GANGGUAN TIDUR
KELOMPOK V
Laporan ini telah kami selesaikan dengan baik berkat kerjasama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak
yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian laporan ini.
Diluar itu, kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.
KELOMPOK V
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PEDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Skenario ......................................................................................................................... 1
B. Kata Sulit ....................................................................................................................... 1
C. Kata Kunci ..................................................................................................................... 1
D. Daftar Pertanyaan ........................................................................................................ 1
E. Learning Outcome ........................................................................................................ 2
F. Problem Tree ................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
A. Definisi Tidur Dan Gangguan Tidur........................................................................... 4
B. Neuroanatomi Dan Fisiologi Tidur ............................................................................. 4
C. Epidemiologi ................................................................................................................ 10
D. Etiologi ......................................................................................................................... 11
E. Klasifikasi Gangguan Tidur....................................................................................... 12
F. Patofisiologi ................................................................................................................. 13
G. Dampak Gangguan Tidur .......................................................................................... 14
H. Hubungan Gejala dengan Gangguan Tidur ............................................................. 15
I. Penegakan Diagnosa ................................................................................................... 17
J. Diagnosis Banding....................................................................................................... 19
K. Penatalaksanaan ......................................................................................................... 22
L. Prognosis dan Komplikasi Gangguan Tidur ............................................................ 24
M. Pencegahan Gangguan Tidur ..................................................................................... 24
N. Integrasi Keislaman .................................................................................................... 25
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 26
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 26
B. Saran ............................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27
iii
iv
BAB I
PEDAHULUAN
A. Skenario
Seorang perempuan berusia 20 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan
sering mengalami rasa kantuk terutama siang hari dan tiba-tiba tertidur tanpa
mengenal waktu dan tempat. Pasien juga mengeluhkan sulit berkonsentrasi, dan
sebelum tertidur biasanya diawali dengan tungkai yang terasa lemas, penglihatan
ganda dan bicara cadel.
B. Kata Sulit
1. Cadel
C. Kata Kunci
1. Perempuan
2. Usia 20 tahun
3. Sering mengalami rasa kantuk terutama siang hari
4. Tiba-tiba tertidur tanpa mengenal waktu dan tempat
5. Sulit berkonsentrasi
6. Tungkai terasa lemas
7. Penglihatan ganda
8. Bicara cadel
D. Daftar Pertanyaan
1. Apa definisi tidur dan gangguan tidur?
2. Jelaskan neuroanatomi dan fisiologi tidur?
3. Apa epidemiologi gangguan tidur?
4. Apa etiologi dari gangguan tidur?
5. Jelaskan klasifikasi gangguan tidur?
6. Jelaskan patofisiologi gangguan tidur?
7. Bagaimana dampak dari gangguan tidur?
8. Bagaimana hubungan gejala dengan gangguan tidur?
9. Bagaimana cara penegakan diagnosa sesuai skenario?
10. Jelaskan diagnosis banding terhadap skenario?
11. Jelaskan penatalaksanaan gangguan tidur?
12. Jelaskan prognosis dan komplikasi gangguan tidur?
1
2
E. Learning Outcome
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi tidur dan gangguan tidur
2. Mahasiswa mampu menjelaskan neuroanatomi dan fisiologi tidur
3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi gangguan tidur
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari gangguan tidur
5. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi gangguan tidur
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi gangguan tidur
7. Mahasiswa mampu menjelaskan dampak dari gangguan tidur
8. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan keluhan utama dengan gejala terkait
skenario
9. Mahasiswa mampu menjelaskan cara penegakan diagnosa sesuai skenario
10. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding terhadap skenario
11. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan gangguan tidur
12. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dan komplikasi gangguan tidur
13. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan gangguan tidur
14. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait skenario
3
F. Problem Tree
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tidur Dan Gangguan Tidur
1. Tidur
Tidur adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama alam
semesta, irama sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan terbenamnya matahari,
waktu malam dan siang hari, tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur dan
berulang untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan kelelahan mental.1
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai
dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang
respons terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga.
Pemantauan tidur yang ketat merupakan bagian penting praktik klinik.2
2. Gangguan Tidur
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan
adanya gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu.
Kuantitas tidur inadekuat adalah durasi tidur yang inadekuat berdasarkan
kebutuhan tidur sesuai usia akibat kesulitan memulai (awitan tidur yang
terlambat) ada/atau mempertahankan tidur (periode panjang terjaga di malam
hari). Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat
periode singkat yang terjaga di malam hari yang sering dan berulang.3
4
5
2. Fisiologi Tidur
Sampai saat ini sistem klasifikasi untuk tingkatan tidur yang diterima adalah
usulan dari Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan EEG,
electrooculogram (EOG) dan electro-myogram (EMG). Gelombang Otak,
Mengukur Suatu Tidur Ada 5 tingkatan pola tidur, 4 tingkatan tidur dalam yang
disebut non REM (non rapid eye movement) juga dikenal sebagai slow wave
sleep (SWS) dan tingkat ke 5 yang disebut REM (rapid eye movement) di-sebut
juga paradoxical sleep (PS). Pada waktu non REM sleep gelombang otak makin
lambat dan teratur. Tidur makin dalam serta pernafasan menjadi lambat dan
teratur. Mendengkur terjadi pada waktu tidur NREM. 4 tingkatan NREM
10
dikenal dengan tingkt 1,2,3 dan 4. Tidur yang paling dalam adalah pada tingkat
4, dan aktivitas 1istrik paling dalam.4
Tidur REM lebih dangkal, ditandai dengan gerakan bola mata cepat di bawah
kelopak mata yang tertutup. Pada waktu REM, orang tidak lagi mendengkur,
nafas menjadi tak teratur, aliran darah ke otak bertambah dan temperatur tubuh
naik, disertai banyak gerakan tubuh. Gelombang 1istrik tampak seperti tingkat 1
dari tidur. Tiap proses tidur melewati 5 tahap ini dalam 1 siklus, dan tiap siklus
berlangsung kira-kira 90 menit.4
Orang dewasa yang sehat bila sudah tertidur akan masuk ke dalam tingkat 1,
diikuti tingkat 2,3 dan 4, kemudian kembali lagi ke tingkat 1 dan setelah 2
periode, siklus itu akan lengkap setelah diikuti oleh periode REM antara 5
sampai 15 menit. Putaran akan berlangsung 4-5 kali dengan penambahan
periode REM pada tahap berikutnya, disertai pengu-rangan periode NREM
(terutama pada tingkat 3 dan 4). Pada orang yang tidur selama 8 jam, akan
menjalani 2 jam tidur REM dan 6 jam tidur NREM.4
Pola tidur NREM dan REM terutama pada siklus 90 menit secara
menakjubkan sama pada semua orang. Peneliti mengambil keuntungan dari
orang dengan gangguan tidur, dengan melihat kelainan pola ini. Misalnya pada
orang dengan gangguan tidur yang disebut narcolepsi, yaitu orang yang tidak
dapat menahan untuk jatuh da1am keadaan tidur, tidak perduli di mana dia
berada, tiba-tiba jatuh tertidur, temyata dia pada malam hari tidur tidak melewati
tahapan NREM tapi 1angsung jatuh ke dalam periode REM.4
C. Epidemiologi
Pada tahun 1999, survei yang dilakukan oleh yayasan survei National Sleep di
empat Negara Eropa, yaitu: Perancis, Jerman, Inggris dan Spanyol, melalui
wawancara dengan 2.000 orang dewasa di masing-masing negara, mengungkapkan
rata-rata prevalensi insomnia berkisar antara 30% sampai 45% atau sekitar 100 juta
orang menderita insomnia di Uni Eropa. Data yang diperoleh dari National Sleep
tercatat bahwa 35% orang dewasa di Amerika Serikat mengalami insomnia
(www.medicines formankind.eu). Pada tahun 2011 Lianne Kurina dari University Of
Chicago melakukan penelitian dengan mewawancarai 95 warga negara Amerika
Serikat bagian selatan yang rata- rata berusia 30 sampai 40 tahun. Dalam prosesnya
mereka diminta menjawab pertanyaan yang terkait dengan kesepian kecemasan,
11
depresi, dan stres. Penelitian ini menghasilkan bahwa kecemasan, stres, dan depresi
merupaka faktor utama penyebab mereka mengalami sulit tidur, sehingga mereka
sering terbangun di malam hari secara tiba-tiba dikarenakan perasaan cemas dan
gelisah akibat stres karena beban kerja yang berat, kesepian karena tinggal di
lingkungan yang asing, dan mengalami ketegangan otot akibat kelelahan. Dari hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama penyebab kesulitan tidur
antara lain: (1) faktor fisiologis, (2) faktor Psikologis, dan (3) faktor lingkungan.8
Selain di Amerika Serikat, negara berkembang seperti Taiwan tercatat 4.005
orang ditemukan 21,8 % penduduknya memiliki masalah tidur akut. Masalah tidur
akut tersebut disebabkan karena krisis ekonomi, depresi, stres, dan gaya hidup tidak
sehat, serta penyakit tertentu, seperti: tekanan darah tinggi, dan diabetes, dapat
menurunkan derajat kesehatan sebagai pemicu insomnia. Di negara Indonesia, ketika
penduduk Indonesia pada tahun 2004 berjumlah 238,452 juta jiwa, yang mengalami
insomnia berjumlah 28,053 juta orang atau sekitar 11,7 %. Jumlah ini bisa terus
bertambah seiring dengan perubahan gaya hidup terhadap globalisasi.8
D. Etiologi
Kondisi medis Berbagai kondisi medis yang buruk dari seseorang dapat
menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur. Misalnya gangguan pada paru
yang menyebabkan gangguan nafas seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis.
Akibat gangguan pernafasan yang dialami, maka seseorangtentunya saja akan
mengalami gangguan tidur. Kondisi jantung yang juga berpengaruh meyebabkan
gangguan tidur pada seseorang seperti iskemia dan gagal jantung kongestif. Berbagai
penyakit neurologis seperti stroke, kerusakan saraf perifer, apnea tidur tipe sentral dan
gangguan endokrinologis seperti pada kehamilan, gangguan siklus menstruasi,
hipertiroid juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Selain itu, kondisi
gastrointestinal yang sangat mengganggu tidur yaitu gastroesophageal reflux disease
(GERD) karena asam lambung yang naik ke esophagus akan menyebabkan rasa yang
mengganggu.9
Kondisi psikiatri seperti depresi dapat menyebabkan gangguan tidur tipr REM.
Gangguan stres post trauma sering menyebabkan gangguan tidur teror pada malam
hari. Selain itu, gangguan anxietas, panic disorder paling sering menyebabkan
insomnia atau sulit tidur pada banyak pasien. Selain itu, juga perlu diketahui bahwa,
penggunaan obat-obatan pada kondisi psikiatri seperti anti depresan dapat
12
mengganggu tidur pola tidur REM. Obat-obat benzodiazepin yang terlalu sering
digunakan dan dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan rebound insomnia
(gangguan untuk tertidur akibat pemakaian obat sehingga apabila obat dihentikan,
pasien menjadi merasa sulit tertidur).9
Kondisi lingkungan Gangguan tidur sering disebabkan lingkungan yang bising
atau oleh karena suhu lingkungan yang tidak nyaman. Pertukaran jam kerja yang tidak
teratur sering menyebabkan gangguan siklus tidur, seperti halnya yang juga terjadi
pada jetlag akibat bepergian ke tempat yang mempunyai waktu yang tidak cocok
dengan daerah asal. Pergantian ketinggian yang signifikan juga dapat menyebabkan
gangguan tidur.9
Ganguan tidur yang terjadi pada anak dapat berupa gangguan tidur primer atau
sebagai konsekuensi sekunder dari adanya gangguan medis atau kejiwaan yang
mendasarinya. Gangguan tidur primer adalah suatu keadaan seseorang sulit untuk
memulai atau mempertahankan tidur dan berlangsung minimal 1 bulan.11
Klasifikasi gangguan tidur ini didasari pada keadaan yang kronik, sedangkan
gangguan tidur yang terjadi beberapa malam pasca stress psikososial tidak didiagnosis
sebagai gangguan tidur. Untuk menegakkan diagnosis gangguan tidur setidaknya
diperlukan minimal 3 kali kejadian dalam seminggu selama periode 1 bulan disertai
13
keluhan fisik seperti kelelahan, mudah marah, dan lain lain. Menurut DSM IV-TR,
gangguan tidur dibagi menjadi insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi,
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan, gangguan tidur irama
sirkadian, gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, gangguan tidur berjalan,
gangguan tidur terkait kondisi medis, dan gangguan tidur yang diinduksi zat.
Sedangkan, Nelson et al membuat klasifikasi gangguan tidur spesifik pada anak dan
remaja, karena pola gangguan tidur pada anak berbeda dengan pola gangguan tidur
pada dewasa. Pola tidur mengalami perubahan yang progresif seiring bertambahnya
usia; dari masa bayi, anak, hingga remaja; kearah pola tidur dewasa, yaitu durasi tidur
yang berkurang, siklus tidur yang lebih panjang, dan berkurangnya waktu tidur
siang.11
F. Patofisiologi
Kesamaan antara kataplexi dan atonia tidur REM, kehadiran episode sering
halusinasi hypnagogic dan kelumpuhan tidur dan kecendrungan untuk narkolepsi
transisi langsung dari terjaga ke tidur REM menyebabkan perspektif awal bahwa
narkolepsi adalah penyakit-penyakit tidur REM. Sebuah hipotesis yang telah
berkembang hasil narkolepsi dari gangguan mekanisme kontrol baik tidur dan terjaga
dari proses batas fase kewaspadaan. Serangan katalepsi merupakan intrusi atoni tidur
REM selama terjaga, sedangkan halusinasi hypnagogic muncul sebagai citra mimpi
seperti yang terjadi dalam keadaan sadar terutama saat onset tidur.12
hari, sering pada waktu yang tidak tepat dan tempat. Tidur siang mungkin terjadi
dengan sedikit peringatan dan secara fisik tak tertahankan. Tidur siang ini dapat
terjadi dalam beberapa kali dalam sehari.12
Empat gejala klasik dari gangguan sering di sebut sebagai “tetrad dari
narkolepsi”, adalah katapleksi, kelumpuhan tidur, halusinasi hypnagogic dan perilaku
otomatis. Katapleksi adalah kondisi episodik menampilkan hilangnya fungsi otot
mulai dari sedikit kelemahan seperti limpness di leher atau di lutut, kendur otot-otot
wajah, atau ketidakmampuan untuk berbicara jelas. Episode ini mungkin di picu oleh
emosional mendadak seperti tawa, marah, terkejut dan dapat berlangsung dari
beberapa detik hingga beberapa menit. Kelumpuhan tidur adalah ketidakmampuan
sementara unruk berbicara atau bergerak saat bangun tidur.12
terjadi sejak stadium 3 dan 4 dari periode NREM.8 Disomnia dibagi lagi menjadi
insomnia dan hipersomnia.13
PMS dapat menyebabkan gangguan tidur karena adanya pengaruh serotonin.
Serotonin adalah neurotransmiter yang berpengaruh pada mood, pola makan, dan
tidur. Kadar serotonin ditemukan menurun pada saat fase luteal. Hal ini dapat
disebabkan turunnya kadar estrogen karena estrogen dapat mem- pengaruhi serotonin.
Pada kadar level serotonin yang menurun maka akan terjadi gangguan tidur terutama
insomnia.13
Gangguan tidur sangat umum terjadi pada wanita yang mengalami PMS.
Gangguan tidur yang dimaksud ada- lah penurunan kualitas tidur pada saat fase luteal
dan awal masa folikular. Gangguan tidur yang terjadi dapat berupa insomnia,
hipersomnia, dan mimpi yang meng- ganggu atau mimpi buruk. Keluhan lain yang
dapat menyertai seperti rasa lelah, keinginan yang menurun, dan kesulitan dalam
berkonsentrasi.1
Cataplexy adalah kelemahan otot yang tiba-tiba sering dipicu oleh emosi yang
kuat. Hilangnya tonus otot bisa sebagian, mempengaruhi hanya wajah dan leher, atau
lengkap, sehingga postur penuh runtuh. Episode katapleks biasanya berlangsung dari
beberapa detik hingga 1 atau 2 menit, dan selama waktu ini kesadaran sepenuhnya
terjaga.14
Ketika seseorang dalam tidur REM, hampir semua otot rangka (kecuali yang
terlibat dalam pernapasan dan gerakan mata) lumpuh. Ini disebut REM sleep atonia,
dan mekanisme serupa dapat menyebabkan kelumpuhan otot katapleksi. Selama tidur
REM, neuron motor sangat dihambat oleh neuron GABAergik dan glikinergik di
medula spinalis dan medula medial. Neuron-neuron premotor penghambat ini
diaktifkan oleh neuron-neuron glutamatergik dalam nukleus sublaterodorsal.
Biasanya, selama terjaga, jalur penghasil atonia ini ditahan oleh norepinefrin,
serotonin, dan neuron GABA dari neuron ventrolateral abu-abu periaqueductal
ventrolateral dan pontine tegmentum lateral yang berdekatan. Selama kataplexy,
aktivitas neuron noradrenergik dan serotonergik ditekan, memungkinkan atonia, tetapi
neuron histaminergik pemicu bangun dari inti tuberomammillary tetap aktif,
membantu menjaga kesadaran. Selain itu, peptida orexin dapat mencegah atonia
dengan langsung menarik neuron pada berbagai tingkatan sistem ini, termasuk yang
17
ada di vlPAG / LPT, daerah monoaminergik, dan neuron motorik. Inti pusat amigdala
mengirimkan proyeksi rangsang ke SLD dan proyeksi penghambatan ke vlPAG /
LPT. Kondisi emosional yang kuat mengaktifkan jalur limbik ini, meningkatkan
kemungkinan atonia. Pada individu yang sehat, ini akan diimbangi oleh efek penekan
atonia dari peptida orexin, yang menghasilkan tidak lebih dari rasa kelemahan ringan
yang cepat berlalu. Namun, pada orang-orang yang seperti kasus pada skenario,
sinyal-sinyal emosional ini akan dilawan, menghasilkan aktivasi berkelanjutan SLD
dan jalur hilir yang mengarah pada kelumpuhan.14
I. Penegakan Diagnosa
Seperti pada cabang ilmu kedokteran lainnya, suatu pendekatan sistematik
seperti anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diperlukan dalam
penegakan diagnosis.2
1. Anamnesis2
Tujuan utama dari anamnesis ialah untuk medapatkan informasi seputar
penyakit, keluhan serta riwayat penyakit terdahulu. Pertanyaan yang dapat
diajukan ialah :
a. Riwayat psikiatri
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat keluarga
d. Riwayat psikiatri keluarga
e. Riwayat pribadi
f. Riwayat penyakit medis terdahulu
g. Riwayat psikiatri terdahulu
h. Penggunaan zat psikoaktif
i. Riwayat hukum
j. Kepribadian premorbid
2. Status Mental Psikopatologi Deskriptif
Pemeriksaan status mental merupakan satu bagian yang amat penting dalam
pemeriksaan psikiatri. Selain mencatat informasi yang didapat dari wawancara,
pemeriksaan status mental juga menggunakan informasi yang didapat dari pihak
lain seperti staff perawat untuk pasien rawat inap. Hal ini penting karena pasien
tidak selalu menunjukkan gejala tersebut.2
Beberapa penampilan yang dinilai ialah :
18
a. Penampilan umum
b. Penampilan wajah
c. Postur dan gerakan
d. Aktivitas yang kurang
e. Aktivitas berlebihan
f. Aspek psikodinamik
g. Perilaku sosial
h. Rapport
i. Kemampuan berbicara
j. Mood
k. Isi pikiran
l. Kelainan keyakinan dan interpretasi peristiwa
m. Pengalaman abnormal
n. Status kognitif
o. Tilikan
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap harus dilaksanakan secara rutin pada saat pasien
psikiatri didaftarkan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
a. Gangguan otak organic
1) Tingkat kesadaran
2) Kidal dan kanan
3) Memori
4) Apraksia
5) Agnosia
6) Fungsi korteks lainnya
4. Pemeriksaan Penunjang\
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari informasi lebih lanjut.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah :
a. Uji darah
b. Uji urine
c. EEG (electroencephalography)
d. Uji neuropsikologis
e. Neuroimaging
f. Uji genetic
19
J. Diagnosis Banding
1. Narkolepsi
a. Epidemiologi
Gangguan ini diperkirakan terdapat pada 0,02 sampai 0,16 % orang
dewasa dan menunjukkan sejumlah insiden familial. Narkolepsi dapat terjadi
pada usia berapapun, tetapi paling sering dimulai pada masa remaja atau
dewasa muda. Umumnya sebelum usia 30 tahungangguan ini dapat
berkembang dengan lambat atau mencapai keadaan datar yang dipertahankan
seumur hidup.2
b. Gejala Klinis
Terdiri atas rasa mengantuk yang berlebihan di siang harai serta
manifestasi abnormal tidur rapid eye movement REM yanag terjadi setiap hari
selamaa sedikitnya 3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi 2-6 kali sehari
dan berlangsung 10-20 menit. Serangan ini dapat terjadi pada saat yang tidak
tepat (cth., saat makan, berbicara, atau menyetir, dan saat berhubungan
seksual) tidur REM mencakup halusinasi hipnagogik dan hipnopompik:
pengalaman persepsi yang jelas, baik auditorik maupun visual, terjadi saat
onset tidur atau bangun.pasien sering merasa ketakutan sesaat, tetapi dalam
satu atau dua menit mereka kembali ke kerangka pikiran yang benar-benar
normal. Katapleksi yaitu hilangnya tonus otot dengan tiba-tiba, seperti rahang,
terkulai jatuhnya kepala, terkulai kelemahan lutut,atau paralisis semua otot
rangka disertai kolaps saat tidur. Adanya tidur REM dalam 10 menit sejak
onset tidur (periode REM onset tidur) juga dianggap bukti narkolepsi.
Gangguan ini dapat berbahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan mobil
dan industri.2
c. Terapi
Tidak ada penyembuhan untuk narkolepsi. Tetapi pengelolaan gejala
mungkin dapat dilakukan, suatu regimenuntuk memaksa tidur siang pada
waktu yang teratur kadang-kadang dapat membantu pasien dengan narkolepsi,
dan pada beberapa kasus, regimen itu sendiri tanpa obat hamapir dapat
menyembuhkan pasien. Jika obat dibutuhkan, stimulan adalah obat yang
paing lazim digunakan. Modafinil (provigil), telah disetujui mengurangi
jumlah serangan tidur dan meningkatkan kinerja psikomotor narkolepsi. Obat
trisiklik atau serotonin selective reuptake inhibitors (SSRI) untuk mengurangi
20
Intoksikasi akut dapat terjadi dengan atau tanpa komplikasi medis lainnya.
Komplikasi medis yang terjadi dapat berupa: 2
Hipersomnia
Intoksikasi
GEJALA Narkolepsi Ketergantungan
Opioid
Alkohol
Perempuan + +
20 tahun + +
Sering mengantuk di siang hari + + +
Tiba-tiba tertidur tanpa + - -
mengenal waktu dan tempat
Suli konsentrasi + - -
Sebelum tidur tungkai terasa + - -
lemas
Penglihatan Ganda + + -
Bicara Cadel + + +
K. Penatalaksanaan
1. Non Psikofarmaka15
a. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya :
1) Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat.
2) Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan
obat hipnotik, alkohol, gangguan mental.
3) Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek.
23
b. Psikotherapi15
Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri
seperti depresi, obsessi, kompulsi, gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi
ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang
dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.
c. Sleep hygiene terdiri dari: 15
1) Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
2) Hindari tidur pada siang hari
3) Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
4) Jangan mengkonsumsi alcohol
5) Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
6) Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
7) Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
8) Hindari rasa cemas atau frustasi
9) Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
10) Perubahan perilaku yang baik misalnya menghindari kerja malam dan
kegiatan sosial yang menunda waktu tidur
2. Psikofarmaka
a. Antidepresan (Golongan Trisiklik seperti protriptyline)
b. Antipsikosis
c. Amfetamin
Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan
jumlah neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan
serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek
stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan
rasa lelah, meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu
makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan
overdosis, efek-efek tersebut menjadi berlebihan. For example,
communication turns into gabbing, and pathological circumstantial speech,
etc. Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi
amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain
(waktu paruh amfetamin 10 – 15jam) dan durasi yang memberikan efek
euforianya 4-8 kali lebih lama dibandingkan kokain. 15
24
d. Methylphenidate
Secara khusus adalah inhibitor reuptake dopamin, lebih lemah inhibitor
reuptake norepinefrine, dan meningkatkan neurotransmitter diotak. 15
e. Modafinil : Menghambat aksi reuptake dari dopamine. 15
1. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur (hindari bekerja, belajar, menonton
TV di tempat tidur).
2. Hindari konsumsi kafein dari sore hari hingga menjelang tidur.
3. Lakukan rutinitas relaksasi sebelum tidur.
4. Berolahraga secara tepat dan teratur.
5. Buat jadwal tidur dan bangun yang sama setiap hari. Hindari bangun tidur terlalu
siang pada saat akhir pekan.
6. Buat kondisi senyaman mungkin untuk tidur, seperti penggunaan lampu tidur,
penutup mata, menghindari suara bising, televisi, dan sebagainya. Tidur di ruangan
gelap lebih baik daripada ruangan terang.
25
7. Hindari penggunaan obat tidur, terutama tanpa anjuran dokter. Obat tidur hanya
efektif untuk sementara dan penggunaan yang berlebihan justru akan membuat
penurunan efektivitas obat tersebut.
N. Integrasi Keislaman
Artinya : “dan dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur
untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha. (QS. Al – Furqan [25]:
47)”
Tidur terbagi atas 2 yaitu NREM dan REM. NREM terdiri dari 4 stadium
kemudian di ikuti oleh REM. Fisiologis tidur di atur oleh Reticular Activating System
(RAS). Pusat-pusat yang mengatur tidur terdapat di batang otak. Terdapat suatu
anyaman neuron-neuron yang saling berhubungan yang di sebut formatio retikularis.
B. Saran
Pada problem based learning mahasiswa di tuntut untuk lebih aktif lagi
memberikan infomasi yang akurat. Di harapkan sebelum PBL mahasiswa menguasai
materi yang terkait, dan diharapkan kepada mahasiswa agar tidak menitik beratkan
kepada diagnosis skenario tetapi lebih ke bagaimana cara memecahkan suatu masalah.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwanto, Setiyo. 2017. Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi. Fakultas
Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Sadock, dan Kaplan. 2014. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. EGC
3. Japardi, I. 2002. Gangguan Tidur. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran. Universitas
Sumatera Utara
4. Atmadja, B. (2002). Fisiologi tidur. Maranatha Journal of Medicine and Health,1(2).
5. Snell R S. 2015. Neuroanatomi Klinik, edisi 7 (terjemahan), EGC
6. Duus,P. 2016. Diagnosis Topik Neurologi; Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala, edisi 4.
(Alifa Dimanti, Pentj). Jakarta.
7. Caplan, L.R. 2009. Stroke a Clinical Approach. Fourth Edition. Philadelphia: Saunders an
Imprint of Elsevier Inc.
8. Asna Syafitri Sari dan Sigit Nugroho. Persepsi, sport massage, kesulitan tidur.Journal
Universitas Negeri Yogyakarta. Oktober 2014;(13)1:2-15.
https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/viewFile/4586/3938.
9. Raditya WYN Eko. Depresi dan Gangguan tidur. Jurnal Universitas Udayana. Desember
2012;(1)1:9-16. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/4267.
10. Cortese S, Ivanenko A, Ramtekkar U, Angriman M. Sleep disorders in children and
adolescent a practical guide: Psychiatry and pediatrics. 2014: 1-19.
11. Lee CT. Sleep medicine essentials and review. PUSA: Oxford University Press. 2008: 9-
15
12. Laksana, Bobby D.W., Wahyu Firmansyah. 2014. Narkolepsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.
13. Gracia, Margareth. Pengaruh Sindroma Premenstruasi Terhadap Gangguan Tidur pada
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya. Demianus Journal of
Medicine. Vol. 10. No. 2. 2015.
http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/260/213
14. Burgess, Christian R. Neural Mechanism of Sleepiness and Cataplexy. The Journal of
Neuroscience. 2014. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3449314/
15. Sadock BJ. 2007. Normal sleep and Sleep disorders. Synopsis of Psychiatry, 10th ed,
Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer Co.
16. Gupta R, Das S, Gujar K, Mishra KK, Gaur N, Majid A. Clinical Practice Guidelines for
Sleep Disorders. Indian J Psychiatry 2017;59:S116–38.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5310097/
27
28
17. Praharaj SK, Gupta R, Gaur N. Clinical Practice Guideline on Management of Sleep
Disorders in the Elderly. Indian J Psychiatry 2018;60:S383–96.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5840912/