Dosen Pembimbing :
Harmayetty, S.Kp.,M.Kes.
Disusun oleh
Kelompok 5
1. Riska Frastiwi Wahyu Dwitama 131711133018
2. Ro’ihatus Siha 131711133019
3. Merytania Pramudita 131711133022
4. Niken Rohdiyah 131711133037
5. Roudlotul Ilma 131711133042
6. Dyah Unggul Putri Habsari 131711133096
7. Taqiyatul Izzah 131711133152
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Kritis, Advokasi dan Pendidikan Kesehatan Klien dengan ARDS dan AKI”. Shalawat
serta salam tidak lupa penulis hanturkan kepada junjungan kita, Nabi semesta alam
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Harmayetty,
S.Kp.,M.Kes. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Kritis yang telah memberikan
kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini dan juga penulis berterimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
demi perbaikan makalah yang akan penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi para
pembaca dan penulis khususnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan 2
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Epidemiologi 3
2.1.3 Etiologi 4
2.1.4 Klasifikasi 6
2.1.6 Patofisiologi 7
2.2.2 WOC 21
BAB 4 PENUTUP 32
4.1 Kesimpulan 32
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
20% pada tahun 20123. Di negara-negara berkembang jarang dilaporkan insidens AKI,
hal ini karena tidak semua pasien dirujuk ke rumah sakit. Beberapa laporan dunia
menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,7 – 18% pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU),
sedangkan angka kematian seluruh dunia berkisar 25% sampai dengan 80%.
Angka kejadian AKI di ruang ICU, sebesar 22% dengan variasi angka kejadian mulai
dari 9% sampai 30%. Variasi angka kejadian didapatkan tanpa memandang penyebab
atau faktor risiko AKI. AKI terjadi pada 67% pasien ICU berdasarkan kriteria RIFLE
(risk injury failure loss end stage), diketahui kelas R(risk) 12%, kelas I(injury) 27% dan
kelas F (failure) 28%5. Di Indonesia, pada penelitian retrospektif pasien yang dirawat di
ruang ICU RS Borromeus (Bandung) didapatkan 987 pasien dirawat di ICU dan 60
diantaranya (6,1%) mengalami AKI.
Perkembangan deteksi dini dan manajemen AKI telah meningkat. Peningkatan ini
berdasarkan pengembangan definisi AKI yang universal dan spektrum staging. Acute
1
kidney injury network (AKIN) mengajukan perubahan kriteria RIFLE pada tahun 2005.
metode yang dapat digunakan untuk menetapkan diagnosis AKI, misalnya produksi urine
dan pemeriksaan laboratorium seperti urinalisis, blood urea nitrogen (BUN), dan
kreatinin. Namun pemeriksaan tersebut memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.
Dengan Adanya permasalahan Acute Kidney Injury (AKI), maka kelompok akan
membahas konsep dan asuhan keperawatan kritis, advokasi dan pendidikan kesehatan
klien dengan AKI.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
27% kelas I dan 28% kelas F. Hospital mortality rate untuk pasien dengan
maksimal RIFLE kelas R, I dan F berturut- turut 8.8%, 11.4% dan 26.3%
dibandingkan dengan pasien tanpa AKI yaitu 5.5%.
Namun hasil penelitian Ostermann (2007) menunjukkan Hospital mortality
rate yang lebih tinggi yaitu 20.9%, 45.6% dan 56.8% berturut-turut untuk
maksimal kelas RIFLE R, I, dan F.
\
2.1.3 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2)
penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal
(AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran
kemih (AKI pascarenal,~5%).
Tabel klasifikasi penyebab AKI menurut (Sudhana, 2016):
No
Penyebab Kasus
.
1. Prarenal a) Hipovolemi a) Kehilangan cairan pada
ruang ketiga,
ekstravaskular
b) Kerusakan jaringan
(pankreatitis),
hipoalbuminemia,
obstruksi usus
c) Kehilangan darah
d) Kehilangan cairan ke luar
tubuh:
- melalui saluran cerna
(muntah, diare,
drainase)
- melalui saluran kemih
(diuretic, hipoadrenal,
4
diuresis osmotic),
- melalui kulit (luka
bakar)
a) Penyebab miokard
(infark, kardiomiopati)
b) Penyebab perikard
(tamponade)
b) Curah jantung rendah c) Penyebab vascular
pulmonal (emboli
pulmonal)
d) Aritmia
e) Penyebab katup jantung
Penurunan resistensi vascular
c) Perubahan resistensi perifer, seperti: sepsis,
vascular sindrom hepatorenal, obat
dalam dosis berlebihan.
2.
Glomerulonefritis, DIC,
a) Cedera glomerulus/ vaskulitis, hipertensi,
mikrovaskular toksemia kehamilan,
sindrome, uremik hemolitik
5
bekuan darah
a) Kandung kemih
b. Obstruksi leher neurogenic
kandung kemih b) Hipertrofi prostat, batu,
keganasan, darah
Striktur, katup kongenital,
c.Obstruksi uretra
fimosis
6
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien GGA atau AKI, yaitu :
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare,
pucat (anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik)
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,
berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap
darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta
asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema
paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan
kesadaran menurun sampai koma.
2.1.6 Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus
relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut autoregulasi.
Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah:
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama
disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi
penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor
kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
7
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I
(ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan
darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme
otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yansg dipengaruhi
oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II
dan ET-1. 4,9.
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI),
yaitu :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
Gambar Pre-renal,renal dan post renal :
1. Pra-Renal
Pre-renal Acute Kidney Injury terjadi ketika aliran darah menuju ginjal
berkurang, dihubungkan dengan penurunan volume intravaskular atau
penurunan volume sirkulasi efektif. Terjadinya penurunan volume
intravaskular dapat disebabkan karena kondisi seperti perdarahan,
dehidrasi, atau hilangnya cairan gastrointestinal. Sedangkan penurunan
volume sirkulasi efektif terjadi karena berkurangnya curah jantung
misalnya gagal jantung kongestif, infark miokard atau hipotensi yang
8
dapat mengurangi aliran darah ginjal dan mengakibatkan penurunan
perfusi glomerulus dan pre-renal acute kidney injury.
Penurunan aliran darah ginjal ringan sampai sedang mengakibatkan
tekanan intraglomerular yang disebabkan oleh pelebaran arteriola aferen
(arteri yang memasok darah ke glomerulus), penyempitan arteriola eferen
(arteri yang membawa darah dari glomerulus), dan redistribusi aliran darah
ginjal ke medula ginjal. Acute kidney injury juga dapat terjadi ketika
mekanisme adaptif terganggu dan hal tersebut sering disebabkan oleh
obat-obatan, antara lain: NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)
yang merusak dilatasi mediator prostaglandin dari arteriola aferen. ACEI
(Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) dan ARB (Angiotensin
Receptor Blocker) yang menghambat angiotensin II dimediasi oleh
penyempitan arteriola eferen. Siklosporin dan takrolimus terutama dalam
dosis tinggi merupakan vasokonstriktor ginjal yang paten. Semua agen
tersebut dapat mengurangi tekanan intraglomerular dengan penurunan
GFR (Glomerular Filtration Rate) (Stamatakis, 2008).
Ketika perfusi ginjal terganggu, terjadi relaksasi arteriol aferen pada
tonus vaskular untuk menurunkan resistensi vaskular ginjal dan
memelihara aliran darah ginjal. Selama terjadi hipoperfusi ginjal,
pembentukan prostaglandin vasodilator intrarenal, termasuk prostasiklin,
memperantarai terjadinya vasodilatasi mikrovaskular ginjal untuk
memelihara perfusi ginjal. Pemberian inhibitor siklooksigenase seperti
aspirin atau obat anti inflamasi non steroid dapat menghambat terjadinya
mekanisme kompensasi dan mencetuskan insufisiensi ginjal akut.
Ketika tekanan perfusi ginjal rendah, dengan akibat terjadi stenosis
arteri renalis, tekanan intraglomerular berusaha untuk meningkatkan
kecepatan filtrasi, yang diperantarai oleh peningkatan pembentukan
angiotensin II intrarenal sehingga terjadi peningkatan resistensi eferen
arteriolar. Pemberian inhibitor angiotensin-converting enzyme pada
kondisi ini dapat menghilangkan tekanan gradien yang dibutuhkan untuk
meningkatkan filtrasi dan mencetuskan terjadinya acute kidney injury.
2. Intra-Renal
9
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus
penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu :
1. Pembuluh darah besar ginjal
2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular
akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal
renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular
akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada
kelainan vaskuler terjadi:
Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi
vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan
sel endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II
dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric
oxide yang berasal dari endotelial NO-sintase.
Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel,
sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen.
Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang kan menyebabkan penurunan GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis,
iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar
patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi
regional yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab
lain yang lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi
tergantung bagian major dari kerusakan parenkim renal: glomerulus,
tubulointerstitium, dan pembuluh darah.
10
1. Sepsis-associated AKI
Merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara
berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan
tidak terjadi hipotensi, walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat
terjadi kolaps hemodinamik yang memerlukan vasopressor. Sementara
itu, diketahui tubular injury berhubungan secara jelas dengan AKI pada
sepsis dengan manifestasi adanya debris tubular dan cast pada urin.
Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG karena
terjadi vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat peningkatan
regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi
terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal atau
vasokontriksi renal pada sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem
nervus simpatis, sistem renin-angiotensus-aldosteron, vasopressin dan
endothelin. Sepsis bisa memicu kerusakan endothelial yang
menghasilkan thrombosis microvascular, aktivasi reaktif oksigen
spesies serta adesi dan migrasi leukosit yang dapat merusak sel tubular
renal.
11
Nitrit oksida merupakan vasodilator yang diproduksi dari
endothelial nitric oxide synthase (eNOS), dan nitrit oksida membantu
mengatur tonus vaskular dan aliran darah ke ginjal. Penelitian terkini
menduga bahwa kehilangan fungsi normal eNOS mengikuti kejadian
ischemic/hypoxic injury yang mencetuskan vasokonstriksi.
Berlawanan dengan hal tersebut, peningkatan aktifitas inducible nitric
oxide synthase (iNOS) bersamaan dengan kejadian hypoxic/ischemic
injury, dan iNOS membantu terjadinya pembentukan oksigen reaktif
dan molekul nitrogen. Inducible nitric oxide synthase, bersamaan
pembentukan metabolit toksik nitrit oksida termasuk peroxynitrate,
telah diketahui sebagai perantara tubular injury pada hewan percobaan
dengan acute kidney injury.
Sebagai respon awal dari hypoxic/ishemic GnGA adalah
pengurangan ATP yang dikaitkan dengan jumlah dari bahan biokimia
yang merusak dan adanya respon fisiologi, termasuk gangguan dari
sitoskeleton dengan hilangnya apical brush border dan hilangnya
polaritas dengan Na+K +ATPase berlokasi pada daerah apikal
berdekatan dengan membran basal. Molekul oksigen reaktif juga
terlibat selama reperfusi dan berperan terhadap kerusakan jaringan.
Pada saat sel tubular dan sel endotel mengalami kerusakan oleh
molekul oksigen reaktif, diketahui bahwa sel endotel lebih sensitif
terhadap oxidant injury dibandingkan dengan sel epitel tubular. Pada
penelitian sebelumnya diketahui pentingnya peran dari heat shock
protein dalam mengubah respon ginjal terhadap ischemic injury yang
berperan meningkatkan penyembuhan dari sitoskeleton selama
terjadinya GnGA.
3. Nephrotoxic acute kidney injury
Obat-obatan yang dihubungkan dengan kejadian acute kidney
injury, saat ini dihubungkan dengan toxic tubular injury, termasuk
antibiotik golongan aminoglikosida,media kontras
intravaskular,amfoterisin B, obat kemoterapi seperti ifosfamid dan
cisplatin, asiklovir, dan asetaminofen. Nefrotoksisitas karena
amoniglikosida ditandai dengan non oliguria GnGA, dengan urinalisis
menunjukkan abnormalitas urin minimal. Insidensi dari nefrotoksisitas
12
karena aminoglikosa dihubungkan dengan dosis dan lama penggunaan
dari antibiotik serta fungsi ginjal yang menurun berhubungan dengan
lama penggunaan aminoglikosa. Etiologi kejadian tersebut
dihubungkan dengan disfungsi lisosom dari tubulus proksimal dan
perbaikan fungsi ginjal akan tercapai jika pemakaian antibiotik
dihentikan. Namun, setelah penghentian pemakaian antibiotik
aminoglikosida, kreatinin serum dapat meningkat dalam beberapa hari,
hal ini dihubungkan dengan berlanjutnya kerusakan tubular dengan
kadar aminoglikosida yang tinggi pada prenkim ginjal. Cisplatin,
ifosfamid, asiklovir, amfoterisin B, dan asetaminofen juga bersifat
nefrotoksik dan mencetuskan terjadinya acute kidney injury.
Hemolisis dan rabdomiolisis oleh karena beberapa penyebab dapat
menghasilkan hemoglobinuria atau yang mencetuskan terjadinya
kerusakan tubular dan acute kidney injury
4. Rapidly progressive glomerulonephritis
Berbagai bentuk dari glomerulonefritis pada bentuk kasus yang
berat dapat mencetuskan terjadinya GnGA dan RPGN. Gambaran
klinis termasuk hipertensi, edema, gross hematuria, dan peningkatan
yang cepat dari nilai blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin. Rapid
progressive glomerulonephritis dihubungkan dengan post infeksi
glomerulonefritis,seperti antineutrophil cytoplasmic antibody
(ANCA)-positive glomerulonephritis, goodpasture’s syndrome, dan
idiopathic RPGN, dapat mencetuskan terjadinya GnGA dan dapat
berubah menjadi chronic kidney disease dengan atau tanpa terapi.
Pemeriksaan serologi termasuk antinuclear antibody (ANA), titer anti
glomerular basement mambrane (GBM), dan komplemen dapat
digunakan untuk menilai etiologi dari RPGN. Karena terapi
berdasarkan dari gambaran patologi, biopsi harus dilakukan cepat
ketika anak dengan gejala curiga RPGN adesi dan migrasi leukosit
yang dapat merusak sel tubular renal.
13
( 140−umur ) xBB
Laki laki =
72 x Scr
( 140−umur ) xBB
Perempuan = x (0,85)
72 x Scr
Nilai (Gromerular Filtration Rate) adalah 90-120ml/menit. Perhitungan
GFR (Gromerular Filtration Rate) di klasifikasikan sebabai beikut
Tabel klasifikasi nilai GFR (Gromerular Filtration Rate).
No Nilai Tahap Deskripsi
1 >90 Stadium I pasien masih memiliki fungsi ginjal
normal, tetapi berada pada stadium
dengan risiko meningkat ditandai
kerusakan ginjal atau proteinuria, fungsi
ginjal masih normal
2 60-89 Stadium II ditandai dengan fungsi ginjal mengalami
penurunan ringan
3 30-59 Stadium III ditandai fungsi ginjal mengalami
penurunan sedang
4 15-29 Stadium IV ginjal mengalami penurunan sedang
5 <15 Stadium V pasien dinyatakan gagal ginjal terminal
(Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 43–48)
3. Post-Renal
Gagal Ginjal Akut Post Renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA.
Tabel 2.2 Penyebab gagal ginjal Postrenal :
Obstruksi Tubular Ginjal polikistik
Kristal asam urat
Obstruksi Ureter Tumor
Fibrosis
Striktur
Obstruksi kandung Hipertrofi prostat
kemih Tumor
batu
Kalkulus darah
Penyebab neurogenic
Obat antikolinergik
14
Obstruksi uretra Batu
Striktur
Stenosis
Obstruksi kateter
15
1) Fase Inisiasi
Fase inisiasi dapat berlangsung selama beberapa jam hingga hari. Fase ini
dimulai dengan kejadian awal (mis. hemoragi) dan berakhir saat terjadi cedera
tubulus. Jika GGA dikenali dan kejadian awal ditangani secara efektif selama fase
ini, maka prognosisnya baik. Fase inisiasi GGA mempunyai beberapa gejala
bahkan seringkali dapat didentifikasi hanya bila manifestasi fase rumatan terjadi.
2) Fase Rumatan
Fase rumatan GGA ditandai dengan penurunan signifikan GFR dan
nekrosis tubular. Oliguria dapat terjadi meskipun banyak pasien terus
menghasilkan jumlah urine normal atau hampir normal (GGA nonoliguria).
Meskipun urine dapat diproduksi, ginjal tidak dapat secara efisien membuang sisa
metabolik air, elektrolit, dan asam dari tubuh selama fase rumatan GGA.
Azotemia, retensi cairan, ketidakseimbangan elektrolit, dan asidosis metabolik
terjadi. Abnormalitas ini lebih
berat pada pasien oliguria dibanding pasien nonoliguria, yang
menyebabkan prognosis buruk dengan oliguria.
Selama fase rumatan, retensi garam dan air menyebabkan edema,
meningkatkan risiko gagal jantung dan edema paru. Pada edema paru terjadi
peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan dinding alveolar
menjadi lebih permeable, memungkinkan plasma, protein, dan eritrosit masuk ke
interstitial. Karena edema interstisial meningkat, tekanan pada ruang interstisial
meningkat dan cairan bocor ke alveoli. Protein plasma berakumulasi pada ruang
interstisial menurunkan gradient osmotik antara kapiler dan kompartemen
interstisial. Sebagai akibatnya, keseimbangan terganggu antara tekanan osmotik
yang menarik cairan dari ruang interstisial ke dalam kapiler dan tekanan
hidrostatik normal yang mendorong cairan keluar kapiler. Ketidakseimbangan ini
menyebabkan lebih banyak cairan masuk alveoli.
Cairan kaya protein berakumulasi dalam alveoli, menginaktivasi surfaktan
dan merusak sel alveolar tipe II yang menghasilkan surfaktan. Surfaktan penting
dalam mempertahankan komplians alveolar-kemampuan jaringan untuk atau
distensi. Jika surfaktan aktif hilang, alveoli akan kaku dan kolaps, menyebabkan
atelektasis, yang meningkatkan usaha napas. Penurunan komplians alveolar,
atelektasis, dan alveoli terisi cairan mengganggu pertukaran gas melintasi
membrane kapiler alveolar. Akan tetapi, karena karbon dioksida berdifusi lebih
16
siap daripada oksigen, karbon dioksida darah (PACO2) juga turun pada awalnya
karena takipnea menyebabkan lebilh banyak CO2 yang diekspirasikan.
Fibrin dan sel debris dari kombinasi sel nekrotik untuk membentuk
membran hialin, yang melapisi interior alveoli dan lebih lanjut mengurangi
komplians alveolar dan pertukaran gas. Karena CO2 tidak dapat berdifusi
melintasi membran hialin, kadar PACO2 saat ini mulai meningkat ketika kadar
PaO2 terus menurun. Tanpa bantuan pernapasan, gagal napas dapat terjadi.
Meskipun dengan terapi agresif, hampir 50% klien yang mengalami ARDS
meninggal.
3) Fase Pemulihan
Fase pemulihan GGA ditandai dengan proses perbaikan dan regenerasi sel tubulus
serta GFR kembali ke tingkat normal.
17
dan nekrosis tubular) dan penyebab postrenal (semua jenis obstruksi pada saluran
kemih, seperti batu ginjal, kelenjar prostat yang membesar dan tumor).
Sindrom uremia, yang di bagi dalam beberapa bentuk yaitu:
1) Pengaturan fungsi regulasi dan eksresi yang buruk, seperti keseimbangan
volume cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa, retensi nitrogen dan
metabolisem lain, serta gangguan hormonal
2) Abnormalitas sistem tubuh (sistem gastrointenstinal, hematologi, pernafasan,
kardiologi, kulit dan neuromuscular)
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan
darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45
dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh.
Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber,
yaitu:
1. Pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H
dan bikarbonat.
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini
akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal
sel, antara lain:
1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan
saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. Mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha
mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
1. Mengaktifkan sistem dapar kimia
2. Mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. Mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:
18
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan
asam karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan,
maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat
terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor
dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut.
19
oksigen berkurang sehingga oksigen dapat ditranspor oleh darah berkurang.
Pergaseran kurva sedikit kekanan akan membantu pelepasan oksigen kejaringan-
jaringan. Pergeseran ini dikenal dengan nama Efek bohr.
2 Sebaliknya, penigkatan pH darah (alkalosis) atau penurunan PCO2, suhu, dan 2,3-
DPG akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksihomoglobin kekiri.
Pergeseran kekiri menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Akibatnya uptake oksigen dalam paru-paru meningkat apabila terjadi pergaseran
kekiri, tetapi pelepasan oksigen ke jaringan-jaringan terganggu.
20
2.2.2 WOC Acute Kidney Injury
Iskemia Nefrotoksin
Penurunan GFR
21
Acute Kidney Injury
MK :Pola nafas
Aliran darah tidak efektif
sampai ke
otak, sehingga Hiperparatiroid
dapat
menembus MK : Kekurangan
sawar otak volume cairan
Osteodistrofi
ginjal
Kejang
MK : Risiko 22
Cedera
2.2.3 Pemeriksaan Laboratorium AKI-ARDS
Pemeriksaan penunjang dan laboratorium pada pasien AKI dilakukan
untuk dapat untuk mengetahui klasifikasi kejaidan AKI, pre-renal, renal dan
post-renal. Selain itu peeriksaan penunjang ini juga dibutuhkan salam
menegakkan diagnosis gagal ginjal akut. Pemeriksaan penunjang yang
dilaukan untuk pasien dengan kasus AKI antara lain:
1) Pemeriksaan urin residu pasca-berkemih. Jika volume urin residu kurang
dari 50 cc, didukung dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak
menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil kemungkinan penyebab
AKI adalah pascarenal.
2) Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos abdomen, CT-scan, MRI,
dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi. USG ginijal untuk
menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya obstruksi, tekstur parenkim
ginjal yang abnormal. CT scan abdomen untuk mengetahui struktur
abnormal dari ginjal dan traktus urinarius.
3) Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab
renal yang belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah
berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut terutama dianjurkan pada
dugaan AKI renal non-ATN yang memiliki tata laksana spesifik, seperti
glome-rulonefritis, vaskulitis, dan lain lain.
23
Toxic : 10:1
Mikroskopi Urin Normal ATN: gips granular Normal
(Sedimen) gelap, gips hialin, sel
epitel ginjal
ELEKTROLIT NORMAL
Sodium 135-14 mEq/L
Potassium 3.5-4.5 mEq/L
Chloride 98-108 mEq/L
Calcium 8.5-10.5 mEq/L or 4.5-5.8 mEq/L
Phosphorus 2.7-4.5 mEq/L
Magnesium 1.5-2.5 mEq/L
Bikarbonat 24-28 mEq/L
24
2. Otot berkedut
3. Mual, muntah, dan
kram perut
4. Sakit kepala, demam
5. Kejang, hipotensi
postural
6. Akral dingin, kulit
lembab
7. Penurunan turgor
kulit
8. Takikardi
9. Oliguria
Hipernatremi >145 mEq/L 1. Dehidrasi berat
2. Membran mukosa
yang lengket
3. Perubahan mentasi
4. Kejang (fase lanjut)
KALSIUM
Hipokalsemia <8,5 mg/dL atau <4,5 1. Irritability
mEq/L 2. Kram otot, tetanus
otot
3. Penurunan cardiac
output (penurunan
kontraksi
4. Perdarahan
(penurunan
kemampuan
koagulasi)
5. Perubahan ECG
6. Chvostek positif,
tanda-tanda trousseau
Hiperkalsemia >10,5 mg/dL atau >5,8 1. Nyeri tulang hebat
mEq/L 2. Haus yang berlebihan
3. Anoreksia
4. Letargi, kelemahan
otot
MAGNESIUM
Hipomagnesemia <1,4 mEq/L 1. Aktivitas otot koroid
atau athetoid
2. Tics wajah,
kelenturan
3. Disritmia
Hipermagnesemia >2,5 mEq/L 1. Depresi CNS
2. Depresi respiratory
3. Letargi
4. Koma
5. Bradikardi
6. Perubahan nilai ECG
FOSFAT
25
Hipofosfatemia <3,0 mg/dL 1. Anemia hemolitik
2. Penekanan fungsi sel
darah putih
3. Perdarahan
(penurunan agregasi
platelet)
4. Mual, muntah
5. Anoreksia
Hiperfosfatemia >4,5 mg/dL 1. Takikardi
2. Mual, diare, kram
perut
3. Kelemahan otot,
flaccid paralysis
4. Peningkatan refleks
KLORID
Hipokloremia <98 mEq/L 1. Hyperirritability
2. Tetanus
3. Pernafasan lambat
Hiperkloremia >108 mEq/L 1. Kelemahan, letargi
2. Nafas dalam dan
cepat
3. Kemungkinan
ketidaksadaran (fase
lanjut)
ALBUMIN
Hipalbumin <3,8 g/dL 1. Pengecilan otot
2. Edema Perifer
3. Penurunan system
imun
4. Proses penyembuhan
luka yang jelek
26
Pada pasien dewasa kebutuhan cairan yaitu sekitar 1500 mL/m 2/hari,
adanya demam, luka bakar, dan trauma secara signifikan meningkatkan
kebutuhan penggantian cairan. Berikut ini adalah beberapa jenis cairan yang
digunakan dalam penatalaksanaan resusitasi cairan pasien AKI.
No
Jenis Cairan Elektrolit Indikasi
.
1. Kristaloid
Dextrose (D5W) isotonis Tidak ada Maintainn volume
Replace mild loss
Provide minimal calories
Normal Saline (0,9% Natrium 154 mEq/L Maintainn volume
NaCl) Klorida 154 mEq/L Replace mild loss
Osmolalitas 308 mEq/L Correct mild hyponatremia
NaCl (0,45%) Natrium 77 mEq/L Free water replacement
Klorida 77 mEq/L Correct mild hyponatremia
Free water and electrolyte
replacement (fluid and
electrolyte restricted conditions)
Ringer Laktat Natrium 130 mEq/L Fluid and electrolyte
Potassium 4 mEq/L replacement (contraindicated for
Kalsium 2,7 mEq/L patients with kidney or liver
Klorida 107 mEq/L disease or in lactic acidosis)
Laktat 27 mEq/L
pH 6,5
2. Koloid
Albumin 5% (Albumisol) Albumin 6,5 g/L Volume expansion
Natrium 130-160 Moderate prtein replacement
mEq/L Achievment of hemodynamic
Potassium 1 mEq/L stability in shock states
Osmolalitas 300
mOsm/L
Tekanan Osmotik 20
mmHg
pH 6,4 s/d 7,4
Albumin 25% (rendah Albumin 240 g/L Concentrated form of albumin
garam) Globulin 10 g/L sometimes used with diuretics
27
Natrium 130-160 for move fluid from tisues into
mEq/L the vascular space for diuresis
Osmolalitas 1500
mOsm/L
pH 6,4 s/d 7,4
Hetastarch Natrium 154 mEq/L Synthetic Polimer 96% solution)
Klorida 154 mEq/L used for volume expansion
Osmolalitas 310 Hemodynamic volume
mOsm/L replacement after cardiac surger,
Tekanan Osmotik burn, sepsis
koloid 30-35 mmHg
LMWD Molekul glukosa Volume expansion and support
(polisakarida) dengan (contraindicated for patients with
berat molekul rata-rata bleeding disorders)
40000, tanpa elektrolit
HMWD Molekul glukosa Used Prophylactically in some
(polisakarida) dengan cases to prevent platelet
berat molekul rata-rata ggreation; available in saline and
70000, tanpa elektrolit glucose solutions
Sumber: Critical Care Nursing Diagnosis and Management. 6th Edition. (Linda D. Urden,
et al., 2010)
2. Manajemen Farmakologis
Manajemen farmakologis bagi pasien AKI diberikan untuk
No Jenis Obat Dosis Actions Special Consideration
Diuretics
1. Loop-Diuretics
Furosemide 20-80 mg/day (Lasix) Acts on loop of henle - Ototoxicity if
Bumeanide 0.5-2mg/day(Bumex) to inhibit sodium administred too
and chloride rapidly or with other
ototoxic drugs
- Monitor intake and
output, hydration;
watch for hypotension
2. Thiazide Diuretics
Chlorotiazide 500 mg – 1 g/day Inhibit sodium, - Enhanced with low
28
(Diuril) chloride resorption sodium diet
in distal tubule - Synergistic effect
with loop diuretics
3. Potassium-sparing Diuretics
Aldactone 100 mg/day for 5 Exert effects on - Weak diuretic effect,
days collecting tubule; so given with other
reduce potassium, diuretics
hydrogen and - Potassium
increase sodium supplements not
required; monitor for
hyperkalemia
- Used as an
aldosterone blocker to
treat heart failure
4. Osmotic Diuretics
Mannitol 0.25-1.0 g/kg (IV Increase urinr output - Often used in head
infusion) asa 15%- because higher injury to decrese
20% solution over plasma osmolality, cerebral eddema
20-90 min increase flow of - Can be used to
water from tissues promote urinary
causing increased secretion of toxic
GFR subtsnces
Increase serum - At low temperatures
sodium, potassium mannitol can may
levels cristallize, use in-line
5-micron IV filter
with > 15 %
(>15g/100mL)
solution
Sumber: Critical Care Nursing Diagnosis and Management. 6th Edition. (Linda D. Urden,
et al., 2010)
2.3 Advokasi dan Edukasi pada Pasien AKI
Tugas perawat dalam advokasi pasien Nelson (dalam Blais, 2002)
menjelaskan tujuan utama dari advokat pasien adalah melindungi hak-hak
pasien. Peran advokat pasien memiliki tiga komponen utama, yaitu sebagai
29
pelindung, mediator, dan pelaku tindakan atas nama pasien. Dari ketiga
komponen utama peran perawat sebagai advokat, maka dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Sebagai pelindung, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan utama
yaitu untuk membantu pasien dalam membuat keputusan. Peran perawat
dalam hal ini ditekankan untuk menyerahkan segala keputusan tentang
perawatan yang akan dijalankan oleh pasien kepada pasien itu sendiri,
sesuai dengan nilai-nilai yang dianut pasien. Tindakan perawat yang
termasuk di dalamnya yaitu perawat memberikan alternatif pilihan
kepada pasien saat akan mengambil keputusan tentang terapi yang akan
diambil, menyediakan format persetujuan tindakan penjelasan atas
pemulangan dini pasien dari perawatan, serta memutuskan dokter yang
akan merawatnya.
b. Sebagai mediator, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan untuk
menjembatani komunikasi antara pasien dengan tim kesehatan lain di
rumah sakit. Tindakan perawat yang termasuk di dalamnya yaitu perawat
menemani pasien saat kunjungan dokter, menentukan menu diet
bersama ahli gizi, dan juga memberikan penjelasan kepada pasien
mengenai pengobatan yang diterimanya;
c. Sebagai pelaksana tindakan, peran yang dilakukan perawat memiliki
tujuan utama untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
yang dibutuhkan pasien. Tindakan perawat yang termasuk didalamnya
yaitu dengan memberikan lingkungan yang sesuai dengan kondisi pasien,
melindungi pasien dari tindakan yang dapat merugikan pasien, dan
memenuhi semua kebutuhan pasien selama dalam perawatan
Pendidikan kesehatan yang biasa disampaikan kepada pasien dan keluarga
pasien adalah tentang diet dan kebiasaan sehari-hari pasien yang berpengaruh pada
penyakitnya. Prinsip diit untuk penderita Gangguan Ginjal adalah :
1. Diet makanan lunak
2. Cukup energi dan rendah protein.
3. Sebagai sumber protein diutamakan protein hewani, misal : susu, daging sapi
dan ikan
4. Sebagai sumber lemak : diutamakan lemat tidak jenuh, dengan kebutuhan
sekitar 25% dari total energi yang diperlukan
30
5. Untuk kebutuhan kalori, sekitar 35 Kkal/kg BB/hari
6. Membatasi asupan garam dapur jika ada hipertensi (darah tinggi) atau edema
(bengkak)
7. Dianjurkan juga untuk mengkonsumsi agar-agar karena selain mengandung
sumber energi juga mengandung serat yang larut
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversible,
31
diikuti kegagalan ginjal unuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan/tanpa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (KDIGO, 2012). Menurut Critical
Care Nursing Sixth Edition, AKI adalah penurunan mendadak (dalam waktu 48
jam) fungsi ginjal yang didefinisikan sebagai kenaikan serum kreatinin, dan
penurunan output urin.
Penyebab atau faktor resiko AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama
berdasarkan patogenesis AKI, yakni penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal), penyakit yang
secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik),
penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal).
Peran perawat sebagai advokat pasien memiliki tiga komponen utama, yaitu
sebagai pelindung, mediator, dan pelaku tindakan atas nama pasien. Edukasi
yang dapat diberikan pada pasien dengan AKI, antara lain anjuran diet makanan
lunak cukup energi dan rendah protein, anjurkan juga untuk mengkonsumsi agar-
agar karena selain mengandung sumber energi juga mengandung serat yang larut.
Selain itu, pasien juga perlu diberi edukasi terkait makanan yang perlu dibatasi
seperti karbohidrat, protein hewani, serta sayur dan buah-buahan yang memiliki
kandungan kalium tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
32
Acute Respiratory Distress Syndrom. 2016. Indonesia Journals of Chest Critical and
Emergency Medicine. Vol.3, No.2.
ARDS Definition Task Force. Acute Respiratory Distress Syndrom. The Berlin Definition.
JAMA. 2012;307(23)
Ekowati, Ririn. 2016. Penerapan Pendidikan Kesehatan Tentang Gagal Ginjal Untuk
Meningkatkan Pengetahuan Dan Kepatuhan Pada Keluarga Dengan Gagal Ginjal Di
Wilayah Kerja Puskesmas Gombong II. Karya Tulis Ilmiah. Stikes Muhammadiyah
Gombong.
Fakultas Kedokteran. Penyakit Ginjal dan Harapan Hemodialisis. Universiatas Airlangga,
Surabaya. Diakses pada 07 februari 2020 melalui :
http://fk.unair.ac.id/penyakit-ginjal-akut-dan-harapan-hemodialisis/
Hartini, Kripti, Dkk. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mortalitas Pasien ARDS Di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Indonesian Journal Of CHEST, Critical
And Emergency Medicine .Vol. 1, No. 1
33
Utami, Risa. 2015. Angka Kejadian Acute Kidney Injury Berdasarkan Kriteria Akin Di
Ruang Icu Di Rsu Dr.Soedarso Tahun 2013. Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
34