TINJAUAN PUSTAKA
Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan
otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Miranda,
2014).
2.2.2 Epidemiologi
Cedera kepala merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian,
terutama pada dewasa muda. Di Amerika Serikat, hampir 10%
kematian disebabkan karena trauma, dan setengah dari total kematian
akibat trauma berhubungan dengan otak. Kasus cedera kepala terjadi
setiap 7 detik dan kematian akibat cedera kepala terjadi setiap 5 menit.
Cedera kepala dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun angka
kejadian tertinggi adalah pada dewasa muda berusia 15-24 tahun.
Angka kejadian pada laki-laki 3 hingga 4 kali lebih sering
dibandingkan wanita (Rowland et al, 2010).
2.2.4 Etiologi
Menurut Nanda (2015) mekanisme cedera kepala meliputi:
2.2.4.1 Cedera Akselerasi, yaitu ketika objek bergerak menghantam
kepala yang tidak bergerak
2.2.4.2 Cedera Deselerasi, yaitu ketika kepala yang bergerak
membentur objek yang diam
2.2.4.3 Cedera akselerasi-deselerasi, sering dijumpai dalam kasus
kecelakaan bermotor dan kekerasan fisik
2.2.4.4 Cedera Coup-countre coup, yaitu ketika kepala terbentur dan
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan
kuat mengenai area tulang tengkorak
2.2.4.5 Cedera Rotasional, yaitu benturan/pukulan yang
menyebabkan otak berputar dalam tengkorak, sehingga
terjadi peregangan atau robeknya neuron dalam substansia
alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.
“Head injuries are usually associated with trauma to the head (scalp,
skull and brain). This is the most common cause of death and
morbidity in the global population, more often among those under 44
years of age” (Onwuchekwa CR, Alazigha NS et., Al, 2017).
“Cedera kepala biasanya dikaitkan dengan trauma pada kepala (kulit
kepala, tengkorak dan otak). Ini adalah penyebab kematian paling
umum dan morbiditas pada populasi global, lebih sering di antara
mereka yang berusia di bawah 44 tahun” (Onwuchekwa CR, Alazigha
NS et al., 2017).
2.2.6 Patofisiologi
Menurut Tarwoto (2013) “Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
gangguan atau kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh
darah, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan
adenosine tripospat dalam mitokondria, serta perubahan permiabilitas
vaskuler”. Suatu sentakan traumatik pada kepala dapat menyebabkan
cedera pada kepala. Sentakan tersebut biasanya tiba–tiba dan dengan
kekuatan penuh, seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau
benturan pada kepala. Jika terjadi sentakan seperti suatu trauma
seperti akselarasi, deselarasi atau coup-countercoup, maka kontusio
serebri dapat terjadi.
2.2.7 Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapatkan perhatian besar,
kesembuhan klien tergantung dari sedang dan berat nya cedera yang
terjadi. Penanganan yang cepat dan tepat dapat mempengaruhi
kesembuhan pada klien dengan cedera kepala. Terutama pada klien
penderita cedera kepala berat, harus dilakukan observasi tanda-tanda
vital. karena klien dengan cedera kepala berat angka kesembuhan
hanya 15%. Sedangkan skor klien dengan GCS 3-4 memiliki
kemungkinan meninggal 85%. Sedangkan GCS 12 kemungkinan
meninggal hanya 5-10% (Mubarak, 2015).
2.2.8 Komplikasi
2.2.8.1 Menurut Tarwoto (2013) komplikasi yang mungkin terjadi
pada cedera kepala diantaranya:
a. Defisit neurologi fokal
b. Kejang
c. Pneumonia
d. Perdarahan gastrointestinal
e. Disritmia jantung
f. Syndrom of inappropriate secration of antidiuretik
hormone (SIADH)
g. Hidrosepalus
h. Kerusakan kontrol respirasi
i. Inkontinensia bladder dan bowel
j. Nyeri kepala akut maupun kronik.
b. Kompetensi perawat
c. Sarana dan prasarana
d. Pengetahuan dan keterampilan
e. Ketepatan pelayanan
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah ada “hubungan respon
time perawat dengan GCS pasien cedera kepala di IGD RSUD H. Damanhuri
Barabai tahun 2019”.