Anda di halaman 1dari 66

ASKEP KEKERASAN PADA

KELOMPOK
By. IDAYANTI
DEFINISI
Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan
orang dewasa/anak yang lebih tua dengan
menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap
anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi
tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat
penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian.
Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk
penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda
atau luka pada tubuh sang anak.
Jika kekerasan terhadap anak di dalam rumah
tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal
tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah
tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang
termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah
tangga adalah memberikan penderitaan baik
secara fisik maupun mental di luar batas-batas
tertentu terhadap orang lain yang berada di
dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan
hidup, anak atau orang tua.
Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan
terhadap anak yang dilakukan oleh mereka
yang seharusnya bertanggung jawab atas anak
tersebut atau mereka yang memiliki kuasa
atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di
percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat,
dan guru
Nadia (2004) mengartikan Child Abuse yaitu
kekerasan terhadap anak sebagai bentuk
penganiayaan baik fisik maupun psikis.
Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan
kasar yang mencelakakan anak, dan segala
bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya.
Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua
tindakan merendahkan atau meremehkan
anak.
Simpulan dari definisi di atas

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan


bahwa kekerasan terhadap anak adalah segala
bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis
yang berakibat penderitaan terhadap anak. Child
abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak
didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk
terhadap anak ataupun orang tua, wali atau
orang lain yang seharusnya memelihara,
menjaga dan merawat mereka.
Klasifikasi Child Abuse
1) Emotional Abuse,
Perlakuan yang dilakukan oleh orang tua seperti
menolak anak, meneror, mengabaikan anak,
atau mengisolasi anak. Hal tersebut akan
membuat anak merasa dirinya tidak dicintai,
merasa buruk atau tidak bernilai. Hal ini akan
menyebabkan kerusakan fisik, mental, sosial dan
emosional anak.
Indikator fisik kelainan bicara, gangguan
pertumbuhan fisik dan perkembangan. Indikator
perilaku kelainan kebiasaan ( menghisap,
mengigit, atau memukul-mukul ).
2) Physical Abuse
Cidera yang dialami anak bukan karena kecelakaan
atau tindakan yang dapat menyebabkan cidera
serius pada anak, atau dapat juga diartikan sebagai
tindakan yang dilakukan oleh pengasuh sehingga
menciderai anak. Biasanya berupa luka memar, luka
bakar atau cidera di kepala atau lengan.
Indikator fisik luka memar, gigitan manusia, patah
tulang, rambut yang tercabut, cakaran. Indikator
perilaku waspada saat bertemu dengan orang
dewasa, berperilaku ekstrem dan agresif atau
menyendiri, takut pada orang tua, takut untuk
pulang ke rumah, menipu, berbohong dan mencuri.
3) Neglect
Kegagalan orang tua untuk memberikan
kebutuhan yang sesuai bagi anak, seperti tidak
memberikan rumah yang aman, makanan,
pakaian, pengobatan, atau meninggalkan anak
sendirian atau dengan seseorang yang tidak
dapat merawatnya.
Indikator fisikkelaparan, kebersihan diri yang
rendah, selalu mengantuk, kurangnya perhatian,
masalah kesehatan yang tidak ditangani.
Indikator kebiasaan; Meminta atau mencuri
makanan, sering tidur, kurangnya perhatian pada
masalah kesehatan dan pakaian kurang rapih.
4) Sexual Abuse
Termasuk menggunakan anak untuk tindakan
sexual, mengambil gambar pornografi anak-anak,
atau aktifitas sexual lainnya kepada anak. Indikator
fisik , kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya
noda atau darah di pakaian dalam, nyeri atau gatal
di area genital, memar atau perdarahan di area
genital / rektal, berpenyakit kelamin.
Indikator kebiasaan pengetahuan tentang seksual
atau sentuhan seksual yang tidak sesuai dengan
usia, perubahan pada penampilan, kurang bergaul
dengan teman sebaya, tidak mau berpartisipasi
dalam kegiatan fisik, berperilaku permisif /
berperilaku yang menggairahkan, penurunan
keinginan untuk sekolah, gangguan tidur, perilaku
regressif ( misal: ngompol ).
ETIOLOGI
Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor
yang menyebabkan child abuse yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-
anak. Orang tua yang memiliki kelainan mental,
atau kurang kontrol diri ,orang tua tidak
memahami tumbuh kembang anak, sehingga
mereka memiliki harapan yang tidak sesuai
dengan keadaan anak, dan orang tua terisolasi
dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau
karena letak rumah yang saling berjauhan dari
rumah lain, sehingga tidak ada orang lain yang
dapat memberikan support kepadanya.
2.Menurut pandangan orang tua anak terlihat
berbeda dari anak lain.
Anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif,
cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai
3. Adanya kejadian khusus; stres, kehilangan
pekerjaan, kehilangan, anak sakit, adanya
hutang/tagihan.
FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK MENGALAMI
KEKERASAN
1. Stress yang berasal dari anak.
a. Fisik berbeda
b. Mental berbeda
c. Temperamen berbeda
d. Tingkah laku berbeda
e. Anak angkat
2. Stress keluarga
Kemiskinan dan pengangguran
Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak
memadai
Perceraian
Anak yang tidak diharapkan
3. Stress berasal dari orang tua
Rendah diri
Waktu kecil mendapat perlakuan salah
Harapan pada anak yang tidak realistis

DAMPAK KEKERASAN PADA ANAK


.......
a. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat
perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi
sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua
agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang
pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang
menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004)
menggambarkan bahwa semua jenis gangguan
mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk
yang diterima manusia ketika dia masih kecil.
Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang
dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cidera
serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka
secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal
dunia.
b. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986)
mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang
tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan,
cenderung meniru perilaku buruk (coping
mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan
makanan kembali), penyimpangan pola makan,
anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan
obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri.
Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar
diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak
meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan
fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang
tersembunyi yang dimanifestasikan dalam beberapa
bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri,
kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak,
menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat
dan alkohol ataupun kecenderungan bunuh diri.
c. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi
(Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih
merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah,
merasa rendah diri dan trauma akibat eksploitasi
seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau
bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual
yang dialami semasa masih anak-anak banyak
ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam
prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak
yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan
antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi
mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola
tidur, kecemasan tidak beralasan atau bahkan
simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah
kulit dll (dalam Nadia, 1991).
d. Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang
paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah
kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak. Hurlock (1990) mengatakan jika
anak kurang kasih sayang dari orang tua
menyebabkan berkembangnya perasaan tidak
aman, gagal mengembangkan perilaku akrab dan
selanjutnya akan mengalami masalah
penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
e.Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004)
adalah kelalaian dalam mendapatkan
pengobatan menyebabkan kegagalan dalam
merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam
pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik
anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya
gagal menyekolahkan atau menyuruh anak
mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak
terpaksa putus sekolah.
MANIFESTASI KLINIS
1. Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet,
hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah
tulang, perdarahan retina akibat dari adanya
subdural hematom dan adanya kerusakan organ
dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat
trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf,
gangguan pendengaran, kerusakan mata dan
cacat lainnya hingga kematian.
2. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan
dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan
salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang
normal, yaitu:
1) Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang
dari anak2 sebayanya yang tidak mendapat
perlakuan salah.
2)Perkembangan kejiwaan juga mengalami
gangguan, yaitu:
a) Kecerdasan
Berbagai penelitian melaporkan terdapat
keterlambatan dalam perkembangan kognitif,
bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma
langsung pada kepala, juga karena malnutrisi.
Pada beberapa kasus keterlambatan ini
diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang
adekuat atau karena gangguan emosi.
b.) Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan
konsep diri yang positif, atau bermusuh dalam
mengatasi sifat agresif, perkembangan
hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak
menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang
dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik
diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol,
hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal
sekolah, sulit tidur.
c) Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa
dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki,
muram, tidak bahagia, tidak mampu menyenangi
aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh
diri.
d) Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara
badani, lebih agresif terhadap teman sebayanya.
Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan
orang tua mereka atau mengalihkan perasaan
agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil
miskinnya konsep diri.
e) Hubungan social
Pada anak sering kurang dapat bergaul
dengan teman sebayanya atau dengan orang
dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman
dan suka mengganggu orang dewasa,
misalnya dengan melempari batu atau
perbuatan kriminal lainnya.
f) Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya
nyeri perianal, sekret vagina, dan perdarahan
anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi
berkurang, enuresis, encopresis, anoreksia atau
perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak
yang tidak sesuai dengan umurnya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang
ditempatkan di rumah orang lain atau saudaranya
untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua
di masa lalu, depresi, atau masalah psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan
abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan
perawatan dengan ketergantungan tinggi (seperti
prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi
makanan, ketidakmampuan perkembangan,
hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa
jijik, takut atau kecewa dengan jenis kelamin anak
yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan
dasar anak dan perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk
menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan
dengan child abuse, antara lain:
1) Psikososial
Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut
kotor, bau
Gagal tumbuh dengan baik
Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif,
psikomotor, dan psikososial
With drawl (memisahkan diri) dari orang-
orang dewasa
2) Muskuloskeletal
Fraktur
Dislokasi
Keseleo (sprain)
3) Genito Urinaria
Infeksi saluran kemih
Perdarahan per vagina
Luka pada vagina/penis
Nyeri waktu miksi
Laserasi pada organ genetalia eksternal,
vagina, dan anus.
4) Integumen
Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar
oleh karena rokok)
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
Adanya tanda2 gigitan manusia yang tidak
dapat dijelaskan
Bengkak.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tingginya angka perilaku kekerasan
berhubungan dengan keluarga tidak harmonis
,harga diri rendah ditandai dengan
2. Tingginya Isolasi social berhubungan dengan
koping keluarga inefektif, keluarga yang tidak
harmonis
3. Tingginya koping keluarga inefektif
berhubungan dengan keluarga tidak harmonis
4. Risiko mencederai diri sendiri pada anak anak,
orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tingginya perilaku kekerasan pada kelompok anak
berhubungan dengan harga diri rendah, (ditandai
dengan perilaku agresif, )
Tujuan :
Anak anak dapat mengontrol perilaku kekerasan
pada saat berhubungan dengan orang lain.
Kriteria hasil:
1. Anak anak dapat membina hubungan saling
percaya.
2. Anak anak dapat mengidentifikasi kemampuan
dan aspek yang positif dimiliki.
3. Anak anak dapat menilai kemampuan yang
digunakan.
4. Anak anak dapat menetapkan dan
merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5. Anak anak dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit dan kemampuannya.
6. Anak anak dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
INTERVENSI :
1. Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan
anak anak terbuka pada perawat dan sebagai dasar
untuk intervensi selanjutnya.
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki anak anak.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih
dimiliki klien.
3. Setiap bertemu anak anak dihindarkan dari memberi
penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat
menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
4. Utamakan memberi pujian yang realistik pada
kemampuan dan aspek positif anak anak .
Rasional : meningkatkan harga diri anak anak .
5. Diskusikan dengan anak anak kemampuan yang
masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang
masih dapat digunakan.
6. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang
masih dapat dilanjutkan.
7. Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
8. Minta anak anak untuk memilih satu kegiatan yang mau
dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar anak anak dapat melakukan kegiatan yang
realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
9. Bantu anak anak melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun anak anak dalam melakukan kegiatan.
10.Beri pujian atas keberhasilan anak anak .
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
11. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah
dilatih.
Rasional : mengidentifikasi anak anak agar berlatih secara
teratur.
12. Beri kesempatan pada anak anak untuk
mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan
anak anak adalah membuatnya menggunakan
respon koping mal adaptif dengan yang lebih
adaptif.
13. Beri pujian atas keberhasilan anak anak .
Rasional : meningkatkan harga diri anak anak .
14. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku
yang diharapkan.
Diagnosa 2:
Tingginya Isolasi social pada anak berhubungan
dengan perilaku kekerasan, keluarga yang tidak
harmonis. (ditandai dengan 2 dari 8 anak
menarik diri dari lingkungan sosial, produktivitas
menurun, mengungkapkan perasaan tidak
berguna, sulit berkomunikasi, tampak sedih, sulit
tidur, kurang percaya diri, anak mengalami
retardasi mental, tidak melakukan kontak mata,
mudah merasa takut, terdapat bekas luka)
Tujuan
Anak anak dapat menerima interaksi social
terhadap individu lainnya.
Kriteria hasil
1) Anak anak dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat.
2) Anak anak dapat berkomunikasi dengan baik
atau jelas dan terbuka.
3) Anak anak dapat menggunakan koping yang
konstruktif.
4) Kecemasan anak anak telah berkurang.
INTERVENSI
1. Psikoterapeutik.
a.Bina hubungan saling percaya
Buat kontrak dengan anak anak : memperkenalkan nama
perawat dan waktu interaksi dan tujuan.
Ajak anak anak bercakap-cakap dengan memanggil nama
untuk menunjukkan penghargaan yang tulus.
Jelaskan kepada anak anak bahwa informasi tentang
pribadi anak anak tidak akan diberitahukan kepada orang
lain yang tidak berkepentingan
Selalu memperhatikan kebutuhan anak anak
Ciptakan lingkungan aman dan tenang
rasional : memungkinkan anak terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya
b. Berkomunikasi dengan anak anak secara jelas dan
terbuka
Bicarakan dengan anak anak tentang sesuatu yang
nyata dan pakai istilah yang sederhana
Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang
sesuai, jelas dan teratur.
Bersama anak anak menilai manfaat dari
pembicaraannya dengan perawat.
Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan
kepada anak anak untuk mengungkapkan
perasaanya
Rasional: memungkinkan perawat mendapatkan
informasi yang dibutuhkan secara jelas.
c. Kenal dan dukung kelebihan anak anak
Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping)
yang bisa digunakan anak anak, cara
menceritakan perasaanya kepada orang lain
yang terdekat/dipercaya.
Bahas bersama klien tentang koping yang
konstruktif
Dukung koping anak anak yang konstruktif
Anjurkan anak anak untuk menggunakan koping
yang konstruktif.
d. Bantu anak anak mengurangi cemasnya ketika
hubungan interpersonal
Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan anak
anak pada awal terapi.
Lakukan interaksi dengan anak anak sesering
mungkin.
Temani anak anak beberapa saat dengan duduk
disampingnya.
Libatkan anak anak dalam berinteraksi dengan orang
lain secara bertahap, dimulai dari anak dengan
perawat, kemudian dengan dua perawat dan
seterusnya.
Libatkan anak anak dalam aktivitas kelompok.
2. Pendidikan kesehatan
Jelaskan kepada anak anak cara mengungkapkan
perasaan selain dengan kata-kata seperti dengan
menulis, menangis, menggambar, berolah-raga,
bermain musik, cara berhubungan dengan orang
lain,.
Bicarakan dengan anak anak peristiwa yang
menyebabkan menarik diri.
Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap
mengadakan hubungan dengan anak anak.
Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan
anak anak dalam aktivitas dilingkungan
masyarakat.
3. Kegiatan hidup sehari-hari
Bantu anak anak dalam melaksanakan
kebersihan diri sampai dapat melaksanakannya
sendiri.
Bimbing anak anak berpakaian yang rapi
Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti :
majalah, surat kabar, radio dan televisi.
Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-
sama anak anak.
4. Lingkungan Terapeutik
Pindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan anak maupun orang lain dari
ruangan.
Cegah agar anak tidak berada didalam ruangan
yang sendiri dalam jangka waktu yang lama.
Beri rangsangan sensori seperti : suara musik,
gambar hiasan di ruangan.
Diagnosa 3
Koping anak anak inefektif berhubungan dengan
keluarga tidak harmonis.
Tujuan :
Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.
Kriteria hasil
Keluarga dapat mengenal masalah dalam
keluarga dan menyelesaikannya dengan tindakan
yang tepat.
Intervensi
1. Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku
maladaptif .
Rasional : Keluarga mengenal dan
mengungkapkan serta menerima perasaannya
sehingga mempermudah pemberian asuhan
kepada anak dengan benar.
2.Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga
yang adaptif.
Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam
mengasuh anak secara baik dan benar tanpa
menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan
yang buruk.
3. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya
terhadap anak.
Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang
semestinya dapat dilaksanakan keluarga terhadap anak.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang
tua sebagai status pendukung dalam proses tumbuh kembang
anak.
Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga
untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengasuhan dan
proses tumbuh kembang anaknya.
5. Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap
orang tua.
Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
keluarga ( orang tua ),tentang pentingnya peran orang tua
dalam tumbuh kembang anak,memiliki pengetahuan tentang
metode pengasuhan yang baik,dan menanamkan kesadaran
untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun.
Diagnosa 4:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan
Tujuan
Anak anak tidak menciderai diri / orang lain dan
lingkungan.
Kriteria hasil:
Anak dapat membina hubungan saling percaya.
Anak dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
Anak dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan.
Anak dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang
biasa dilakukan.
Anak dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Anak dapat melakukan cara berespons terhadap
kemarahan secara konstruktif.
Anak dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
Anak dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
Anak dapat menggunakan obat yang benar.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik,
perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak
waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman
dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal,
bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan
terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk
intervensi selanjutnya.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Rasional : Informasi dari anak penting bagi perawat
untuk membantu anak dalam menyelesaikan
masalah yang konstruktif.
3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu
lingkungan yang tidak mengancam akan menolong
anak untuk sampai kepada akhir penyelesaian
persoalan.
4. Anjurkan anak mengungkapkan dilema dan
dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara
konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah
yang konstruktif pula.
5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada anak.
Rasional : mengetahui perilaku yang dilakukan oleh
anak sehingga memudahkan untuk intervensi.
6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang
dialami anak anak
Rasional : memudahkan anak anak dalam mengontrol
perilaku kekerasan.
7. Anjurkan anak anak untuk mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan
kepada anak anak.
8.Bantu anak bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara anak anak
melakukannya.
9.Bicarakan dengan anak apakah dengan cara yang anak
lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk
menyelesaikan masalahnya
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang
dilakukan anak.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan
konstruktif.
11. Bersama anak menyimpulkan akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan
perasaan marah.
12. Tanyakan pada anak apakah ia ingin mempelajari cara
baru yang sehat.
Rasional : menambah pengetahuan anak tentang koping
yang konstruktif.
13. Berikan pujian jika anak mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif,
meningkatkan harga diri anak.
14.Diskusikan dengan anak cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol /
kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel /
kesal.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara
marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : anjurkan anak berdua,
sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi
kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah
mengontrol kemarahan anak.
15. Bantu anak memilih cara yang paling tepat untuk
anak.
Rasional : memotivasi anak dalam
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
16. Bantu anak mengidentifikasi manfaat yang telah
dipilih.
Rasional : mengetahui respon anak terhadap cara
yang diberikan.
17. Bantu anak untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan anak
melakukan cara yang sehat.
18. Beri reinforcement positif atas keberhasilan anak
menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri anak.
19. Anjurkan anak untuk menggunakan cara yang telah
dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan anak selama
diintervensi.
20. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat
anak dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga
terhadap anak selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan
perawatan kepada anak.
21. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat
anak.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga
sangat berperan dalam perubahan perilaku anak.
MEKANISME KOPING.
1) Sublimasi : Menerima suatu sasaran
pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2) Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai
kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayunya, dsb.
3) Represi : usaha psikologis seseorang yang
bertujuan untuk meredam keinginan, hasrat, atau
instingnya sendiri. Keinginan, harapan, fantasi,
atau perasaan dapat direpresentasikan dalam
pikiran sebagai pemikiran, bayangan, dan ingatan.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang
berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5) Displacement : Melepaskan perasaan yang
tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.
TERIMA KASIH SEMOGA
BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai