Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

SISTEM PENCERNAAN
ATRESIA ANI PADA ANAK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

DENNIS PURWASANTIKA
DIAH AYU .A
EKA KURNIA
NURHALIMAH
RAHMAWATI DENY
SIGIT PRIADI
KELAS

: 4-A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat
dan karuniaNya. Kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktunya.
Adapun judul makalah ini adalah Atresia ani
Makalah ini disamping untuk menyelesakan tugas mata kuliah , juga untuk
memberikan sedikit wawasan tentang Penyakit Pada Anak.
Dengan terselesaikannya laporan ini dengan tepat waktunya, kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1.
2.
3.
4.

Bapak Drs. M. Zainal arifin M.Kes, selaku ketua stikes icme jombang
Bapak Bambang Tutuko, SH, S.Kep. Ns. selaku ketua prodi S1 Keperawatan,
selaku dosen mata kuliah Sistem Pencernaan.
Teman-teman semua,yang telah membantu saya mengerjakan tugas sistem
pencernaan ini.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca

dan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu meridhoi langkah kita menuju kebaikan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan
walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini dapat bermanfaat
bagi yang membutuhkan .

Wassalamualaikum Wr.Wb
Jombang,

Mei 2013

Kelompok 4

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang
dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL
( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan
feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.

B. Masalah
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

Apa pengertian Atresia ani dari pada anak?


Apakah etiologi dari Atresia ani pada anak?
Apakah patofisiologi dari Atresia ani pada anak?
Sebutkan manisfestasi klinik Atresia ani ?
Sebutkan evaluasi diagnostik dari Atresia ani ?
Sebutkan penatalaksanan dari Atresia ani?
Sebukan dignosa keperawatan dari Atresia ani?
Sebutkan intervensi dari Atresia ani?
Sebutkan evaluasi dari Atresia ani ?

C. Tujuan
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Melakukan penkajian pada neonatus dengan atresia ani


Mampu merumuskan diagnosa pada neonatus dengan atresia ani
Mengantisipasi masalah potensial pada neonatus atresia ani
Mengidentifikasi kebutuhan segera pada neonatus dengan atresia ani
Mengembangkan rencana sesuai rencana
Melakukan tindakan sesuai rencana
Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa

atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal
terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi
kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
a) Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
b) Membran anus yang menetap
c) Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada
bermacam-macam jarak dari peritoneum
d) Lubang anus yang terpisah dengan ujung

B. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu :
a) Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini
terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan
bantuan dilatasi. maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate
sementara waktu.
b) Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk
jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun
untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa
bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut
menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah

Rectum

mempunyai

jalur

desenden

normal

melalui

otot

puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang


berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis;
lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki
golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum,
perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium
keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan
memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel
terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel
tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi
feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar
selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita

mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita


dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya
tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum,
anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat
masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1
cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama
dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada
membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara Sedangkan golongan II pada
perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan
fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan
obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus
segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram
udara
C. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan
bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang
mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk

menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena


gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga
biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya
D. Patofisiologi
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum
anorektal pada kehidupan embrional.Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakaal genitoury dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi
atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur
kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fekal. Kegagalan migarasi
dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada
uretraa dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan,
muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju
rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya.
E. Gejala Klinis
Secara klinik pada bayi ditemukan tidak adanya mekonium yang keluar
dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran atau tidak tampak adanya lubang
anus. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir
harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk
mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Bila anus terlihat
normal dan terdapat penyumbatan yang lebih tinggi dari perineum maka gejala
akan timbul dalam 24-48 jam , berupa perut kembung, muntah, tidak bisa
buang air besar dan ada yang mengeluarkan tinja dari vagina atau ureter.
Faktor Predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir seperti :
a) Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,
jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
b) Kelainan sistem pencernaan.
c) Kelainan sistem pekemihan.
d) Kelainan tulang belakang
F. Menifestasi Klinis
a) Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b) Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
c) Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
d) kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis
kanal rectal, adanya membran anal (Suriadi,2001).
e) bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan
intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan
terlihat menonjol (Adele,1996)
f) Bayi muntahmuntah pada usia 2448 jam setelah lahir.

G. Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan
komorbiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak
tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga
paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya
mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer,
walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi
terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula
vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak lakilaki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan
fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan
anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.
Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :
Asidosis hiperkloremia
Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
Komplikasi jangka pendek :
Eversi mukosa anal
Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan

persisten)
Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

H. Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis. Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen. Dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen. Digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan. Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena. Digunakan untuk menilai pelviokalises dan
ureter

6. Pemeriksaan fisik rectum. Kepatenan rectal dapat dilakukan colok


dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis. Juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.
I. Penatalaksana
a). Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi
anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan
definitive, sebagai berikut:
1. Tindakan Sementara
a. Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera
dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum,
bayi harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi
transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan
dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi dan
sigmoidkolostomi. Khusus untuk defek tipe kloaka pada perempuan
selain kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan diversi urine jika
perlu (setelah anak lebih besar 1 1,5 tahun).
b. Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/
diiris hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar
perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan dengan
kelingkin yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/
menonjol ujung rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa
dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan terapi definitif
yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan
kolostomi sementara.
2. Tindakan Definitif
a. Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan
obstruksi

dan

mempertahankan

kontak

kontinensi.

