Preceptor :
dr. Yusnita Debora,Sp.An
Oleh :
Indri Aprianti 21360
Nurul Jannah 213602
Shelly Novitri 21360208
HALAMAN DEPAN...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
I. Batasan............................................................................................................1
II. Masalah...........................................................................................................2
III. Penatalaksanaan.............................................................................................4
3.1 Evaluasi............................................................................................3
3.2 Persiapan Praoperatif........................................................................5
3.3 Premedikasi.......................................................................................7
3.4 Pilihan Anestesia..............................................................................7
3.5 Pemeliharaan Selama Anestesia........................................................9
3.6 Pemantauan Selama Anestesia..........................................................9
3.7 Terapi Cairan.....................................................................................10
3.8 Pemulihan..........................................................................................10
3.9 Pasca Anestesiaa................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
I. Batasan
1
2
Pada saat dilakukan PCNL dapat terjadi volume irigasi yang besar,
sehingga besar kemungkinan untuk kehilangan darah yang tidak bisa
diperkirakan, yang berakibat perubahan keadaan hemodinamik menjadi
tidak stabil. Pada saat dilakukan PCNL sekitar 5%-14% pasien memerlukan
transfusi darah. Pneumothorax merupakan salah satu komplikasi yang cukup
jarang terjadi akibat tindakan PCNL. Komplikasi ini terjadi tergantung dari
pendekatan yang digunakan saat memasukkan neproskopi.1
postoperasi dapat terjadi pada 1% atau lebih pada pasien bedah umum, 30%
pada pasien bedah kardio dan vaskular. Insiden gagal ginjal akut perioperatif
mengakibatkan peningkatkan biaya rawat, mortalitas dan morbiditas
diantaranya adalah degradasi cairan dan elektrolit, penyakit kardiovaskular,
infeksi dan sepis, dan pendarahan di gastrointestinal. Faktor risiko
preoperatif gagal ginjal akut diantaranya riwayat penyakit ginjal
sebelumnya, hipertensi, dan diabetes mellitus. Penyebab gagal ginjal akut
(AKI) bisa dibagi menjadi prerenal, reanl, dan posrenal. Pada perioperative
risiko gagal ginjal akut prerenal lebih sering terjadi. Penyebab utama gagal
ginjal akut perioperative adalah tubular nekrosis akut.4
3.1 Evaluasi
1. Persiapan Rutin
2. Persiapan Khusus
Ketika pendarahan yang terjadi < 20% dari perkiraan volume darah
pasien, berikan cairan pengganti kristaloid atau koloid, akan tetapi apabila
terjadi perdarahan >20% dari perkiraan volume darah pasien, berikan
transfusi darah. Tujuan dari cairan pengganti antara lain untuk penggantian
air tubuh yang hilang karena sekuestrasi atau proses patologi seperti
dehidrasi dan perdarahan saat pembedahan. Cairan pengganti yang
digunakan adalah kristaloid seperti NaCl 0.9% dan ringer laktat atau koloid
seperti Dextrans 40 dan 70. Cairan nutrisi juga digunakan untuk nutrisi
parenteral bagi pasien yang tidak ada nafsu makan, dilarang makan dan
tidak bisa makan peroral.5
Selain itu, acetaminophen (15 mg/kg, atau 1g jika pasien >50 kg) dapat di
masukkan secara intravena. Nyeri sedang sampai berat pasca operasi lebih
sering di terapi dengan opioid lewat oral atau parenteral. 4 Untuk prosedur
PCNL dan URS dengan nyeri ringan dapat diberikan morfin 2-4mg IV q
1015 menit prn, fentanyl 25-50 mcg IV, dan ketororac 15-30 mg IM atau IV.
Sementara untuk prosedur pyelolitotomi dan ureterolitotomi dapat diberikan
morfin 0.1-0.3 mg/kg IV sebagai dosis apabila menggunakan tambahan
anestesi epidural. Patient Controlled Anesthesia (PCA) dapat digunakan
pada pasien pielolitotomi dan ureterolitotomi berusia >5 tahun. Lockout time
diatur di 10 menit, pada fentanyl dapat lebih cepat menjadi 5 menit. Obat
yang biasa digunakan pada PCA antara lain morfin, hidromorfon, dan
fentanyl. Apabila penggunaan PCA tidak memungkinkan (pada anak kecil
yang tidak mengerti PCA) infusi intravena kontinyu dengan opiat dapat
digunakan.3 Pasien dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria
pemulihan. Pasien dianalisis segera pasca bedah sesuai standar ASA untuk
perawatan post anestesi yaitu monitor parameter ganda selama fase
pemulihan termasuk respirasi dan fungsi jantung, fungsi neuromuskular,
status mental, suhu tubuh, nyeri, mual dan muntah, drainase dan
pendarahan, dan output urin. Frekuensi dan durasi monitoring tergantung
status klinis pasien.11
12
DAFTAR PUSTAKA
5. Mangku G, Senapathi TG. Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. Jakarta:
Indeks. 2010.
6. Gehr M. Chronic Kidney Disease: Detection and Evaluation - American
Family Physician [Internet]. Aafp.org. 2017 [cited 16 March 2017].
Available from: http://www.aafp.org/afp/2011/1115/p1138.html
7. Aitkenhead A, Moppet L, Thompson J. Textbook of anaesthesia. 6th ed.
Edinburgh: Churchill Livingstone/Elsevier; 2013.
8. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anesthesia. Churchill Livingstone,;
2015 May 22.
9. Miller RD, Eriksson LI, Fleisher LA, Wiener-Kronish JP, Young WL.
Anesthesia. Elsevier Health Sciences; 2009 Jun 24.
10.Nugroho D, Ponco B, Nur R. Percutaneous Nephrolithotomy sebagai
Terapi Batu Ginjal. Maj Kedokt Indonesia. 2011. 61(3), 132-133 11. Stoelting
RK, Miller RD. Basics of anesthesia. Churchill Livingstone,; 2015 May 22.