Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengampu : Ns. Zumrotul Choiriyyah, M.Kes
Disusun oleh:
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan kasih-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta
petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami
dalam penyusunan makalah ini.
Didalam makalah ini selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami
sampaikan dengan topik Asuhan Keperawatan Pada Korban Pemerkosaan.
Didalam topik tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya
penegetahuan tentang peran perawat dalam asuhan keperawatan.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan
(violence), sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik,
mental, emosional dan hal-hal yang sangat menakutkan pada korban.
Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina perempuan
yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan
pemaksaan baik fisik maupun mental.
Pengertian pemerkosaan berdasarkan Pasal 381 RUU KUHP :
1. Seorang laki-laki dengan perempuan bersetubuh, bertentangan dengan
kehendaknya, tanpa persetubuhan atau dengan persetubuhan yang
dicapai melalui ancaman atau percaya Ia suaminya atau wanita dibawah
14 tahun dianggap perkosaan.
2. Dalam keadaan ayat (1), memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus
atau mulut perempuan, benda bukan bagian tubuhnya ke dalam vagina
atau anus perempuan.
Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal
adalah suatu kejadian, perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau
perbuatan jahat. Perkosaan adalah Menundukkan dengan kekerasan,
memaksa dengan kekerasan, menggagahi, merogol. (Mendikbud,2010:
525, 757).
B. Gangguan Stres Pasca Trauma
Seorang psikiater di Jakarta yang bernama W. Roan menyatakan
trauma berarti cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sementara
trauma psikis, dalam Psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan
mendadak akibat suatu peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui
batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar (Roan,
W., 2003).
Gangguan stress pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD)) merupakan suatu sindrom kecemasan, labilitas autonomic,
ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat
pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan
orang biasa (Kaplan et al., 1997). Menurut National Institute of Mental
Health (NIMH), definisi PTSD adalah gangguan berupa kecemasan yang
bisa timbul setelah seseorang mengalami suatu peristiwa yang mengancam
keselamatan jiwa atau fisiknya. Peristiwa yang menimbulkan trauma ini bisa
berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia,
kecelakaan atau perang (Anonim, 2005)
Sedangkan Hikmat mengatakan bahwa PTSD adalah sebuah kondisi
yang muncul setelah pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan,
dan mengancam jiwa seseorang seperti bencana alam, kecelakaan hebat,
sexual abuse (kekerasan seksual), atau perang (Hikmat, 2005).
C. Manifestasi klinis
1. Terdapat stressor yang berat dan jelas (kekerasan, perkosaan), yang
akan menimbulkan gejala penderitaan yang berarti bagi hampir setiap
orang.
2. Penghayatan yang berulang-ulang dari trauma itu yang dibuktikan oleh
terdapatnya paling sedikit satu dari hal berikut :
a. ingatan berulang dan menonjol tentang peristiwa itu;
b. mimpi-mimpi berulang dari peristiwa itu;
c. timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan seolah-olah
peristiwa traumatik itu sedang timbul kembali, karena berkaitan
dengan suatu gagasan atau stimulus/rangsangan lingkungan.
3. Penumpulan respons terhadap atau berkurangnya hubungan dengan
dunia luar (“psychic numbing” atau “anesthesia emotional”) yang
dimulai beberapa waktu sesudah trauma, dan dinyatakan paling sedikit
satu dari hal berikut :
a. berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas
yang cukup berarti;
b. perasaan terlepas atau terasing dari orang lain;
c. afek (alam perasaan) yang menyempit (constricted affect) atau afek
depresif (murung, sedih, putus asa).
4. Paling sedikit ada dua dari gejala-gejala berikut ini yang tidak ada
sebelum trauma terjadi, yaitu :
a. kewaspadaan atau reaksi terkejut yang berlebihan;
b. gangguan tidur (disertai mimpi-mimpi yang menggelisahkan);
c. perasaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang
lain tidak, atau merasa bersalah tentang perbuatan yang
dilakukannya agar tetap hidup;
d. hendaya (impairment) daya ingat atau kesukaran konsentrasi
e. penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan
tentang peristiwa traumatik itu;
f. peningkatan gejala-gejala apabila dihadapkan pada peristiwa yang
menyimbolkan atau menyerupai peristiwa traumatik itu
D. Batasan Karakteristik
1. Fase akut
a. Respons somatic
Peka rangsang gastrointerstinal (mual, muntah, anoreksia)
Ketidaknyamanan genitourinarius (nyeri, pruritus)
Ketegangan otot-otot rangka (spasme, nyeri).
b. Respons psikologis
Menyangkal
Syok emosional
Marah
Takut – akan mengalami kesepian, atau pemerkosa akan kembali
Rasa bersalah
Panik melihat pemerkosa atau adegan penyerangan
c. Respons seksual
Tidak percaya pada laki-laki
Perubahan dalam perilaku seksual
2. Fase jangka panjang
Setiap respons pada fase akut dapat berlanjut jika tidak pernah
terjadi resolusi
a. Respons psikologis
Fobia
Mimpi buruk atau gangguan tidur
Ansietas
Depresi
G. Pengobatan
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan korban
pemerkosaan, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi.
1. Farmakoterapi
Mulai terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien
yang sudah dikenal. Terapi dengan anti depresiva pada gangguan stress
pasca traumatik ini masih kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah
benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta – seperti
propranolol, klonidin, dan karbamazepin. Obat tersebut biasanya
diresepkan sebagai obat yang sudah diberikan sejak lama dan kini
dilanjutkan sesuai yang diprogramkan, dengan kekecualian, yaitu
benzodiazepin – contoh, estazolam 0,5 – 1 mg per os, Oksanazepam10-30
mg per os, Diazepam (valium) 5 – 10 mg per os, Klonazepam 0,25 – 0,5
mg per os, atau Lorazepam 1- 2 mg per os atau IM – juga dapat digunakan
dalam UGD atau kamar praktek terhadap ansietas yang gawat dan agitasi
yang timbul bersama gangguan stres pasca traumatik tersebut (Kaplan et
al, 1997).
2. Psikoterapi
Anxiety Management
Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa
ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala korban pemerkosaan
dengan lebih baik melalui :
Relaxation Training
Yaitu belajar untuk mengontrol ketakutan dan kecemasan secara
sistematis dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama.
Breathing retraining
Yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan-lahan,
santai dan menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang
menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak
baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala.
Positive thinking dan self-talk
Yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti
dengan pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress
(stresor).
Assertiveness Training
Yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
Thought Stopping
Yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang
memikirkan hal-hal yang membuat kita stress (Anonim, 2005).
Cognitive therapy
Terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional
yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan kita.
Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri
karena tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi
pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran
tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian
mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai
emosi yang lebih seimbang (Anonim, 2005).
Exposure therapy
Pada exposure terapi, terapis membantu menghadapi situasi
yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan
pada trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam
kehidupan sehari-hari. Terapi ini dapat berjalan dengan dua cara :
Exposure in the imagination
Terapis bertanya kepada penderita untuk mengulang-ulang
cerita secara detail kenangan-kenangan traumatis sampai mereka tidak
mengalami hambatan untuk menceritakannya.
Exposure in reality
Terapis membantu untuk menghadapi situasi yang sekarang aman
tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat
(misalnya : kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah).
Ketakutan itu akan bertambah kuat jika kita berusaha untuk mengingat
situasi tersebut dibanding berusaha untuk melupakannya. Pengulangan
situasi yang disertai penyadaran yang berulang-ulang akan membantu kita
menyadari bahwa situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya
dan kita dapat mengatasinya (Anonim, 2005).
Play therapy
Terapi bermain digunakan untuk menerapi anak-anak dengan
trauma. Terapis menggunakan permainan untuk memulai topik yang tidak
dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak-anak untuk
lebih merasa nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya
(Anonim, 2005).
Support Group Therapy
Seluruh peserta dalam Support Group Therapy merupakan korban
perkosaan, yang mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban
bencana tsunami, korban gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka
saling menceritakan tentang pengalaman traumatis mereka, kemdian
mereka saling memberi penguatan satu sama lain (Swalm, 2005).
Terapi Bicara
Sejumlah studi penelitian membuktikan bahwa terapi berupa saling
berbagi cerita mengenai trauma mampu memperbaiki kondisi kejiwaan
penderita. Dengan berbagi pengalaman, korban bisa memperingan beban
pikiran dan kejiwaan yang dipendamnya selama ini. Bertukar cerita
dengan sesama penderita membuat mereka merasa senasib, bahkan merasa
dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk
bangkit dari trauma yang dideritanya dan melawan kecemasan (Anonim,
2005).
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
1. Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak dapat tidur
Atau tidur berlebihan, mimpi buruk, berjalan saat tidur, tidur di tempat
yang asing, keletihan.
2. Integritas ego
a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta
ampun karena tindakannya terhadap orang tua.
b. Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang
selamat)
c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau
tidak berdaya
d. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme
pertahanan yang paling dominan/menonjol)
e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu,
sikap menunduk, takut (terutama jika ada pelaku)
f. Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja,
perubahan finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)
g. Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain
3. Eliminasi
a. Enuresisi, enkopresis.
b. Infeksi saluran kemih yang berulang.
c. Perubahan tonus sfingter.
4. Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan
(anoreksia), makan berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan
memperoleh berat badan yang sesuai .
5. Higiene
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca
(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.
b. Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan
kotor/tidak terpelihara.
6. Neurosensori
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat
amuk atau pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai
dengan usia
b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran
adanya pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan
konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin
sangat waspada, cemas dan depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk,
ketrampilan koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
e. Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain :
gelisah (korban selamat).
f. Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi
kepribadian ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian
ambang (koeban inses dewasa)
g. Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda
cedera eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual
b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul
kronis, spastik kolon, sakit kepala)
8. Keamanan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran
air panas, rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi,
perdarahan yang tidak wajar, ruam/gatal di area genital, fisura
anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus
sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera
internal.