Untuk

malformasi rectum setelah bayi berumur 6 bulan dilakukan anorekto-vagina-uretroplasti posterior sagital (PSAVURP).
b. Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada
defek ;
1. Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada
anal dimple dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah
sfingter ani eksternus.

2. Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung
ditembus tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila
tidak bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai kasus
malformasi rektum.
c. Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat
badan mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi
sakroperineal atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke
aneterior ke muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem.
Pada anomali ini, sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak
ada sfingter internus, sehingga kontinensi fekal tergantung pada
fungsi muskulus pubo rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan
kelainan tinggi tanpa muskulatur atau muskolatur yang buruk,
kontinensia mungkin didapat secara lambat tetapi dengan pelatihan
intensif dengan menggunakan otot yang ada, pengencangan otot
kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet dan
memelihara "neorektum" tetap kosong, kemajuan dapat dicapai.
(Wong, 1999)
b). Penatalaksanaan Keperawatan
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah
pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses
keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari
pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan
a. Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan
di rumah.
b. Pola nutrisi Metabolik
c. Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien
dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan
mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan bahan yang melebihi kebutuhan dan
dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya

lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam


defekasi (Whaley & Wong,1996).
Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan
otot.
Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman,
daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka inisisi.
Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka
jahitan operasi (Doenges,1993).
Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
(Doenges,1993).
Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah
(Doenges,1993).
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini
diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap
klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
J. Konsep Keperawatan
PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan fisik terhadap daerah penutupan kolostomi:
Keadaan luka: tanda kemerahan, pengeluaran cairan
Adanya pembengkakan dan menutup sempurna
Lakukan pengkajian kepatenan lubang anal pada bayi baru lahir
2. Pemeriksaan daerah rektum:
Pengeluaran feses
Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium
tampak pada orifisium yang tidak tepat.

Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau
anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi

abdomen
Bantu dengan prosedur diagnostik mis : endoskopi, radiografi
3. Kecemasan
4. Nyeri
Diagnosa

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat


Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Konstipasi berhubungan dengan gangguan pasase feses, feses lama dalam

kolon dan rectu


Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi

Intervensi
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat
Tujuan :
Mempertahankan Berat Badan stabil / menunjukkan kemajuan peningkatan
Berat Badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal
Intervensi :
Pertahankan potensi selang Naso-gastrik. Jangan mengembalikan posisi
selang bila terjadi perubahan posisi.
Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
Menyatakan nyeri hilang
Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat
Intervensi:
Catat keluhan nyeri, durasi, dan intensitasn nyeri
Konstipasi berhubungan dengan. gangguan pasase feses, feses lama dalam
kolon dan rectum
Tujuan :
Menormalkan fungsi usus
Mengeluarkan feses melalui anus

Intervensi:
Kaji fungsi usus dan karakteristik tinja
Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
Pola nafas efektif, tidak ada gangguan pernafasan
Intervensi:
Observasi frekuensi / kedalaman pernafasan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
Tujuan :
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
Intervensi:
Observasi luka, catat karakteristik drainase
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
Tujuan:
Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi
Menerima perubahan kedalam konsep diri
Intervensi:
Dorong pasien/orang terdekat untuk mengungkapkan perasaannya
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / proses penyakit, tindakan
dan prognosis
Intervensi:
Tentukan persepsi anak tentang penyakit
Implementasi

Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari
a). Validasi rencana keperawatan
Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah
menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi.
Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian.

b). Dokumentasi rencana keperawatan


Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus
mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat
hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk
membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.
c). Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang
maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang
direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat
maupun situasi.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/3 bulan
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi
antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga
feses tidak dapat keluar.
Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum (Wong, Whaley. 1985).
Penatalaksanaan medic dilakukan pembedahan dan pengobatan dengan
cara colostomy , Aksisi membran anal (membuat anus buatan),Fiktusi
yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
B. SARAN
Asuhan keperawatan pada anak dengan atresia ani memerlukan perhatian
khusus dalam pelaksanaan proses keperawatan untuk itu perlu pemahaman dan
pengetahuan agar tercapai hasil yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Wong L, Donna, Buku Ajar Keperawatan Peditrik. Jakarta: EGC, 2009


Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC
Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr
Dripa Sjabana
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC
Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah
Anak.Jakarta : Amarta Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai