif
: Muh. Naufal Rizqullah M.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
pleno modul “Nyeri Perut” dengan baik tanpa ada halangan.

Laporan ini telah kami selesaikan dengan baik berkat kerjasama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak
yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian laporan ini.

Diluar itu, kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Makassar, 29 Oktober 2019

KELOMPOK V

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PEDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Skenario ......................................................................................................................... 1
B. Kata Sulit ....................................................................................................................... 1
C. Kata Kunci ..................................................................................................................... 1
D. Daftar Pertanyaan ........................................................................................................ 1
E. Learning Outcome ........................................................................................................ 2
F. Problem Tree ................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
A. Definisi Tidur Dan Gangguan Tidur........................................................................... 4
B. Neuroanatomi Dan Fisiologi Tidur ............................................................................. 4
C. Epidemiologi ................................................................................................................ 10
D. Etiologi ......................................................................................................................... 11
E. Klasifikasi Gangguan Tidur....................................................................................... 12
F. Patofisiologi ................................................................................................................. 13
G. Dampak Gangguan Tidur .......................................................................................... 14
H. Hubungan Gejala dengan Gangguan Tidur ............................................................. 15
I. Penegakan Diagnosa ................................................................................................... 17
J. Diagnosis Banding....................................................................................................... 19
K. Penatalaksanaan ......................................................................................................... 22
L. Prognosis dan Komplikasi Gangguan Tidur ............................................................ 24
M. Pencegahan Gangguan Tidur ..................................................................................... 24
N. Integrasi Keislaman .................................................................................................... 25
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 26
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 26
B. Saran ............................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27

iii
iv
BAB I
PEDAHULUAN
A. Skenario
Seorang perempuan berusia 20 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan
sering mengalami rasa kantuk terutama siang hari dan tiba-tiba tertidur tanpa
mengenal waktu dan tempat. Pasien juga mengeluhkan sulit berkonsentrasi, dan
sebelum tertidur biasanya diawali dengan tungkai yang terasa lemas, penglihatan
ganda dan bicara cadel.

B. Kata Sulit
1. Cadel

C. Kata Kunci
1. Perempuan
2. Usia 20 tahun
3. Sering mengalami rasa kantuk terutama siang hari
4. Tiba-tiba tertidur tanpa mengenal waktu dan tempat
5. Sulit berkonsentrasi
6. Tungkai terasa lemas
7. Penglihatan ganda
8. Bicara cadel

D. Daftar Pertanyaan
1. Apa definisi tidur dan gangguan tidur?
2. Jelaskan neuroanatomi dan fisiologi tidur?
3. Apa epidemiologi gangguan tidur?
4. Apa etiologi dari gangguan tidur?
5. Jelaskan klasifikasi gangguan tidur?
6. Jelaskan patofisiologi gangguan tidur?
7. Bagaimana dampak dari gangguan tidur?
8. Bagaimana hubungan gejala dengan gangguan tidur?
9. Bagaimana cara penegakan diagnosa sesuai skenario?
10. Jelaskan diagnosis banding terhadap skenario?
11. Jelaskan penatalaksanaan gangguan tidur?
12. Jelaskan prognosis dan komplikasi gangguan tidur?

1
2

13. Bagaimana cara pencegahan gangguan tidur?


14. Jelaskan integrasi keislaman terkait skenario?

E. Learning Outcome
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi tidur dan gangguan tidur
2. Mahasiswa mampu menjelaskan neuroanatomi dan fisiologi tidur
3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi gangguan tidur
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari gangguan tidur
5. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi gangguan tidur
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi gangguan tidur
7. Mahasiswa mampu menjelaskan dampak dari gangguan tidur
8. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan keluhan utama dengan gejala terkait
skenario
9. Mahasiswa mampu menjelaskan cara penegakan diagnosa sesuai skenario
10. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding terhadap skenario
11. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan gangguan tidur
12. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dan komplikasi gangguan tidur
13. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan gangguan tidur
14. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait skenario
3

F. Problem Tree
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tidur Dan Gangguan Tidur
1. Tidur
Tidur adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama alam
semesta, irama sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan terbenamnya matahari,
waktu malam dan siang hari, tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur dan
berulang untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan kelelahan mental.1
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai
dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang
respons terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga.
Pemantauan tidur yang ketat merupakan bagian penting praktik klinik.2
2. Gangguan Tidur
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan
adanya gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu.
Kuantitas tidur inadekuat adalah durasi tidur yang inadekuat berdasarkan
kebutuhan tidur sesuai usia akibat kesulitan memulai (awitan tidur yang
terlambat) ada/atau mempertahankan tidur (periode panjang terjaga di malam
hari). Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat
periode singkat yang terjaga di malam hari yang sering dan berulang.3

B. Neuroanatomi Dan Fisiologi Tidur


1. Neuroanatomi Tidur
a. Formatio Retikularis
Formasio retikularis terdiri dari jaringan kompleks badan sel dan
serabut saraf yang saling terjalin membentuk intisentral batang otak. Bagian
ini berhubungan kebawah dengan sel-sel interneuron medulla spinalis dan
meluas ke atas ke diensefalon. Memiliki sekiar 30.000 sinaps. Fungsi utama
dari sistem retikularis yang tersebar ini adalah integrasi berbagai proses
kortikal dan subkortikal yaitu penentuan status kesadaran dan keadaan
bangun, modulasi transmisi formasi sensorik kepusat yang lebih tinggi,
modulasi aktivitas motorik, pengaturan respon autonom dan pengaturan
siklus tidur bangun. Sistem ini juga merupakan tempat asal sebagian
monoamine yang disebarkan keseluruh SSP. Lesi pada formatio retikularis

4
5

dapat menyebabkan koma sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.


Neuron dalam formatio retikularis dikelompokan sesuai dengan fungsinya
masing-masing.5
Formasio retikularis batang otak terletak strategis di bagian tengah
jaras asenden dan desenden antara otak dan medulla spinalis sehingga
memungkinkan pemantauan “lalu-lintas” dan berpartisipasi dalam semua
aktivitas batang otak – hemisfer otak. Formasio retikularis, yang secara difus
menerima dan menyebarkan rangsang, menerima input dari korteks serebri,
ganglia basalis, hipotalamus dan sistem limbik, serebelum, medulla spinalis,
dan semua sistem sensorik. Serabut eferen formasio 3 retikularis tersebar ke
medulla spinalis, serebelum, hipotalamus, dan sistem limbik, serta thalamus
yang sebaliknya, berproyeksi ke korteks serebri dan ganglia basalis. Selain
itu, sekelompok serabut monoamine yang penting disebarkan secara luas
pada 4 jaras asendens ke struktur subkortikal dan korteks, dan jaras
desendens menuju medulla spinalis. Dengan demikian formasio retikularis
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh seluruh area SSP.6
Fungsi masing-masing nukleus retikularis 5 :
1) Nukleus retikularis gigantoselularis : regulasi retikulospinal
2) Paramedian pontine reticular formation (PPRF) : pusat lateral gaze
3) Nuklei raphe : pengaturan tidur, bangun dan waspada
4) Locus ceruleus : atensi, mood, dan siklus tidur-bangun
b. Formasi Retikularis Medula Oblongata
Medulla oblongata merupakan bagian yang vital dalam pengaturan
jantung, vasomotor/ kontriksi dan dilatasi pembuluh darah dan pusat
pernafasan. Medulla Oblongata memonitor kadar CO2 yang berperan dalam
pengaturan pernafasan, mengatur muntah, bersin, batuk dan menelan.
Dibagian ventral terdapat pyramid yang merupakan jalur motorik dari
serebral ke spinal. Jalur di pyramid menyilang (pyramidal decussation)
sehingga dibawah medulla keadaan motorik tubuh dikontrol oleh bagian
yang berlawanan dalam hemisfer serebri. 6
6

Formasi Retikularis Medula Oblongata terdiri dari:


1) Nukleus Retikularis Lateralis - afferent dengan medulla spinalis -
efferent dengan korteks serebelli
2) Nukleus Retikularis Ventralis - medial nukleus retikularis lateralis
3) Nukleus Retikularis Gigantoselularis - sebagian besar serat traktus
retikulospinalis lateralis berasal dari nukleus ini
4) Nukleus Retikularis Paramedian - terletak dekat garis median -
sebagian besar axonnya disebarkan ke serebellum
5) Nukleus Retikularis Parviselularis - terletak di dorsolateral medulla
oblongata - dianggap sebagai bagian sensorik formasio retikularis
karena cabangcabang kolateral dari serat-serat ascenden sensorik
berakhir di nukleus ini.
c. Formasi Retikularis Pontis
Pons terletak diatas medulla, pada bagian dorsal terdapat formatio
retikularis dan nuklei syaraf kranial jalur asenden dan desenden. Dalam
formatio retukularis terdapat pusat apneu dan pneumotoxic yang membantu
dalam pengaturan pernafasan. Formasi Retikularis Pontis ini menempati
suatu daerah sentral di dalam segmentum pontis tapi tidak seluas formasio
retikularis di medulla oblongata. Terdiri dari 6 :
1) Nukleus kawasan paramedian: - nukleus rafes dorsalis - nucleus
sentralis superior - nucleus rafes pontis - nucleus rafes magnus -
nucleus rafes obskurus
2) Nukleus kawasan medial: - nucleus retikularis gigantoselularis -
nucleus retikularis pontis kaudalis - nukleus retikularis pontis
oralis - nucleus kuneiformis dan subkuneiformis
3) Nukleus kawasan lateral: - nucleus tegmentalis pedunkulopontis 8
- nucleus parabrakialis lateralis - nucleus parabrakialis medialis
d. Formasi Retikularis Midbrain/Mesencepalon
Formasi retikularis mesencepali meliputi daerah-daerah di sebelah
dorsal dan lateral nukleus ruber yaitu Nukleus tegmentali, pedunkulopontis,
nukleuskuneiformis dan nukleus subkuneiformis. Midbrain terdapat diatas
pons. Terdapat pusat refleks yang membantu koordinasi pergerakan bola
mata dan kepala, membantu pengaturan mekanisme fokus pada mata,
7

mengatur respon pupil terhadap stimulus cahaya. 9 Terdapat substansia nigra


yang beperan dalam pengaturan aktivitas motorik somatic.6
e. Thalamus
Talamus mengapit ventrikel III dan terbagi menjadi 3 daerah utama
oleh lamina medulari interna yang berbentuk seperti huruf Y yaitu nuklei
anterior di bagian sudut bentuk Y, nuklei ventrolateralis (nukleus lateralis
dan medialis) di bagian lateral dan nuklei medialis dibagian medial. Nukleus
ventralis meliputi nukleus ventralis anterior, nukleus ventralis lateralis,
nukleus ventralis posterolateralis dan nukleus 10 posteromedialis. Nukleus
lateralis meliputi nukleus lateralis dorsalis dan nukleus lateralis posterior.7
Talamus merupakan stasiun relay utama terakhir untuk semua impuls
asendens (kecuali impuls olfaktorius) dari medula spinalis, batang otak dan
serebelum melalui serabut talamokortikal (lemniskus medialis, traktus
spinotalamikus, trigeminotalamikus dan traktus lainnya) berakhir di stasiun
relay nuklei ventralis posterolateralis untuk lemniskus medialis dan nukleus
ventralis posteromedialis untuk aferen trigeminus, yang selanjutnya
diproyeksikan ke area kortek somatosensorik area 3a, 3b,1 dan 2. Serabut
gustatorik dari nukleus traktus solitarius berakhir di ujung medial nukleus
ventralis posteromedialis dan diproyeksikan ke regio postsentralis yang
menutupi insula. Korpus genikulatum lateralis dan medialis merupakan salah
satu nuklei talami spesifik. Traktus optikus berakhir di korpus genikulatum
lateralis dan menghantarkan impuls visual melalui radiasio optika ke kortek
visual (area 17). Impuls auditorik dibawa dari lemniskus lateralis ke korpus
genikulatum medialis melalui radiasio akustika ke kortek auditorik (giri
temporalis transversi Heschl, area 41).7
Nukleus ventralis oralis posterior menerima input dari nukleus dentatus
dan nukleus ruber melalui traktus dentikulotalamikus berproyeksi ke kortek
motorik (area 4), sedangkan nukleus ventralis oralis anterior dan nukleus
ventralis anterior menerima input dari globus palidus yang berproyeksi ke
kortek premotorik (area 6aα dan 6aβ). 11 Nukleus anterior berhubungan
secara timbal balik dengan korpus mamilare dan forniks melalui traktus
mamilotalamikus, yang berhubungan dengan girus cinguli (area 24) pada
sistem limbik. Nukleus medialis talami memiliki hubungan 2 arah dengan
area asosiasi lobus frontalis dan regio premotoris yang menerima input
8

