Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KEGAWAT DARURATAN PADA PERKEMIHAN

TRAUMA PENIS

Disusun Oleh : 4b/Kelompok 2/S1 Keperawatan


1. Iska Hariani (201401064)
2. Khairunnisa Nurjannah (201401065)
3. Septi Vita Kardiana (201401066)
4. Selvi Setyo Puspitasari (201401067)
5. Cyinthia Nor Cahyani (201401069)
6. Yuana Pertiwi (201401070)
7. Pungki Dwi Ambarwati (201401071)
8. Vista Rinanda Widiawati (201401072)
9. Widya Citra Sari (201401074)
10. Rina Wahyu Ningtias (201401075)
11. Putri Lestari (201401076)
12. Windi Rosalia Agustin (201401077)
13. Muhammad Imam Arifin (201401078)
14. Anisah Nur Jariyah (201401079)

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


PRODI S1 KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat
serta rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Trauma
Penis”. Makalah ini disusun sebagai pertanggung jawaban dalam menyelesaikan tugas mata
kuliah Kegawat Daruratan II, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan jalan kemudahan dan segalanya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan lancar.
2. Bu Ika S.Kep,NS,M.Kes selaku dosen pengajar Kegawat Daruratan yang telah
membimbing kami sehingga kami bisa menyusun makalah ini secara objektif.
Kami meyadari bahwa penyusunan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar penyusunan makalah ini
dapat menjadi lebih baik lagi ke depannya.

Mojokerto, Maret 2018

Kelompok
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian trauma penis sangatlah jarang ditemukan, belum ada referensi
yang pasti, sangat jarang frekuensinya, ada literature yang menyebut 1 per
175.000 pasien yang masuk rumah sakit. Dalam data di Rumah sakit Sauza
Aquiar Municipal, Rio de Janeiro Brazil melaporkan 55 kasus fraktur penis
selama 20 tahun mulai tahun 1982-2002. Biasanya terjadi di waktu aktifitas sex
baik berhubungan dengan pasangan sex atau saat masturbasi, di mana saat itu
penis dalam keadaan ereksi maka penis yang semula elastik menjadi tegang
sehingga bisa terjadi fraktur atau patah dan luka tumpul akibat benturan
mengakibatkan terjadinya hematom pada penis. Fraktur penis atau patah penis di
definisikan sebagai rupturnya korpus kavernosum tanpa atau disertai dengan
rupturnya uretra.
Kejadian fraktur penis sangat jarang dan merupakan kedaruratan di bidang
urologi, yang memerlukan penanganan bedah segera untuk hasil yang lebih baik,
mengingat terapi konservatif cenderung lebih banyak menimbulkan komplikasi.
Penanganan fraktur penis masih menjadi bahan diskusi diantara banyak ahli,
untuk mencegah komplikasi yaitu mencegah angulasi, abses, nyeri saat
berhubungan, fistel uretrokorpus kavernosum atau bahkan mencegah impotensi.
Terapi bedah segera ditujukan antara lain untuk eksplorasi, evakuasi bekuan
hematom, penjahitan defek, mengecek uretra, serta mencegah berbagai
kemungkinan komplikasi yang ada. Sehingga morfologi atau anatomis penis dan
fungsi penis dapat normal kembali.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi Penis?
2. Bagaimana Konsep Trauma Penis?
3. Bagaimana Konsep Fraktur Penis?
4. Bagaimana Kasus dan Asuhan Keperawatan Fraktur Penis?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang trauma pada penis
2. Agar mampu menjelaskan mengenai konsep dasar trauma penis
3. Mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma penis
dengan benar dan bertanggung jawab
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anatomi Fisiologi Penis
2.1.1 Anatomi Penis
Penis mempunyai dua korpus kavernosum di bagian dorsal, dan
satukorpus spongiosum di bagian ventral yang di dalamnya terdapat uretra.
Korpus kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunika albuginea
sehinggamerupakan satu kesatuan, tetapi sebelah proximal terpisah menjadi dua
bagian sebagai krura penis, yang menempel pada rami ossis ischii. Korpus
spongiosum membungkus uretra, dan berakhir di sebelah distal sebagai glans
penis. Ketiga korpus ini dibungkus oleh fascia Buck dan lebih superficial lagi
dibungkus oleh fascia Colles atau fascia Dartos yang merupakan kelanjutan dari
fascia Scarpa. Dalam korpus yang terbungkus tunika albugenia tredapat
jaringan erektil berupa jaringan berongga/kavernnus yang terdiri dari sinusoid
ataau rongga lacuna yang dilapisi oleh endothelium dan otot polos muskulus
kavernosus. Rongga ini mampu menampung darah sehingga penis dapat ereksi
atau tegang.

Gambar 2.1 Anatomi penis (potongan melintang)


2.1.2 Fisiologi Penis
Penis mendapat aliran darah dari arteri pudenda interna yang kemudian
menjadi arteri penis komunis yang bercabang jadi arteri kavernosa/sentralis,
arteri dorsalis penis dan arteri bulbo uretralis. Arteri penis komunis ini
melewati kanal dari Alcock yang berdekatan dengan os. Pubis sehingga mudah
cedera jika terjadi fraktur pelvis. Arteri sentralis memasuki rongga kavernosa
kemudian bercabang-cabang menjadi arteriole helisin, yang akan mengisikan
darah ke dalam sinusoid. Darah vena dari rongga sinusoid dialirkan melalui
anyaman/plexus di bawah tunika albugenia. Plexus ini bergabung membentuk
venule emisaria dan kemudian menembus tunika albugenia untuk mengalirkan
darah ke vena dorsalis penis. Peningkatan saraf parasimpatis akibat rangsang
sexual menyebabkan terjadinya dilatasi arteriole dan kontriksi venule sehingga
inflow/ aliran darah ke korpora meningkat sedangkan outflow akan
menurun,sehingga volume akan smakin bertambah yang menyebabkan penis
jadi ereksi/ tegang.
Persarafan penis terdiri dari system saraf otonom ( Simpatik dan
parasimpatik) dan somatik ( sensorik dan motorik ) yang berpusat di nucleus
intermediolateralis medulla spinalis pada segmen S2-4 dan Th12-L2. Serabut -
serabut otonom ini membentuk nervus kavernosus yang memasuki korpora
kavernosa dan spongiosum. Saraf ini memacu neurotransmitter untuk memulai
proses ereksi serta mengakirinya pada fase detumesensi. Fase ereksi dimulai
dari rangsang dari genetal externa berupa rangsang raba/taktil atau dari otak
berupa fantasi, pendengaran, atau penglihatan. Rangsang pada nervus
kavernosus menyebabkan terlepasnya neurotransmitter menyebabkan dilatasi
arteri kavernosus/helisin, relaksasi otot kavernosus dan kontriksi venule
emisaria,sehingga darah banyak mengisi rongga sinusoid dan menyebabkan
ketegangan penis. Juga sebaliknya pada fase flaksid terjadi kontriksi arteriole.
Kontraksi otot kavernosus dan dilatasi venule untuk mengalirkan darah ke
venavena penis sehingga rongga sinusoid berkurang volumenya. Secara
kimiawi diketahui bahwa neuroefektor terutama dalam korpus kavernosum saat
ereksi adalah Non Adrenerjik Non Kolinerjik ( NANC ) yang menyebabkan
terlepasnya Nitrit Oxida ( NO ), yang selanjutnya mempengaruhi enzim
Guanilat siklase untuk merubah Guanil tri fosfat ( GTP ) menjadi Siklik guanil
mono fosfat ( cGMP ). Subtansi inilah yang menyebabkan relaksasi otot polos
kavernosus sehingga terjadi ereksi. Sebaliknya saat fase flaksid terjadi
pemecahan cGMP oleh enzim fosfodiesterase 5 ( PDE 5 ) menjadi guanil
monofosfat.
2.2 Konsep Trauma Penis
2.2.1 Definisi
Trauma Penis adalah Trauma yang mengenai daerah penis
2.2.2 EtilogiIOLOGI
1. Trauma tajam
2. Trauma tembak
3. Trauma tumpul
4. Strangulasi
2.2.3 Jenis Trauma Penis
1. Fraktur Penis
a. Definisi
Adalah ruptur tunika albuginea korpus cavernosum penis yang terjadi
pada saat penis ereksi
b. Etiologi
Penis dibengkokkan sendiri oleh pasien/oleh pasangan
c. Diagnosis
Anamnesa dan PF
1) Ada bunyi retak diikuti nyeri, destumescence,perubahan warna
serta edema penis
2) Jika fascia buck utuh menghasilkan deformitas eggplant
3) Jika fascia buck terganggu hematoma meluas hingga ke scrotum,
perineum, regio supra pubic -30 % disertai trauma uretra dan ada
riwayat retensi urin

d. Pemeriksaan penunjang
1) Cavernosography untuk mengetahui letak ruptur dengan cara
memasukkan kontras kedalam korpus kavernosum dan kemudia
perhatikan apakah ada kontras yang keluar dari tunika albuginea
2) MRI
3) Non invasif dan sangat akurat untuk menunjukkan gangguan
tunika albuginea
e. Penatalaksanaan
1) Pembedahan di lakukan eksplorasi fraktur di tunika albuginea
keluarkan hematoma
2) Jahit pada robekan tunika albuginea
3) Beri Antibiotik spektrum luas
4) Tidak hub sex selama 1 bulan (hingga sembuh)
2. Strangulasi Penis
a. Definisi
Jeratan pada penis yang menyebabkan gangguan aliran darah penis
b. Etiologi
1) Dewasa : cincin logam, kondom kateter, tutup botol
2) Anak : jeratan cegah ngompol, tali popok
c. Gambaran Klinis
1) Tampak bekas jeratan pada penis/ masih terlihat jeratan pada penis
yang tidak dapat dilepaskan
2) Ada daerah iskemia bahkan sampai nekrosis tampak bekas jeratan
pada penis/ masih terlihat jeratan pada penis yang tidak dapat
dilepaskan ada daerah iskemia bahkan sampai nekrosis
d. Penatalaksanaan
1) Benda penyebab strangulasi dilepaskan
2) Jepitan cincin logam sulit dilepaskan
3) Beberapa cara melepas cincin : memotong logam dengan gerinda
atau gergaji listrik, melingkarkan tali pada sebelah distal logam,
lalu lepas perlahan
4) Insisi pada penis yang mengalami edema dengan tujuan
membuang cairan edema
3. Gigitan binatang atau manusia
a. Etiologi
Gigitan anjing (paling umum) dan gigitan manusia
b. Penatalaksanaan
Manajemen awal gigitan anjing :
1) Irigasi
2) Debridement
3) penutupan primer bersamaan dengan profilaksis AB spektrum luas
4. Amputasi
Lebih banyak terjadi pada orang yang memilik penyakit jiwa terutama
psikotik sehingga cenderung melukai dirinya sendiri dengan memotong
bagian penis atau kejadian yang tidaak diinginkan seperti kriminal.
a. Penatalaksanaa
1) Jika amputasi parsial, penis cukup dibersihkan dan dilakukan
penjahitan primer
2) Jika amputasi total dan bagian distal dapat diidentifikasi,
dianjurkan dicuci dengan larutan garam fisiologis, lalu disimpan
dikantung es dan dikirim ke pusat rujukan (jika masih mungkin
dilakukan penyambungan secara mikroskopik)
3) Obat-obat simptomatik (analgetik, sedatif)

