Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini,


karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami
harapkan guna memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.

Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi


dalam menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala


kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmatdari-Nya. Aamiin yaa
Robbal A’lamiin.

Makassar, 18 Oktober 2018

Kelompok 9
SKENARIO 1

Perempuan 35 tahun datang ke puskesmas dengan benjolan pada


punggung tangan kiri, yang dialami sekitar 1 tahun terakhir dan dirasakan
semakin membesar tetapi ukurannya berubah-ubah, kadang-kadang rasa
kesemutan pada jari-jari tangan kiri.

A. Kata kunci
1. Perempuan 35 tahun
2. Benjolan pada punggung tangan kiri 1 tahun terakhir
3. Semakin membesar tetapi ukurannya berubah-ubah
4. Rasa kesemutan paa jari-jari tangan kiri
B. Pertanyaan Penting
1. Sebutkan inervasi dari penyaki pada skenario tersebut!
2. Apa yang menyebabkan terjadinya benjolan pada skenario tersebut
3. Apa yang menyebabkan ukuran benjolan apat berubah-ubah?
4. Jelaskan mekanisme nyeri akibat penyakit pada skenario tersebut!
5. Jelaskan saraf apa saja yang terkena!
6. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat dilakukan
pada skenario?
7. Sebutkan diagnosis banding dari skenario!
8. Jelaskan penatalaksanaan yang bersangkutan pada skenario!
9. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit tersebut?
10. Bagaimana Perspektif islam yang sesuai dengan skenario?
1. Inervasi yang terkena pada skenario tersebut adalah inervasi extremitas
atas, yaitu :

Awalnya, Rr. Anteriores bersatu untuk membentuk tiga trunkus (trunci)


yang kemudian tersusun kembali di setinggi clavicula membentuk tiga
fasikulus (Fasiculi). Fasikulus ini diberi nama sesuai dengan posisinya
terhadap A. axillaris menjadi fasikulus lateral, medial dan posterior. Serabut
saraf dari C5 dan C6 bergabung membentuk trunkus superior, dari C7
membentuk trunkus medius dan dari C8 sampai T1 membentuk trunkus
inferior. Bagian dorsal (Divisiones posteriores) ketiga trunkus tersebut
membentuk fasikulus posterior (fasikulus posterior; serabut saraf dari C5-
T1). Bagian ventral (Divisiones anteriores) trunkus superior dan trunkus
medius memanjang dan membentuk fasikulus lateral (fasikulus lateralis;
sebelah lateral dari A. axillaris; serabut sarafdari C5-C7), bagian ventral
trunkus inferior memanjang dan menjadi fasikulus medial (fasikulus
medialis, sebelah medial dari A. axillaris, serabut sarafC8-T1).
Innervasi ekstremitas atas adalah pada pleksus brahialis pada C5-T1:

2. Penyebab munculnya benjolan pada skenario tersebut masih belum


diketahui secara pasti hingga saat ini. Salah satu teori menyebutkan bahwa
benjolan dapat terjadi akibat adanya suatu trauma yang mengakibatkan
jaringan-jaringan di bawah kulit mengalami kerusakan. Kumpulan jaringan
yang rusak ini kemudian membentuk kista-kista kecil yang bergabung
menjadi satu massa atau benjolan yang lebih besar. Teori lain mengatakan
bahwa benjolan tersebut dapat muncul akibat adanya kerusakan pada
pelindung tendon, sehingga jaringan di tendon menonjol ke luar.
Normalnya, sendi dan tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci di
dalam sebuah kompartemen kecil. Kadang, akibat arthritis, cedera atau
tanpa sebab yang jelas, terjadi kebocoran dari kompartemen tersebut.
Cairan tersebut kental seperti madu, dan jika kebocoran tersebut kecil
maka akan seperti lubang jarum pada pasta gigi. Jika pasta gigi ditekan,
walaupun lubangnya kecil dan pasta di dalamnya kental, maka akan
mengalir keluar dan begitu keluar, tidak dapat masuk kembali. Hal ini
bekerja hampir seperti katup satu arah, dan akan mengisi ruang di luar area
lubang. Ketika kita menggunakan tangan kita untuk bekerja, sendi akan
meremas dan menyebabkan tekanan yang besar pada kompartemen yang
berisi cairan tersebut ini dapat menyebabkan benjolan dengan tekanan
yang besar sehingga sekeras tulang (Hochwald and Green,2002).

Arthtritis/ cedera pada sendi atau tendon

Terjadi kebojoran kompartemen

Cairan sinovial keluar dari dalam


kompartemen (Tidak bias masuk kembali
bersifat kental dan pekat)

Reabsobsi tubuh terganggu

Cairan sinovial menjadi sekental


jelly(mengisi ruang diluar area lubang
kebocoran)
Saat Tangan Bekerja Terjadi Peremasan
Sendi

Terjadi peningkatan pada kompartemen


yang berisi cairan sinovial)

Benjolan Terbentuk Dengan Tekanan Yang


Besar ( Benjolan Menjadi Keras Sekeras
Tulang/ Ganglion )

3. Benjolan pada skenario tersebut dapat berubah-ubah bentuk karena sendi


dan tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci di dalam sebuah
kompartemen kecil. Kadang, akibat arthritis, cedera atau tanpa sebab yang
jelas, terjadi kebocoran dari kompartemen tersebut. Cairan tersebut kental
seperti madu, dan jika kebocoran tersebut kecil maka akan seperti lubang
jarum pada pasta gigi. Jika pasta gigi ditekan, walaupun lubangnya kecil
dan pasta di dalamnya kental, maka akan mengalir keluar dan begitu keluar,
tidak dapat masuk kembali. Hal ini bekerja hamper seperti katup satu arah,
dan akan mengisi ruang di luar area lubang. Ketika kita menggunakan
tangan kita untuk bekerja, sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan
yang besar pada kompartemen yang berisi cairan tersebut ini dapat
menyebabkan benjolan dengan tekanan yang besar sehingga sekeras tulang
(Hochwald and Green,2002).
Cairan pelumas mengandung protein khusus yang menyebabkannya kental
dan pekat dan menyulitkan tubuh untuk mereabsorbsi jika terjadi
kebocoran. Tubuh akan mencoba untuk menyerap kembali cairan tersebut,
tapi hanya sanggup menyerap air yang terkandung di dalamnya sehingga
membuatnya lebih kental lagi. Biasanya, pada saat benjolan cukup besar
untuk dilihat, cairan tersebut telah menjadi sekental jelly. Kadang
disebutkan bahwa ganglion berasal dari protrusi dari membrane synovial
sendi atau dari selubung suatu tendo (Hochwald and Green, 2002).

4. Benjolan yang terbentuk dapat menyebabkan penekanan pada saraf yang


terkena. Penekanan saraf tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri,
paresthesia, numbness, dan kelemahan sepanjang perjalan saraf tersebut
(Chung dkk., 2010). Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah
vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu
nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.
Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan
nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan
berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut
(mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah).
Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan
oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus terganggu secara
menyeluruh. Penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler dapat
menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf
terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut Tekanan
langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus
Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus
medianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa
terbakar dan rasa seperti di tusuk – tusuk pada daerah carpal.
5. Berdasarkan skenario, benjolan terjadi pada daerah dorsal atau punggung
tangan. Jika kita melihat kembali daerah-daerah yang dipersyarafi oleh
nervus pada bagian extremitas superior, maka saraf yang terkena
kemungkinan adalah N. Radialis dan N. Ulnaris.

N.Radialis berasal dari fasikulus posterior dan mencapai bagian dorsal


humerus melalui “celah triceps” di anara caput logum dan caput laterale
M.Tricep brachii. Sebelum melingkari humerus di dalam Sulcus nervi
radialis. N.Radialis memberikan cabang sensorik untuk lengan bawah,
N.Radialis kemudian masuk fossa cubitalis dari arah lateral di antara M.
Brachioradialis dan M.Brachialis (kanal radial) dan terbagi menjadi
R.Superficialis dan R.Profundus. Sebelum terbagi, cbang motorik
bercabang ke M.Brachioradialis dan Mm.Extensores Carpi Radialis
Longus dan Brevis. Bersamaan dengan A.Radialis dan R.Superficialis
berjalan di bawah M.Brachioradialis. Bagian lebih distal, R.Superficialis
berjalan ke arah dorsal tangan untuk mempersarafi sensorik kulit di antara
ibu jari telunjuk (spatium interoseum; area anatomik) dan 2½ jari bagian
radial sisi dorsal. Bagian inferior sendi siku, R.Profundus menembus
M.Supinator (kanal supinator) dan mencapai bagian dorsal lngan atas
untuk memberikan persarafan motorik kepada semua otot ekstensor lengan
atas. M. Supinator membentuk lengkung tendo bertepi tajam (Arcade of
FROHSE). Cabang terminalnya adalah N. Interosseus anebrachii posterior
yang memberikan persarafan sensorik ke bagian dorsal sendi pergelangan
tangan. Adanya Lesi pada distal R. Superficialis pada regio pergelangan
tangan dapat menyebabkan defisit sensorik terbatas pada ruang
interdigitalis pertama dan bagian belakang 2½ jari sisi radial tetapi tidak
ditemukan defisit motorik.
N.Ulnaris berasal dari Fasciculus medialis dan berjalan sepanjang lengan
atas sisi medial di dalam Sulcus bicipitalis medialis. Setelah menembus
septum intermusculare brachii medialis dan berjalan tepat di sebelah
tulang dalam Sulcus nervi ulnaris (funny bone). N.Ulnaris tidak memiliki
cabang di lengan atas. Pada lengan bawah, saraf tersebut berjalan
bersamaan dengan A. Ulnaris di bawah M. Flexor Carpi carpi ulnaris ke
pergelangan tangan dan memasuki telapak tangan melalui kanal
GUYON. R. dorsalisnya mencapai sebelah dorsal tangan dan
memberikan inervasi sensorik kepada 2½ jari sisi ulnar. Pada lengan
bawah, N. ulnaris memberikan persyarafan motorik kepada dari ventral. M.
flexor carpi ulnaris dan Caput ulnaris musculi flexor digitorum
profundus. Pada telapak tangan, R.Profundus bercabang mengikuti
Arcus arteriosus palmaris profundus untuk memberikan persarafan
motorik kepada otot-otot hipotenar, semua Mm.Interossei,
Mm.Lumbricales sisi ulna, M.Abductor pollicis dan Caput profundum
musculi flexor pollicis brevis. R.Superficialis memberikan persarafan
motorik kepada M.Palmaris Brevis dan berlanjut sebagai saraf sensorik
R.Digitalis Palmaris Communis yang terbagi-bagi menjadi cabang akhir
yang mempersarafi sisi palmar 1½ jari bagian ulna (dan sisi dorsal
phalanges distales-nya)

6. Pemeriksaan yang harus dilakukan pada skenario tersebut adalah:

A. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan lunak yang tidak nyeri


tekan, dapat digerakkan, juga tidak ada perubahan warna pada kulit
diatas kista pemeriksaan tes allen harus dilakukan ketika kista berada di
dekat arteri radial dan ulna untuk menilai aliran darah kolateral dari
arteri radialis dan ulnaris (Medscape, 2015). Melalui transiluminasi
diketahui bahwa isi benjolan bukan merupakan massa padat tapi
merupakan cairan. Pada aspirasi diperoleh cairandengan Viskositas
yang tinggi dan jernih (Hchwald, Green,2002).

B. Pemeriksaan Penunjang :
1) Untuk lesi pada pergelangan tangan, digunakan radiologi
standar posteroanterior (PA),lateral dan oblik. krista ganglion
kecil (< 10 mm) sering muncul hypoechoic tanpa peningkaan
akustik posterior, tidak muncul sebagai kista sederhana. Krista
ganglion yang lebih besar akan lebih mungkin muncul
anechoic dengan peningkatan akustik posterior
2) MRI dan USG dapat digunakan ketika diagnosa masih belum
jelas.
3) Krista mukus dievaluasi dengan standar PA, lateral dan
radiografi oblik tegak pada jari-jari yang terkena.
4) Pada radiologi, ganglion interosseous mungkin di lokasi sentral
atau sisi tulang yang terkena. Cadiologi juga dapat
menggambarkan ganglion juxtaosseous yang menembus tulang.
lesinya adalah radiolusen dengan border sklerotik. Ganglion ini
sering terjadi dekat permukaan sendi.
5) MRI digunakan untuk melihat ganglion yang tidak terlihat
dengan radiologi konvensional.
6) Axial, Coronal, atau Sagital CT-scan digunakan untuk melihat
kista ganglion yang samara-samar.
7) Bone Scan dipakai untuk menentukan apakah suatu masa
intraosseous merupakan metabolik aktif dan menyebabkan
nyeri.
8) Gambaran mikroskopis, Peneliti menggunakan mikroskop
elektron untuk memperlihatkan gambaran kista secara
mikroskopik. Hasilnya menunjukkan bahwa dinding kista
ganglion terdiri dari lembaran serat kolagen diatur dalam strata
multi arah. Dinding terdiri dari sel-sel pipih yang menyerupai
fibroblast, tetapi dengan lapisan epitel atau synovial yang jelas
tidak terlihat. Kebanyakan kista berisi cairan sangat kental
seperti jelly, secara signifikan lebih kental dari cairan synovial.
Fiskositas ini disebabkan konsentrasi tinggi dari asam
hialuronat dan mukopolysakarida lainnya (Dandy & Dennis,
2003)

7. Differensial Diagnosis dari skenario ini adalah:


A. Carpal Tunnel Syndrome

Definisi :

CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum


yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.

Etiologi :

Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh beberapa tendon


fleksor setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya
terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus
medianus sehingga timbullah Sindrom Terowongan Karpal.

Patomekanisme :

Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan


peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena
intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu
nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak
endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein
sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana
keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari
akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau
diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosisepineural
yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan
digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi
nervusmedianus terganggu secara menyeluruh Pada CTS akut biasanya
terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga
terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf
terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut Tekanan
langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus
Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap
nervusmedianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu
nyeri, rasa terbakar dan rasa seperti di tusuk – tusuk pada daerah carpal

Pemeriksaan Fisik

1. Genggaman tangan. Periksalah kekuatan genggaman tangan


dengan meminta pasien menggenggam jari kedua dan ketiga Anda.
Tes ini menguji fungsi sendi per- gelangan tangan, fleksor jari, dan
otot intrinsik serta sendi tangan. Berkurangnya kekuatan
genggaman mengisyaratkan tes yang positif untuk kelemahan otot
fleksor jari dan/atau otot intrinsik tangan. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh nyeri karena kelainan sendi degeneratif. Nyeri
pergelangan tangan dan melemahnya genggaman terjadi pada
tenosinovitis de Quervain. Terjadi penurunan kekuatan genggam
pada artritis, sindrom terowongan karpal, epikondilitis, dan
radikulopati servikalis
2. Gerakan Jempol. Periksalah fungsi jempol jika terdapat nyeri pergelangan
tangan dengan meminta pasien menggenggam jempol ke telapak tangan
lalu menggerakkan pergelangan tangan ke arah garis tengah dalam deviasi
ulnar (sering disebut tes Finkelstein ). Nyeri sewaktu perasat ini
mengisyaratkan tenosinovitis de Quervain akibat peradangan tendon dan
selubung tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis.
Kondisi ini, seperti sindrom terowongan karpal, lebih sering pada wanita.

3. Tinel, dan Tes Phalen. Lakukan tes abduksi jempol dengan meminta
pasien mengangkat jempol lurus sementara Anda memberikan resistansi
ke arah bawah.
Melemahnya abduksi jempol memberi hasil tes yang positif; abduktor
polisis longus dipersarafi hanya oleh Nervus medianus. Melemahnya
abduksi jempol, diagram yang memastikan gejala sensoris di tangan, dan
berkurang- nya sensasi meningkatkan dua kali lipat kemungkinan sindrom
terowongan karpal.

4. Lakukan tes tanda Tinel untuk penekanan saraf medianus dengan


mengetuk secara lembut di atas perjalanan saraf medianus di terowongan
karpal seperti diperlihatkan.

5. Periksalah tanda Phalen untuk penekanan saraf medianus dengan meminta


pasien menahan per- gelangan tangan dalam posisi fleksi selama 60 detik.
Selain itu, minta pasien untuk saling menekan kedua punggung tangannya
untuk membentuk sudut tegak lurus. Perasat ini menekan saraf medianus.
Rasa pegal dan baal dalam distribusi nervus medianus merupakan tes yang
positif.

6. Tes sensibilitas

Anda dapat memeriksa sensibilitas sebagai berikut:

1. Bagian pulpa telunjuk—saraf medianus


2. Bagian pulpa kelingking—saraf ulnaris
3. Sela jari dorsal antara jempol dan telunjuk—saraf radialis

Berkurangnya sensasi dalam distribusi saraf medianus menandai


sindrom terowongan karpal.

Pemeriksaan Penunjang :

1. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda
tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon
tiroid ataupun darah lengkap.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)


Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-
otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-
otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan
Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada
yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal
latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada
konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih
sensitif dari masa laten motorik .

3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto
polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain
pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI dilakukan pada kasus yang
selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan untuk
mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel
proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome

B. Lipoma
Definisi :
Suatu tumor jinak yang berada di bawah kulit yang terdiri dari lemak.
Biasanya lipoma dijumpai pada usia lanjut 30 tahun, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak. Karena lipoma dari lemak, maka dapat muncul
pada berbagai bagian tubuh. Biasanya lipoma berlokasi di kepala, leher,
bahu, badan, punggung, atau lengan. Karena berasal dari lemak
yang berbeda dengan kista ganglion yang berasal dari cairan, maka jika
lipoma di transluminasi tidak tembus cahaya
Epidemiologi :
Lipoma terjadi pada 1% populasi. Lipoma dijumpai pada usia lanjut
(40-60 tahun) namun juga dapat dijumpai pada anak-anak. Lipoma
lebih sering ditemukan pada wanita. Hal ini disebabkan karena wanita
memiliki massa lemak yang lebih banyak daripria. Karena lipoma
merupakan lemak, maka dapat muncul dimanapun pada tubuh ini. Jenis
yang paling sering adalah yang berada lebih ke permukaan kulit
(superficial). Lipoma sering tumbuh di lengan, batang tubuh dan leher
bagian belakang. Jenis yang letaknya lebih dalam dari kulit seperti
dalam otot, saraf, sendi, ataupun tendon
Etiologi :
Penyebab lipoma tidak diketahui dengan pasti, namun karena
merupakan tumor jinak. Mungkin saja bahan-bahan kimia yang
karsinogen, lingkungan, genetic dan factor imunologi juga berperan.
Ada suatu sindrom yang disebut hereditary multiple lipomatosis, yaitu
seseorang yang mempunyai lebih dari 1 lipoma pada tubuhnya. Selain
itu, kegemukan tidak juga tidak menyebabkan terjadinya lipoma.
Patofisiologi :
Lipoma adalah neoplasma jaringan lunak jinak yang paling sering
terjadi pada orang dewasa. Neoplasma ini jinak tumbuh lambat yang
terdiri dari sel-sel lemak matang. Dimana tampak metabolic sel-sel
lipoma berbeda dari sel normal meskipun sel-sel tersebut secara
histologis serupa.
Jaringan lemak berasal dari jaringan ikat yang berfungsi sebagai depot
lemak. Jaringan lemak ini adalah jaringan yang special terdiri dari sel
spesifik yang mempunyai vaskularisasi tinggi, berlobus dan berfungsi
sebagai depot lemak untuk keperluan metabolisme. Sel-sel lemak
primitive biasanyaberupabutir-butirhalus di dalam sitoplasma.
Sel ini akan membesar seperti mulberry sehingga akhirnya derajat
deposisi lemak menggeser inti ke arah perifer. Jaringan lemak berasal
dari sel-sel mesenkim yang tidak berdifferensiasi yang dapat ditemukan
di dalam tubuh. Beberapa sel-sel ini menjadi jaringan sel lemak yang
matang membentuk lemak dewasa.
Terjadinya suatu lipoma dapat juga disebabkan oleh karena adanya
gangguan metabolism lemak. Pada lipoma terjadi proliferasi baik
histologi dan kimiawi, termasuk komposisi asam lemak dari jaringan
lemak normal. Metabolismelemak pada lipoma berbeda dengan
metabolisme lemak normal, walaupun secara histologi gambaran sel
lemaknya sama.
Pada lipoma dijumpai aktivitas lipoprotein lipase menurun. Lipoprotein
lipase penting untuk transformasi lemak di dalam darah. Oleh karena itu
asam lemak pada lipoma lebih banyak dibandingkan dengan lemak
normal. Hal ini dapat terjadi bila seseorang melakukan diet, maka
secara normal depot lemak menjadi berkurang, tetapi lemak pada
lipoma tidak akan berkurang bahkan bertambah besar. Ini menunjukkan
bahwa lemak pada lipoma bukan merupakan lemak yang dibutuhkan
oleh tubuh.
Apabila lipoma membesar akan tampak sebagai suatu penonjolan yang
dapat menekan jaringan di sekitarnya dan lipoma yang besar dapat
menekan dan mengiritasi saraf-saraf tepi kecil di seluruh bagian tubuh.
Anamnesis :
Anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis.Anamnesis ini
sangat penting karena memiliki pengaruh 80% untuk menentukan
diagnosis. Anamnesis ini meliputi identitas pasien, usia, pekerjaan, dll.
Setelah itu menanyakan keluhan utama pasien, dan sudah berapa lama
pasien mengalami keluhan tersebut. Hal yang penting ditanyakan pada
penderita adalah: riwayat penyakit, penggunaan obat-obat untuk
penyakit yang dideritanya maupun untuk penyakit lain, penyakit yang
diderita oleh keluarga, penyakit-penyakit lain yang diderita sekarang
maupun masa lampau, dan kebiasaan tertentu.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan melakukan inspeksi. Pada
pemeriksaan dapat digunakan kaca pembesar apabila diperlukan.
Pemeriksaan ini mutlak dilakukan pada ruangan terang. Anamnesis
dapat dilakukan bersamaan saat inspeksi. Perlu juga ditanyakan apakah
keluhan ada di tempat lain. Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna,
bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan effloresensi yang khusus.
Setelah inspeksi dilakukan, palpasi dan ditanyakan kepada pasien
apakah ada nyeri yang dirasakan. Setelah pemeriksaan dermatologic
(inspeksi dan palpasi). Dilakukan pemeriksaan umum (intern). Setelah
selesai, dapat dibuat diagnosis sementaradan diagnosis banding.
PemeriksaanPenunjang
Dalam kebanyakan kasus, dokter dapat mendiagnosa lipoma dengan
pemeriksaan fisik sederhana. Namun, jika lipoma yang besar dan atau
menyakitkan, dokter akan melakukan tes untuk mengkonfirmasi bahwa
benjolan tersebut tidak bersifat kanker. Tes-tes ini mungkin termasuk
biopsi, computed tomography (CT scan), atau Magnetic Resonance
Imaging (MRI).
Biopsi adalah prosedur di mana sepotong kecil jaringan lemak akan
diambil dari lipoma sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop
untuk tanda-tanda kanker. MRI menggunakan magnet, gelombang radio,
dan komputer untuk mengambil serangkaian gambar yang sangat jelas,
detil gambar. MRI telah terbukti akurat dalam pemeriksaan,
namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, jaringan lunak seperti
lipoma dapat terlihat dengan jelas. MRI dapat menunjukkan hasil yang
100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi adanya tumor
jaringan lunak.
Seperti MRI, CT scan (CAT atau scan) adalah prosedur yang juga dapat
membuatserangkaian gambar yang mendetail, namun tidak
lebihakuratdari MRI. Pemeriksaandengan CT scan dilakukanberkali-
kali darisudutyang berbeda

C. Kista Ganglion
Etiologi :
Penjelasan yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan
pembentukan kista hingga degenerasi mukoid dari kolagen dan
jaringan ikat. Teori ini menunjukkan bahwa sebuah ganglion mewakili
struktur degeneratif yang melingkupi perubahan miksoid dari jaringan
ikat. Teori yang lebih baru, yang dipostulasikan oleh Angelides pada
1999, menjelaskan bahwa kista terbentuk akibat trauma jaringan atau
iritasi struktur sendi yang menstimulasi produksi asam hialuronik.
Proses ini bermula di pertemuan sinovial-kapsular. Musin yang
terbentuk membelah sepanjang ligamentum sendi serta kapsul yang
melekat untuk kemudian membentuk duktus kapsular dan kista utama.
Duktus pada akhirnya akan bergabung menjadi kista ganglion soliter
yang besar.
Seperti yang telah disebutkan, penyebab ganglion tidak sepenuhnya
diketahui, namun ganglion dapat terjadi akibat robekan kecil pada
ligamentum yang melewati selubung tendon atau kapsul sendi baik
akibat cedera, proses degeneratif atau abnormalitas kecil yang tidak
diketahui sebelumnya.
Epidemologi :

Kista ganglion merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering


ditemukan pada tangan dan pergelangan tangan. Kista ini dapat terjadi
pada berbagai usia termasuk anak-anak; kurang lebih 15% terjadi pada
usia di bawah 21 tahun. Tujuhpuluh persen terjadi pada dekade kedua
dan keempat kehidupan.Perempuan tiga kali lebih banyak menderita
dibandingkan laki-laki. Tidak ditemukan predileksi antara tangan kanan
dan kiri, dan tampaknya pekerjaan tidak meningkatkan resiko
timbulnya ganglion, namun referensi lain menyebutkan bahwa ganglion
banyak ditemukan pada pesenam dimana terjadi tekanan yang besar
pada pergelangan tangan.
Patofisiologi :

Kista ganglion dapat berupa kista tunggal ataupun berlobus. Biasanya


memiliki dinding yang mulus, jernih dan berwarna putih.Isi kista
merupakan musin yang jernih dan terdiri dari asam hialuronik, albumin,
globulin dan glukosamin. Dinding kista terbuat dari serat kolagen. Kista
dengan banyak lobus dapat saling berhubungan melalui jaringan
duktus.Tidak terdapat nekrosis dinding atau selularitas epitel atau
sinovia yang terjadi.
Normalnya, sendi dan tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci
di dalam sebuah kompartemen kecil.Kadang, akibat arthritis, cedera
atau tanpa sebab yang jelas, terjadi kebocoran dari kompartemen
tersebut. Cairan tersebut kental seperti madu, dan jika kebocoran
tersebut kecil maka akan seperti lubang jarum pada pasta gigi –jika
pasta gigi ditekan, walaupun lubangnya kecil dan pasta di dalamnya
kental, maka akan mengalir keluar- dan begitu keluar, tidak dapat
masuk kembali. Hal ini bekerja hampir seperti katup satu arah, dan akan
mengisi ruang di luar area lubang. Ketika kita menggunakan tangan kita
untuk bekerja, sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan yang
besar pada kompartemen yang berisi cairan tersebut- ini dapat
menyebabkan benjolan dengan tekanan yang besar sehingga sekeras
tulang.
Cairan pelumas mengandung protein khusus yang menyebabkannya
kental dan pekat dan menyulitkan tubuh untuk me-reabsorbsi jika
terjadi kebocoran. Tubuh akan mencoba untuk menyerap kembali
cairan tersebut, tapi hanya sanggup menyerap air yang terkandung di
dalamnya sehingga membuatnya lebih kental lagi. Biasanya, pada saat
benjolan cukup besar untuk dilihat, cairan tersebut telah menjadi
sekental jelly.
Kadang disebutkan bahwa ganglion berasal dari protrusi dari membran
sinovial sendi atau dari selubung suatu tendon, terdapat kemungkinan
bahwa kista berasal dari bagian kecil membran sinovia yang mengalami
protrusi dan kemudian terjadi strangulasi sehingga terpisah dari tempat
asalnya; bagian ini kemudian berdegenerasi dan terisi oleh materi
koloid yang berakumulasi dan membentuk kista.
Anamnesis:
Anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis
ini sangatpentingkarenamemilikipengaruh 80% untuk menentukan
diagnosis. Anamnesis ini meliputiidentitaspasien, usia, pekerjaan, dll.
Setelah itu menanyakankeluhanutama pasien, dan sudah berapalama
pasien mengalami keluhan tersebut. Hal yang penting ditanyakan pada
penderita adalah riwayat penyakit, penggunaanobat-obat untuk penyakit
yang dideritanya maupun untuk penyakit lain, penyakit yang diderita
oleh keluarga yang lain, penyakit-penyakit lain yang diderita sekarang
maupun masa lampau, dan kebiasaan tertentu. Dari anamesis kista
ganglion bisa didapatkan benjolan yang tidak bergejala namun kadang
ditemukan nyeri serta riwayat penggunaan lengan yang berlebihan
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik diawali dengan melakukan inspeksi. Pada
pemeriksaan dapat digunakan kaca pembesar apabila diperlukan.
Pemeriksaan ini mutlak dilakukan pada ruanganterang.Anamnesis dapat
dilakukan bersamaan saat inspeksi. Perlu juga ditanyakan
apakahkeluhan ada di tempat lain.Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi,
warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, daneffloresensi yang
khusus.Setelah inspeksi dilakukan, dilakukan palpasi dan
ditanyakankepada pasien apakah ada nyeri yang dirasakan. Pada
pemeriksaan fisis kista ganglion ditemukan benjolan lunak yang tidak
nyeri tekan.
Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan


radiologi untukmenentukan sejauh mana/ sebesar apa ganglion tersebut,
namun tanpa dilakukan radiologipun ganglion dapat di tentukan
besarnya. Temuan radiografik biasanya normal, dan MRI berguna
dalam mengkonfirmasi diagnosis , USG digunakan untuk membedakan
massa padat dan kistik di tangan.

D. De Quervain Syndrom
Definisi :
Sindrom De Quervain adalah suatu bentuk peradangan disertai nyeri
dari selaput tendon yang berada di sarung sinovial, yang menyelubungi
otot extensor pollicis brevis dan otot abductor pollicis longus.

Epidemiologi :
Hingga saat ini belum ditemukan korelasi antara insidens sindrom De
Quervain dan ras tertentu. Beberapa sumber memperlihatkan rasio lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pada pria, yaitu 8:1; pekerjaan rumah
tangga yang melibatkan penggunaan ibu jari dan pergelangan tangan,
seperti menggendong. anak, mencuci, dan memeras pakaian juga
dikaitkan dengan kondisi tersebut. Sindrom De Quervain juga banyak
ditemui pada ibuibu hamil. Edema jaringan lunak, retensi cairan, dan
regangan ligamen saat kehamilan mempengaruhi respons inflamasi dan
memberikan tekanan pada kompartemen dorsal pertama. Prevalensi
tertinggi terjadi pada usia 30-55 tahun
Etiologi :
Penyebab sindrom De Quervain belum diketahui pasti. Beberapa faktor
yang dianggap menjadi penyebab yakni:
1. Overuse, gerakan berlebihan dan terlalu membebani sendi
carpometacarpal I dapat menyebabkan ruptur dan peradangan akibat
gesekan, tekanan, dan iskemia daerah persedian
2. Trauma langsung
Trauma yang langsung mengenai tendon otot abductor pollicis
longus dan extensor pollicis brevis dapat merusak jaringan serta
menyebabkan peradangan yang bisa menimbulkan nyeri.
3. Radang sendi
Kerusakan sendi akibat proses radang mengakibatkan erosi tulang
pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi dan akibat
resorbsi osteoklas. Kemudian pada tendon terjadi tenosinovitis
disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendon.
Patofisiologi :
Gerakan dan beban berlebihan pada sekitar sendi carpometacarpal I
menimbulkan gesekan, tekanan, dan iskemia; apabila terus menerus
akan menimbulkan peradangan, mengakibatkan bengkak dan nyeri.
Inflamasi daerah ini umumnya terjadi pada penggunaan tangan dan ibu
jari untuk kegiatan berulang atau repetitif. De Quervain’s syndrome
timbul akibat mikrotrauma kumulatif (repetitif). Trauma minor repetitif
atau penggunaan berlebihan jari-jari tangan (overuse) menyebabkan
malfungsi pembungkus tendon, pembungkus tendon akan mengalami
penurunan produksi dan kualitas cairan sinovial.
Cairan sinovial berfungsi sebagai lubrikan, sehingga gangguan produksi
dankualitas mengakibatkan gesekan antara otot dan pembungkus
tendon. Proses gesekan yang terus-menerus akan mengakibatkan
inflamasi pembungkus tendon, diikuti proliferasi jaringan ikat fibrosa.
Proliferasi jaringan ikat fibrosa akan memenuhi hampir seluruh
pembungkus tendon menyebabkan pergerakan tendon terbatas. Stenosis
atau penyempitan pembungkus tendon tersebut akan mempengaruhi
pergerakan otot-otot abductor pollicis longus dan extensor pollicis
brevis. Pada kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan
pembungkusnya. Gesekan otot-otot ini akan merangsang saraf di sekitar
otot, sehingga menimbulkan nyeri saat ibu jari digerakkan; nyeri ibu
jari merupakan keluhan utama penderita sindrom De Quervain.
Diagnosis :
Diagnosis sindrom De Quervain ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik:
1. Rasa nyeri sekitar ibu jari
2. Bengkak pergelangan tangan sisi ibu jari
3. Rasa tebal sekitar ibu jari
4. Penumpukan cairan pada daerah yang bengkak
5. Krepitasi saat menggerakkan ibu jari
6. Sendi ibu jari terasa kaku saat bergerak
7. Penurunan lingkup gerak sendi Carpometa carpal
Pemeriksaan fisik tes Finkelstein menentukan adanya tenosinovitis
tendon abductor pollicis longus dan extensor pollicis brevis. Tes
Finkelstein dirancang oleh Harry Finkelstein (1865-1939) ahli bedah
Amerika Serikat pada tahun 1930. Cara tes ini adalah ibu jari
difleksikan hingga menempel telapak tangan diikuti fleksi keempat jari
dalam posisi mengepal dan ibu jari berada di dalam kepalan. Pemeriksa
menggerakkan tangan pasien ke arah ulna deviasi.
Nyeri hebat sepanjang radius distal akan menunjukkan sindrom De
Quervain. Rasa nyeri saat tes Finkelstein akibat keterbatasan
mekanisme gliding tendon otot abductor pollicis longus dan extensor
pollicis brevis pada kompartemen yang menyempit karena penebalan
retinakulum ekstensor tendon otot abductor pollicis longus dan extensor
pollicis brevis.
Tes Finkelstein dilakukan bilateral untuk membandingkan dengan
bagian yang tidak nyeri. Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik
yang menunjang diagnosis sindrom De Quervain. Pemeriksaan faktor
reumatoid serum juga tidak spesifik. Pemeriksaan radiologi secara
umum juga tidak ada yang spesifik. Pada pemeriksaanultrasonografi
potongan aksial dan koronal dengan tranduser 13MHz resolusi tinggi,
didapatkan penebalan dan edema pembungkus tendon pada delapan
pasien. Pada pemeriksaan MRI terlihat penebalan pembungkus tendon
otot abductor pollicis longus dan extensor pollicis brevis.
Pemeriksaan radiologis lain hanya digunakanuntuk kasus-kasus trauma
akut atau didugakarena fraktur atau osteonekrosis.

8. Penatalaksanaan untuk kasus pada skenario tersebut adalah


A. Terapi Konservative
Kebanyakan kista (38-58 %) menghilang tanpa pengobatan sama
sekali. Beberapa tidnakan konservaitif yang dapat dilakukan pada
gangglion, yaiu sebagai berikut:

1. Di istirahatkan pergelangan tangan


2. perawatan di rumah sudah termasuk plester topikal, panas, dan
berbagai tapal.
3. Aspirasi biasanya termasuk memasukkan jarum ke dalam
benjolan yang berisi cairan, menyuntikkan senyawa Steroid (anti-
inflamasi). Karena diperkirakan bahwa inflamasi berperan dalam
produksi dan akumulasi cairan di dalam kista, obat anti inflamasi (steroid)
kadang diinjeksikan ke dalam kista sebagai usaha untuk mengurangi
inflamasi serta mencegah kista tersebut terisi kembali oleh cairan kista.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa menggunakan substansi lain
seperti hialuronidase bersama dengan steroid setelah aspirasi
meningkatkan angka kesembuhan dari 57% (aspirasi dan steroid)
menjadi 89% dengan substansi tambahan.
4. NSAIDs
B. Terapi operative
Intervensi bedah yang dilakukan adalah pengangkatan kista.
Operasi pengangkatan massa diperlukan ketika massa terasa
menyakitkan, mengganggu fungsi (terutama ketika tangan dominan
Anda terlibat), atau menyebabkan mati rasa atau kesemutan tangan
atau jari.

9. Upaya pencegahan agar kita bisa terhindar dari benjolan yang terjadi
pada skenario adalah:
a) Menjaga hidup sehat

Seperti yang diketahui jenis penyakit ini belum terlalu jelas


diketahui penyebabnya sehingga dalam sehari hari kita harus
menerapkan pola hidup sehat.

b) Tidak membawa beban berat

Membawa beban berat bisa memacu tumbuhnya kista ganglion


apalagi jika terdapat seseorang ang sebelumnya sudah terkena
penyakit kista ganglion

c) Sering sering memeriksa diri

Memeriksa ke dokter beberapa bulan sekali akan membantu kita


dalam melakukan sebuah pencegahan penyakit khususnya kista
ganglion karena jika terdapat gejala gejala yang sedikit
mencurigakan akan mudah dan cepat untuk ditangani

d) Peregangan tangan

Latihan dan peregangan tangan yang sederhana selama 4-5 menit


setiap jam dapat mengurangi resiko terserang penyakit kista
ganglion.

10. Perspektif islam yang sesuai dengan skenario tersebut adalah


“Tidaklah menimpa seorang muslim satu kelelahan, kesakitan, kesusahan,
kesedihan, gangguan dan gundah gulana sampai terkena duri, maka itu
semua menjadi penghapus dari dosa dan kesalahannya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Daftar Pustaka

1. Andersson, Bruce Carl. Dorsal ganglion in Office Orthopedics for


Primary Care Treatment 3rd Edition. Philadelphia, 2006
2. Eaton Charles, Ganglion Cysts , June 21, 2007
3. Paulschen, et al. 2012. Sobotta: Atlas Anatom Manusia. Jilid I ed. 23.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Hochwald, N.L& Green,S.M in Tumors Spivak Jeffrey M ed. et al in
Orthopeadics: A Study Guides. New York: Mc-Graw Hill. 2002
5. Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Selemba Medika. Edisi 2.
6. Huldani. 2012. Kista ganglion: Pencegahan dan pengobatan. Jurnal
kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
7. Review of literature. 2012. Journal of Clinical Orthopaedies and Trauma.
5(2). Pp. 59-64
8. Suryani, Adelia. Sindrom De Quervain: Diagnosis dan tatalaksana. CDK-
267/ vol. 45 no. 8 th. 2018
9. Staff pengajar bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI Jakarta. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.p.35-7
10. World Health Organization. Pathology & genetics tumours of soft tissue
and bone. Lyon: IARC Press; 2006.p.20-2

Anda mungkin juga menyukai