TRAUMA PENIS
Kelompok
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian trauma penis sangatlah jarang ditemukan, belum ada referensi
yang pasti, sangat jarang frekuensinya, ada literature yang menyebut 1 per
175.000 pasien yang masuk rumah sakit. Dalam data di Rumah sakit Sauza
Aquiar Municipal, Rio de Janeiro Brazil melaporkan 55 kasus fraktur penis
selama 20 tahun mulai tahun 1982-2002. Biasanya terjadi di waktu aktifitas sex
baik berhubungan dengan pasangan sex atau saat masturbasi, di mana saat itu
penis dalam keadaan ereksi maka penis yang semula elastik menjadi tegang
sehingga bisa terjadi fraktur atau patah dan luka tumpul akibat benturan
mengakibatkan terjadinya hematom pada penis. Fraktur penis atau patah penis di
definisikan sebagai rupturnya korpus kavernosum tanpa atau disertai dengan
rupturnya uretra.
Kejadian fraktur penis sangat jarang dan merupakan kedaruratan di bidang
urologi, yang memerlukan penanganan bedah segera untuk hasil yang lebih baik,
mengingat terapi konservatif cenderung lebih banyak menimbulkan komplikasi.
Penanganan fraktur penis masih menjadi bahan diskusi diantara banyak ahli,
untuk mencegah komplikasi yaitu mencegah angulasi, abses, nyeri saat
berhubungan, fistel uretrokorpus kavernosum atau bahkan mencegah impotensi.
Terapi bedah segera ditujukan antara lain untuk eksplorasi, evakuasi bekuan
hematom, penjahitan defek, mengecek uretra, serta mencegah berbagai
kemungkinan komplikasi yang ada. Sehingga morfologi atau anatomis penis dan
fungsi penis dapat normal kembali.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi Penis?
2. Bagaimana Konsep Trauma Penis?
3. Bagaimana Konsep Fraktur Penis?
4. Bagaimana Kasus dan Asuhan Keperawatan Fraktur Penis?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang trauma pada penis
2. Agar mampu menjelaskan mengenai konsep dasar trauma penis
3. Mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma penis
dengan benar dan bertanggung jawab
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anatomi Fisiologi Penis
2.1.1 Anatomi Penis
Penis mempunyai dua korpus kavernosum di bagian dorsal, dan
satukorpus spongiosum di bagian ventral yang di dalamnya terdapat uretra.
Korpus kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunika albuginea
sehinggamerupakan satu kesatuan, tetapi sebelah proximal terpisah menjadi dua
bagian sebagai krura penis, yang menempel pada rami ossis ischii. Korpus
spongiosum membungkus uretra, dan berakhir di sebelah distal sebagai glans
penis. Ketiga korpus ini dibungkus oleh fascia Buck dan lebih superficial lagi
dibungkus oleh fascia Colles atau fascia Dartos yang merupakan kelanjutan dari
fascia Scarpa. Dalam korpus yang terbungkus tunika albugenia tredapat
jaringan erektil berupa jaringan berongga/kavernnus yang terdiri dari sinusoid
ataau rongga lacuna yang dilapisi oleh endothelium dan otot polos muskulus
kavernosus. Rongga ini mampu menampung darah sehingga penis dapat ereksi
atau tegang.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Cavernosography untuk mengetahui letak ruptur dengan cara
memasukkan kontras kedalam korpus kavernosum dan kemudia
perhatikan apakah ada kontras yang keluar dari tunika albuginea
2) MRI
3) Non invasif dan sangat akurat untuk menunjukkan gangguan
tunika albuginea
e. Penatalaksanaan
1) Pembedahan di lakukan eksplorasi fraktur di tunika albuginea
keluarkan hematoma
2) Jahit pada robekan tunika albuginea
3) Beri Antibiotik spektrum luas
4) Tidak hub sex selama 1 bulan (hingga sembuh)
2. Strangulasi Penis
a. Definisi
Jeratan pada penis yang menyebabkan gangguan aliran darah penis
b. Etiologi
1) Dewasa : cincin logam, kondom kateter, tutup botol
2) Anak : jeratan cegah ngompol, tali popok
c. Gambaran Klinis
1) Tampak bekas jeratan pada penis/ masih terlihat jeratan pada penis
yang tidak dapat dilepaskan
2) Ada daerah iskemia bahkan sampai nekrosis tampak bekas jeratan
pada penis/ masih terlihat jeratan pada penis yang tidak dapat
dilepaskan ada daerah iskemia bahkan sampai nekrosis
d. Penatalaksanaan
1) Benda penyebab strangulasi dilepaskan
2) Jepitan cincin logam sulit dilepaskan
3) Beberapa cara melepas cincin : memotong logam dengan gerinda
atau gergaji listrik, melingkarkan tali pada sebelah distal logam,
lalu lepas perlahan
4) Insisi pada penis yang mengalami edema dengan tujuan
membuang cairan edema
3. Gigitan binatang atau manusia
a. Etiologi
Gigitan anjing (paling umum) dan gigitan manusia
b. Penatalaksanaan
Manajemen awal gigitan anjing :
1) Irigasi
2) Debridement
3) penutupan primer bersamaan dengan profilaksis AB spektrum luas
4. Amputasi
Lebih banyak terjadi pada orang yang memilik penyakit jiwa terutama
psikotik sehingga cenderung melukai dirinya sendiri dengan memotong
bagian penis atau kejadian yang tidaak diinginkan seperti kriminal.
a. Penatalaksanaa
1) Jika amputasi parsial, penis cukup dibersihkan dan dilakukan
penjahitan primer
2) Jika amputasi total dan bagian distal dapat diidentifikasi,
dianjurkan dicuci dengan larutan garam fisiologis, lalu disimpan
dikantung es dan dikirim ke pusat rujukan (jika masih mungkin
dilakukan penyambungan secara mikroskopik)
3) Obat-obat simptomatik (analgetik, sedatif)
5. Cedera Penetrasi
a. Etiologi
Luka tembak
b. Gambaran Klinis
1) Luka compang-camping
2) Cedera daerah sekitar
3) Jaringan nekrotik
4) Perdarahan
5) Amputasi penis
c. Penatalaksanaan
1) Eksplorasi langsung cedera
2) Irigasi
3) Eksisi benda asing
4) AB profilaksis
5) Penutupan bedah
2.3.1 Konsep Fraktur Penis
2.3.1 Definisi Fraktur Penis
Fraktur penis adalah ruptur satu atau kedua korpus kavernosum penis
dengan atau tanpa korpus spongiosum karena trauma tumpul pada penis yang
ereksi. Hal ini biasa terjadi pada hububugan seksual yang keras, masturbasi,
atau membelokkan dengan paksa penis yang sedang ereksi. Bengkoknya penis
secara tiba-tiba dalam keadaan ereksi dapat merobek tunika albuginea. Tunika
tersebut mengelilingi corpora cavernosa, jaringan spons khusus dalam inti penis
yang diisi dengan darah selama ereksi.
Selama hubungan seksual, ukuran normal ketebalan tunika albuginea 2
mm akan menipis menjadi 0.25 mm. pembengkokan penis secara paksa sangat
memungkinkan terjadinya rupture. Rupture kedua corpora cavernosa dapat
terjadi, dapat pula terjadi rupture pada corpus spongiosa dimana corpus ini
membungkus uretra, bila hal ini terjadi dapat meneyebabkan rupture uretra.
2.3.2 Epidemiologi
Fraktur penis merupakan darurat urologi yang jarang terjadi, pertama kali
dilaporkan pada tahun 1924, sebanyak 183 laporan telah dipublikasikan dengan
1331 kasus sejak tahun 1935 sampai dengan tahun 2001. Selama 8 tahun (1987-
1995) 12 insiden fraktur penis telah dilaporkan. Dan pada tahun 1982-2002
telah dilaporkan 56 pasien dengan fraktur penis.
Pada tahun 1986-1987 dilaporkan perbaikan secara surgical pada 8 kasus
fraktur penis. Malik et al pada penelitiannya menemukan rata-rata umur pada
11 pasien fraktur penis adalah pada umur 19-56 tahun. Di Negara Barat
penyebab terbanyak adalah hubungan seksual, sedangkan di negara Timur
Tengah dan Mediterania penyebab terbanyak adalah masturbasi.
2.3.3 Etiologi
Penyebab tersering fraktur penis adalah trauma saat koitus, penyebab
lainnya adalah masturbasi, manipulasi penis nokturnal yang tidak disadari atau
untuk mengurangi ereksi, jatuh dengan penis ereksi terbentur benda tumpul,
atau penis yang terjepit pada celana yang ketat. Kebanyakan (75 %) terjadi pada
satu sisi, 25 % pada kedua sisi, dan 10 % dari keduanya melibatkan uretra.
Umumnya penderita mengeluh fraktur penis akibat koitus dengan posisi
pasangan di atas tubuh mengangkangi penis. Saat koitus penis keluar dari
vagina dan saat akan dimasukkan kembali penis membentur pubis atau
perineum. Semua penderita melaporkan adanya bunyi retak yang khas
(“Cracking sound”) diikuti dengan hilangnya ereksi, nyeri hebat, penis udem
dan berubah warna, serta terjadi perubahan bentuk penis.
2.3.4 Patofisiologi
Pada saat ereksi aliran darah arteri ke penis menyebabkan korpus
kavernosum dan spongiosum membesar ke arah longitudinal dan transversal
sehingga penis menjadi keras dan mobilitasnya berkurang, tunika albuginea
lebih tipis dari 2 mm mencapai 0,5 – 0,25 mm sehingga mudah robek jika ada
trauma. Penis akan bengkak, hematom, terasa nyeri, dan bengkok ke arah yang
berlawanan dari sisi fraktur. Hematom biasanya terbatas sampai fasia Buck’s,
jika fasia Buck’s ikut terlibat maka hematom dapat sampai ke skrotum,
perineum anterior, dan dinding abdomen bagian bawah..
2.3.5 Patway
Trauma saat koitus, Tergesa memakai celana saat ereksi, Masturbasi
Terbentur benda tumpul
Fraktur penis
Nyeri Akut
Terjadi perlukaan Arteri dan vena Gross Hematuri
pada kulit yang penis pecah
membungkus penis
Gangguan Eliminasi
Gambar . Normal penile anatomy. (a) Axial T1-weighted MR image shows the
corpora cavernosa (CC) and corpus spongiosum (CS) with
intermediate to low signal intensity. CA = cavernous artery, U =
urethra. (b) Axial T2-weighted MR image shows the corpora
cavernosa (CC) and corpus spongiosum (CS) with high signal
intensity. CA = cavernous artery, U = urethra.
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Konservativ
Dulu, manajemen fraktur penis dengan conservative yaitu pemakaian
bidai penis, kompres dingin, obat-obat analgesi, NSAID dan absen dari
hubungan seksual selama 6-8 minggu.. Terapi ini perlahan berubah sejak
1986, 80 % penderita fraktur penis dilakukan tindakan pembedahan.
Jallu et.al melaporkan 4 kasus fraktur penis yang berhasil baik dengan
pengobatan konservatif berupa Oxyphenbutazone 3 x 200 mg dan diazepam
oral 3 x 10 mg sehari selama 2– 3 minggu. Tetapi banyak penulis yang
menganjurkan untuk melakukan tindakan eksplorasi segera. Manajemen
konservatif hanya diindikasikan untuk pasien yang tak mampu menerima
anesthesia, tidak ada fasilitas pembedahan dan tim bedah, keengganan
pasien untuk operasi dan riwayat penile trauma tetapi pada pemeriksaan fisik
normal tdak ditemukan kelainan.
Terapi operatif lebih baik daripada terapi konservativ. Pada beberapa
penelitian dilaporkan 10-41% penderita mengalami komplikasi dengan
manajemen konservativ. Peneliti lain melaporkan Terapi konservatif
memberikan 25-53% komplikasi. Komplikasi dapat berupa adanya bekuan
darah, curvatura abnormal pada penis, infeksi, abses penis, ekstravasasi urin
yang persisten, nyeri pada saat ereksi serta disfungsi ereksi. Tidak ada
komplikasi yang terjadi post operasi dan pada umumnya tidak
mempengaruhi aktivitas seksual dikemudian hari. Lama tinggal di rumah
sakit sekitar 14 hari dibandingkan terapi operatif yang rata – rata 6,6 hari.
2. Operatif
Operasi merupakan pilihan utama pada fraktur penis dengan gambaran
klinis hematom yang berat. Prinsip pembedahan terdiri dari membuka sisi
fraktur di dalam tunica albuginea, evakuasi haematoma, dan menutup tunica
yang rusak. Lokasi fraktur dapat dibuka dengan degloving penis melalui
sayatan sirkumsisi mengelilingi sulcus subcoronal.
BAB 3
PEMBAHASAN
Pelepasan mediator
kimiawi nyeri
Pasien mengeluh
nyeri
Nyeri akut
2. Ds : Perubahan bentuk Disfungsi
Do : penis Seksul
Penis bengkak
Penis bengkok ke arah Penis benngkak saat
sinistra ereksi
Keterbatasan
hubungan seksual
Disfungsi seksual
Resiko infeksi
4.1 Kesimpulan
Potensial komplikasi dari fraktur penis yang meliputi disfungsi ereksi,
fistel kavernouretra, angulasi penis, nyeri saat ereksi, abses, nodul fibrotik yang
nyeri dapat dihindarkan dengan tindakan bedah tersebut. Fraktur penis
merupakan emergensi urologi yang bisa berdampak morfologi, fisiologi dan
psikologi jika kurang benar penangannanya. Pada pasien tersebut telah
dilakukan penanganan bedah segera dengan hasil yang memuaskan dokter dan
pasien.
4.2 Saran
Kami dari penulis menyarankan kepada para pembaca bahwa kami dari penulis
menerima dengan lapang dada segala kritikan dan saran yang bersifat
membangun demi sempurnanya makalah ini.
Kami dari pemakalah juga menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak
hanya mengambil satu referensi dari makalah ini saja dikarenakan kami dari
penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil referensi dari beberapa
sumber saja
DAFTAR PUSTAKA