Anda di halaman 1dari 14

DAMPAK DAN MANAGEMEN PSIKOLOGIS PASCA

BENCANA
dr. Warih Andan Puspitosari, Sp.KJ (K)

Situasi bencana adalah suatu situasi yang krisis.


Gambar diatas adalah contoh gambaran bencana gunung
Merapi yang meletus pada tahun 2010. Keadaan langsung
berubah dari kondisi yang semula teratur dan menyenangkan
menjadi kondisi yang memilukan dan mengerikan. Kondisi ini
sebenarnya suatu bencana yang bisa diprediksi, sehingga
preparednessnya harus lebih baik sehingga tidak
menimbulkan korban jiwa yang besar. Setiap bencana
memiliki karakteristik keadaan yang berbeda beda. Oleh
karena itu penting mengetahui prinsip prinsip mendampingi
korban.
Dampak Langsung Bencana
Dampak emosional dari pengalaman traumatis dapat
berupa reaksi kognitif (mudah lupa), fisiologis, dan
perilaku akibat kejadian traumatis
Kekhawatiran terkait pemenuhan kebutuhan untuk
kelangsungan hidup seperti kehilangan harta benda
dan sumber penghidupan
Kecemasan terkait keutuhan keluarga dan ikatan sosial
: separation anxiety (bisa karena kehilangan keluarga
oleh meninggal atau hilang tidak ada kabar)
Kecemasan terkait dengan relokasi: penyesuaian
dengan kelompok baru; hilangnya ikatan sosial lama.

Faktor Masalah/Kebutuhan
Pengalaman / kejadian traumatis :
Masalah-masalah psikologis, terutama dalam
bentuk kecemasan
Program bantuan yang relevan: dukungan
psikologis / kesehatan mental
Kehilangan
Kehilangan material (rumah dan harta benda),
kehilangan psikologis (misalnya : rasa aman,
rasa percaya terhadap alam), kehilangan sosial
(misal, lingkungan ketetanggaan).
Selain itu, kehilangan dalam bentuk rencana-
rencana masa depan
Masalah psikologis terutama dalam bentuk
gangguan depresi
Bantuan berupa program kesehatan mental
Lingkungan pascabencana:
Lingkungan di tempat hunian sementara
Fasilitas lingkungan: pendidikan, sosialisasi,
kerja, informasi, dll.
Bantuan dalam bentuk penyediaan fasilitas
lingkungan.
Reaksi Psikologis yang Tampak pada Korban bencana
Respon dari orang-orang yang terkena bencana dapat dibagi
atas 3 kategori utama
1. Respon psikologis normal, tidak membutuhkan
intevensi khusus
2. Respon psikologis disebabkan distres atau
disfungsi sesaat, membutuhkan bantuan pertama
psikososial (psychological first aid)
3. Distress atau disfungsi berat yang membutuhkan
bantuan profesi kesehatan jiwa. Disinilah peran dokter
sangat dibutuhkan. Sedangkan poin 1 dan 2 lebih
memberdayakan orang-orang disekitar korban.

Respon Individu terhadap Bencana


a. Reaksi individu segera (24 jam) setelah bencana
(Reaksi umum yang dirasakan) :
Tegang, cemas, panik, sangat waspada
Terpaku, linglung, syok, tidak percaya/tidak rasional
Gembira atau eforia, tidak terlalu merasa menderita
Lelah, bingung
Gelisah, menangis, menarik diri
Merasa bersalah
Kebutuhan pertama saat bencana terjadi adalah bukan
layanan psychoterapi melainkan kebutuhan informasi
mengenai kepastian bencana susulan (adanya gempa susulan,
bencana tsunami dsb).
b. Reaksi minggu pertama ketiga setelah bencana :
Ketakutan, waspada, sensitif, mudah marah, kesulitan
tidur
Khawatir, sangat sedih
Mengulang-ulang flashback kejadian (mengingat
kembali kejadian bencana)
Bersedih
Reaksi positif yang masih dimiliki : berharap atau
berpikir tentang masa depan, terlibat dalam kegiatan
menolong dan menyelamatkan
Menerima bencana sebagai takdir
c. Reaksi lebih dari minggu ketiga setelah bencana
Reaksi yang diperlihatkan dapat menetap dan
dimanifestasikan dengan:
Kelelahan
Merasa panik
Kesedihan terus berlanjut, pesimis dan berpikir tidak
realistis
Tidak beraktivitas, isolasi dan menarik diri
Kecemasan yang dimanifestasikan dengan gejala fisik :
palpitasi, pusing, letih, mual, sakit kepala, dll.

Gangguan Jiwa yang bisa terjadi pasca bencana


Reaksi stres akut
Reaksi kehilangan dan berduka
Gangguan jiwa yang dapat diagnosis
Depresi (vs kesedihan)
Gangguan cemas (vs cemas)
Gangguan penyesuaian (vs kesulitan
penyesuaian)
Gangguan somatoforma
Penyalahgunaan zat dan alkohol
Gangguan stres pasca trauma (PTSD)
Kambuh/ relaps gangguan jiwa yang sudah ada
Sebagian besar orang psikotik bukan akibat langsung
dari bencana, melainkan sebelumnya korban adalah
psikotik yang sudah terkendali dengan obat. Tetapi
dengan adanya bencana, mereka putus obat sehingga
gejala psikotiknya relaps.
Penyakit psikosomatik

Komunikasi dengan Korban Bencana Penting


Melakukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
a. Yang boleh dilakukan (DOs)
Dekati mereka secara aktif
Dengarkan mereka (mendengarkan aktif)
Empati, hindari simpati
Hargai martabat mereka
Terima dan hargai pandangan mereka tentang
masalahnya
Ketahui kebutuhan mereka untuk privacy
danconfidential
Jamin perawatan yang berkelanjutan
b. Yang tidak boleh dilakukan (DONTs)
Jangan paksakan dukungan dan bantuan
Jangan interupsi mereka bila mereka sedangan
menyampaikan emosinya
Jangan mengasihani mereka
Jangan menghakimi mereka
Jangan sebarkan rumor
Jangan melabel mereka dengan gangguan
Psikiatri (lebih baik rujuk ke dokter atau profesi
keswa). Yang boleh mendiagnosis gangguan jiwa
adalah dokter, para kader hanya boleh
mendeteksi gangguan jiwa tetapi tidak
menyampaikan secara langsung ke orang
tersebut.

Managemen Mengatasi Sindrom Psikologis Pasca


Bencana
1. Membina Hubungan
Memperkenalkan diri
Buat kontrak asuhan dengan pasien
Jelaskan bahwa kita akan membantu pasien
Jelaskan bahwa kita akan menjaga kerahasiaan
informasi tentang pasien
Dengarkan dengan penuh empati ungkapan
perasaan pasien
2. Diskusikan Peristiwa Traumatis yang dialami
Tanyakan kesiapan pasien untuk bercerita tanpa
adanya paksaan.
Apabila pasien mengatakan belum siap maka tidak
boleh memaksa pasien untuk bercerita sampai
kondisinya betul-betul siap
Diskusikan kejadian yang dialami oleh pasien: apa
jenis kejadian, kapan terjadinya, di mana kejadian
tersebut berlangsung. Tahap ini adalah proses
membuka trauma, maka kita harus siap juga untuk
menutupnya.
Berikan penghargaan atas kemampuan pasien
menceritakan kejadian traumatis yang dialaminya.
3. Diskusikan Kondisi Sebelum dan Sesudah Peritiwa
Traumatis
Kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial, dan spiritual
pasien sebelum terjadi peristiwa traumatis
Kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial, dan spiritual
pasien sesudah terjadi peristiwa traumatis
Hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa
traumatis yang terjadi
4. Diskusikan Cara Mengatasi Sindrom Pasca Trauma
Cara verbal (ventilasi perasaan), menceritakan
pikiran, perasaan yang dialami kepada orang yang
dipercayai.
Cara fisik (nafas dalam, senam, dll)
Cara sosial (sharing atau berbagi rasa dengan
orang yang mengalami peristiwa serupa melalui
kelompok saling bantu )
Cara spiritual (berdoa, berserah / tawakal)
5. Diskusikan Sumber Bantuan yang ada di Masyarakat
Bantu mengidentifikasi kekuatan dan sumber yang
dimiliki: keluarga terdekat
Eksplorasi sistem pendukung yang tersedia
Bantu berhubungan dengan sistem pendukung atau
narasumber untuk memenuhi kebutuhan pasien
Bantu membuat rangkuman aktivitas lama dan
memulai aktivitas yang baru
6. Pengobatan
Memberikan obat jika diperlukan
Kolaborasi dan bantu pasien menggunakan obat-
obatan sesuai aturan.

Apa itu Psychological First Aid (PFA)

Situasi Krisis (bukan hanya sebuah bencana, contoh lain


seperti kecelakaan massal atau kasus pembunuhan). PFA
dilakukan sejak awal terjadinya krisis, sehingga proses
accepted cepat tercapai.

Situasi Krisis - kejadian mendadak, tidak diperkirakan


sebelumnya, umumnya membahayakan dan menuntut aksi
pertolongan sesegera mungkin. Termasuk di dalamnya
adalah bencana.

Respons Terhadap Situasi Krisis

Definisi PFA

PFA didefinisikan sebagai bantuan psikologis dasar


bagi penyintas yang diberikan oleh masyarakat
awam dan bukan profesional kesehatan mental
(Jacobs and Meyer, 2003). Pemberian PFA tidak harus
menunggu datangnya suatu bencana.
Meliputi serangkaian keterampilan yang bertujuan
untuk mengurangi distress dan mencegah
munculnya perilaku kesehatan mental negatif
yang disebabkan oleh bencana atau situasi kritis yang
dihadapi individu (Everly, Phillips, Kane & Feldman,
2006).
Perawatan dasar yang bersifat non-intrusive
(mendengar namun tidak memaksa untuk berbicara),
dan mendorong pendampingan tanpa paksaan dari
orang-orang signifikan yang berada di sekitar
penyintas (Sphere, 2004).

Tujuan PFA

Membantu mengembalikan fungsi pasien kepada


kondisi semula, seperti sebelum situasi krisis terjadi.
Mencegah memburuknya kondisi psikologis
pasien yang membutuhkan penanganan khusus,
sebelum bantuan profesional kesehatan mental
diberikan.
Menyediakan informasi yang dibutuhkan bagi pasien
yang membutuhkan, seperti informasi tentang
pentingnya kesehatan dan kesejahteraan psikologis
bagi manusia, informasi tentang sumber sumber
bantuan, sekaligus juga melakukan promosi kesehatan
mental.
Memenuhi kebutuhan pasien akan dukungan dan
rasa aman yang hilang karena situasi krisis yang
dialami.

Prinsip Dasar PFA

a. Berikan bantuan sesegera mungkin langsung pada


orang yang memerlukan dukungan
b. Sediakan informasi akurat dan logis tentang
situasi yang ada
c. Bersikap jujur, jangan pernah menjanjikan sesuatu
yang tak bisa kita penuhi
d. Sediakan dukungan emosional bagi orang yang
memerlukan dukungan
e. Fokus pada kemampuan yang dimiliki orang yang
memerlukan dukungan untuk pulih
f. Berikan perhatian yang non diskriminatif untuk
semua. Perhatian yang non diskriminatif adalah
perhatian dengan tanpa membeda-bedakan latar
belakang dari orang yang memerlukan dukungan.

Pengetahuan dan Keterampilan yang harus dimiliki


ketika melakukan PFA

Pemahaman yang baik tentang dampak yang dialami


individu setelah mengalami situasi kritis.
Pengetahuan tentang Kebutuhan Dasar Pasien.
Pengetahuan dan Keterampilan Komunikasi
Pengetahuan tentang prinsip PFA dan halhal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan PFA.
Pengetahuan tentang proses rujukan.

Kerangka Kerja PFA

Model SFA: Safety (rasa aman), Function (kembali ke fungsi),


Action (bisa melakukan aksi untuk pemulihannya sendiri)
Ada 3 target utama dalam kerangka ini :
1. Memenuhi rasa aman orang yang memerlukan
dukungan (AMAN),
2. Mendorong keberfungsian optimal orang yang
memerlukan dukungan (FUNGSI)
3. Memfasilitasi tindakan orang yang memerlukan
dukungan untuk pemulihannya (AKSI).

Model SFA
Langkah-langkah PFA
A. Memberikan rasa aman
B. Mendorong Keberfungsian
C. Memfasilitasi Pemulihan

Anda mungkin juga menyukai