aferen dari nukleus ventralis dan intralaminaris, hipotalamus, nukleus


mesensefali dan globus palidus.7
Pulvinar berhubungan secara timbal balik dengan area asosiasi lobus
parietalis dan oksipitalis, menerima input dari nuklei talami lain terutama
intralaminaris dan berperan penting pada pengumpulan berbagai jenis
informasi sensorik yang datang. Nuklei lateralis dorsalis dan posterior
menerima input neural dari nuklei talami lain (nuklei integratif). Nuklei
intralaminaris terletak di dalam lamina medularis interna dengan nukleus
terbesarnya yaitu nukleus sentromedianus menerima input aferen dari
serabut asendens formasio retikularis di batang otak, nukleus emboliformis
serebeli, globus palidus medialis, nukleus talami lainnya dan diproyeksikan
ke nukleus kaudatus, putamen, globus palidus dan ke seluruh nuklei talami,
kemudian diproyeksikan ke area sekunder kortek serebri. Nukleus
sentromedianus membentuk ARAS bagian talamik.7
Struktur dalam otak disuplai oleh arteri penetrating kecil yang diberi
nama sesuai struktur yang disuplai. Talamus dan nukleus genikulatum
lateralis menerima suplai darah dari arteri talamoperforata posterior dan
talamogenikulatum yang merupakan 12 cabang dari arteri serebri posterior.
Cabang arteri penetrating dalam dari arteri serebri posterior termasuk arteri
koroidalis posterior lateralis dan medialis mensuplai talamus posterior,
quadrigeminal plate dan glandula pinealis, hipokampus dan
parahipokampus. Arteri serebri posterior memberikan arteri penetrating ke
mesensefalon dan talamus, mengelilingi pedunkulus serebri dan mensuplai
lobus oksipitalis dan permukaan inferior lobus temporalis. 5
Ketiga arteri serebri (a. serebri anterior, media dan posterior), arteri
komunikans anterior dan posterior serta arteri koroidalis anterior memiliki
cabang yang mensuplai ganglia basalis dan struktur limbik. Arteri
lentikulostriata mensuplai putamen, globus palidus, kapsula interna dan
nukleus kaudatus. Arteri koroidalis anterior cabang langsung arteri karotis
interna bagian distal mensuplai kornu posterior kapsula interna, korona
radiata paraventrikular posterior, segmen traktus optikus dan pleksus koroid
ventrikel lateral, hipokampus anterior dan parahipokampus. Aspek posterior
kapsula interna dan traktus optikus disuplai oleh arteri talamoperforata yang
merupakan cabang arteri komunikans posterior.5
9

Beberapa fungsi talamus yaitu6 :


1) Talamus merupakan titik pertemuan subkortikal terbesar untuk
semua impuls sensorik proprioseptif dan eksteroseptif.
2) Talamus merupakan stasiun relay semua impuls reseptor sensorik
kutaneus dan viseral, impuls auditorik dan visual, impuls dari
hipotalamus, serebelum dan formasio retikularis batang otak.
Semua impuls ini diproses di talamus sebelum ditransmisikan ke
struktur lainnya yaitu sebagian kecil ke striatum dan sebagian besar
ke kortek serebri.
3) Talamus merupakan pusat integrasi dan koordinasi keempat impuls
aferen berbagai modalitas dari regio tubuh berbeda diintegrasikan
di talamus dan diberikan pewarnaan afektif.
4) Talamus memodulasi fungsi motorik melalui lengkung umpan
balik dengan kortek motorik, basal ganglia dan serebelum.
5) Beberapa nuklei talami merupakan komponen ARAS yaitu sistem
kewaspadaan spesifik yang berasal dari nukleus yang secara difus
terletak di sepanjang formasio retikularis batang otak. Impuls
pengaktivasi ARAS dihantarkan dari nukleus ventralis anterior,
intralaminaris (terutama sentromedian) dan nukleus retikularis ke
seluruh neokortek. ARAS yang intak penting untuk kesadaran
normal.

2. Fisiologi Tidur
Sampai saat ini sistem klasifikasi untuk tingkatan tidur yang diterima adalah
usulan dari Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan EEG,
electrooculogram (EOG) dan electro-myogram (EMG). Gelombang Otak,
Mengukur Suatu Tidur Ada 5 tingkatan pola tidur, 4 tingkatan tidur dalam yang
disebut non REM (non rapid eye movement) juga dikenal sebagai slow wave
sleep (SWS) dan tingkat ke 5 yang disebut REM (rapid eye movement) di-sebut
juga paradoxical sleep (PS). Pada waktu non REM sleep gelombang otak makin
lambat dan teratur. Tidur makin dalam serta pernafasan menjadi lambat dan
teratur. Mendengkur terjadi pada waktu tidur NREM. 4 tingkatan NREM
10

dikenal dengan tingkt 1,2,3 dan 4. Tidur yang paling dalam adalah pada tingkat
4, dan aktivitas 1istrik paling dalam.4
Tidur REM lebih dangkal, ditandai dengan gerakan bola mata cepat di bawah
kelopak mata yang tertutup. Pada waktu REM, orang tidak lagi mendengkur,
nafas menjadi tak teratur, aliran darah ke otak bertambah dan temperatur tubuh
naik, disertai banyak gerakan tubuh. Gelombang 1istrik tampak seperti tingkat 1
dari tidur. Tiap proses tidur melewati 5 tahap ini dalam 1 siklus, dan tiap siklus
berlangsung kira-kira 90 menit.4
Orang dewasa yang sehat bila sudah tertidur akan masuk ke dalam tingkat 1,
diikuti tingkat 2,3 dan 4, kemudian kembali lagi ke tingkat 1 dan setelah 2
periode, siklus itu akan lengkap setelah diikuti oleh periode REM antara 5
sampai 15 menit. Putaran akan berlangsung 4-5 kali dengan penambahan
periode REM pada tahap berikutnya, disertai pengu-rangan periode NREM
(terutama pada tingkat 3 dan 4). Pada orang yang tidur selama 8 jam, akan
menjalani 2 jam tidur REM dan 6 jam tidur NREM.4
Pola tidur NREM dan REM terutama pada siklus 90 menit secara
menakjubkan sama pada semua orang. Peneliti mengambil keuntungan dari
orang dengan gangguan tidur, dengan melihat kelainan pola ini. Misalnya pada
orang dengan gangguan tidur yang disebut narcolepsi, yaitu orang yang tidak
dapat menahan untuk jatuh da1am keadaan tidur, tidak perduli di mana dia
berada, tiba-tiba jatuh tertidur, temyata dia pada malam hari tidur tidak melewati
tahapan NREM tapi 1angsung jatuh ke dalam periode REM.4

C. Epidemiologi
Pada tahun 1999, survei yang dilakukan oleh yayasan survei National Sleep di
empat Negara Eropa, yaitu: Perancis, Jerman, Inggris dan Spanyol, melalui
wawancara dengan 2.000 orang dewasa di masing-masing negara, mengungkapkan
rata-rata prevalensi insomnia berkisar antara 30% sampai 45% atau sekitar 100 juta
orang menderita insomnia di Uni Eropa. Data yang diperoleh dari National Sleep
tercatat bahwa 35% orang dewasa di Amerika Serikat mengalami insomnia
(www.medicines formankind.eu). Pada tahun 2011 Lianne Kurina dari University Of
Chicago melakukan penelitian dengan mewawancarai 95 warga negara Amerika
Serikat bagian selatan yang rata- rata berusia 30 sampai 40 tahun. Dalam prosesnya
mereka diminta menjawab pertanyaan yang terkait dengan kesepian kecemasan,
11

depresi, dan stres. Penelitian ini menghasilkan bahwa kecemasan, stres, dan depresi
merupaka faktor utama penyebab mereka mengalami sulit tidur, sehingga mereka
sering terbangun di malam hari secara tiba-tiba dikarenakan perasaan cemas dan
gelisah akibat stres karena beban kerja yang berat, kesepian karena tinggal di
lingkungan yang asing, dan mengalami ketegangan otot akibat kelelahan. Dari hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama penyebab kesulitan tidur
antara lain: (1) faktor fisiologis, (2) faktor Psikologis, dan (3) faktor lingkungan.8
Selain di Amerika Serikat, negara berkembang seperti Taiwan tercatat 4.005
orang ditemukan 21,8 % penduduknya memiliki masalah tidur akut. Masalah tidur
akut tersebut disebabkan karena krisis ekonomi, depresi, stres, dan gaya hidup tidak
sehat, serta penyakit tertentu, seperti: tekanan darah tinggi, dan diabetes, dapat
menurunkan derajat kesehatan sebagai pemicu insomnia. Di negara Indonesia, ketika
penduduk Indonesia pada tahun 2004 berjumlah 238,452 juta jiwa, yang mengalami
insomnia berjumlah 28,053 juta orang atau sekitar 11,7 %. Jumlah ini bisa terus
bertambah seiring dengan perubahan gaya hidup terhadap globalisasi.8
D. Etiologi
Kondisi medis Berbagai kondisi medis yang buruk dari seseorang dapat
menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur. Misalnya gangguan pada paru
yang menyebabkan gangguan nafas seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis.
Akibat gangguan pernafasan yang dialami, maka seseorangtentunya saja akan
mengalami gangguan tidur. Kondisi jantung yang juga berpengaruh meyebabkan
gangguan tidur pada seseorang seperti iskemia dan gagal jantung kongestif. Berbagai
penyakit neurologis seperti stroke, kerusakan saraf perifer, apnea tidur tipe sentral dan
gangguan endokrinologis seperti pada kehamilan, gangguan siklus menstruasi,
hipertiroid juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Selain itu, kondisi
gastrointestinal yang sangat mengganggu tidur yaitu gastroesophageal reflux disease
(GERD) karena asam lambung yang naik ke esophagus akan menyebabkan rasa yang
mengganggu.9
Kondisi psikiatri seperti depresi dapat menyebabkan gangguan tidur tipr REM.
Gangguan stres post trauma sering menyebabkan gangguan tidur teror pada malam
hari. Selain itu, gangguan anxietas, panic disorder paling sering menyebabkan
insomnia atau sulit tidur pada banyak pasien. Selain itu, juga perlu diketahui bahwa,
penggunaan obat-obatan pada kondisi psikiatri seperti anti depresan dapat
12

mengganggu tidur pola tidur REM. Obat-obat benzodiazepin yang terlalu sering
digunakan dan dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan rebound insomnia
(gangguan untuk tertidur akibat pemakaian obat sehingga apabila obat dihentikan,
pasien menjadi merasa sulit tertidur).9
Kondisi lingkungan Gangguan tidur sering disebabkan lingkungan yang bising
atau oleh karena suhu lingkungan yang tidak nyaman. Pertukaran jam kerja yang tidak
teratur sering menyebabkan gangguan siklus tidur, seperti halnya yang juga terjadi
pada jetlag akibat bepergian ke tempat yang mempunyai waktu yang tidak cocok
dengan daerah asal. Pergantian ketinggian yang signifikan juga dapat menyebabkan
gangguan tidur.9

E. Klasifikasi Gangguan Tidur


Secara umum PPDGJ III membagi gangguan tidur menjadi 2, yaitu disomnia
dan parasomnia. Disomnia adalah suatu kondisi psikogenik primer dengan ciri
gangguan tidur pada segi kualitas, kuantitas, atau waktu tidur yang terkait dengan
faktor emosional. Keadaan insomnia dan hiperinsomnia serta gangguan siklus bangun
tidur termasuk dalam disomnia. Parasomnia adalah adanya kejadian abnormal yang
terjadi selama tidur, seperti night terrors, nightmares, sleep walking, dan sleep talking.
Selain itu, gangguan tidur lain menurut PPDGJ III adalah gangguan tidur organik,
gangguan tidur nonpsikogenik termasuk narkolepsi, sleep apnea, mioklonus
nokturnal, dan enuresis.10

Menurut DSM-V gangguan tidur dibagi menjadi gangguan insomnia,


gangguan hiperinsomnia, narkolepsi, Obstructive sleep apnea hypopnea, gangguan
irama sirkadian, parainsomnia, gangguan NREM, gangguan mimpi buruk, gangguan
perilaku REM, dan restless legs syndrome.10

Ganguan tidur yang terjadi pada anak dapat berupa gangguan tidur primer atau
sebagai konsekuensi sekunder dari adanya gangguan medis atau kejiwaan yang
mendasarinya. Gangguan tidur primer adalah suatu keadaan seseorang sulit untuk
memulai atau mempertahankan tidur dan berlangsung minimal 1 bulan.11

Klasifikasi gangguan tidur ini didasari pada keadaan yang kronik, sedangkan
gangguan tidur yang terjadi beberapa malam pasca stress psikososial tidak didiagnosis
sebagai gangguan tidur. Untuk menegakkan diagnosis gangguan tidur setidaknya
diperlukan minimal 3 kali kejadian dalam seminggu selama periode 1 bulan disertai
13

keluhan fisik seperti kelelahan, mudah marah, dan lain lain. Menurut DSM IV-TR,
gangguan tidur dibagi menjadi insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi,
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan, gangguan tidur irama
sirkadian, gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, gangguan tidur berjalan,
gangguan tidur terkait kondisi medis, dan gangguan tidur yang diinduksi zat.
Sedangkan, Nelson et al membuat klasifikasi gangguan tidur spesifik pada anak dan
remaja, karena pola gangguan tidur pada anak berbeda dengan pola gangguan tidur
pada dewasa. Pola tidur mengalami perubahan yang progresif seiring bertambahnya
usia; dari masa bayi, anak, hingga remaja; kearah pola tidur dewasa, yaitu durasi tidur
yang berkurang, siklus tidur yang lebih panjang, dan berkurangnya waktu tidur
siang.11

F. Patofisiologi
Kesamaan antara kataplexi dan atonia tidur REM, kehadiran episode sering
halusinasi hypnagogic dan kelumpuhan tidur dan kecendrungan untuk narkolepsi
transisi langsung dari terjaga ke tidur REM menyebabkan perspektif awal bahwa
narkolepsi adalah penyakit-penyakit tidur REM. Sebuah hipotesis yang telah
berkembang hasil narkolepsi dari gangguan mekanisme kontrol baik tidur dan terjaga
dari proses batas fase kewaspadaan. Serangan katalepsi merupakan intrusi atoni tidur
REM selama terjaga, sedangkan halusinasi hypnagogic muncul sebagai citra mimpi
seperti yang terjadi dalam keadaan sadar terutama saat onset tidur.12

Banyak bukti yang mendukung pandangan narkolepsi sebagai kondisi


gangguan kewaspadaan negara. Katapleksi di kaitkan dengan penghambatan
monosynaptic H-refleks dan polisinaps refleks tendon dalam. Pada keadaan normal
subyek H-refleks hanya di tekan selama tidur. Mekanisme untuk induksi katapleksi
berbeda dengan tidur REM. Katapleksi dipandang sebagai fenomena patologis
kekurangan hypocretin agak berbeda dari gejala REM terkait lainnya. Narkolepsi,
HLA, dan sistem kekebalan tubuh sebuah asosiasi HLA yang sangat tinggi. Hubungan
yang kuat anatar tipe HLA dan narkolepsi dengan katapleksi seperti mencetuskan
bahwa narkoplesi merupakan penyakit autoimun.12

Karakteristik utama dari narkolepsi adalah mengantuk siang hari yang


berlebihan (EDS), bahkan setelah tidur malam yang cukup. Seseorang dengan
narkolepsi kemungkinan akan menjadi mengantuk atau hanya sangat lelah sepanjang
14

hari, sering pada waktu yang tidak tepat dan tempat. Tidur siang mungkin terjadi
dengan sedikit peringatan dan secara fisik tak tertahankan. Tidur siang ini dapat
terjadi dalam beberapa kali dalam sehari.12

Empat gejala klasik dari gangguan sering di sebut sebagai “tetrad dari
narkolepsi”, adalah katapleksi, kelumpuhan tidur, halusinasi hypnagogic dan perilaku
otomatis. Katapleksi adalah kondisi episodik menampilkan hilangnya fungsi otot
mulai dari sedikit kelemahan seperti limpness di leher atau di lutut, kendur otot-otot
wajah, atau ketidakmampuan untuk berbicara jelas. Episode ini mungkin di picu oleh
emosional mendadak seperti tawa, marah, terkejut dan dapat berlangsung dari
beberapa detik hingga beberapa menit. Kelumpuhan tidur adalah ketidakmampuan
sementara unruk berbicara atau bergerak saat bangun tidur.12

Gejala-gejala narkolepsi, terutama kantuk siang hari berlebihan dan katalepsi.


Ketika seseorang sedang terjaga gelombang otak menunjukkan irama teratur. Keadaan
ini di sebut NREM, setelah sekitar satu jam setengah tidur NREM, gelombang otak
mulai menunjukkan pola yang lebih aktif lagi keadaan ini di sebut REM adalah ketika
bermimpi paling diingat terjadi. Dalam narkolepsi urutan dan panjang NREM dan
REM terganggu, dengan tidur REM terjadi onset tidur bukannya setelah masa NREM.
Tidur REM biasanya terjadi kurangnya kontrol otot, kelumpuhan tidur dan mimpi
hidup.12

G. Dampak Gangguan Tidur


Dampak kekurangan tidur pada seseorang akan sangan berpengaruh pada
aktifitasnya sehari-hari. Apabila dia seorang mahasiswa dia akan mengalami
penurunan performalitasnya sebagai mahasiswa. Apabila dia seorang pekerja maka
dia akan mengalami performalitasnya dalam lingkungan kantornya. Orang-orang yang
mengalami gangguan tidur cenderung mengalami gangguan psikologi (depresi)
sehingga orang-orang yang mengalami gangguan seperti ini akan mencari hal-hal
yang membuat dirinya merasa lebih baik. Meningkatkan penggunaan obat-obatan,
meningkatkan risiko obesitas. Gangguan tidur juga dapat menurunkan daya tahan
tubuh. Gangguan pola tidur yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif seperti
fungsi kognitif (menurunkan tingkat kecemasan yang menyebabkan gangguan tidur),
dan mood sehingga dapat menimbulkan konsekuensi serius lainnya seperti
peningkatan angka kejadian kecelakaan lalu lintas.2
15

H. Hubungan Gejala dengan Gangguan Tidur


1. Perempuan, 20 tahun dan sulit berkonsentrasi
Sindroma premenstruasi dialami oleh wanita yang telah mengalami
menstruasi. Penelitian Bakhshani N.M. dkk menunjukkan bahwa ada sekitar 16%
wanita dewasa mengalami sindroma premenstruasi pada setiap siklus menstruasinya.1
Bakhshani N.M. dkk melakukan penelitian terhadap wanita umur 18-27 tahun di Iran,
gejala premenstruasi yang sering timbul adalah keletihan atau letargi (84%), mood
depresi (72,3%), perasaan sedih tiba-tiba (70,3%), cemas (70%), sakit punggung
(69%) dan gangguan tidur (66%). Gangguan tidur yang dapat terjadi pada sindroma
premenstruasi adalah insomnia dan hipersomnia. Gangguan ini dapat berulang seiring
terjadinya menstruasi.13
Wanita dewasa yang telah mengalami pubertas umumnya mengalami
menstruasi. Siklus yang umumnya terjadi kurang lebih 28 hari. Menstruasi
dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu hormon seks steroid (pro- gestin, androgen,
dan estrogen), hormon polipeptida (gonadotropin berupa Luteinizing Hormone (LH)
dan Follicle-Stimulating Hormone (FSH)), hormon peptida (Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH), Corticotro- pin-Releasing Hormone (CRH), dan Bendorfin), dan
hormon amino (serotonin, melatonin, dan dopamin). Pada penelitian terakhir
didapatkan juga penyebab lain sindroma premenstruasi yaitu, defisiensi serotonin1,
defisiensi kalsium dan magnesium, perubahan hormonal normal, meningkatnya
endorfin, penurunan Gamma Amino Butyric Acid (GABA) dan terjadi
hipoprolaktinemia.13
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi suatu proses tidur yang normal.
Tidur dipengaruhi oleh hormon-hormon di dalam tubuh, antara lain serotonin, L-
triptofan, norepinefrine, dan asetilkolin otak.8 Sero- tonin sintetis dan serotonin oleh
sel serotoninergik dipengaruhi oleh ketersediaan prekursor asam amino dari
neurotransmitter ini, seperti L-triptofan. Neuron berisi norepinefrine yang berada di
lokus sereleus memegang peranan penting dalam mengatur siklus tidur yang normal.8
Gangguan tidur menurut DSM IV dibagi menjadi disomnia dan parasomnia.
Disomnia adalah gangguan jumlah waktu tidur. Parasomnia adalah perilaku tidak
normal pada saat tidur atau pada saat transisi tidur ke bangun. Parasomnia mulai
16

terjadi sejak stadium 3 dan 4 dari periode NREM.8 Disomnia dibagi lagi menjadi
insomnia dan hipersomnia.13
PMS dapat menyebabkan gangguan tidur karena adanya pengaruh serotonin.
Serotonin adalah neurotransmiter yang berpengaruh pada mood, pola makan, dan
tidur. Kadar serotonin ditemukan menurun pada saat fase luteal. Hal ini dapat
disebabkan turunnya kadar estrogen karena estrogen dapat mem- pengaruhi serotonin.
Pada kadar level serotonin yang menurun maka akan terjadi gangguan tidur terutama
insomnia.13
Gangguan tidur sangat umum terjadi pada wanita yang mengalami PMS.
Gangguan tidur yang dimaksud ada- lah penurunan kualitas tidur pada saat fase luteal
dan awal masa folikular. Gangguan tidur yang terjadi dapat berupa insomnia,
hipersomnia, dan mimpi yang meng- ganggu atau mimpi buruk. Keluhan lain yang
dapat menyertai seperti rasa lelah, keinginan yang menurun, dan kesulitan dalam
berkonsentrasi.1

2. Lemas Tungkai Bawah

Cataplexy adalah kelemahan otot yang tiba-tiba sering dipicu oleh emosi yang
kuat. Hilangnya tonus otot bisa sebagian, mempengaruhi hanya wajah dan leher, atau
lengkap, sehingga postur penuh runtuh. Episode katapleks biasanya berlangsung dari
beberapa detik hingga 1 atau 2 menit, dan selama waktu ini kesadaran sepenuhnya
terjaga.14
Ketika seseorang dalam tidur REM, hampir semua otot rangka (kecuali yang
terlibat dalam pernapasan dan gerakan mata) lumpuh. Ini disebut REM sleep atonia,
dan mekanisme serupa dapat menyebabkan kelumpuhan otot katapleksi. Selama tidur
REM, neuron motor sangat dihambat oleh neuron GABAergik dan glikinergik di
medula spinalis dan medula medial. Neuron-neuron premotor penghambat ini
diaktifkan oleh neuron-neuron glutamatergik dalam nukleus sublaterodorsal.
Biasanya, selama terjaga, jalur penghasil atonia ini ditahan oleh norepinefrin,
serotonin, dan neuron GABA dari neuron ventrolateral abu-abu periaqueductal
ventrolateral dan pontine tegmentum lateral yang berdekatan. Selama kataplexy,
aktivitas neuron noradrenergik dan serotonergik ditekan, memungkinkan atonia, tetapi
neuron histaminergik pemicu bangun dari inti tuberomammillary tetap aktif,
membantu menjaga kesadaran. Selain itu, peptida orexin dapat mencegah atonia
dengan langsung menarik neuron pada berbagai tingkatan sistem ini, termasuk yang
17

ada di vlPAG / LPT, daerah monoaminergik, dan neuron motorik. Inti pusat amigdala
mengirimkan proyeksi rangsang ke SLD dan proyeksi penghambatan ke vlPAG /
LPT. Kondisi emosional yang kuat mengaktifkan jalur limbik ini, meningkatkan
kemungkinan atonia. Pada individu yang sehat, ini akan diimbangi oleh efek penekan
atonia dari peptida orexin, yang menghasilkan tidak lebih dari rasa kelemahan ringan
yang cepat berlalu. Namun, pada orang-orang yang seperti kasus pada skenario,
sinyal-sinyal emosional ini akan dilawan, menghasilkan aktivasi berkelanjutan SLD
dan jalur hilir yang mengarah pada kelumpuhan.14

I. Penegakan Diagnosa
Seperti pada cabang ilmu kedokteran lainnya, suatu pendekatan sistematik
seperti anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diperlukan dalam
penegakan diagnosis.2

1. Anamnesis2
Tujuan utama dari anamnesis ialah untuk medapatkan informasi seputar
penyakit, keluhan serta riwayat penyakit terdahulu. Pertanyaan yang dapat
diajukan ialah :
a. Riwayat psikiatri
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat keluarga
d. Riwayat psikiatri keluarga
e. Riwayat pribadi
f. Riwayat penyakit medis terdahulu
g. Riwayat psikiatri terdahulu
h. Penggunaan zat psikoaktif
i. Riwayat hukum
j. Kepribadian premorbid
2. Status Mental Psikopatologi Deskriptif
Pemeriksaan status mental merupakan satu bagian yang amat penting dalam
pemeriksaan psikiatri. Selain mencatat informasi yang didapat dari wawancara,
pemeriksaan status mental juga menggunakan informasi yang didapat dari pihak
lain seperti staff perawat untuk pasien rawat inap. Hal ini penting karena pasien
tidak selalu menunjukkan gejala tersebut.2
Beberapa penampilan yang dinilai ialah :
18

a. Penampilan umum
b. Penampilan wajah
c. Postur dan gerakan
d. Aktivitas yang kurang
e. Aktivitas berlebihan
f. Aspek psikodinamik
g. Perilaku sosial
h. Rapport
i. Kemampuan berbicara
j. Mood
k. Isi pikiran
l. Kelainan keyakinan dan interpretasi peristiwa
m. Pengalaman abnormal
n. Status kognitif
o. Tilikan
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap harus dilaksanakan secara rutin pada saat pasien
psikiatri didaftarkan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
a. Gangguan otak organic
1) Tingkat kesadaran
2) Kidal dan kanan
3) Memori
4) Apraksia
5) Agnosia
6) Fungsi korteks lainnya
4. Pemeriksaan Penunjang\
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari informasi lebih lanjut.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah :
a. Uji darah
b. Uji urine
c. EEG (electroencephalography)
d. Uji neuropsikologis
e. Neuroimaging
f. Uji genetic
19

J. Diagnosis Banding
1. Narkolepsi
a. Epidemiologi
Gangguan ini diperkirakan terdapat pada 0,02 sampai 0,16 % orang
dewasa dan menunjukkan sejumlah insiden familial. Narkolepsi dapat terjadi
pada usia berapapun, tetapi paling sering dimulai pada masa remaja atau
dewasa muda. Umumnya sebelum usia 30 tahungangguan ini dapat
berkembang dengan lambat atau mencapai keadaan datar yang dipertahankan
seumur hidup.2
b. Gejala Klinis
Terdiri atas rasa mengantuk yang berlebihan di siang harai serta
manifestasi abnormal tidur rapid eye movement REM yanag terjadi setiap hari
selamaa sedikitnya 3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi 2-6 kali sehari
dan berlangsung 10-20 menit. Serangan ini dapat terjadi pada saat yang tidak
tepat (cth., saat makan, berbicara, atau menyetir, dan saat berhubungan
seksual) tidur REM mencakup halusinasi hipnagogik dan hipnopompik:
pengalaman persepsi yang jelas, baik auditorik maupun visual, terjadi saat
onset tidur atau bangun.pasien sering merasa ketakutan sesaat, tetapi dalam
satu atau dua menit mereka kembali ke kerangka pikiran yang benar-benar
normal. Katapleksi yaitu hilangnya tonus otot dengan tiba-tiba, seperti rahang,
terkulai jatuhnya kepala, terkulai kelemahan lutut,atau paralisis semua otot
rangka disertai kolaps saat tidur. Adanya tidur REM dalam 10 menit sejak
onset tidur (periode REM onset tidur) juga dianggap bukti narkolepsi.
Gangguan ini dapat berbahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan mobil
dan industri.2
c. Terapi
Tidak ada penyembuhan untuk narkolepsi. Tetapi pengelolaan gejala
mungkin dapat dilakukan, suatu regimenuntuk memaksa tidur siang pada
waktu yang teratur kadang-kadang dapat membantu pasien dengan narkolepsi,
dan pada beberapa kasus, regimen itu sendiri tanpa obat hamapir dapat
menyembuhkan pasien. Jika obat dibutuhkan, stimulan adalah obat yang
paing lazim digunakan. Modafinil (provigil), telah disetujui mengurangi
jumlah serangan tidur dan meningkatkan kinerja psikomotor narkolepsi. Obat
trisiklik atau serotonin selective reuptake inhibitors (SSRI) untuk mengurangi
20

katapleksi, karena katapleksi dianggap merupakan gangguan fenomena tidur


REM ke dalam keadaan terjaga, rasionalisasinya menjadi jelas. Banyak
laporan menunjukkan bahwa imipramine (tofranil), modafinil, dan fluoxetine
(prozac) cukup efektif mengurangi dan menghilangkan katapleksi . walaupun
terapi obat adalah terapi pilihan. Keseluruhan pendekatan terapeutik harus
mencakup tidur siang yang terjadwal, penyesuaian gaya hidup, konseling
psikologis, libur obat untuk mengurangi toleransi dan pengawasan teliti
terhadap pembelian ulang obat, kesehatan umum dan kesehatan jantung.2
2. Hipersomnia Primer
Diagnosis jika tidak ada penyebab lain yang ditemukan untuk somnolen
berlebihan yang terjadi sedikitnya 1 bulan. Beberapa orang merupakan penidur
panjang yang, seperti penidur pendek. Menunjukkan variasi normal. Meskipun
panjang, struktur dan fisiologi tidur mereka normal. Efisiensi tidur dan jadwal
tidur-bangun normal2
a. Gejala Klinis
Pasien tidak mengeluhkan kualitas tidur, rasa mengantuk di siang hari,
atau kesulitan dengan mood saat bangun. Motivasi dan kinerja. Beberapa
orang memiliki keluhan subjektif berupa rasa kantuk tetapi tanpa temuan
objektif. Tidak memiliki kecenderungan jatuh tertidur lebih sering daripada
normal dan tidak memiliki tanda objektif. Klinisi harus mencoba
menyingkirkan penyebab jelas somnolen berlebihan. Menurut DSM IV TR,
gangguan ini harus diberi kode sebagai berulang jika pasien memiliki periode
rasa megantuk berlebihanyang berlangsung selama tiga hari dan terjadi
beberapa kali dalam 1 tahun selama sedikitnya 2 tahun.2
b. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia Primer
1) Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk berlebihan untuk waktu
sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berulang) yang tampak baik dengan
episode tidur lama atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir
setiap hari.2
2) Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara
klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi
penting lain.2
3) Rasa mengantuk sebaiknya tidak disebabkan oleh insomnia dan tidak
hanya terjadi selama perjalanan gangguan tidur lain (contoh narkolepsi,
21

gangguan tidur yang terkait pernapasan, gangguan tidur irama sirkadian,


atau parasomnia) dan tidak dapat disebabkan karena kurangnya tidur.2
4) Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain
(contoh, gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh,
delirium).2
5) Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(contoh penyalahgunaan obat, suatu obat). Atau keadaan medis
umum.2
c. Terapi
Terapi hipersomnia primer terutama terdiri atas obat stimulan, seperti
Amfetamin. Yang diberikan di pagi atau sore hari. Obat anti depresan non
sedasi seperti Buproprin (wellbutrin) dan stimulan baru seperti modafinil
(provigil) juga mungkin berguna pada beberapa pasien. 2
3. Intoksikasi Opioid
Kontriksi pupil (atau dilatasi pupil akibat anoksia karena overdosis berat) dan
satu (atau lebih) gejala-gejala di bawah ini berkembang selama atau segera
setelah penggunaan opioid: 2
a. Mengantuk/drowsiness
b. Bicara cadel
c. Hendaya dalam perhatian atau daya ingat

Intoksikasi akut dapat terjadi dengan atau tanpa komplikasi medis lainnya.
Komplikasi medis yang terjadi dapat berupa: 2

a. Trauma atau cedera tubuh lainnya


b. Hematemesis
c. Aspirasi muntah
d. Konvulsi
e. Delirium
f. Koma
a. Penatalaksanaan
Penanganan kondisi gawat darurat:
1) Pemberian Antidotum Naloxon HCl (Narcan/Nokoba) atau Naloxone 0.8
mg IV dan tunggu selama 15 menit. Jika tidak ada respons, berikan
Naloxone 1.6 mg IV dan tunggu 15 menit. Jika masih tetap tidak ada
22

respon, berikan Naloxone 3.2 mg IV dan curigai penyebab lain. Jika


pasien berespon, teruskan pemberian 0.4 mg/jam IV.
2) Memantau dan evaluasi tanda-tanda vital
3) Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
4) Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU
b. Prognosis
Pemberian nalokson pada waktu yang tepat dan cepat serta terjaganya
ventilasi sebelum mendapat antidotum, perbaikan sempurna intoksikasi
opioid dapat tercapai. Bila pasien menderita hipoksia yang bermakna dan
terjadi aspirasi isi lambung, komplikasi kedua hal ini dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas. 2

Tabel Diagnosis Banding

Hipersomnia
Intoksikasi
GEJALA Narkolepsi Ketergantungan
Opioid
Alkohol
Perempuan + +
20 tahun + +
Sering mengantuk di siang hari + + +
Tiba-tiba tertidur tanpa + - -
mengenal waktu dan tempat
Suli konsentrasi + - -
Sebelum tidur tungkai terasa + - -
lemas
Penglihatan Ganda + + -
Bicara Cadel + + +
K. Penatalaksanaan
1. Non Psikofarmaka15
a. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya :
1) Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat.
2) Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan
obat hipnotik, alkohol, gangguan mental.
3) Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek.
23

b. Psikotherapi15
Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri
seperti depresi, obsessi, kompulsi, gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi
ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang
dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.
c. Sleep hygiene terdiri dari: 15
1) Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
2) Hindari tidur pada siang hari
3) Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
4) Jangan mengkonsumsi alcohol
5) Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
6) Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
7) Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
8) Hindari rasa cemas atau frustasi
9) Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
10) Perubahan perilaku yang baik misalnya menghindari kerja malam dan
kegiatan sosial yang menunda waktu tidur
2. Psikofarmaka
a. Antidepresan (Golongan Trisiklik seperti protriptyline)
b. Antipsikosis
c. Amfetamin
Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan
jumlah neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan
serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek
stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan
rasa lelah, meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu
makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan
overdosis, efek-efek tersebut menjadi berlebihan. For example,
communication turns into gabbing, and pathological circumstantial speech,
etc. Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi
amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain
(waktu paruh amfetamin 10 – 15jam) dan durasi yang memberikan efek
euforianya 4-8 kali lebih lama dibandingkan kokain. 15
24

d. Methylphenidate
Secara khusus adalah inhibitor reuptake dopamin, lebih lemah inhibitor
reuptake norepinefrine, dan meningkatkan neurotransmitter diotak. 15
e. Modafinil : Menghambat aksi reuptake dari dopamine. 15

L. Prognosis dan Komplikasi Gangguan Tidur


1. Prognosis
Gangguan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan berkaitan
dengan penyakit organik. Pasien dengan gangguan tidur dapat memiliki kualitas
hidup yang buruk. Bila tidak mendapatkan penanganan yang baik, gangguan
tidur bisa berkembang menjadi gangguan kronik dan memicu berkembangnya
gangguan psikiatri (seperti kecemasan, depresi, dan gangguan kognitif). Rapid
Eye Movement Sleep Behavior Disorder dilaporkan dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami penyakit neurodegeneratif.16
2. Komplikasi
Mereka yang mempunyai gangguan tidur sering kali mempunyai kualitas
hidup yang buruk. Mereka juga mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk
mengalami depresi, kecemasan, dan defisit kognitif. Umumnya pasien yang
mengalami gangguan tidur akan mengkhawatirkan kesulitan tidurnya dan memicu
timbulnya gangguan psikiatri.17

M. Pencegahan Gangguan Tidur


Menjaga sleep hygiene atau pola tidur yang sehat akan sangat membantu
mencegah gangguan tidur. Beberapa hal yang dapat Anda lakukan, adalah:10

1. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur (hindari bekerja, belajar, menonton
TV di tempat tidur).
2. Hindari konsumsi kafein dari sore hari hingga menjelang tidur.
3. Lakukan rutinitas relaksasi sebelum tidur.
4. Berolahraga secara tepat dan teratur.
5. Buat jadwal tidur dan bangun yang sama setiap hari. Hindari bangun tidur terlalu
siang pada saat akhir pekan.
6. Buat kondisi senyaman mungkin untuk tidur, seperti penggunaan lampu tidur,
penutup mata, menghindari suara bising, televisi, dan sebagainya. Tidur di ruangan
gelap lebih baik daripada ruangan terang.
25

7. Hindari penggunaan obat tidur, terutama tanpa anjuran dokter. Obat tidur hanya
efektif untuk sementara dan penggunaan yang berlebihan justru akan membuat
penurunan efektivitas obat tersebut.

N. Integrasi Keislaman

Artinya : “dan dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur
untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha. (QS. Al – Furqan [25]:
47)”

Penjelasanan tambahan integrasi Allah menjadikan malam bagi hambanya sebagai


waktu untuk beristirahat dan sebagai penutup baginya sebagaiamana pakaian yang dikenakan
manusia sebagai penutup badannya. Kemudian setelah Allah menjadikan waktu istirahat Ia
juga memberikan cara untuk istirahat dengan tidur, karena tidur berfungsi untuk
mengistirahatkan jasmani atau dapat menenangkan seluruh anggota badan manusia. Setelah
itu Allah kemudian menjadikan waktu siang untuk bangun dan berusaha.Kami jadikan tidur
kalian sebagai istirahat bagi badan kalian, dan sebagai pemutus aktivitas kalian yang
melelahkan di siang hari. Dengan tidur, kalian mendapatkan kekuatan, otak dan fisik menjadi
segar. Tidur adalah aktivitas yang terkesan sepele dan sederhana, meskipun sangat berguna.
Tidur adalah semacam jeda atau rehat dalam kehidupan yang terasa nikmat. seseorang
menjalani aktivitas tidur secara berlebihan. berlebihan dalam tidur tidak baik dan
menyebabkan kehidupan seseorang tidak produktif karena sebagian besar waktunya
digunakan untuk tidur. tidur seharusnya dilakukan secara baik dan benar, agar membawa
kesehatan bagi manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidur adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama alam
semesta, irama sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan terbenamnya matahari,
waktu malam dan siang hari, tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur dan
berulang untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Gangguan
tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan
dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu.

Tidur terbagi atas 2 yaitu NREM dan REM. NREM terdiri dari 4 stadium
kemudian di ikuti oleh REM. Fisiologis tidur di atur oleh Reticular Activating System
(RAS). Pusat-pusat yang mengatur tidur terdapat di batang otak. Terdapat suatu
anyaman neuron-neuron yang saling berhubungan yang di sebut formatio retikularis.

B. Saran
Pada problem based learning mahasiswa di tuntut untuk lebih aktif lagi
memberikan infomasi yang akurat. Di harapkan sebelum PBL mahasiswa menguasai
materi yang terkait, dan diharapkan kepada mahasiswa agar tidak menitik beratkan
kepada diagnosis skenario tetapi lebih ke bagaimana cara memecahkan suatu masalah.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwanto, Setiyo. 2017. Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi. Fakultas
Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Sadock, dan Kaplan. 2014. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. EGC
3. Japardi, I. 2002. Gangguan Tidur. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran. Universitas
Sumatera Utara
4. Atmadja, B. (2002). Fisiologi tidur. Maranatha Journal of Medicine and Health,1(2).
5. Snell R S. 2015. Neuroanatomi Klinik, edisi 7 (terjemahan), EGC
6. Duus,P. 2016. Diagnosis Topik Neurologi; Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala, edisi 4.
(Alifa Dimanti, Pentj). Jakarta.
7. Caplan, L.R. 2009. Stroke a Clinical Approach. Fourth Edition. Philadelphia: Saunders an
Imprint of Elsevier Inc.
8. Asna Syafitri Sari dan Sigit Nugroho. Persepsi, sport massage, kesulitan tidur.Journal
Universitas Negeri Yogyakarta. Oktober 2014;(13)1:2-15.
https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/viewFile/4586/3938.
9. Raditya WYN Eko. Depresi dan Gangguan tidur. Jurnal Universitas Udayana. Desember
2012;(1)1:9-16. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/4267.
10. Cortese S, Ivanenko A, Ramtekkar U, Angriman M. Sleep disorders in children and
adolescent a practical guide: Psychiatry and pediatrics. 2014: 1-19.
11. Lee CT. Sleep medicine essentials and review. PUSA: Oxford University Press. 2008: 9-
15
12. Laksana, Bobby D.W., Wahyu Firmansyah. 2014. Narkolepsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.
13. Gracia, Margareth. Pengaruh Sindroma Premenstruasi Terhadap Gangguan Tidur pada
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya. Demianus Journal of
Medicine. Vol. 10. No. 2. 2015.
http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/260/213
14. Burgess, Christian R. Neural Mechanism of Sleepiness and Cataplexy. The Journal of
Neuroscience. 2014. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3449314/
15. Sadock BJ. 2007. Normal sleep and Sleep disorders. Synopsis of Psychiatry, 10th ed,
Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer Co.
16. Gupta R, Das S, Gujar K, Mishra KK, Gaur N, Majid A. Clinical Practice Guidelines for
Sleep Disorders. Indian J Psychiatry 2017;59:S116–38.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5310097/
27
28

17. Praharaj SK, Gupta R, Gaur N. Clinical Practice Guideline on Management of Sleep
Disorders in the Elderly. Indian J Psychiatry 2018;60:S383–96.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5840912/

Anda mungkin juga menyukai