Anda di halaman 1dari 38

CASE REPORT

ANESTESI PADA BATU GINJAL


Disusun oleh:

Nandina Rosa Floridana 1765050233


Vebio Romatua Tarihoran 1765050081
Vania Revanita Manullang 1765050197

Pembimbing:

dr. Raden Doddy Timboel,. M.Biomed,Sp.An

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi


Periode 21 Januari – 23 Februari 2019
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
1
Batu Saluran Kemih
 Penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih
 Batu ini disebabkan oleh pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan
atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut
substansi
Etiologi

 Non infeksi (batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat),


 Infeksi (magnesium ammonium fosfat, apatit karbonat,
ammonium urat), faktor genetic (sistin, xantin, 2,8-
dihidroksiadenin) dan batu akibat obat-obatan
 Faktor intrinsik :  Faktor ekstrinsik :
- Herediter (keturunan) - Geografi
- Umur - Iklim dan temperatur
- Jenis kelamin - Asupan air
-Jumlah pasien laki-laki tiga - Diet
kali lebih banyak
dibandingkan dengan - Pekerjaan
pasien perempuan.
Klasifikasi
1) Lokasi batu
: Batu yang terbentuk
pada pielum, tubuli
•Nefrolithiasis hingga calyx

ginjal.
: Batu yang terdapat
•Ureterolithiasis pada ureter.
: Batu yang terdapat
•Vesicolithiasis pada vasika urinaria.
: Batu pada saluran
•Urethrolithiasis uretra
Jenis-jenis batu
Tempat-tempat konstriksi
Manifestasi klinis
Batu Saluran Kemih Bagian Atas Batu Saluran Kemih Bagian Bawah:
 Yang biasa dikeluhkan oleh pasien  Gangguan miksi
adalah:
 Retensi urin
 Nyeri pada pinggang kolik (usaha
peristaltik dalam mengeluarkan batu)  Nyeri saat kencing/disuria
atau non-kolik (peregangan kapsul  Perasaan tidak enak saat
ginjal) kencing
 Sakit perut
 Gangguan pancaran urin
 Mual dan muntah
 Nyeri pada ujung skrotum,
 Kelelahan perineum, pinggang, sampai
 Peningkatan suhu à tanda urosepsi kaki.
 Urin : warna coklat atau merah
(hematuri) à Trauma mukosa
 Nyeri menetap atau menjalar
 Nyeri tekan/ketok panggul
Diagnosis
Anamnesis
 Nyeri, posisi nyeri, penjalaran nyeri, hilang timbul/terus menerus, skala
nyeri?
 Demam, onset demam, pola demam?
 Warna urin? Hematuria?
 Frekuensi buang air kecil? Nyeri saat buang air kecil?
 Riwayat batu saluran kemih sebelumnya, riwayat batu saluran kemih di
keluarga?
 Riwayat infeksi saluran kemih?
 Riwayat kelainan ginjal sebelumnya?
 Riwayat keluarga?
 Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi?
 Kebiasaan makan makanan seperti apa?
Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan tanda – tanda vital
 Inspeksi keadaan umum pasien yang cenderung gelisah,
mencari posisi paling nyaman
 Pemeriksaan abdomen: bunyi usus cenderung hipoaktif, nyeri
ketok costo vertebrae angulus, Nyeri tekan panggul, Vesika
urinaria teraba penuh.
GAMBARAN PADA USG
Tatalaksana
 NON MENDIKAMENTOSA
 MEDIKAMENTOSA
NON MENDIKAMENTOSA

 ESWL alat ini dapat memecah batu ginjal, ureter proksimal atau buli
buli tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan.
Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan
 Ureteroskopi (URS): dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretra guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Endoskop mini ini
dapat digunakan untuk mengeliminasi trauma potensial, iritasi mukosa dan
manipulasi batu saluran kemih
Ureterorenoskopi
Definisi
 URS atau ureterorenoskopi adalah tindakan yang menggunakan
gelombang kejutdan endoskopi untuk menghancurkan batu (IAUI,
2006).
 URS yaitu prosedur spesialistik dengan menggunakan alat endoskopi
semirigid / fleksibel berukuran kurang dari 30 mm yang dimasukkan
melalui saluran kemih ke dalam saluran ginjal (ureter) kemudian batu
dipecahkan dengan pemecah batu litotripsi.
Pertimbangan Operasi
Indikasi tindakan dilakukan bila :
1) Ukuran batu ≥ 7 mm. Ukuran ini tidak mutlak karena batu yang kecil kadang-
kadang tidak bisa keluar spontan.
2) Kolik terus-terusan yang tidak ada respon terhadap obat-obatan (intractable
pain)
3) Derajat sumbatan terhadap ginjal (hidronefrosis).
4) Adanya infeksi.
5) Bila secara konservatif 1 bulan tidak berhasil.
Indikasi URS dan lithoclast

 Besar batu > 4 mm sampai ≤ 15 mm.


 Ukuran batu ≤ 4 mm dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif, intractable
pain dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi kolik.
 Batu pelvic ginjal yang simptomatik.
 Lokasi batu yang terletak di bagian bawah ginjal.
 Morbid obesity dimana operasi terbuka lebih sukar dilakukan.
 Perdarahan diathesis yang tidak dapat diatasi.
 Batu diantara calyceal diverticulum atau infundibular stenosis
Pertimbangan Anestesi
 Respiratory
Preoperatif Perhatikan dahak purulen dan sekresi hidung,
 Penderita dengan kelainan diatas (filling demam, dll. Rekomendasi pertimbangan umum
adalah untuk menunda setiap prosedur elektif
defect,obstruksi sitologi abnormal, hematuri, sampai gejala telah mereda, biasanya dalam 7-14
batu,tumor, benda asing) dipersiapkan hari.
operasi dan pasca operasi.
 Dental
 Klinis: Adanya gigi yang goyang, lepas, atau patah harus
- keadaan umum penderita baik didokumentasikan sebelum operasi dan pasien
(atau orang tua, jika perlu) harus diberitahu bahwa
- tidak ada ko morbiditas yang berat ada kemungkinan kerusakan/pencabutan gigi lebih
 Airway lanjut oleh gag mulut yang dipasang oleh ahli
bedah.
Pada pasien dengan riwayat mendengkur,
memiliki probabilitas kesulitan ventilasi  Cardiovascular
dan/atau intubasi yang tinggi, akibat dari Pada kondisi yang jarang, obstruksi jalan napas
karakteristik jalan napas yang khas pada kronis dengan hipoksemia dapat menjadi
pasien ini. hipertensi paru dan gagal jantung kanan.
Anestesi Spinal
Definisi
 Anestesi blok subaraknoid atau biasa disebut anestesi spinal
adalah tindakan anestesi dengan memasukan obat analgetik
kedalam ruang subaraknoid di daerah vertebra lumbalis yang
kemudian akan terjadi hambatan rangsang sensoris mulai
dari vertebra thorakal 4.
Indikasi
 Untuk pembedahan,daerah tubuh yang dipersyarafi cabang
T4 kebawah (daerah papila mamae kebawah ). Dengan
durasi operasi yang tidak terlalu lama, maksimal 2-3 jam.
Kontra indikasi
 Kontra indikasi pada teknik anestesi subaraknoid blok terbagi
menjadi dua yaitu kontra indikasi absolut dan relatif.
Kontra indikasi absolut :
 Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi  Tekanan intrakranial meningkat. : dengan
pada sekitar tempat suntikan bisa memasukkan obat kedalam rongga
subaraknoid, maka bisa makin menambah
menyebabkan penyebaran kuman ke tinggi tekanan intracranial, dan bisa
dalam rongga subdural. menimbulkan komplikasi neurologis
 Hipovolemia berat karena dehidrasi,  Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang
perdarahan, muntah ataupun diare. : minim : pada anestesi spinal bisa terjadi
Karena pada anestesi spinal bisa komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan
lain-lain, maka harus dipersiapkan fasilitas
memicu terjadinya hipovolemia. dan obat emergensi lainnya
 Koagulapatia atau mendapat terapi  Kurang pengalaman tanpa didampingi
koagulan. konsulen anestesi. : Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan seperti misalnya
 Pasien menolak. cedera pada medulla spinalis, keterampilan
dokter anestesi sangat penting.
Kontra indikasi relatif :
 Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik,  Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local
perlu diperhatikan apakah diperlukan adalah kurang lebih 90-120 menit, bisa
pemberian antibiotic. Perlu dipikirkan ditambah dengan memberi adjuvant dan
kemungkinan penyebaran infeksi. durasi bisa bertahan hingga 150 menit.
 Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada  Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika
infeksi di sekitar tempat suntikan bisa dipilih terjadi komplikasi kea rah jantung akibat efek
lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal. obat anestesi local.
 Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan  Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat
neurologis sebelumnya agar tidak anestesi, memantau terjadinya hipovolemia
membingungkan antara efek anestesi dan bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan
deficit neurologis yang sudah ada pada pasien atau cairan
sebelumnya.  Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien
 Kelainan psikis akan sulit saat diposisikan. Hal ini berakibat
sulitnya proses penusukan dan apabila
dilakukan berulang-ulang, dapat membuat
pasien tidak nyaman
Obat-obatan pada anestesi spinal
Berikut adalah beberapa contoh sediaan yang terdapat di Indonesia
dan umum digunakan.
 Lidokaine5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat hyperbaric,
dosis 20-50mg(1-2ml).
 Bupivakaine 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-
20mg.
 Bupivakaine 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik,dosis 5-15mg(1-3ml).
Teknik Anestesi Spinal
IDENTITAS PASIEN
Nama Tn. Marjohan
No RM 00.34.95.39
Tanggal Masuk 7/2/2019
Ruangan M2
Alamat Jl.Mataram baru no 29
Tanggal Lahir/ Umur 21/09/1959, usia 59 th
Agama Islam
Pendidikan SLTA
Status Perkawinan Menikah
Pekerjaan Wiraswasta
Alergi Obat Tidak Ada
Sistem Pembayaran BPJS
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pinggang
Pasien datang ke RS Cikini dengan keluhan nyeri
pinggang sejak 1 bulan SMRS, nyeri dirasakan hilang
timbul, dirasakan terutama saat pasien ingin
membuang air kecil, pasien juga mengeluh buang
air sedikit-sedikit dan sering. BAK berdarah
disangkal, BAB tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat CKD stage V (+)


Riwayat Penyakit Keluarga (-)
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis [GCS 15 (E4M6V5)]
 Tanda Vital
 Tekanan darah: 130/80 mmHg
 Nadi : 78 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,7 oC
 Saturasi O2 : 100 %
 Antropometri
 Tinggi badan : 153 cm
 Berat Badan : 56 kg
 BMI : 23,9
Tinjauan Sistem
Kepala : Normocephali
Mata : Sklera ikterik -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Pupil isokor, RCL/RCTL +/+,
THT : Normotia, membran timpani intak +/+, deviasi septum (-), mukosa mulut baik, tonsil T2-T2 hiperemis (-), gigi geligi tidak
ada yang goyang dan tidak menggunakan gigi palsu.
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, leher pendek (-), trakea ditengah
Paru
-Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri
-Palpasi : Vokal fremitus simetris
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
-Auskultasi : BND vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
-Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di intercostal V linea midclavicularis sinista
- Perkusi : Batas jantung kiri sela iga IV linea midklavikula sinistra, Batas jantung kanan sela iga IV linea parasternal dextra
-Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
-Inspeksi : Perut tampak datar
-Auskultasi : Bising usus (+) 4x/m
- Perkusi : Nyeri ketok (-), timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), supel

CVA
Nyeri ketok -
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, Edema –
Laboratorium (07/2/2019)
Hasil Nilai Rujukan
H2TL Hemoglobin 12,8 g/dL 12-14
Hematokrit 38.9 % 37 – 43
Leukosit 7.9 rb/µL 5rb-10rb
Trombosit 317 ribu/µL 150rb – 400rb
Hemostasis Masa perdarahan 1 menit 1-3 menit
Masa pembekuan 12 menit 10-16 menit
Fungsi Ginjal Kreatinin 6,3 mg/dl 0,6-1,1
Ureum 75 mg/dl 10-50
GDS 133 77-150
Follow Up (Tanggal 08-02- 2019)

Instruksi Pre-Operasi
• Lab : H2TL, Masa Perdarahan
• Ro Thorax (+)
• Konsul anestesi (+)
• Persetujuan tindakan (+)
Diagnosa : Batu Ginjal dextra + Batu Uretra (Sinistra)
Operator : dr. Donny, Sp.U
Tindakan : URS Lithotripisi
Pre Operatif
 Informed Consent (+)
 Puasa (+) selama 6 jam
 Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
 IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 89 x/menit
- RR : 27 x/menit
- Suhu : 36,6 0C
Premedikasi anestesi
Pemasangan IV line cairan NS 100cc
Teknik Anastesi : Spinal Anastesi dengan Marcain heavy 0,5%
Posisi : Lithotomy
Pernafasan : Nasal Canule O2, 3 lpm

Pemantauan Selama Anestesi


Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu
reaksi pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap
fungsi pernapasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit Tekanan darah setiap 5 menit
Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien Saturasi oksigen
Cairan : Monitoring input cairan
Monitoring Tindakan Operasi

•Jam 08.05 pasien masuk kamar operasi dan dilakukan pemasangan


infus cairan NS 100cc dan manset
•Jam 08.10 dilakukan anastesi spinal pada L3-L4 dengan Marcain
heavy 0,5% 15 mg, keluar LCS jernih
•Jam 8.50 Insisi dimulai, dilakukan monitoring tanda vital setiap 5
menit
•Jam 9.15 Diberikan Paracetamol 1 g
•Jam 9.40 operasi selesai dan pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan
POST OPERATIF
Instruksi Post-OP (dr.Dony,Sp.U)
 Bedrest 24 jam, Tidak Boleh angkat kepala
 Inj Ceftriaxon 2x1gr
 Inj Ranitidin 2x1 amp
 Drip Tramadol 2 amp dalam NS 50 cc/ 24 jam

Instruksi pasca anastesi (dr.Sabar, Sp.AN)


 Bila Kesakitan : Paracetamol 1000 mg/8 jam, IV,drip 15-20
 Bila mual/ muntah : Ondancetron 8 mg, IV K/P
 Minum bila mual dan muntah (-)
Pembahasan
 Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang pasien di diagnosis Batu Ginjal
dextra + Batu Uretra (Sinistra) dengan ASA II, yakni pasien
sakit fisik karena terdapat nyeri pada pinggang sebelah
kanan pasien, tetapi pasien tetap sehat secara psikiatri.
Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi Pro URS
Lithotripisi
 Pada pasien ini pemilihan anestesi yang digunakan
adalah spinal anastesi, dengan posisi duduk pada spinal
anestesi, pemilihan anestesi spinal di karenakan ginjal
setara dengan Th10-L1.
 Lalu diberikan paracetamol 1 gr iv ( drip) selama 5-10
menit, diharapkan paracetamol mempunyai efek
analgetik
 Untuk maintance selama operasi berlangsung diberikan
beberapa gas inhalasi berupa O 2L, melalui mesin
anestesi. Selama operasi berlangsung dilakukan
pemantauan tanda vital berupa tekanan darah, nadi,
saturasi oksigen setiap 5 menit secara efisien dan terus
menerus, dan pemberian cairan intravena berupa RL.
KESIMPULAN

 Pada kasus ini, penatalaksanaan anestesi pada pre


operasi, intraoperasi, dan post operasi sudah sesuai
dengan teori dan indikasi yang ada.
 Pemberian obat kepada pasien ini sudah juga sesuai
dengan indikasinya yang ada.
38

Anda mungkin juga menyukai