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam
aktivitas dengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang
dapat menghindari bahaya di dalam rumah
9. Seksualitas
a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi
kompulsif, permainan seks dewasa sebelum waktunya,
kecenderungan mengulang atau melakukan kembali pengalaman
inses. Kecurigaan yang berlebihan tentang seks, secara seksual
menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa
berlendir.
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama
pada anak).
10. Interaksi sosial
Menarik diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga
secara verbal kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah
langsung dan pernyataan kritik, penurunan penghargaan atau
pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian prestasi di
sekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.
2. Masalah Keperawatan
a. Sindrom trauma pemerkosaan b.d perkosaan
b. Harga diri rendah, b.d terpapar peristiwa traumatik
c. Gangguan isolasi social (menarik diri)
d. Gangguan alam perasaan depresi
NANDA NOC NIC
(00142) Sindrom Trauma (1208) Tingkat (5240) Konseling.
Perkosaan Depresi
Def: Penggunaan proses
Definisi : Respon Setelah dilakukan membantu interaksi yang
Maladaptif terus enerus tindakan keperawatan berfokus pada kebutuhan
terhadap kekerasan selama 24 jam masalah atau merasaan
hubungan seksual secara diharapkan klien anak klien dan SO untuk
paksa yang bertentangan mampu meningkatkan meningkatkan dan
dengan keinginana dan skala target outcome mendukung koping,
persetujuan korban. sebagai berikut: penyelesaiaan masalah
Batasan Karakteristik : - 120801 Perasaan dan hubungan
- Ansietas depresi interpersolan. Aktivitas :
- Agitasi ditingkatkan. - Bangun hubungan
- Depresi Dipertahankan pada terapeutik yang
- Fobia skala 1 ke skala 3 didasarkan pada
- Gangguan dalam - 120828 Rasa (rasa) saling
berhubungan bersalah yang percaya dan saling
- Harga diri rendah berlebihan. menghormati
- Keputusasaan Dipertahankan dari - Tujukan epmpati,
- Ketidakberdayaan skala 1 dan kehangatan dan
- Menyalahkan diri ditingkankan ke ketulusan.
- Merasa terhina skala 3 - Sediakan privasi
- Merasa malu - 120807 Perasaan dan jaminan
- Pikiran dendam tidak berharga. kerahasiaan.
- Riwayat upaya Dipertahankan - Bantu pasien untuk
bunuh diri pada skala 2 dan mengidentifikasi
- Syok ditingkatkan ke masalah atau situasi
- Trauma fisik skala 3. yang menyebabkan
- Waspada brlebihan - 120831 Berat badan distress.
turun. - Tentukan
Dipertahankan pada bagaimana
skala 2 dan di perilaku keluarga
tingkatkan ke skala mempengaruhi
3. pasien.
- 120832 Nafsu
makan menurun.
Dipertahankan
pada skala 2 dan
ditingkatkan ke
skala 3.
- 120836 Pikiran
bunuh diri yang
berulang.
Dipertahankan pada
skala 2 dan
ditingkatkan ke
skala 3.
00224. Harga diri rendah 1205 harga diri 5240 konseling
Berhubungan dengan Setelah dilakukan Aktivitasnya:
terpapar peristiwa tindakan keperawatan - tunjukkan empati,
traumatik 3x24 jam, diharapkan kehangatan, dan
klien dapat: ketulusan
- mengungkapkan - dukung ekspresi
makna hidup perasaan
ditingkatkan dari - bantu pasien untuk
skala 2 menjadi 4 mengidentifikasi
- mengungkapkan kekuatan, dan
kepercayaan pada menguatkan hal
diri sendiri tersebut
ditingkatkan dari
skala 2 menjadi 4 5310 inspirasi harapan
- mengungkapkan Aktivitasnya:
kepercayaan - ajarkan pasien
kepada orang lain tentang aspek
ditingkatkan dari positif mengenai
skala 2 menjadi 4 harapan
- menunjukkan - berikan kesempatan
semangat hidup bagi
ditingkatkan dari pasien/keluarga
skala 2 menjadi 4 untuk terlibat dalam
kelompok
pendukung
- ciptakan lingkungan
yang memfasilitasi
pasien
melaksanakan
praktik agamanya
dengan cara yang
tepat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan
(violence), sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik,
mental, emosional dan hal-hal yang sangat menakutkan pada korban.
Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina perempuan
yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan
pemaksaan baik fisik maupun mental.
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan korban
pemerkosaan, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi.
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan penulis adalah meningkatkan mutu pendidikan
agama diIndonesia, terutama mutu pendidikan agama islam. Sehingga bila
mutu pendidikan agamaislam di tingkatkan maka akan membuat mayarakat
indoensia semakin bijak dalam mengambil setiap langkah yang dia ambil
dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC).
Elsevier Inc.
Moorhead, Sue, dkk. 2015.Nursing Outcomes Classification (NOC).Elsevier Inc.
T.H. Herdinan & S. Kamitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta :
EGC
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK & Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika