Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA KORBAN PEMERKOSAAN

Disusun Oleh

NAMA : KRISNA ALAIYE


NIM : P.1911040
KELAS : A KEPERAWATAN

YAYASAN BANGUN PRIMA PERSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PASAPUA AMBON

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat TYME atas limpahan rahmat dan
kasih-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta
petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami
dalam penyusunan askep ini.

Didalam askep ini selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sampaikan
dengan topik Asuhan Keperawatan Pada Korban Pemerkosaan. Didalam topik
tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya penegetahuan tentang
peran perawat dalam asuhan keperawatan.

Pada akhirnya, kami berharap akan bermanfaat khususnya bagi pembaca


dan penulis askep ini serta memberi inspirasi bagi pembacanya. Dan kami
telah berusaha sebisa mungkin dalam penyelesaian tugas ini, namun masih jauh
dari kata sempurna. Maka dari itu kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan tugas ini dan tugas
selanjutnya. Terimakasih

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR …………………………………………………... 2

DAFTAR ISI……………………………………………………………...3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...4

A. LATAR BELAKANG……………………………………………4
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………...4
C. TUJUAN…………………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………..5-24

BAB III PENUTUP……………………………………………………..25

A. KESIMPULAN …………………………………………………25
B. SARAN………………………………………………………….25

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………26

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pemerkosaan adalah suatu usaha


untukmelampiaskan nafsu seksual yang dil
akukan olehseorang laki-laki terhadap perem
p u a n d e n g a n c a r a y a n g d i n i l a i melanggar menurut
moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo, 1997)
Dikatakan suatu tindak perkosaan tidak hanya bila seorang
perempuan disiksa, dipukuli sampai pingsan, atau ketika perempuan
meronta melawan, berupaya melarikan setiap diri atau korban hendak
bunuh diri, akan tetapi meskipun perempuan tidak melawan, apapun
yang dilakukan perempuan, bila perbuatan tersebut bukan pilihan
keinginan perempuan berarti termasuk tindak perkosaan, bukan
kesalahan wanita.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari Pemerkosaan


2. Gangguan yang terjadi dari Pemerkosaan
3. Manifestasi klinis apa yang terjadi
4. Batasan karakteristik
5. Permasalahan-permasalahan apa yang berkaitan
6. Kemungkinan-kemungkinan perilaku yang terjadi
7.Pengobatan apa saja yang dilakukan
8. Beban Psikologis dan kesehatan korban

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Pemerkosaan


2. Untuk mengetahui Gangguan yang terjadi dari Pemerkosaan
3. Untuk mengetahui Manifestasi klinis apa yang terjadi
4. Untuk mengetahui Batasan karakteristik
5. Untuk mengetahui Permasalahan-permasalahan apa yang berkaitan
6. Untuk mengetahui Kemungkinan-kemungkinan perilaku yang terjadi
7. Untuk mengetahui Pengobatan apa saja yang dilakukan
8. Untuk mengetahui Beban Psikologis dan kesehatan korban

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Pemerkosaan merupakan bagian dari tindakan kekerasan ,
sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik, mental,
emosional dan hal-hal yang sangat menakutkan pada korban. Pemerkosaan
dalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina perempuan yang tidak
dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan pemaksaan
baik fisik maupun mental.
Pengertian pemerkosaan berdasarkan Pasal 381 RUU KUHP :
1. Seorang laki-laki dengan perempuan bersetubuh, bertentangan dengan
kehendaknya, tanpa persetubuhan atau dengan persetubuhan yang
dicapai melalui ancaman atau percaya Ia suaminya atau wanita dibawah
14 tahun dianggap perkosaan.
2. Dalam keadaan ayat (1), memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus
atau mulut perempuan, benda bukan bagian tubuhnya ke dalam vagina
atau anus perempuan.
Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal
adalah suatu kejadian, perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau
perbuatan jahat. Perkosaan adalah Menundukkan dengan kekerasan,
memaksa dengan kekerasan, menggagahi, merogol. (Mendikbud,2010:
525, 757).
B. Gangguan Stres Pasca Trauma
Seorang psikiater di Jakarta yang bernama W. Roan menyatakan
trauma berarti cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sementara
trauma psikis, dalam Psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan
mendadak akibat suatu peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui

5
batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar (Roan,
W., 2003).
Gangguan stress pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD)) merupakan suatu sindrom kecemasan, labilitas autonomic,
ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat
pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan
orang biasa (Kaplan et al., 1997). Menurut National Institute of Mental
Health (NIMH), definisi PTSD adalah gangguan berupa kecemasan yang
bisa timbul setelah seseorang mengalami suatu peristiwa yang mengancam
keselamatan jiwa atau fisiknya. Peristiwa yang menimbulkan trauma ini bisa
berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia,
kecelakaan atau perang (Anonim, 2005)
Sedangkan Hikmat mengatakan bahwa PTSD adalah sebuah kondisi
yang muncul setelah pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan,
dan mengancam jiwa seseorang seperti bencana alam, kecelakaan hebat,
sexual abuse (kekerasan seksual), atau perang (Hikmat, 2005).

C. Manifestasi klinis
1. Terdapat stressor yang berat dan jelas (kekerasan, perkosaan), yang
akan menimbulkan gejala penderitaan yang berarti bagi hampir setiap
orang.
2. Penghayatan yang berulang-ulang dari trauma itu yang dibuktikan oleh
terdapatnya paling sedikit satu dari hal berikut :
a. ingatan berulang dan menonjol tentang peristiwa itu;
b. mimpi-mimpi berulang dari peristiwa itu;
c. timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan seolah-olah
peristiwa traumatik itu sedang timbul kembali, karena berkaitan
dengan suatu gagasan atau stimulus/rangsangan lingkungan.
3. Penumpulan respons terhadap atau berkurangnya hubungan dengan
dunia luar (“psychic numbing” atau “anesthesia emotional”) yang

6
dimulai beberapa waktu sesudah trauma, dan dinyatakan paling sedikit
satu dari hal berikut :
a. berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas
yang cukup berarti;
b. perasaan terlepas atau terasing dari orang lain;
c. afek (alam perasaan) yang menyempit (constricted affect) atau afek
depresif (murung, sedih, putus asa).
4. Paling sedikit ada dua dari gejala-gejala berikut ini yang tidak ada
sebelum trauma terjadi, yaitu :
a. kewaspadaan atau reaksi terkejut yang berlebihan;
b. gangguan tidur (disertai mimpi-mimpi yang menggelisahkan);
c. perasaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang
lain tidak, atau merasa bersalah tentang perbuatan yang
dilakukannya agar tetap hidup;
d. hendaya (impairment) daya ingat atau kesukaran konsentrasi
e. penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan
tentang peristiwa traumatik itu;
f. peningkatan gejala-gejala apabila dihadapkan pada peristiwa yang
menyimbolkan atau menyerupai peristiwa traumatik itu
D. Batasan Karakteristik
1. Fase akut
a. Respons somatic
Peka rangsang gastrointerstinal (mual, muntah, anoreksia)
Ketidaknyamanan genitourinarius (nyeri, pruritus)
Ketegangan otot-otot rangka (spasme, nyeri).
b. Respons psikologis
Menyangkal
Syok emosional
Marah
Takut – akan mengalami kesepian, atau pemerkosa akan kembali
Rasa bersalah

7
Panik melihat pemerkosa atau adegan penyerangan
c. Respons seksual
Tidak percaya pada laki-laki
Perubahan dalam perilaku seksual
2. Fase jangka panjang
Setiap respons pada fase akut dapat berlanjut jika tidak pernah
terjadi resolusi
a. Respons psikologis
Fobia
Mimpi buruk atau gangguan tidur
Ansietas
Depresi

E. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan korban pemerkosaan


Panic attack (serangan panik)
Anak / remaja yang mempunyai pengalaman trauma dapat
mengalami serangan panik ketika dihadapkan / menghadapi sesuatu yang
mengingatkan mereka pada trauma. Serangan panik meliputi perasaan
yang kuat atas ketakutan atau perasaan tidak nyaman yang menyertai
gejala fisik maupun psikologis. Gejala fisik meliputi jantung berdebar-
debar, berkeringat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit perut, pusing,
merasa kedinginan, badan panas, mati rasa.
Perilaku menghindar
Menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan penderita pada
kejadian traumatis. Kadang-kadang penderita mengaitkan semua kejadian
dalam seluruh kehidupannya setiap hari dengan kejadian trauma, padahal
kondisi kehidupan sekarang jauh dari kondisi trauma yang pernah
dialaminya. Hal ini seringkali menjadi lebih parah sehingga penderita
menjadi takut untuk keluar rumah dan harus ditemani oleh orang lain jika
harus keluar rumah.
Depresi

8
Banyak orang menjadi depresi setelah mengalami pengalaman
trauma dan menjadi tidak tertarik dengan hal-hal yang disenanginya
sebelum peristiwa trauma. Mereka mengembangkan perasaan-perasaan
yang tidak benar, perasaan bersalah, menyalahkan diri sendiri, dan merasa
bahwa peristiwa yang dialaminya adalah merupakan kesalahannya,
walaupun semua itu tidak benar.
Membunuh pikiran dan perasaan
Kadang-kadang orang yang depresi berat merasa bahwa
kehidupannya sudah tidak berharga. Hasil penelitian menjelaskan bahwa
50 % korban kejahatan mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Jika anda
dan orang yang terdekat dengan anda mempunyai pemikiran untuk bunuh
diri setelah mengalami peristiwa traumatik, segeralah mencari pertolongan
dan berkonsultasi dengan para profesional.
Merasa disisihkan dan sendiri
Perlunya dukungan dari lingkungan sosialnya tetapi mereka
seringkali merasa sendiri dan terpisah. Karena perasaan mereka tersebut,
penderita kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain dan
mendapatkan pertolongan. Penderita susah untuk percaya bahwa orang
lain dapat memahami apa yang telah dia alami.
Merasa tidak percaya dan dikhianati
Setelah mengalami pengalaman yang menyedihkan, penderita
mungkin kehilangan kepercayaan dengan orang lain dan merasa dikhianati
atau ditipu oleh dunia, nasib atau oleh Tuhan.
Mudah marah
Marah dan mudah tersinggung adalah reaksi yang umum diantara
penderita trauma. Tentu saja kita dapat salah kapan saja, khususnya ketika
penderita merasa tersakiti, marah adalah suatu reaksi yang wajar dan dapat
dibenarkan. Bagaimanapun, kemarahan yang berlebihan dapat
mempengaruhi proses penyembuhan dan menghambat penderita untuk
berinteraksi dengan orang lain di rumah dan di tempat terapi.
Gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari

9
Beberapa gangguan yang terkait dengan fungsi sosial dan
gangguan di sekolah dalam jangka waktu yang lama setelah trauma.
Seorang korban kejahatan mungkin menjadi sangat takut untuk tinggal
sendirian. Penderita mungkin kehilangan kemampuannya dalam
berkonsentrasi dan melakukan tugasnya di sekolah. Bantuan perawatan
pada penderita sangat penting agar permasalahan tidak berkembang lebih
lanjut.
Persepsi dan kepercayaan yang aneh
Adakalanya seseorang yang telah mengalami trauma yang
menjengkelkan, seringkali untuk sementara dapat mengembangkan ide
atau persepsi yang aneh (misalnya : percaya bahwa dia bisa berkomunikasi
atau melihat orang-orang yang sudah meninggal). Walaupun gejala ini
menakutkan dan menyerupai halusinasi dan khayalan, gejala tersebut
seringkali bersifat sementara dan hilang dengan sendirinya.

F. Kemungkinan perilaku anak-anak dan remaja yang mengalami trauma :


Saat perlu ditangani
Reaksi ketika sedang
Usia Korban Akibat yang normal oleh tenaga
stress
profesional
1-5 tahun Menghisap jempol, Keinginan
Menangis tidak
mengompol, kurang menyendiri secara
terkontrol
dapat mengontrol diri berlebihan
Tidak mengenal waktu. Gemetaran karena Tidak ada respon
Ingin menunjukkan ketakutan, tidak bisa terhadap perhatian
kemandirian bergerak khusus
Takut gelap atau
binatang, sehinggaBerlarian ketakutan
merasa terteror di tanpa arah
malam hari
Tidak mau lepas dari Terlalu ketakutan dan
pegangan orang tua tidak mau ditinggal
sendirian

10
Perilaku agresif
Rasa ingin tahu, (kembali menghisap
eksploratif jari atau mengompol
lagi)
Tidak dapat menahan
Amat sensitif dengan
kencing maupun buang
suara dan cuaca
air besar
Kesulitan bicara Bingung, panik
Perubahan selera makan Sulit makan
Perilaku regresif yang
jelas terlihat (menjadi
5-11 tahun Rasa gelisah, ketakutan
lebih kekanak-
kanakan)
Mengeluh Gangguan tidur
Senang menempel
kepada orang tua atau Ketakutan akan cuaca
yang dianggap dekat
Pusing, mual, timbul
Pertanyaan yang agresif masalah penglihatan
dan pendengaran
Berkompetisi dengan
sebayanya/saudaranya Ketakutan yang tidak
untuk mencari perhatian beralasan
orang tua/guru
Menolak untuk
Menghindar atau malas masuk sekolah, tidak
ke sekolah bisa konsentrasi, dan
senang berkelahi
Tidak dapat
Mimpi buruk, dan takut
beraktivitas dengan
gelap
baik
Menyendiri dari kawan-
kawan
Hilang

11
minat/konsentrasi di
sekolah
Remaja awal Disorientasi dan
Menarik diri,
(11-14 Gangguan tidur lupa terhadap
menyendiri
tahun) sesuatu
Depresi, kesedihan, Depresi berat dan
Tidak ada nafsu makan dan membayangkan tidak mau ketemu
bunuh diri orang
Menjadi pemberontak di
Memakai obat-
rumah atau tidak mau Perilaku agresif
obatan terlarang
mengerjakan tugasnya
Permasalahan kesehatan Tidak bisa merawat
(kulit, buang air besar, Depresi dirinya (makan,
pegal-pegal, pusing) minum, mandi)
Remaja Masalah psikosomatis
(14-18 (gatal, sulit buang air Bingung
tahun) besar, asma)
Halusinasi,
ketakutan akan
Pusing/perasaan Menarik diri dan
membunuh diri
tertekan menyendiri
sendiri atau orang
lain
Perilaku antisosialTidak dapat
Gangguan selera makan (mencuri, agresif, danmemutuskan hal-hal
dan tidur mencari perhatian yang paling mudah
dengan bertingkah) sekalipun
Mulai
mengidentifikasikan diri Menarik dan diri
Terlalu
dengan kawan sebaya, tidur terlalu pulas
terobsesi/dikuasai
ingin menyendiri atau ketakutan di
oleh satu pikiran
dengan menghindar dari waktu malam
acara keluarga
Protes, apatis Depresi

12
Perilaku yang tidak
bertanggung jawab
Tidak bisa
berkonsentrasi

G. Pengobatan
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan korban
pemerkosaan, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi.
1. Farmakoterapi
Mulai terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien
yang sudah dikenal. Terapi dengan anti depresiva pada gangguan stress
pasca traumatik ini masih kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah
benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta – seperti
propranolol, klonidin, dan karbamazepin. Obat tersebut biasanya
diresepkan sebagai obat yang sudah diberikan sejak lama dan kini
dilanjutkan sesuai yang diprogramkan, dengan kekecualian, yaitu
benzodiazepin – contoh, estazolam 0,5 – 1 mg per os, Oksanazepam10-30
mg per os, Diazepam (valium) 5 – 10 mg per os, Klonazepam 0,25 – 0,5
mg per os, atau Lorazepam 1- 2 mg per os atau IM – juga dapat digunakan
dalam UGD atau kamar praktek terhadap ansietas yang gawat dan agitasi
yang timbul bersama gangguan stres pasca traumatik tersebut (Kaplan et
al, 1997).
2. Psikoterapi
Anxiety Management
Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa
ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala korban pemerkosaan
dengan lebih baik melalui :
Relaxation Training
Yaitu belajar untuk mengontrol ketakutan dan kecemasan secara
sistematis dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama.
Breathing retraining

13
Yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan-lahan,
santai dan menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang
menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak
baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala.
Positive thinking dan self-talk
Yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti
dengan pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress
(stresor).
Assertiveness Training
Yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
Thought Stopping
Yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang
memikirkan hal-hal yang membuat kita stress (Anonim, 2005).
Cognitive therapy
Terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional
yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan kita.
Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri
karena tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi
pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran
tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian
mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai
emosi yang lebih seimbang (Anonim, 2005).
Exposure therapy
Pada exposure terapi, terapis membantu menghadapi situasi
yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan
pada trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam
kehidupan sehari-hari. Terapi ini dapat berjalan dengan dua cara :
Exposure in the imagination

14
Terapis bertanya kepada penderita untuk mengulang-ulang
cerita secara detail kenangan-kenangan traumatis sampai mereka tidak
mengalami hambatan untuk menceritakannya.
Exposure in reality
Terapis membantu untuk menghadapi situasi yang sekarang aman
tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat
(misalnya : kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah).
Ketakutan itu akan bertambah kuat jika kita berusaha untuk mengingat
situasi tersebut dibanding berusaha untuk melupakannya. Pengulangan
situasi yang disertai penyadaran yang berulang-ulang akan membantu kita
menyadari bahwa situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya
dan kita dapat mengatasinya (Anonim, 2005).
Play therapy
Terapi bermain digunakan untuk menerapi anak-anak dengan
trauma. Terapis menggunakan permainan untuk memulai topik yang tidak
dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak-anak untuk
lebih merasa nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya
(Anonim, 2005).
Support Group Therapy
Seluruh peserta dalam Support Group Therapy merupakan korban
perkosaan, yang mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban
bencana tsunami, korban gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka
saling menceritakan tentang pengalaman traumatis mereka, kemdian
mereka saling memberi penguatan satu sama lain (Swalm, 2005).
Terapi Bicara
Sejumlah studi penelitian membuktikan bahwa terapi berupa saling
berbagi cerita mengenai trauma mampu memperbaiki kondisi kejiwaan
penderita. Dengan berbagi pengalaman, korban bisa memperingan beban
pikiran dan kejiwaan yang dipendamnya selama ini. Bertukar cerita
dengan sesama penderita membuat mereka merasa senasib, bahkan merasa
dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk

15
bangkit dari trauma yang dideritanya dan melawan kecemasan (Anonim,
2005).

H. Beban Psikologis dan Kesehatan Korban Pemerkosaan


Kondisi, dampak, dan tantangan yang dihadapi tiap korban
pemerkosaan berbeda satu sama lain. Merasa takut, cemas, panik, shock,
atau bersalah adalah hal yang wajar. Luka yang mereka rasakan dapat
menetap dan berdampak hingga seumur hidup. Banyak korban yang merasa
kehilangan kepercayaan diri dan kendali atas hidup mereka sendiri. Hal ini
juga dapat membuat mereka kesulitan mengungkapkan yang terjadi pada
diri mereka, meski cerita mereka sangat dibutuhkan untuk menindak pelaku.
Berbagai perasaan yang campur aduk dan situasi rumit tersebut akan
membawa dampak bagi kesehatan dan psikologis mereka.
1. Beban Psikologis
Tindak pemerkosaan pasti mendatangkan trauma bagi yang
mengalaminya. Respons tiap orang terhadap pemerkosaan yang
menimpanya pasti berbeda dengan munculnya berbagai perasaan yang
menjadi satu dan bahkan dapat baru terlihat lama setelah peristiwa
tersebut terjadi. Berikut ini adalah beberapa perubahan psikologis yang
umumnya dialami korban.
a. Menyalahkan diri sendiri
Sikap menyalahkan diri sendiri adalah kondisi yang paling umum
dialami korban pemerkosaan. Sikap inilah yang paling menghambat
proses penyembuhan. Korban pemerkosaan dapat berisiko menyalahkan
diri sendiri karena dua hal:
Menyalahkan diri karena perilaku. Mereka menganggap ada yang
salah dalam tindakan mereka sehingga akhirnya mengalami
tindakan pemerkosaan. Mereka akan terus merasa untuk seharusnya
berperilaku berbeda sehingga tidak diperkosa.

16
Menyalahkan diri karena merasa ada sesuatu yang salah di dalam
diri mereka sendiri sehingga mereka pantas mendapatkan perlakuan
kasar.
Sayangnya orang-orang terdekat, seperti pasangan, belum tentu
dapat mendukung pulihnya kondisi pasien. Sebagian kerabat
korban mungkin merasa tidak dapat menerima kenyataan atau
justru menyalahkan sehingga korban makin berada dalam posisi
yang sulit.
Kebanyakan korban pemerkosaan juga tidak dapat dengan mudah
diyakinkan bahwa ini bukanlah salah mereka. Rasa malu ini
kemudian berhubungan erat dengan gangguan lain, seperti pola
makan, kecemasan, depresi, mengonsumsi minuman keras dan
obat-obatan terlarang, serta gangguan mental lain. Kondisi ini dapat
diatasi dengan terapi perilaku kognitif dalam melakukan reka ulang
proses penyusunan fakta dan logika dalam pikiran.
b. Bunuh diri
Kondisi stres pascatrauma membuat korban pemerkosaan lebih
berisiko untuk memutuskan bunuh diri. Tindakan ini terutama
dipicu oleh rasa malu dan merasa tidak berharga.
c. Kriminalisasi korban pemerkosaan
Pada budaya dan kelompok masyarakat tertentu, korban
pemerkosaan dapat menjadi korban untuk kedua kalinya karena
dianggap telah berdosa dan tidak layak hidup. Mereka diasingkan
dari masyarakat, tidak diperbolehkan menikah, atau diceraikan
(jika telah menikah). Dalam kelompok masyarakat lain,
kriminalisasi pun dapat terjadi ketika korban disalahkan karena
dianggap perilaku atau cara berpakaiannya yang menjadi penyebab
diperkosa.
Selain itu, korban berisiko mengalami hal-hal lain seperti
depresi, merasa seakan-akan peristiwa tersebut terulang terus-
menerus, sering merasa cemas dan panik, mengalami gangguan

17
tidur dan sering bermimpi buruk, sering menangis, menyendiri,
menghindari pertemuan dengan orang lain, atau sebaliknya tidak
mau ditinggal sendiri. Ada kalanya mereka menarik diri dan
menjadi pendiam, atau justru menjadi pemarah.
2. Efek terhadap Fisik Korban
Selain luka psikologis, korban pemerkosaan membawa luka pada
tubuhnya. Sebagian mungkin terlihat, namun sebagian lagi barangkali
baru dapat dideteksi beberapa waktu kemudian. Sementara secara fisik
mereka dapat terlihat mengalami perubahan pola makan atau gangguan
pola makan. Tubuh mereka bisa terlihat tidak terawat, berat badan
turun, dan luka pada tubuh seperti memar atau cedera pada vagina.
Berikut beberapa kondisi yang umum terjadi pada korban pemerkosaan:
a. Penyakit menular seksual (PMS)
Penetrasi vagina yang dipaksakan membuat terjadinya luka
yang membuat virus dapat masuk melalui mukosa vagina. Kondisi
ini lebih rawan terjadi pada anak atau remaja yang lapisan mukosa
vaginanya belum terbentuk dengan kuat.
Meski belum ada tanda-tanda yang terasa, namun korban
pemerkosaan sebaiknya memeriksakan diri untuk mendeteksi
kemungkinan terkena penyakit menular seksual. Infeksi seperti HIV
(virus yang menyebabkan AIDS) dapat ditangani dengan post-
exposure prophylaxis (PEP), yaitu perawatan profilaksis setelah
tubuh terpapar penyakit. Namun perawatan ini harus dilakukan
sesegera mungkin.
b. Penyakit lain
Selain penyakit menular seksual, korban perkosaan umumnya
menderita konsekuensi yang berpengaruh pada kesehatan mereka:
Peradangan pada vagina atau vaginitis.
Infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus

18
Gangguan hasrat seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire
disorder/HSDD): keengganan esktrem untuk berhubungan seksual
atau justru menghindari semua atau hampir semua kontak seksual.
Nyeri saat berhubungan seksual, disebut juga dyspareunia.
Vaginismus: kondisi yang memengaruhi kemampuan wanita
untuk merespons penetrasi ke vagina akibat otot vagina yang
berkontraksi di luar kontrol.
Infeksi kantong kemih.
Nyeri panggul kronis.
c. Kehamilan yang tidak diinginkan
Kehamilan adalah salah satu kondisi dan konsekuensi terberat
yang mungkin terjadi pada korban pemerkosaan. Belum berhasil
menyembuhkan diri sendiri, mereka harus dihadapkan pada
kenyataan adanya kehidupan lain di dalam tubuhnya yang
sebenarnya tidak mereka harapkan. Kondisi psikologis wanita yang
buruk dapat membuat bayi berisiko tinggi mengalami kondisi
kelainan atau lahir prematur. Dampak fisik mungkin dapat sembuh
dalam waktu lebih singkat. Namun dampak psikologis dapat
membekas lebih lama. Peran keluarga, kerabat, dokter, dan terapis
akan menjadi kunci dari kesembuhan dan ketenangan bagi mereka
yang menjadi korban pemerkosaan.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
1. Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak dapat tidur
Atau tidur berlebihan, mimpi buruk, berjalan saat tidur, tidur di tempat
yang asing, keletihan.
2. Integritas ego

19
a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta
ampun karena tindakannya terhadap orang tua.
b. Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang
selamat)
c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau
tidak berdaya
d. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme
pertahanan yang paling dominan/menonjol)
e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu,
sikap menunduk, takut (terutama jika ada pelaku)
f. Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja,
perubahan finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)
g. Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain
3. Eliminasi
a. Enuresisi, enkopresis.
b. Infeksi saluran kemih yang berulang.
c. Perubahan tonus sfingter.
4. Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan
(anoreksia), makan berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan
memperoleh berat badan yang sesuai .
5. Higiene
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca
(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.
b. Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan
kotor/tidak terpelihara.
6. Neurosensori
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat
amuk atau pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai
dengan usia
b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran
adanya pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan

20
konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin
sangat waspada, cemas dan depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk,
ketrampilan koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
e. Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain :
gelisah (korban selamat).
f. Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi
kepribadian ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian
ambang (koeban inses dewasa)
g. Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda
cedera eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual
b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul
kronis, spastik kolon, sakit kepala)
8. Keamanan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran
air panas, rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi,
perdarahan yang tidak wajar, ruam/gatal di area genital, fisura
anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus
sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera
internal.
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam
aktivitas dengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang
dapat menghindari bahaya di dalam rumah
9. Seksualitas

21
a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi
kompulsif, permainan seks dewasa sebelum waktunya,
kecenderungan mengulang atau melakukan kembali pengalaman
inses. Kecurigaan yang berlebihan tentang seks, secara seksual
menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa
berlendir.
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama
pada anak).
10. Interaksi sosial
Menarik diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga
secara verbal kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah
langsung dan pernyataan kritik, penurunan penghargaan atau
pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian prestasi di
sekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.

2. Masalah Keperawatan
a. Sindrom trauma pemerkosaan b.d perkosaan
b. Harga diri rendah, b.d terpapar peristiwa traumatik
c. Gangguan isolasi social (menarik diri)
d. Gangguan alam perasaan depresi
NANDA NOC NIC
(00142) Sindrom Trauma (1208) Tingkat (5240) Konseling.
Perkosaan Depresi
Def: Penggunaan proses
Definisi : Respon Setelah dilakukan membantu interaksi yang
Maladaptif terus enerus tindakan keperawatan berfokus pada kebutuhan
terhadap kekerasan selama 24 jam masalah atau merasaan
hubungan seksual secara diharapkan klien anak klien dan SO untuk
paksa yang bertentangan mampu meningkatkan meningkatkan dan
dengan keinginana dan skala target outcome mendukung koping,
persetujuan korban. sebagai berikut: penyelesaiaan masalah
Batasan Karakteristik : - 120801 Perasaan dan hubungan
- Ansietas depresi interpersolan. Aktivitas :
- Agitasi ditingkatkan. - Bangun hubungan
- Depresi Dipertahankan pada terapeutik yang
- Fobia skala 1 ke skala 3 didasarkan pada

22
- Gangguan dalam - 120828 Rasa (rasa) saling
berhubungan bersalah yang percaya dan saling
- Harga diri rendah berlebihan. menghormati
- Keputusasaan Dipertahankan dari - Tujukan epmpati,
- Ketidakberdayaan skala 1 dan kehangatan dan
- Menyalahkan diri ditingkankan ke ketulusan.
- Merasa terhina skala 3 - Sediakan privasi
- Merasa malu - 120807 Perasaan dan jaminan
- Pikiran dendam tidak berharga. kerahasiaan.
- Riwayat upaya Dipertahankan - Bantu pasien untuk
bunuh diri pada skala 2 dan mengidentifikasi
- Syok ditingkatkan ke masalah atau situasi
- Trauma fisik skala 3. yang menyebabkan
- Waspada brlebihan - 120831 Berat badan distress.
turun. - Tentukan
Dipertahankan pada bagaimana
skala 2 dan di perilaku keluarga
tingkatkan ke skala mempengaruhi
3. pasien.
- 120832 Nafsu
makan menurun.
Dipertahankan
pada skala 2 dan
ditingkatkan ke
skala 3.
- 120836 Pikiran
bunuh diri yang
berulang.
Dipertahankan pada
skala 2 dan
ditingkatkan ke
skala 3.
00224. Harga diri rendah 1205 harga diri 5240 konseling
Berhubungan dengan Setelah dilakukan Aktivitasnya:
terpapar peristiwa tindakan keperawatan - tunjukkan empati,
traumatik 3x24 jam, diharapkan kehangatan, dan
klien dapat: ketulusan
- mengungkapkan - dukung ekspresi
makna hidup perasaan
ditingkatkan dari - bantu pasien untuk
skala 2 menjadi 4 mengidentifikasi
- mengungkapkan kekuatan, dan

23
kepercayaan pada menguatkan hal
diri sendiri tersebut
ditingkatkan dari
skala 2 menjadi 4 5310 inspirasi harapan
- mengungkapkan Aktivitasnya:
kepercayaan - ajarkan pasien
kepada orang lain tentang aspek
ditingkatkan dari positif mengenai
skala 2 menjadi 4 harapan
- menunjukkan - berikan kesempatan
semangat hidup bagi
ditingkatkan dari pasien/keluarga
skala 2 menjadi 4 untuk terlibat dalam
kelompok
pendukung
- ciptakan lingkungan
yang memfasilitasi
pasien
melaksanakan
praktik agamanya
dengan cara yang
tepat

24
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan
(violence), sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik,
mental, emosional dan hal-hal yang sangat menakutkan pada korban.
Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina perempuan
yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan
pemaksaan baik fisik maupun mental.
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan korban
pemerkosaan, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi.

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan penulis adalah meningkatkan mutu pendidikan
agama diIndonesia, terutama mutu pendidikan agama islam. Sehingga bila
mutu pendidikan agamaislam di tingkatkan maka akan membuat mayarakat
indoensia semakin bijak dalam mengambil setiap langkah yang dia ambil
dalam kehidupan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC).


Elsevier Inc.
Moorhead, Sue, dkk. 2015.Nursing Outcomes Classification (NOC).Elsevier Inc.
T.H. Herdinan & S. Kamitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta :
EGC
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK & Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

26

Anda mungkin juga menyukai