5. Cedera Penetrasi
a. Etiologi
Luka tembak
b. Gambaran Klinis
1) Luka compang-camping
2) Cedera daerah sekitar
3) Jaringan nekrotik
4) Perdarahan
5) Amputasi penis
c. Penatalaksanaan
1) Eksplorasi langsung cedera
2) Irigasi
3) Eksisi benda asing
4) AB profilaksis
5) Penutupan bedah
2.3.1 Konsep Fraktur Penis
2.3.1 Definisi Fraktur Penis
Fraktur penis adalah ruptur satu atau kedua korpus kavernosum penis
dengan atau tanpa korpus spongiosum karena trauma tumpul pada penis yang
ereksi. Hal ini biasa terjadi pada hububugan seksual yang keras, masturbasi,
atau membelokkan dengan paksa penis yang sedang ereksi. Bengkoknya penis
secara tiba-tiba dalam keadaan ereksi dapat merobek tunika albuginea. Tunika
tersebut mengelilingi corpora cavernosa, jaringan spons khusus dalam inti penis
yang diisi dengan darah selama ereksi.
Selama hubungan seksual, ukuran normal ketebalan tunika albuginea 2
mm akan menipis menjadi 0.25 mm. pembengkokan penis secara paksa sangat
memungkinkan terjadinya rupture. Rupture kedua corpora cavernosa dapat
terjadi, dapat pula terjadi rupture pada corpus spongiosa dimana corpus ini
membungkus uretra, bila hal ini terjadi dapat meneyebabkan rupture uretra.
2.3.2 Epidemiologi
Fraktur penis merupakan darurat urologi yang jarang terjadi, pertama kali
dilaporkan pada tahun 1924, sebanyak 183 laporan telah dipublikasikan dengan
1331 kasus sejak tahun 1935 sampai dengan tahun 2001. Selama 8 tahun (1987-
1995) 12 insiden fraktur penis telah dilaporkan. Dan pada tahun 1982-2002
telah dilaporkan 56 pasien dengan fraktur penis.
Pada tahun 1986-1987 dilaporkan perbaikan secara surgical pada 8 kasus
fraktur penis. Malik et al pada penelitiannya menemukan rata-rata umur pada
11 pasien fraktur penis adalah pada umur 19-56 tahun. Di Negara Barat
penyebab terbanyak adalah hubungan seksual, sedangkan di negara Timur
Tengah dan Mediterania penyebab terbanyak adalah masturbasi.
2.3.3 Etiologi
Penyebab tersering fraktur penis adalah trauma saat koitus, penyebab
lainnya adalah masturbasi, manipulasi penis nokturnal yang tidak disadari atau
untuk mengurangi ereksi, jatuh dengan penis ereksi terbentur benda tumpul,
atau penis yang terjepit pada celana yang ketat. Kebanyakan (75 %) terjadi pada
satu sisi, 25 % pada kedua sisi, dan 10 % dari keduanya melibatkan uretra.
Umumnya penderita mengeluh fraktur penis akibat koitus dengan posisi
pasangan di atas tubuh mengangkangi penis. Saat koitus penis keluar dari
vagina dan saat akan dimasukkan kembali penis membentur pubis atau
perineum. Semua penderita melaporkan adanya bunyi retak yang khas
(“Cracking sound”) diikuti dengan hilangnya ereksi, nyeri hebat, penis udem
dan berubah warna, serta terjadi perubahan bentuk penis.
2.3.4 Patofisiologi
Pada saat ereksi aliran darah arteri ke penis menyebabkan korpus
kavernosum dan spongiosum membesar ke arah longitudinal dan transversal
sehingga penis menjadi keras dan mobilitasnya berkurang, tunika albuginea
lebih tipis dari 2 mm mencapai 0,5 – 0,25 mm sehingga mudah robek jika ada
trauma. Penis akan bengkak, hematom, terasa nyeri, dan bengkok ke arah yang
berlawanan dari sisi fraktur. Hematom biasanya terbatas sampai fasia Buck’s,
jika fasia Buck’s ikut terlibat maka hematom dapat sampai ke skrotum,
perineum anterior, dan dinding abdomen bagian bawah..
2.3.5 Patway
Trauma saat koitus, Tergesa memakai celana saat ereksi, Masturbasi
Terbentur benda tumpul

Fraktur penis

Tunika Albuginea robek Kurangnya pajanan Perubahan bentuk


informasi penis
mengenai penyakit
Korpus Carpenosum
pecah Penis bengkak saat
ereksi
Pasien kurang
Perdarahan Luas ke Perdarahan aktif
mengetahui
Jaringan subkutan mengenai peyakit Keterbatasan
PK Perdarahan hubungan seksul
Penis bengkak Adanya Port
De Entry Defisiensi
Pengetahuan Disfungsi Seksul
Pelepasan Mediator
Kimiawi nyeri Bakteri dan
kuman masuk

Pasien mengeluh nyeri


Resiko Infeksi

Nyeri Akut
Terjadi perlukaan Arteri dan vena Gross Hematuri
pada kulit yang penis pecah
membungkus penis

Gangguan Eliminasi

Diskontinuitas kulit Kerusakan Integritas Kulit


2.3.6 Tanda dan Gejala
1. Nyeri pada area penis
2. Terjadi pembengkakan pada penis
3. Penis berubah bentuk dan tidak bisa ereksi
4. Adanya Hematoma pada penis
2.3.7 Diagnosa
2.1.7.1 Anamnase
Umumnya penderita mengeluh fraktur penis akibat koitus dengan posisi
pasangan di atas tubuh mengangkangi penis. Saat koitus penis keluar dari
vagina dan saat akan dimasukkan kembali penis membentur pubis atau
perineum. Pasien mendengar bunyi retak yang khas (cracking sound) yang
dikuti dengan nyeri yang semakin lama semakin bertambah, nyeri menyebar
ke bagian bawah abdomen apabila digerakkan. Pasien juga mengeluh nyeri
saat buang air kecil. Pasien mengeluh penis mendadak bengkak dan semakin
mengembang. diikuti dengan hilangnya ereksi, nyeri hebat, penis oedema dan
berubah warna, serta terjadi perubahan bentuk penis..
2.1.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penis hematoma, deviasi penis,
pembengkakan penis secara nyata. Ekimosis penis dapat terjadi apabila fascia
buck’s tidak intak, terlihat bentukan butterfly-pattern ecchymosis jika Fascia
Colles tidak intak.
Penis terlihat bengkak dan memar. Jika fascia Buck’S rupture maka
memar akan meluas sampai dinding bawah abdomen, kedalam perineum dan
scrotum. Nyeri akan terasa pada palpasi didaerah robeknya tunica albuginea.
Jika uretra rusak maka akan diikuti keluarnya darah melalui meatus uretra
atau terjadi hematuri mikroskopik. Dapat pula terjadi gross haematuria, nyeri
saat buang air kecil, dan retensi urine. Kadang kala pasien datang dengan
riwayat nyeri saat hubungan seksual dan bengkak pada penis, namun saat
pemeriksaan pada tunika albuginea tetap utuh, dalam kasus ini hematom
disebakan karena rupturnya vena dorsalis penis sehingga dibutuhkan
penanganan simple ligasi pada vena yang rupture.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Jika terdapat darah dalam urine atau jika pasien mengeluh nyeri atau
susah buang air kecil, lakukan retrograde uretrogram untuk melihat uretra
yang rupture. Agrawal et Al. ( 1991) merekomendasikan urethrography dalam
semua kasus fraktur penis.
Cavernosography yaitu dengan injeksi kontras intracorporeal untuk
melihat adanya fraktur, USG digunakan untuk mengkonfirmasikan hasil
diagnosa yang tidak pasti. Resonans magnetic imaging (MRI) dapat dengan
teliti mempertunjukkan lokasi ruptur, tapi ini hanyalah suatu cara yang sangat
kompleks untuk menyelidiki suatu kondisi di mana hasil diagnosa pada
umumnya jelas nyata dari anamensa ( bunyi retak, detumesence mendadak,
dan nyeri saat intercouse) dan pemeriksaan klinis (bengkak dan memar pada
penis).
Pada umumnya dalam kasus fraktur penis tidak dibutuhkan pemeriksaan
penunjang, akan tetapi pada kasus dimana etiologi dan pemeriksaan fisik tidak
seimbang, cavernosogram dan uretrogram dapat dilakukan.

Gambar . Normal penile anatomy. (a) Axial T1-weighted MR image shows the
corpora cavernosa (CC) and corpus spongiosum (CS) with
intermediate to low signal intensity. CA = cavernous artery, U =
urethra. (b) Axial T2-weighted MR image shows the corpora
cavernosa (CC) and corpus spongiosum (CS) with high signal
intensity. CA = cavernous artery, U = urethra.
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Konservativ
Dulu, manajemen fraktur penis dengan conservative yaitu pemakaian
bidai penis, kompres dingin, obat-obat analgesi, NSAID dan absen dari
hubungan seksual selama 6-8 minggu.. Terapi ini perlahan berubah sejak
1986, 80 % penderita fraktur penis dilakukan tindakan pembedahan.
Jallu et.al melaporkan 4 kasus fraktur penis yang berhasil baik dengan
pengobatan konservatif berupa Oxyphenbutazone 3 x 200 mg dan diazepam
oral 3 x 10 mg sehari selama 2– 3 minggu. Tetapi banyak penulis yang
menganjurkan untuk melakukan tindakan eksplorasi segera. Manajemen
konservatif hanya diindikasikan untuk pasien yang tak mampu menerima
anesthesia, tidak ada fasilitas pembedahan dan tim bedah, keengganan
pasien untuk operasi dan riwayat penile trauma tetapi pada pemeriksaan fisik
normal tdak ditemukan kelainan.
Terapi operatif lebih baik daripada terapi konservativ. Pada beberapa
penelitian dilaporkan 10-41% penderita mengalami komplikasi dengan
manajemen konservativ. Peneliti lain melaporkan Terapi konservatif
memberikan 25-53% komplikasi. Komplikasi dapat berupa adanya bekuan
darah, curvatura abnormal pada penis, infeksi, abses penis, ekstravasasi urin
yang persisten, nyeri pada saat ereksi serta disfungsi ereksi. Tidak ada
komplikasi yang terjadi post operasi dan pada umumnya tidak
mempengaruhi aktivitas seksual dikemudian hari. Lama tinggal di rumah
sakit sekitar 14 hari dibandingkan terapi operatif yang rata – rata 6,6 hari.
2. Operatif
Operasi merupakan pilihan utama pada fraktur penis dengan gambaran
klinis hematom yang berat. Prinsip pembedahan terdiri dari membuka sisi
fraktur di dalam tunica albuginea, evakuasi haematoma, dan menutup tunica
yang rusak. Lokasi fraktur dapat dibuka dengan degloving penis melalui
sayatan sirkumsisi mengelilingi sulcus subcoronal.

Sebagai alternatif, suatu incisi dapat dibuat secara langsung di atas


defek, dengan asumsi bahwa derajat bengkak tidak terlalu besar. jika ada
suatu trauma urethral, degloving pada umumnya mengijinkan ekspose
untuk memperbaiki uretra. Sebagai alternatif adalah insisi midline dari distal
midline raphe scrotum sampai sepanjang batang penis. Insisi dengan insisi
degloving dapat mengekspose kedua corpora cavernosa sehingga apabila
terdapat trauma bilateral yang tak diduga dapat diperbaiki dengan mudah.
Pemasangan kateter preoperatif masih kontroversial, ada yang
menyarankan sebagai suatu tindakan rutin setelah pada pemeriksaan fisik
tidak ada tanda – tanda cedera uretra. Pemasangan kateter memudahkan
diseksi intraoperatif tanpa mencederai uretra dan mencegah kontaminasi
luka post operasi.
Dilakukan tindakan eksplorasi dengan insisi circumscibbing degloving
dan eksposure korpus kavernosum dan korpus spongiosum, diikuti dengan
evakuasi hematom, dan identifikasi robekan pada tunica albuginea. Robekan
di jahit dengan Vicryl 3-0 secara interuptus, kulit dijahit dengan “chromic
catgut” 3-0 secara interuptus.
Semua penderita dirawat selama 5 hari dalam keadaan baik. Follow up
sampai 6 minggu, tidak ada deformitas penis, penis dapat ereksi dengan
lurus tanpa rasa nyeri dan coitus dapat dilakukan dengan baik.
2.3.10 Komplikasi
Pada beberapa penelitian dilaporkan 10-41% penderita mengalami
komplikasi dengan manajemen konservativ. Peneliti lain melaporkan Terapi
konservatif memberikan 25-53% komplikasi. Komplikasi dapat berupa adanya
bekuan darah, curvatura abnormal pada penis, infeksi, abses penis,
ekstravasasi urin yang persisten, nyeri pada saat ereksi serta disfungsi ereksi.
Tidak ada komplikasi yang terjadi post operasi dan pada umumnya tidak
mempengaruhi aktivitas seksual dikemudian hari.

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Kasus Fraktur Penis


Seorang laki-laki usia 20 tahun datang mengeluh nyeri dan bengkak pada
penis akibat benturan pada stang motor saat kecelakaan lalu lintas, 1 jam
sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan fisik di temukan bengkak, hematom
pada batang penis, deformitas berupa angulasi ke sinistra disertai nyeri tekan.
Perdarahan dari meatus uretra externus tidak terlihat. Pasien masih bisa buang
air kecil. Skrotum dan testis tidak ditemukan kelainan. Abdomen dan daerah
simpisis tidak dijumpai kelainan. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan pasien
kesakitan, kesadaran pasien composmetis, GCS 4-5-6, pupil isokor, CRT < 2
detik, tanda vital dalam batas normal (; TD: 128/72 mmHg ; N: 66 x/menit ; RR:
18 x/menit ; S: 37,2 oC( akral hangat, kering, merah), dari inspeksi tampak penis
sudah sirkumsisi. Pasien dalam keadaan sehat sebelum kecelakaan, tidak ada
riwayat menggunakan obat dan riwayat alergi dan tidak ada riwayat penyakit
menular maupun menahun. Riwayat kelainan di bidang urologi sebelumnya
disangkal. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin tidak ditemukan kelainan.
Urinalisis ditemukan eritrosit 60-70 (juta/ul), leukosit 11.050/ul

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus Fraktur Penis


3.2.1 Identitas Pasien
Nama : Sdr. A
Umur : 17 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Menikah
Pedidikan : SMA
Masuk RS : 28 Maret 2018
Tanggal Pengkajian : 29 Maret 2018

3.2.2 Keluhan Utama


Pasien mengeluh nyeri
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan mengeluh nyeri dan bengkak pada penis akibat benturan
pada stang motor saat kecelakaan lalu lintas, 1 jam sebelum masuk rumah
sakit.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada Riwayat kelainan di bidang urologi sebelumnya disangkal, dan tidak
ada riwayat penyakit menular maupun menahun.
3.2.5 Keadaan Umum
Keadaan umum : cukup
GCS 4-5-6 , kesadaran : composmetis
TD : 128/72 mmHg
N : 67 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 37,2 oC
3.2.6 Pengkajian Kegawat Daruratan (A,B,C,D,E)
1. Airway
Jalan nafas paten
2. Breathing
Tidak ada otot bantu pernafasan, suara nafas normal vesikuler, RR
18x/menit
3. Circulation
TD 128/72 mmHg, N 67x/menit, CRT < 2 detik
4. Disability
Kesadaran composmetis, GCS 4-5-6, pupil isokor
5. Exposure
Pemeriksaan fisik di temukan bengkak, hematom pada batang penis,
deformitas berupa angulasi ke sinistra disertai nyeri tekan. Perdarahan dari
meatus uretra externus tidak terlihat. Pasien masih bisa buang air kecil.
Skrotum dan testis tidak ditemukan kelainan. Abdomen dan daerah simpisis
tidak dijumpai kelainan. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan pasien
kesakitan, S: 37,2 oC, akral hangat, kering, merah, dari inspeksi tampak
penis sudah sirkumsisi, tidak ada riwayat menggunakan obat dan riwayat
alergi. Riwayat kelainan di bidang urologi sebelumnya disangkal. Hasil lab
eritrosit 60-70 (juta/ul), leukosit 11.050/ul

3.2.7 Analisa Data


No Data Etiologi Problem
1. DS : Pasien mengeluh nyeri Tunika Albuginea nyeri akut
DO : robek
TD : 128/72 mmHg
N : 67x/menit Korpus Carvenosum
-bengkak pada penis pecah
-hematom pada batang penis
-deformitas berupa angulasi ke Perdarahhan luas ke
sinistra Jar. Subkutan
-terdapat nyeri tekan
Penis bengkak

Pelepasan mediator
kimiawi nyeri

Pasien mengeluh
nyeri

Nyeri akut
2. Ds : Perubahan bentuk Disfungsi
Do : penis Seksul
 Penis bengkak
 Penis bengkok ke arah Penis benngkak saat
sinistra ereksi

Keterbatasan
hubungan seksual

Disfungsi seksual

3. DS : pasien mengeluh nyeri Korpus Carvenosum Resiko tinggi


DO : pecah infeksi
S : 37,2 C
Hasil lab : lekukosit 11.050/ul Adanya Port De
-bengkak pada penis Entry
-hematom pada batang penis
-nyeri tekan Bakteri dan kuman
masuk

Resiko infeksi

3.2.8 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan suppressed inflammatory
response
3. Disturbed body image berhubungan dengan injury
3.2.9 Intervensi Keperawatan
Nic : - lakukan pengkajian nyeri scr komperhensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- kolaborasi dg dokter jika ada keluhan & tindakan nyeri tdk berhasil
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Potensial komplikasi dari fraktur penis yang meliputi disfungsi ereksi,
fistel kavernouretra, angulasi penis, nyeri saat ereksi, abses, nodul fibrotik yang
nyeri dapat dihindarkan dengan tindakan bedah tersebut. Fraktur penis
merupakan emergensi urologi yang bisa berdampak morfologi, fisiologi dan
psikologi jika kurang benar penangannanya. Pada pasien tersebut telah
dilakukan penanganan bedah segera dengan hasil yang memuaskan dokter dan
pasien.
4.2 Saran
Kami dari penulis menyarankan kepada para pembaca bahwa kami dari penulis
menerima dengan lapang dada segala kritikan dan saran yang bersifat
membangun demi sempurnanya makalah ini.
Kami dari pemakalah juga menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak
hanya mengambil satu referensi dari makalah ini saja dikarenakan kami dari
penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil referensi dari beberapa
sumber saja

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai