Anda di halaman 1dari 17

Case Report

Intraoperative Management

Preceptor :
dr. Yusnita Debora,Sp.An

Oleh :
Siti Indiriyani 21360275
Rizka Rahmawati 21360251
Rinna Dwi Yustika 21360242

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SMF


ILMU ANASTESIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH JENDRAL AHMAD YANI
METRO 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan tugas Case Report berjudul :

Intraoperative Management

Pembimbing

dr. Yusnita Debora, Sp.An


MANAJEMEN INTRAOPERATIF

C1. Apa manajemen anestesi pada plasenta akreta?

Pendarahan pasca persalinan bisa disebabkan oleh akreta plaseta karena

keterbatasan arteri spiral di tempat implantasi (rahim). Pengangkatan plasenta dapat

menyebabkan pendarahan semakin memburuk, karena paparan luas sinusitis di

myometrium. Jika akreta plasenta dicurigai atau diketahui terjadi sebelum kelahiran

maka perlu didiskusikan dengan tim persalinan. Keputusan yang kemungkinan akan

diambil adalah penempatan preoperatif balon iliaca internal. Balon dapat

digelembungkan setelah pengangkatan janin, yang akan mencegah pendarahan di

uterus dan memberikan waktu kepada tim untuk melaksanakan pelepasan plasenta

akreta. Penyebab yang paling umum terjadinya tindakan histerektomi adalah akreta

plasenta. Mengingat kemungkinan akan terjadinya perdarahan yang masif, maka

dibutuhkan tatalaksana intravena yang memadai, yaitu dua jalur ke intravena. Akses

arteri juga sangat berguna untuk mencegah kemungkinan adanya bahaya gangguan

hemodinamik akut. Pemantauan tanda-tanda vital bisa menjadi panduan yang berguna

selama resusitasi. Dasar hasil laboratorium akan menentukan keputusan yang akan

dilakukan selama resusitasi, dan termasuk nilai hematokrit sebagai status pembekuan

awal (faktor pembekuan). Pasien diambil sampel sel darah merahnya, dan operasi ini

tidak akan dimulai sampai empat kantong darah cadangan tersedia. Epidural dapat

dipasang pada pasien yang diketahui atau diduga mengalami plasenta akreta dan akan

melakukan pemasangan balon iliaca internal. . Sering kali, pendarahan bisa dicegah

dengan balon iliaca internal dan tergantung kestabilan kondisi pasien, tindakan

epidural digunakan ketika operasi. Jika tekanan darah pasien tidak stabil, maka

diperlukan anestesi umum kepada pasien. Namun diperlukan persetujuan oleh pasien,
dan tim operasi terlebih dahulu. Di sisi lain, jika pasien diduga memiliki/mengalami

perkreta, maka anestesi umum diperlukan padabtindakan operasi histerektomi. Begitu

pula jika pasien dalam keadaan darurat dengan kondisi perdarahan setelah operasi

maka diperlukan anestesi umum.

C.2. Setelah kelahiran janin dan plasenta anda sadar ada keluarnya cairan

ketika operasi. Apa itu koagulasi intravaskular diseminata (DIC)?

DIC terjadi ketika ada faktor pembekuan darah, keping darah, dan fibrinogen

terjadi dengan deposisi trombus di mikrosirkulasi. Trombus dapat mengurangi aliran

darah ke organ yang mungkin akan menyebabkan komplikasi (multisistem) kegagalan

organ. Pada waktu yang bersamaan, fibrinolisis terjadi karena pembentukan produk

pemecah fibrin. Dikarenakan konsumsi faktor yang tidak lengkap dan perdarahan

trombus sulit untuk dikendalikan. Koagulasi dapat mengakibatkan kerusakan pada

tingkat perdarahan spontan di area kerusakan, termasuk rahim dan intravena. Sering

kali, DIC mengakibatkan perdarahan pascapersalinan, yang memperburuk situasi

yang sudah rapuh/darurat. DIC bisa berkembang dengan sangat cepat ketika periode

peripartum.. Persentasi terjadinya DIC bisa sampai 10% jika solusio plasenta, bahkan

sering terjadi ketika janin meninggal (keguguran). Para pasien hamil dengan

hipertensi dan emboli cairan ketuban berisiko untuk mengidap DIC. DIC juga terjadi

kepada pasien dengan sepsis, trauma parah, tumor, dan kanker darah. Data dari

laboratorium dapat membantu tindakan yang akan dilakukan, termasuk protrombin

time/partial thromboplastin time/international normalized ratio (PT/PTT/INR),

platelets, fibrin degradation products, dan fibrinogen. Perbedaan antara DIC, dan

pengenceran koagulapati adalah dengan melihat fibrinogen levels. Penanganan harus

difokuskan menjaga kondisi gangguan dasar, dan mendukung pasien. Dosis rendah

haparin tak terfraks ada tingkat 300-500 unit per jam akan membantu pengobatan
DIC. Obat Anti fibrinolitik disarankan untuk digunakan kepada pasien yang

mengalami DIC karena pasien pada dasarnya sudah mengalami fibrinolisis yang tidak

adekuat.

C.3. Anda menduga pasien mengalami Diisseminated intravascular coagulation

(DIC). Diskusikan penggunaan produk darah tambahan pada pasien yang

mengalami DIC

Jalur pernapasan harus dijaga jika pasien belum siap diintubasi. Saat

pelaksanaan tindakan panarukan cairan ke ruang interstitial dapat terjadi, dan jalur

edema akan semakin memburuk. Gangguan pernapasan akan terjadi dikarenakan

pulmonary edema. Replacement of the factors and keping darah (platelet) diperlukan

untuk mencegah DIC. Kristaloid atau koloid harus diberikan untuk mengobati

hipertensi dan hipovolemia sampai kantong darah tersedia. Karena pendarahan yang

terjadi, maka jumlah kantong darah merah diberikan berdasarkan jumlah kadar darah

yang berkurang dan level hematokrit. Fresh frozen plasma (FFP) diberikan

berdasarkan hasil klinis dari pendarahan, dan prothrombin time/partial thromboplastin

time (PT/PTT) levels. FPP diberikan ketika level PT/PTT berada 1/5 lebih tinggi dari

normal, atau ketika factor V atau VIII levels rendah. Platelets diberikan jika

diperlukan akibat dari DIC, dan disuntikan berdasarkan hasil pendarahan klinis, dan

platelet levels. Platelets harus diganti jika platelet levels di bawah 50 x 10 3 per uL or

platelet levels berada di antara 50-100 x 103 per uL dan pendarahan berlanjut.

Cyoprecipitate, yang mengandung fibrinogen yang tinggi juga perlu diberikan ketika

kadar fibrinogen berkurang. Dalam keadaaan mendesak, kantong darah harus cepat

rtersedia, apalagi jika FTP dan cryoprecipitate sangat dibutuhkan.


C.4 Setelah seberapa banyak kantong darah merah yang diberikan ketika akan

memberikan fresh forzen plasma (FFP) dan platelets?

Pemberian produk darah tidak berdasarkan rumusan/komposisi. Produk darah

harus diberikan hasil uji klinis, dan laboratorium. Faktor koagulasi harus dibawah

20% noirmal sebelum clinical bleeding terjadi. Kemungkinan seperti ini akan terjadi

jika ketika lebih dari satu kantong darah diberikan. Jika prothrombin time (PT), and

partial thromboplastin time (PTT) lebih dari 1.5 kali dari keadaan normal, maka perlu

diganti menggunakan FPP. Platelets harus diganti jika kurang dari 50 x 10 9 per L

dengan pendarahan mikrovaskular kurang lebih 100 x 109 per L dengan kondisi

pendarahan yang masih terjadi.

C.5 Apa peranan dari penggunaan cairan darurat ini dan bagaimana dapat

mengubah manajemen masa depan Anda?

Pasien kandungan dapat memburuk keadaannya dengan cepat ketika terjadi

kondisi perdarahan postpartum (setelah melahirkan) atau di saat terjadinya

disseminated intravascular coagulation (DIC). Pasian dibantu dengan pemberian

kristaloid and koloid pada saat pengambilan sampel darah. Dalam keadaan mendesak,

tranfusi sel darah merah O Rh-negatif harus dilakukan ketika ada perburukan

hemodinamin yang berpotensi memperburuk keadaan pasien. Ini relatif aman

dilakukan karena rendahnya antibodi pasien baik pernah ditransfusi (1%) atau tidak

(0.1%). Ada sedikit keraguan apakah pasien tetap aman jika ditransfusi darah dia yang

asli setelah diberikan sel darah O. The America Society if Anesthesiologists (ASA)

menyatakan bahwa pasien yang mendapatkan dua kantong darah O Rh-negatif, yang

mengandung anti bodi golongan darah A, dan B, maka tidak harus menggunakan

golongan darah asli si pasien. Pengujian darah lebih lanjut dari bank darah harus
dilakukan sebelum balik kembali ke darah asli pasien atau tetep harus diberikan darah

O. Penambahan RBCs (packed red blood cells [PRBCs]); harus memiliki sedikit

plasma di tiap kantongnya, dikarenakan jumlah anti bodi yang sedikit di pasien.

Pasien yang mendapatkan kantong tambahan bisa mendapatkan tambahan kantong

lebih banyak lagi tanpa harus mempertimbangkan reaksi antibodi. Beberapa peneliti

memiliki pandangan yang berbeda tentang jumlah kantong darah yang berbeda yang

akan diberikan kepada pasien sebelum si pasien diberikan kantong darah yang sesuai.

Peneliti mengatakan bahwa pergantian darah yang sesuai dengan pasien harus

dilakukan secepat mungkin setelah diberikan kantong darah O Rh-negatif.

Rekomendisi tersebut harus diterima oleh bank darah terdekat.

C6. Apa peran faktor VII yang diaktifkan pada pasien kebidanan?

Faktor rekombinan VII (rFVIIa) telah digunakan untuk memfasilitasi kontrol

perdarahan pada pasien dengan hemofilia, koagulopati lain, dan trauma. Ada beberapa

laporan kasus penggunaan rFVIIa pada kasus obstretik setelah perdarahan masif

dengan gejala yang menunjukkan koagulasi intravaskular diseminata (DIC). rVIIa

mengikat faktor jaringan di lokasi cedera vaskular yang terbuka. Kompleks yang

terbentuk memulai koagulasi dan memungkinkan terbentuknya bekuan fibrin. rFVII

dapat digunakan dalam situasi di mana perdarahan berlanjut bahkan setelah terapi

penggantian. Sembilan puluh hingga 100μg per kg adalah dosis yang berhasil

digunakan.

C7. Anda dipanggil untuk melihat wanita berusia 27 tahun yang baru saja

melahirkan dan terus mengalami pendarahan. Apa definisi dan diagnosis

banding dari perdarahan postpartum?

Perdarahan postpartum dapat terjadi pada 5% sampai 10% persalinan. Secara

klasik didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500ml dalam 24 jam pertama
pascapersalinan. Diakui pengukuran akurat kehilangan darah sulit dan mungkin

menyesatkan. American College of Obstetric and Gynecology telah mendefinisikan

perdarahan postpartum sebagai penurunan lebih besar dari 10% pada tingkat

hematokrit atau kebutuhan untuk transfusi darah pada periode postpartum. Pasien

dengan hipotensi yang tidak dapat dijelaskan, takikardia, atau output urin yang rendah

harus dicurigai mengalami perdarahan postpartum dan resesitasi harus dimulai.

Penyebab paling umum dari perdarahan postpartum adalah atonia uteri, yang

mencapai hingga 80% kasus. Penyebab uterus lainnya termasuk produk konsepsi yang

tertinggal, akreta plasenta, inversi uterus, dan ruptur uteri. Penyebab nonuterin

termasuk lesi saluran genital, hematoma saluran genital, laserasi intrabdominal,

laserasi panggul, dan koagulopati.

C8. Apa pertimbangan anestesi perdarahan postpartum?

Pertimbangan anestesi spesifik akan bervariasi tergantung pada sumber

perdarahan postpartum. Pendekatan tim harus dimulai dengan pengenalan dan

pengobatan dini. dalam laporan dari Inggris berjudul "Why Mother die", komunikasi

yang buruk antara spesialisasi diyakini sebagian besar berkontribusi pada kematian

ibu. Selain itu, ada beberapa kasus yang terkait dengan hemorrhage di mana

keterlambatan dalam mendapatkan darah dari bank darah dan karenanya

keterlambatan dalam pengobatan dapat sebagian bertanggung jawab atas peningkatan

kematian ibu. Jika terjadi perdarahan postpartum, maka pasien harus dipindahkan ke

unit perawatan intensif (ICU) atau ruang operasi (OR). Ini akan memungkinkan ahli

anestesi untuk memantau pasien dengan tepat, memiliki sumber daya untuk

memasang jalur tambahan, dan dapat memberikan anestesi umum di lingkungan yang

aman. Tim kebidanan juga akan memiliki sumber daya untuk mengelola perdarahan

postpartum.
Pasien harus memiliki akses intravena yang besar. Jalur arteri harus

ditempatkan untuk memungkinkan pemantauan hemodinamik terus menerus dan

akses sentral harus dipertimbangkan untuk memfasilitasi resusitasi. Penghangat cairan

harus digunakan ketika sejumlah besar cairan atau produksi darah diantisipasi.

Hipotermia juga dapat dihindari dengan menjaga suhu ruangan yang sesuai dan

menggunakan selimut penghangat. Jika terjadi kehilangan darah, kristaloid atau

koloid harus digunakan untuk menggantikan darah yang hilang sampai darah tersedia.

Penting agar darah dan produk darah dipesan lebih awal dan diskusi langsung harus

dilakukan dengan bank darah mengenai urgensi situasi. Jika perdarahan masif

berlanjut atau pasien tidak dapat melindungi jalan napasnya, dia harus menjalani

anestesi umum.

Transfusi masif adalah penggantian volume darah yang lebih besar dari satu

dalam beberapa jam. Dalam pengaturan transfusi masif, pasien harus dibiarkan

diintubasi dan dipindahkan ke ICU untuk pemantauan lanjutan setelah perdarahan

pasca operasi diobati dan pasien stabil.

C9. Pemeriksaan laboratorium apa yang harus dilakukan selama resusitasi

pasien ini?

Laboratorium dasar harus dikirim sesegera mungkin dan harus mencakup

tingkat hematokrit, jumlah trombosit, status koagulasi (waktu tromboplastin parsial

[PTT], waktu protrombin [PT], rasio normalisasi internasional [INR], dan kadar

fibtinogen), dan gas darah arteri . Selama resusitasi, laboratorium di atas harus dikirim

secara berkala untuk membantu memandu pengobatan termasuk terapi komponen

darah. Jika transfusi masif telah terjadi, maka elektrolit juga perlu diikuti, termasuk

kadar kalium dan kalsium. Pasien dapat mengalami hiperkalemia karena peningkatan

kadar kalium dalam darah yang ditransfusikan dan juga berisiko mengalami
hiperkalemia karena pergeseran seluler yang disebabkan oleh asidosis. pasien dapat

mengembangkan hipokalsemia dari toksisitas sitrat. sitrat kami antuciagulant yang

ditemukan dalam darah yang ditransfusikan. gas darah arteri juga harus sering

dipantau untuk mengevaluasi asidosis yang mungkin berkembang karena perfusi

jaringan yang buruk. tergantung pada masa simpan darah yang disimpan (>14 hari),

asidosis yang sudah ada sebelumnya dapat diperburuk oleh beberapa transfusi darah

"lama".

C10. Apa saja pilihan pengobatan untuk atonia uteri?


Awalnya, kompresi fisik rahim dengan kompresi bimanual atau pijat rahim
harus dimulai untuk atonia. Selama waktu ini, oksitosin dimulai sebagai infus
intravena. Oksitosin sintetis (Pitocin, Syntocinon) adalah obat pilihan yang diberikan
setelah janin lahir dan plasenta dilahirkan. Rahim meningkatkan jumlah reseptor
oksitosin selama kehamilan, memuncak pada waktu dekat. Oksitosin berbeda dari
hormon antidiuretik (ADH) oleh hanya dua asam amino dan diproduksi di hipofisis
posterir. Ini mungkin menunjukkan efek antidiuretik kecil tetapi secara klinis ini
tampaknya tidak mengkhawatirkan kecuali jika dosis yang sangat besar diberikan.
Dalam situasi ini, hipertensi pulmonal sistemik dan/atau, dan keracunan air dapat
terjadi. Jika bolus oksitosin diberikan, maka hipertensi dapat mengikuti dan harus
diobati dengan vasopresor yang sesuai (efedrin atau fenilefrin). Hipotensi disebabkan
oleh penurunan resistensi pembuluh darah perifer. Pasien juga dapat menunjukkan
takikardia dan aritmia. Setelah oksitosin berikatan dengan reseptor, frekuensi dan
durasi kontraksi uterus meningkat. Kontraksi kemungkinan besar dimediasi melalui
peningkatan kadar kalsium intraseluler.
Alkaloid ergot (ergonovine dan methylergonovine) dapat digunakan untuk
mengobati atonia uteri. Agen biasanya diberikan secara intramuskular dan memiliki
efek dalam 2 sampai 5 menit. Alkaloid ergot menghasilkan kontraksi tetanik uterus,
yang mungkin dimediasi melalui reseptor ɑ-adregenik. Agen memiliki banyak efek
potensial. Hipertensi dapat menonjol karena vasokontriksi sehingga agen ini harus
dihindari pada pasien hipertensi kronis atau pada pasien dengan hipertensi yang
diinduksi kehamilan. Alkaloid ergot mungkin memiliki efek kardiovaskular lainnya
termasuk spasme arteri koroner yang menyebabkan infark miokard, aritmia, atau
kecelakaan serebrovaskular. Komplikasi paru telah dilaporkan dengan alkaloid ergot
termasuk vasokonstriksi arteri pulmonal dan hipertensi pulmonal. Alkaloid ergot juga
dikaitkan dengan efek samping seperti sakit kepala, pusing, dan mual dan muntah.
Prostaglandin meningkat melalui persalinan mencapai tingkat puncaknya
setelah plasenta lahir. Prostaglandin menyebabkan kadar kalsium intraseluler
meningkat, menyebabkan peningkatan aktivitas kinase rantai ringan miosin dan
kemudian kontraksi uterus. Efek samping dengan prostaglandin termasuk mual dan
muntah, demam, dan diare. 15-Metil prostaglandin F2-α (carboprost, Hemabate) dapat
diberikan baik secara intramuskular atau intramiometrial. Prostaglandin harus
dihindari pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif karena bronhospasme
yang dapat berkembang. Prostaglandin E1 (Misoprostol) dapat diberikan secara rektal
untuk membantu bila atonia uteri menetap. Tinjauan uji coba terkontrol secara acak
yang membandingkan misoprostol (PO/rektal) dengan uterotonika suntik (IV/IM)
(oksitosin/ergotamine/kombinasi) menemukan bahwa misoprostol kurang efektif
dibandingkan uterotonika suntik.
C11. Pasien mengalami pendarahan setelah pelepasan plasentanya

menggunakan traksi yang berlebihan. Bagaimana pengobatan inversi uteri?

Inversi uterus adalah komplikasi yang berhubungan dengan perdarahan

postpartum. Insiden inversi uterus adalah antara 1 dalam 2.000 hingga 1 dalam 10.000

kehamilan. Faktor risiko termasuk atonia uteri, anomali uterus, tekanan fundus yang

tidak tepat, dan traksi tali pusat. Diagnosis dibuat ketika pasien mengalami

perdarahan akut dan nyeri. Inversi uterus dikonfirmasi oleh hilangnya tinggi fundus

dan massa di vagina. Seringkali, rahim dapat diganti dengan tekanan manual sebelum

cincin serviks berkontraksi Kadang-kadang relaksasi serviks dan rahim perlu

dilakukan untuk menggantikannya. rahim. Agen seperti nitrogliserin atau terbutaline

dapat digunakan untuk memberikan relaksasi. Nitrogliserin dalam bolus 50 ug hingga

200 ug dapat membantu dalam situasi ini. Tanda-tanda vital pasien harus dipantau

selama pemberian agen ini karena hipotensi dan takikardia yang dapat berkembang

pada pasien yang sudah dikompromikan. Pereda nyeri juga harus ditawarkan baik
dalam bentuk anestesi regional atau analgesia intravena. Jika rahim tetap terbalik,

maka anestesi umum dapat memberikan relaksasi yang diperlukan untuk

memposisikan kembali rahim. Setelah rahim direposisi dan plasenta dikeluarkan,

uterotonika akan diberikan untuk menghentikan perdarahan dan menjaga posisi

uterus. Prostaglandin dan oksitosin selain kompresi bimanual uterus harus digunakan

untuk membantu uterus berkontraksi. Pasien yang menjalani anestesi umum harus

menurunkan agen halogenasi pada saat ini untuk memungkinkan rahim menjadi

kencang. Pasien dapat diberikan 70% nitrous oxide sambil mempertahankan tingkat

agen terhalogenasi yang rendah dan resusitasi harus dilanjutkan. Penambahan

amnestik seperti midazolam dapat diberikan untuk mencegah kesadaran. Kadang-

kadang, inversi perlu dikoreksi melalui pembedahan dengan melakukan histerektomi

pada kasus perdarahan yang berkepanjangan.

C12. Diskusikan retensio plasenta dan pilihan pengobatan.

Plesenta yang tertahan terjadi ketika ada pemisahan abnormal plasenta dari

uterus. Jika ada pemisahan parsial plasenta, arteriol uterina dapat menjadi perdarahan

yang terbuka. Ekstraksi manual mungkin perlu dilakukan untuk menghilangkan

plasenta. Jika pasien sudah memiliki epidural, dia mungkin memerlukan anestesi lokal

untuk menghilangkan rasa sakit selama ekstraksi. Jika tidak ada epidural dan tepukan

stabil, tulang belakang dapat dilakukan. Pilihan lain adalah memberikan analgesia

intravena dengan midazolam (1 sampai 2 mg), ketamin (10 mg bolus hingga 0,5

mg/kg), atau fentanil (50 hingga 100 g). Tanda-tanda vital pasien harus dipantau

selama pelepasan plasenta. Pasien juga harus diberikan antasida nonpartikular

sebelum analgesik apa pun. Jika rahim sudah mulai berkontraksi dan plasenta tidak

bisa dikeluarkan, maka perlu dilakukan relaksasi rahim. Rahim dapat direlaksasi

dengan penggunaan nitrogliserin intravena dengan penambahan 50 ug. Pilihan lainnya


adalah melakukan anestesi umum dan menggunakan anestesi volatil dosis tinggi.

C.13. Definisi emboli cairan amnion dan diskusi pengobatannya

Emboli cairan ketuban dapat terjadi ketika ada komunikasi langsung antara

cairan ketuban dan sirkulasi ibu. Hal ini kemungkinan besar terjadi pada pasien

multipara yang mengalami persalinan rumit. Komunikasi dapat terjadi pada tingkat

pembuluh endosenial, pada tingkat plasenta, atau pada lokasi trauma uterus. Para

pasien mungkin mengalami onset tiba-tiba hipotensi, dysprea, hipoksemia, sianosis,

kehilangan kesadaran, dan kemungkinan kejang. Gejala-gejala tersebut sebagian

disebabkan oleh penyumbatan mekanis pada pembuluh darah paru dan kemudian

diikuti oleh vasokonstriksi paru, yang dapat dimediasi melalui pelepasan zat seperti

prostaglandin, histamin, serotonin, atau leukotrien. Pasien dapat mengalami jantung

pulmonal akut dan gagal jantung kanan. Lebih dari 80% dari pasien ini mengalami

henti jantung paru. Pasien berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan koagulasi

intravaskular diseminata (DIC). Jalan napas pasien perlu diamankan dan ventilasinya

didukung Penerapan tekanan akhir ekspirasi positif dapat membantu oksigenasi

pasien. Sebuah garis arteri harus ditempatkan untuk memantau hemodinamik.

Pemantauan pusat dapat membantu untuk mengevaluasi kebutuhan cairan. Tekanan

darah harus didukung dengan vasopresor dan DIC harus diperlakukan seperti yang

telah dibahas sebelumnya. Mortalitas pasien yang mengalami emboli cairan ketuban

lebih tinggi dari 80% Emboli cairan ketuban sering kali merupakan diagnosis

eksklusi. Diagnosis biasanya didasarkan pada tanda dan gejala klinis. Darah yang

disedot dari kateter arteri pulmonalis sering menunjukkan sel-sel skuamosa, lemak,

dan musin.

C.14. Apa peran penyelamatan sel pada pasien kebidanan?


Keamanan penyelamatan sel yang digunakan selama operasi caesar telah

dipertanyakan karena teori risiko mengembangkan emboli cairan ketuban.

Dikhawatirkan bahwa komponen cairan ketuban akan diberikan kepada pasien dan

menyebabkan emboli cairan ketuban. Penyelamatan sel bisa jadi membantu dalam

beberapa situasi kebidanan seperti perdarahan pascapersalinan atau dalam Saksi-Saksi

Yehuwa. Penghemat sel dapat menurunkan risiko infeksi darah yang terkait dengan

transfusi sel darah merah (RBC) dan juga dapat menurunkan risiko aloimunisasi.

Risiko reaksi transfusi dan cedera paru akut terkait transfusi juga akan berkurang jika

darah autologus digunakan sebagai pengganti darah yang disimpan. Sayangnya

patofisiologi emboli cairan ketuban belum diketahui dan karena itu mengetahui apa

yang harus dikeluarkan dari darah yang diselamatkan juga tidak diketahui. Juga,

kejadian emboli cairan ketuban adalah antara 1 dalam 8.000 hingga 1 dalam 80.000

kasus. Meskipun beberapa penelitian belum menunjukkan peningkatan risiko emboli

cairan ketuban selama penyelamatan sel. sebagian besar secara statistik kurang

bertenaga menilai risiko tersebut. Dalam satu studi kohort bersejarah oleh Rebarber et

al., 139 pasien diidentifikasi yang memiliki pengumpulan darah autologous dan

autotransfusi selama operasi caesar. Mereka tidak menemukan peningkatan risiko

komplikasi pada pasien yang menerima transfusi darah sel selama operasi caesar.

Beberapa penelitian telah melihat pengolahan darah yang dikumpulkan selama

operasi caesar. Salah satu kekhawatiran adalah infus ulang dekontaminasi partikulat

yang mungkin terlibat dalam pengembangan emboli cairan ketuban Waters et al.

menunjukkan bahwa dengan mencuci darah dan kemudian menyaringnya

menggunakan filter reduksi leukosit, kontaminan berkurang ke tingkat yang

sebanding dengan darah vena ibu. Juga, telah ditunjukkan bahwa debris dapat

dikurangi dengan menggunakan suction terpisah untuk aspirasi cairan amnion.


C15. Bagaimana Anda memperlakukan Saksi Yehova dengan perdarahan

postpartum atau yang dikenal plasenta akreta?

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Singla dkk., Saksi-Saksi

Yehuwa terbukti memiliki peningkatan risiko 44 kali lipat untuk kematian ibu akibat

perdarahan. Saksi-Saksi Yehuwa memiliki keyakinan agama yang melarang mereka

menerima transfusi darah. Keyakinan tersebut didasarkan pada beberapa bagian dari

Alkitab sebagai berikut: "Segala sesuatu yang hidup dan bergerak akan menjadi

makanan bagimu.... Tetapi kamu tidak boleh makan daging yang masih ada darahnya"

(Kejadian 9:3-6) dan "Jika seseorang ... mengambil bagian dari darah, Aku akan

menghadapkan wajah-Ku terhadap orang yang mengambil bagian dari darah"

(Imamat 17:10, 11). Saksi-Saksi Yehuwa menghindari transfusi darah lengkap, sel

darah merah (PRBC). plasma, dan pemberian trombosit berdasarkan bagian-bagian

ini. Penafsiran agama mereka tidak "secara mutlak melarang" albumin, globulin imun,

dan preparat hemofilia. Situs web Saksi Yehova menyatakan bahwa setiap Saksi perlu

memutuskan secara individual apakah mereka dapat menerima produk ini. Mereka

percaya bahwa darah yang telah meninggalkan tubuh harus dibuang dan karena itu

tidak akan mengizinkan transfusi autologus. Jika darah tetap di jalur, maka sebagian

besar Saksi-Saksi Yehuwa akan menyetujui jenis perawatan ini, yang mungkin

termasuk bypass kardiopulmoner, dialisis, saivage intraoperatif (jika sirkulasi tidak

terganggu), dan mungkin hemodilusi normovolemik. Saksi-Saksi Yehuwa akan

mengizinkan perawatan medis tertentu yang dapat membantu mencegah transfusi

darah. Situs web Saksi Yehuwa (www.watchtower.org) membahas penggunaan

anestesi hipotensif, eritropoietin, dekstran, dan hetastarch yang dapat diterima. Ahli

anestesi perlu berdiskusi dengan pasien mengenai individu mereka keyakinan dan

pilihan pengobatan mereka. Persetujuan yang sesuai juga perlu didiskusikan dengan
ditandatangani sebelum intervensi anestesi.

C16. Apa peran penempatan balon arteri uterina dan embolisasi arteri uterina

Penempatan balon arteri uterina dan embolisasi arteri uterina keduanya telah

digunakan dalam pengaturan peripartum karena perdarahan obstetrik yang diantisipasi

atau sedang berlangsung. Karena modalitas pencitraan yang lebih baik dan hubungan

yang diketahui dengan plasentasi abnormal, kateter balon oklusi arteri iliaka internal

profilak atau kateter embolisasi dapat ditempatkan sebelum dibuka. Kateter balon

dapat membantu mengurangi perdarahan yang terkait dengan plasentasi abnormal

atau anomali uterus (mis., malformasi arteriovenosa, atonia). Plasenta abnormal

sering berhubungan dengan sirkulasi kolateral dan pelebaran balon mungkin tidak

sepenuhnya menghentikan perdarahan telah dipersulit bahwa penggunaan pelebaran

balon dapat mengurangi kehilangan darah secara keseluruhan dalam ces dan dapat

memberikan situasi bedah yang lebih stabil. Meskipun penempatan balon dengan atau

tanpa embolisasi dapat membantu mengontrol perdarahan, histerektomi mungkin

masih harus dilakukan untuk kontrol definitif kehilangan darah. Kateterisasi

profilaksis memungkinkan pasien untuk menghindari anestesi umum dan semua

komplikasi yang terkait dengan anestesi umum. Harus dipahami bahwa konversi ke

anestesi umum mungkin perlu dilakukan selama resusitasi berkelanjutan diperlukan

dan kontrol jalan napas diperlukan. Dalam situasi darurat, embolisasi arteri dapat

membantu mengontrol perdarahan. Beberapa pasien mungkin mengalami komplikasi

karena embolisasi darurat termasuk trombosis arteri poplitea, nekrosis vagina, dan

parestesia kaki kanan.


DAFTAR PUSTAKA

American Society of Anasthesiologists Committee on Tranfusion Medicine. QUestion


and answer about transfusion practice, 3rd ed. American Society of
Anasthesiologists Committee on Tranfusion Medicine, 1998.
Lewis G, Drive J. Why mother die 1997-1999- The fifth report of the confidential
enquires into maternal deaths in the United Kingdom. Lomdom: RCOG
Press, 2001:134-150
Mayer DC, Spielman FJ, Bell EA. Antepartum and postpartum hemorrhage. In:
Chestnut DH, ed. Obstetric anasthesia: Principles and praactice, 3 rd ed.
Elsevier Mosby, 2004:670-671.
Mayer DC, Spielman FJ, Bell EA. Antepartum and postpartum hemorrhage,. In:
Chestnut DH, ed. Obstetric anesthesia; principals and practice, 3rd ed. Mosby,
2004:668-671.
Sarna MC, Hess P, Takoides TC, et al. Postpartum hemorrhage. In: Datta S. ed
Anesthesia and obstetric management of high-risk pregnancy, 3rd ed. New
York: Springer, 2004:112-114
Sarna MC, Hess P, Takoides TC, et al. Postpartum hemorrhage. In: Datta S. ed
Anesthesia and obstetric management of high-risk pregnancy, 3rd ed. New
York: Springer, 2004:114-116
Sarna MC, Hess P, Takoides TC, et al. Postpartum hemorrhage. In: Datta S. ed
Anesthesia and obstetric management of high-risk pregnancy, 3rd ed. New
York: Springer, 2004:123-126
Segal S, Shemesh IY, Blumenthal R, et al Treatment of obstetric hemorrhage with
recombination activated factor VII. Arch Gynecol Obstet 2003;268;266-267
Villar J, Gulmezoglu AM, Hofmeyr GJ, et al. Systemic review of randomized
controlled trials of misoprostol to prevent postpartum hemorrhage. Am Coll
Obstet Gynecol 2002;100(6):1301-1312

Anda mungkin juga menyukai