Anda di halaman 1dari 41

KATARAK SENIL

Pembimbing :
dr. Yuda Saputra, Sp.M
Mahasiswa :

Naura shabrina alfino 21360176


Ririn afriana khatrini 21360244
Retno oktavia 21360234

Masa KKM : 04 Oktober 2021-06 November 2021

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT MATA


RSUD JENDRAL AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

“KATARAK SENIL ”

Mahasiswa:

Naura Shabrina Alfino 21360176

Ririn Afriana Khatrini 21360244

Retno Oktavia 21360189

Case Report ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Jendral Ahmad Yani Metro

Metro , November 2021

dr. Yuda Saputra, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul ”Katarak Senil”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik di Bagian/Departemen bagian ilmu penyakit mata RSUD Jendral Ahmad Yani
Metro.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuda Saputra, Sp.M, selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus


ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Metro , September 2021

iii
Tim Penulis

iv
Daftar isi

Contents
Halaman Pengesahan
KATA PENGANTAR
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien……………………………………………………………
2.2 Anamnesis………………………………………………………………………….
a. Pemeriksaan Fisik………………………………………………………
b. Status Oftalmologi
c. Resume
d. Diagnosa Banding
e. Pemeriksaan Penunjang
f. Diagnosa Kerja
g. Penatalaksanaan
h. Prognosis
i. Edukasi

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan Latin
(Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairanlensa) lensa, denaturasi protein lensa atau
akibat kedua-duanya (Ilyas, 2006). Katarak biasanya merupakan efek samping yang tak
terelakkan dari penuaan . Namun, perlu dicatat bahwa beberapa faktor genetik dan lingkungan
seperti merokok, paparan sinar ultraviolet, dan penyakit tertentu, seperti diabetes, uveitis,
obat/operasi penurun TIO, trauma, penggunaan steroid, dan pekerjaan tertentu, meningkatkan
risiko mengembangkan katarak (Hashemi , 2020). Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab
kebutaan nomor satu di Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization
(WHO), katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di dunia. Menurut WHO di negara
berkembang 1-3% penduduk mengalami kebutaaandan 50% penyebabnya adalah katarak. Studi
menunjukkan bahwa 36 juta orang buta di seluruh dunia, dan lebih dari 12 juta di antaranya
disebabkan oleh katarak, Diproyeksikan perkiraan ini akan mencapai 13,5 juta orang pada tahun
2020. Pentingnya kebutaan katarak adalah bahwa lebih dari 90% dari total kematian akibat
katarak terjadi di negara berkembang (Hashemi , 2020). Sedangakan untuk negara maju sekitar
1,2% penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei Depkes RI tahun 1982 pada 8
Propinsi, prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi
kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh penduduk.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas pasien


Nama : Tn. S
Umur : 55 tahun
Alamat : Batang Hari, Metro
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
SMRS : 28 September 2021
No. RM : 413985

2.2. Anamnsesis
1. Keluhan utama
Penglihatan terlihat kabur
2. Keluhan tambahan
Pandangan terasa bertambah kabur ketika melihat dari jarak yang jauh
3. Riwayat Perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan mata terlihat kabur, keluhan dirasakan kurang lebih
setengah tahun yang lalu. pasien mengatakan menggunakan kacamata sudah sejak
beberapa tahun yang lalu, namun ketika kacamata dilepas penglihatan masih bisa
melihat dari jarak yang jauh. Keluhan diperberat apabila pasien mengendarai sepeda
motor tidak dapat melihat pandangan kearah yang jauh dan ketika melihat orang dari
kejauhan terlihat kabur. Pasien mengatakan keluhan diperingan apabila pasien
menggunakan kacamata. Riwayat Hipertensi (+), Riwayat DM (+), Riwayat Asma
(-), Riwayat Asam Urat (-), Riwayat Alergi (-), Riwayat Maagh (-).

2
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan seperti ini tapi penglihatan tidak
menjadi semakin kabur seperti saat ini.
Riwayat DM : ada
Riwayat HT : ada
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
6. Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan pernah mengonsumsi obat hipertensi namun tidak rutin.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang kepala rumah tangga yang bekerja sebagai petani.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
8. Riwayat Kebiasaan
Merokok (+) namun sudah berhenti sejak 40tahun yang lalu
Konsumsi alkohol (-)

a. Pemeriksaan fisik
o Vital sign
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda Vital
- TD : 160/80 mmHg
- Nadi : 85 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
- RR : 20 x/ menit
- Suhu : 36,5 oC
- SpO₂ : 99%
Status gizi

3
- BB : 50 kg
- TB : 152 cm
- BMI : kg/m2 (normal)
o Status Present
- Kepala : Bentuk normocephal, Alopesia (-)
- Mata : Status Oftamologi
- THT : Tonsil T1/T1, Faring normal,
- Mulut : Bibir pucat (-), Perdarahan gusi (-),Atrofi pupil lidah (-)
- Leher : JVP + 0 cm H2O, Pembesaran kelenjar (-), Peteki (-)
- Thoraks
a. Pulmo
I : Bentuk dada normal, Simetris (statis dan dinamis), retraksi (-)
P : Takil fremitus N|N
N|N
N|N
P : Sonor | Sonor
Sonor | Sonor
Sonor | Sonor
A : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. COR
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba, Thrill (-)
P : Batas atas jantung ICS 2 sinistra
Batas kanan jantung parasternal line dekstra
Batas kiri jantung midclavicula line sinistra ICS 5
A : S1S2 tunggal regular murmur (-)
c. Abdomen
I : Distensi (-)
A : Bising usus (+) Normal
P : Timpani (+), shifting dullness (-)
P : Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-), hepar dan lien tidak teraba

4
d. Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Echimosis -/- -/-
b. Status Oftamologi

Oculi Dextra Oculi sinistra

6/20 Visus 6/15

Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan

DBN Supersilia DBN

Edem (-), Spasme (-) Palbebra superior Edem (-), Spasme (-)

Edem (-), Spasme (-) Palbebra inferior Edem (-), Spasme (-)

DBN Silia DBN


Orthoforia (+) Orthoforia (+)
Eksoftalmus (-) Bulbus oculi Eksoftalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)

Baik ke segala arah Gerak bola mata Baik ke segala arah


Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi konjungtiva (-) Conjungtiva bulbi Terdapat pertumbuhan jaringan
pada C.B medial

Congjungtiva fornices
Secret (-) Secret (-)

Hiperemi (-) Sikatrik (-) Congjungtiva palpebra Hiperemi (-) Sikatrik (-)

Siliar injeksi (-)


Siliar injeksi (-) Sclera Pertumbuhan jaringan (+)

Jernih kornea Jernih

5
Kedalaman cukup Bening Camera oculi anterior Kedalaman cukup Bening

Warna : Coklat
Terdapat perluasan
Warna : Coklat Iris pertumbuhan jaringan
menutupi sebagian iris (+)

Bulat, Reguler, Sentral, 3 Bulat, Reguler, Sentral, 3


mm, Reflek Cahaya (-) Pupil mm, Reflek Cahaya (-)

Shadow test (-) Shadow test Shadow test (-)

Intraocular Lensa Intraocular

Tidak diperiksa Fundus refleks Tidak diperiksa

Tidak diperiksa Korpus vitreum Tidak diperiksa

Tidak diperiksa Tensio oculi Tidak diperiksa


Sistem canalis lakrimalis
DBN DBN

c. Resume
Pasien datang dengan keluhan mata terlihat kabur, keluhan dirasakan kurang lebih
setengah tahun yang lalu. Os mengatakan menggunakan kacamata sudah sejak beberapa tahun
yang lalu, namun ketika kacamata dilepas penglihatan masih bisa melihat dari jarak yang jauh.
Keluhan diperberat apabila os mengendarai sepeda motor tidak dapat melihat pandangan kearah
yang jauh dan ketika melihat orang dari kejauhan terlihat kabur. Pasien mengatakan keluhan
diperingan apabila os menggunakan kacamata. Riwayat Hipertensi (+), Riwayat DM (+),
Riwayat Trauma (-),
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, compos mentis, tekanan
darah 160/80 mmHg, nadi 85 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,5 C ֯. Pada status generalis
tidak ditemukan kelainan. Pada status oftalmologis oculi sinistra didapatkan visus 6/15, oculi
dextra visus 6/20. Palpebra superior et inferior tidak ditemukan edem maupun spasme, gerak
bola mata baik ke segala arah, bulbus oculi ortoforia, eksoftalmus (-) dan endoftalmus (-),

6
konjungtiva bulbi hiperemi (-), sikatrik (-), sclera injeksi siliar (-), kornea jernih tidak ditemukan
infiltrak maupun ulkus. Kamera okuli anterior kedalaman cukupp dan bening, iris kripta (+)
berwarna coklat, pupil bulat regular, sentral, ± 3 mm, refleks cahaya (+), dan lensa jernih.
Selanjutnya pasien di anjurkan untuk melakukan tes sonde.

d. Diagnose Banding
1. Katarak Sinilis matur
2. Katarak Komplikata

e. Pemeiksaan penunjang
Pasien melakukan pemeriksaan ketajaman prnglihatan, pemeriksaan slit-lamp,
pemeriksaan retina mata.
Pemeriksaan hba1c
f. Diagnosa kerja
ODS katarak senil imatur

g. Penatalaksanaan
Pasien dianjurkan untuk melalukan operasi katarak

cendo
Levemir
Acarbose
h. Prognosis
Quo ad vitam ad bonam
Qua ad functionam dubia ad bonam
Quo ad sanam ad bonam

i. Edukasi
1. Anjuran tidak untuk beraktifitas terlalu berat
2. Anjuran untuk meminimalisir paparan sinar matahari.
3. Menghindari paparan debu masuk ke mata.
4. Anjuran tidak menkucek-kucek mata saat gatal atau lainya
5. Kurangi merorkok ,cukup istirahat dan olaraga

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Definisi

Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapat disembuhkan.
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadipada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah

8
trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang
terdapat pada usia lanjut,yaitu usia diatas 50 tahun.
Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di dunia pada saat ini.
Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap
pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan peningkatan
kadar gula darah. Katarak ini disebut sebagai katarak senilis (katarak terkait usia). Sejumlah
kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaukoma, ablasi, retinitis pigmentosa, trauma, uveitis,
miopia tinggi, pengobatan tetes mata steroid, tumor intraokular) atau penyakit sistemik spesifik
(diabetes, galaktosemia, hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela kongenital,
distrofi miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan, radiasi sinar X) (Perdami,
2011).
3.2 Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)
dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
3.3 Faktor Risiko
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:

1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.

2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan


metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.

3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.


4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti
kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
3.4 Patofisiologi
A. Metabolisme Lensa Normal

9
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).
Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa
lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa

aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-
ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP
shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas
glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa
menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan
bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan densitas ini akibat kompresi
sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat
yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan secara
progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.

10
3.5 Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
5.1.1 Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
5.1.2 Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari

Gejala objektif biasanya meliputi:


1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.

3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi:


1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

2. Gangguan penglihatan bisa berupa:

a. Peka terhadap sinar atau cahaya.

b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).

c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

e. Kesulitan melihat pada malam hari.

f. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata

g. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

4. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

11
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
3. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

4. Gangguan penglihatan bisa berupa:

h. Peka terhadap sinar atau cahaya.

i. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).

j. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

k. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

l. Kesulitan melihat pada malam hari.

m. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata

n. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

Gejala lainya adalah :

a. Sering berganti kaca mata.


b. Penglihatan sering pada salah satu mata. Kadang katarak menyebabkan
pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa
menimbulkan rasa nyeri.
c. Gejala Klinis Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan
riwayat kemunduran secara progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.
Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan katarak
senilis. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian
dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering
memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi
langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi
dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak. (Titcomb, 2010; Vajpayee, 2010). Noda, berkabut
pada lapangan pandang. Ukuran kaca mata sering berubah.

12
3.6 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan:

1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus
yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak

kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat
selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang
positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital
ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan
katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50% katarak
kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang
menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnnya

3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya

13
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, 2009)
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa
mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini
seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga
cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat
lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient
kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang- kadang menetap untuk waktu yang lama.(Ilyas, 2004)
b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih
tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang
jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana
mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan
sehingga bilik mata depan akan lebih sempit. (Ilyas, 2004)

c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa
akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium (Ca). Bila dilakukan uji bayangan iris akan
terlihat negatif ( Ilyas, 2004).

d. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibat korteks yang mencair sehingga
masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus
"tenggelam" kearah bawah jam 6 (katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa
yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau
galukoma fakolitik (Ilyas, 2004).

14
e. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan
slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, 2004)

f. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi.
Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada
orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
(Ilyas, 2009).
4. Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang,
dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra
ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan
pasca bedah mata.
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin
(diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan
obat (tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika
antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak
selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus,
pungtata ataupun linear.

15
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:

1) Katarak Inti ( Nuclear )


Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah
dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2) Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai
dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita
DM
3) Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk.
DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat
mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
3.7 Penengakan Diangnosis
Diagnosis pasti katarak dilakukan dengan melihat kekeruhan pada lensa. Pemeriksaan
dapat dilakukan menggunakan peralatan sederhana yang seharusnya tersedia di layanan
kesehatan primer seperti oftalmoskop direk. Teknik pemeriksaan ini dipopulerkan pada survei
Rapid Assessment Cataract Surgical Services (RACSS) yang dilakukan oleh WHO. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara melebarkan pupil dan melihat ke arah pupil menggunakan oftalmoskop
dengan jarak 50 cm dari pasien. Lensa yang jernih akan memberikan gambaran reflek fundus
berupa warna oranye yang homogen. Lensa yang keruh sebagian akan tampak sebagai bayangan
gelap yang menutupi reflek fundus.

Gambar 2. Pemeriksaan mata pada RACSS

16
Pemeriksaan menggunakan slit lamp biomikroskop pada layanan spesialis mata dapat

mengevaluasi tingkat dan letak kekeruhan lensa dengan lebih detil. Kekeruhan lensa bisa

ditemukan pada nukleus, kortikal, anterior dan posterior polar dan subkapsularis posterior. Jika

fungsi retina masih baik maka derajat kekeruhan berkorelasi positif dengan penurunan tajam

penglihatan. Penilaian derajat kekeruhan bisa dilakukan menggunakan kriteria Burrato, Lens

Opacity Classification System (LOCS) III dan tajam penglihatan

Gambar 3. Penilaian derajat kekeruhan katarak berdasarkan LOCS III

Derajat katarak sesuai kriteria Burrato:

1. Derajat 1 : Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/18, tampak sedikit keruh

dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih dengan mudah diperoleh dan usia

penderita juga biasanya kurang dari 50 tahun.

2. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus mulai sedikit berwarna

kekuningan, visus biasanya antara 6/18 sampai 6/30. Refleks fundus juga masih mudah diperoleh

17
dan katarak jenis ini paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.

3. Derajat 3 : Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus tampak berwarna kuning

disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 3/60

sampai 6/30.

4. Derajat 4 : Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna kuning kecoklatan dan visus

biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana refleks fundus maupun keadaan fundus sudah sulit

dinilai.

5. Derajat 5 : Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan ada yang sampai

berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah di

atas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut juga brunescent cataract atau black cataract.

3.8 Tipe Katarak Senilis

3.8.1 Katarak Nuklear

Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuclear dianggap normal setelah usia

pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi penglihatan. Jumlah

sklerosis dan penguningan yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan opasitas

sentral. Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi dinilai dengan menggunakan

biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil dilatasi. Katarak nuklear

cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar katarak nuklear adalah bilateral, tetapi

bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak nuklear adalah membaiknya penglihatan dekat tanpa

kacamata, keadaan inilah yang disebut sebagai “penglihatan kedua”. Ini merupakan akibat

meningkatnya kekuatan focus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke myopia

(penglihatan dekat). Kadang-kadang, perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus

sklerotik dan korteks lensa dapat menyebabkan monocular diplopia . Penguningan lensa yang

18
progresif menyebabkan diskriminasi warna yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut,

nukleusnlensa menjadi opak dan coklat dan disebut katarak nuklear brunescent. Secara

histopatologi, karakteristik katarak nuklearis adalah homogenitas nukleus lensa dengan

hilangnya lapisan tipis seluler.

3.8.2 Katarak Kortikal

Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis katarak yang paling

sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak sepadat pada bagian nukleus sehingga lebih mudah

terjadi overhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit yang mengganggu serabut korteks lensa

sehingga terbentuk osifikasi kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes dan galaktosemia (Fong,

2008). Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial

disekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat

gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan

sumbu penglihatan (Harper et al,2010). Gejala yang sering ditemukan adalah penderita merasa

silau pada saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari

(Rosenfeld et al, 2007). Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan

gambaran vakuola, degenerasi hiropik serabut lensa, serta pemisahan lamella kortek anterior atau

posterior oleh air. Kekeruhan putih seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya

mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi.

Secara histopatologi, karakteristik dari katarak kortikal adalah adanya pembengkakan hidrofik

serabut lensa. Globula Morgagni (globules-globulus material eosinofilik) dapat diamati di dalam

celah antara serabut lensa (Rosenfeld et al, 2007).

19
3.8.3 Katarak Subkapsularis Posterior

Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian

sentral (Harper et al,2010). Katarak ini biasanya didapatkan pada penderita dengan usia yang

lebih muda dibanding kedua jenis katarak yang lain. Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan

penglihatan yang buruk saat mata berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika

pupil konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke sentral,

dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahaya menyebar dan

mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada macula (Rosenfeld et al, 2007).

Deteksi katarak subkapsularis posterior paling baik menggunakan biomikroskop slitlamp pada

mata yang telah ditetesi midriatikum. Pasda awal pembentukan katarakakan ditemukan

gambaran kecerahan mengkilap seperti pelangi yang halus pada lapisan korteks posterior

(Rosenfeld et al, 2007). Sedangkan pada tahap akhir terbentuk kekeruhan granular dan

kekeruhan seperti plak di kortek subkapsular posterior. Kekeruhan lensa di sini dapat timbul

akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik), peradangan atau pajanan

radiasi pengion (Harper et al, 2010).

Gambar 1. Tipe Katarak Senilis. A(katarak nuklear), B(katarak kortikal), C(katarak

subkapsularis posterior)

20
3.9 Komplikasi

3.9.1 Komplikasi Intra Operatif Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior,

pendarahan atau efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata

kedalam luka serta retinal light toxicity.

3.9.2 Komplikasi dini pasca operatif

- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang keluar dan

masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus,

brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih paling

sering)

- Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat yang dapat

menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis

anterior kronik dan endoftalmitis. (Ocampo & Vicente Victor D, 2009; Wijana & Nana S.D,

1993)

- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

3.9.3 Komplikasi lambat pasca operatif

- Ablasio retina

- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang

terperangkap dalam kantong kapsuler. Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior

21
lemah Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi. Post kapsul kapacity, yang terjadi karena

kapsul posterior lemah Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.

3.10 Penatalaksanaan

Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan

menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat

meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi

Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,

tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan

jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga

mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika

katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah

peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:

1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam

2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus

pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh

3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf

optikus di bagian belakang mata.

Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada

iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.

Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati

diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan

dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak

22
dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, 2009)

Indikasi dilakukannya operasi katarak :

1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam

melakukan rutinitas pekerjaan

2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma

3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m

didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)

yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960

hanya itulah teknik operasi yg tersedia.

2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni

a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara

manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu

saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.

b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana

menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan

kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup

dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata),

dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata

yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa

buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah

23
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan

yang lebih cepat.

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS) Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery

(SICS) yang merupakan operasi katarak manual dengan luka insisi yang lebih kecil

dibandingkan ECCE. Berbeda dengan ECCE, luka insisi pada SICS dibuat lebih ke arah sklera

dan dengan membuat terowongan (tunnel) dari sklera ke kornea untuk kemudian menembus bilik

mata depan. Luka insisi yang lebih kecil sebesar 6-9 mm dan tunnel berukuran 4 mm

menyebabkan luka menjadi kedap meskipun tanpa jahitan, sehingga dapat menurunkan risiko

astigmatisma pasca operasi. Beberapa dokter memilih memberikan 1 jahitan pada luka insisi

SICS untuk menutup luka dengan lebih baik. Pemasangan IOL pada operasi SICS sudah menjadi

baku emas untuk tindakan operasi SICS.

4. Fakoemulsifikasi Operasi katarak dengan menggunakan mesin fakoemulsifikasi

(Phacoemulsification). Operasi fakoemulsifikasi adalah tindakan menghancurkan lensa mata

menjadi bentuk yang lebih lunak, sehingga mudah dikeluarkan melalui luka yang lebih kecil (2-3

mm). Getaran kristal piezzo electric dengan frekuensi ultrasound pada phaco handpiece

digunakan untuk menghancurkan katarak. Katarak yang telah melunak atau menjadi segmen

yang lebih kecil kemudian akan diaspirasi oleh mekanisme pompa peristaltik maupun venturi

sampai bersih. Pemasangan IOL sudah menjadi standar pelayanan operasi fakoemulsifikasi.

Pemilihan lensa yang dapat dilipat (foldable) merupakan baku emas untuk tindakan operasi

fakoemulsifikasi. Insisi yang kecil tidak memerlukan jahitan dan akan pulih dengan sendirinya.

Hal ini memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

Namun jika karena adanya keterbatasan pilihan IOL yang tersedia, maka penggunan IOL non-

foldable masih dapat diterima, tentunya dengan penambahan jahitan pada luka. Teknik ini

24
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis Pascaoperasi

pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat

diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan

peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena

pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan

jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa

intraokular multifokal.

Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan Apabila

tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat

keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat

maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular

terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk

itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali

menjadi jelas.

3.11 Prognosis

Dengan teknik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang.

Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan

jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau

fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada

pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.

25
3.12 Perawatan Mata Sebelum Dan Sesudah Operasi

a. perawatan sebelum operasi

 pasien diharapkan berhenti merokok seminggu sebelum operasi

 Tidur cukup, satu hari sebelum operasi

 Sarapan sebelum operasi Diantar tidak lebih dari 1 orang Pada saat konsultasi ke RS,

 kontrol dan operasi tidak boleh membawa anak kecil Klien dilarang memakai perhiasan

atau membawa barang apapun di hari operasi Klien harus tepat waktu sesuai dengan yang

ditentukan

 Tekanan darah terkontrol tidak melebihi 140/90 mm Hg (bila tekanan darah lebih dari hal

tersebut, berobat dahulu ke puskesmas) Untuk yang mempunyai penyakit Diabetes

Mellitus (kencing manis), gula darah sewaktu maksimal 140 mg/dl. Apabila lebih tinggi

dari hal tersebut, diharapkan berobat dahulu ke puskesmas

 Klien diharapkan keramas di pagi hari sebelum operasi

b. perawatan mata pasca operasi

 Hari kedua dan seterusnya, penutup mata diganti sendiri minimal sehari sekali dengan

menggunakan kasa steril. Penutupan mata dihentikan setelah ada petunjuk dokter

 Mata yang dioperasi tidak boleh terkena air selama 3 minggu, tetapi pasien tetap boleh

dan mencuci rambut seperti biasa asalkan mata yang dioperasi tidak terkena air/shampoo

Sebelum dan sesudah meneteskan obat, harus mencuci tangan dengan sabun Jarak antara

26
obat tetes pertama dan kedua kurang lebih 5 menit Penggunaan obat tetes mata

selanjutnya disesuaikan dengan petunjuk dokter

 Memakai pelindung mata yang dioperasi, terutama waktu tidur selama satu minggu Hari

pertama (H+1) dan ketujuh (H+7) setelah operasi,

 pasien kontrol ke puskesmas Kontrol selanjutnya dilakukan sesuai dengan petunjuk

dokter Segera kontrol ke dokter mata/puskesmas jika terjadi:

- Mata bertambah merah

- Penglihatan tiba-tiba bertambah buram

- Mata terasa sakit Obat-obatan tetes mata seperti:

a. Floxa diteteskan setiap hari satu jam satu tetes, dimulai setelah pasien sampai rumah

setelah dilakukan operasi sampai menjelang tidur

b. Xitrol di tetes dua (2) jam satu tetes, dimulai setelah pasien sampai di rumah setelah

pulang dari tempat operasi sampai menjelang tidur

 Pasien tidak boleh batuk, mengedan, merokok/terpapar asap rokok, mengangkat barang

lebih dari 5 kg, menunduk dalam waktu lama dan tidak boleh digosok- gosok/kucek-

kucek selama 3 minggu Mata yang dioperasi tidak boleh kena pukul atau benturan

27
3.13 Diabetes Melitus

3.13.1 definisi diabetes

Diabetes adalah suatu penyakit metabolik yang terjadi karena pankreas tidak

menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh

tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah

kesehatan masyarakat yang penting, Diabetes memiliki 2 tipe yaitu tipe 1 yang disebabkan

karena sekresi insulin yang rusak dan tipe 2 dikarenakan pola hidup dengan makanan yang buruk

(Kharroubi, 2015).

3.13.2 klasifkasi
Klasifikasi dan Etiologi dari diabetes melitus , yaitu (Bilous, 2014):

1. Diabetes melitus tipe 1 merupakan destruksi autoimun yang berasal dari sel b di pulau

langerhans pada pankreas, Lazimnya timbul secara idiopatik dan genetik.

2. Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat disfungsi sekresi maupun resistensi pada insulin. Umumnya

berawal dari obesitas atau gaya hidup yang buruk seperti jarang berolahraga, Makan makanan

yang kurang sehat.

3. Diabetes Gestasional adalah dimasa saat kurangnya insulin yang di produksi ibu pada masa

kehamilan

Diabetes tipe khusus lain, Seperti : Endokrinopati, Penyakit pankreas, dan lain-lain

3.13.3 Hubungan Katarak Pada Penderita Diabetes Melitus

Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus.
Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :

I. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat
kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.

28
II. Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada
kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular.

III. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia
sama dengan katarak pasien nondiabetik.Pada mata terlihat meningkatkan insidens maturasi
katarak yang lebih pada pasien diabetes. Adalah jarang ditemukan “true diabetek” katarak. Pada
lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian jernih dengan pengobatan.
Diperlukan pemeriksaan tes urine dan pengukuran darah gula puasa. (Ilyas, S, & Yulianti, S, R.
2014)

III.13.4 Mekanisme Katarak pada Diabetes Melitus

Katarak pada pasien diabetes atau sering dikenal sebagai katarak diabetika adalah penyebab
utama penurunan visus pada pasien dengan dengan diabetes mellitus. Proses pembentukan
katarak, yang dikenal sebagai kataraktogenesis pada pasien diabetes lebih cepat dari pada non-
DM. Patofisiologi katark diabetika terkait dengan akumulasi sorbitol dalam lensa dan denaturasi
protein lensa. (Pollreisz & Erfurth, 2009) Teori lain mengatakan bahwa ada tiga mekanisme dari
katarak disebabkan oleh hiperglikemia, yaitu :

1. Mekanisme autooksidasi glukosa, atau senyawa oksigen reaktif, yang mengandung oksigen
radikel bebas pada penderita diabetes akan menginduksi peroksidasi lipid, DNA dan protein
dalam berbagai jaringan termasuk lensa mata. (Setiawan & Suhartono, 2005)

2. Glikasi dari nonenzimatik protein, pada kondisi hiperglikemi, protein ekstra maupun
intraselular mengalami proses glikasi enzimatik. Pada proses ini terjadi pengikatan gugus amino
materi kristalin oleh molekul gula yang berlangsung tanpa bantuan enzim. (Prancis, Stein, &
Dawczynski, 2003).

3. Jalur metabolism kegiatan poliol yang lebih mempercepat pembentukan oksigen reaktif
senyawa radikal bebas yang mengandung oksigen. Kekeruhan pada lensa dapat terjadi karena
hidrasi (cairan pengisian) lensa, atau sebagai akibat dari denaturasi protein lensa. (Pollreisz &
Erfurth, 2009)

29
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapat disembuhkan.
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadipada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah
trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang
terdapat pada usia lanjut,yaitu usia diatas 50 tahun.

B. Saran

1. Anjuran tidak untuk beraktifitas terlalu berat


2. Anjuran untuk meminimalisir paparan sinar matahari.
3. Menghindari paparan debu masuk ke mata.
4. Anjuran tidak menkucek-kucek mata saat gatal atau lainya
5. Kurangi merorkok ,cukup istirahat dan olaraga

30
DAFTAR PUSTAKA

AAO (American Academy of Ophthalmology). 2011. Cataract.


http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/cataracts.cfm (diakses tanggal 5 Desember 2011)
Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250 Consecutive
Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal of ophthalmology.
Volume 149 No.3

Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes Mellitus.
Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press

Hashemi, H., Pakzad, R., Yekta, A., Aghamirsalim, M., Pakbin, M., Ramin, S., &
Khabazkhoob, M. (2020). Global and regional prevalence of age-related cataract: a
comprehensive systematic review and meta-analysis. Eye, 34(8), 1357-1370.

Haspiani, M. (2017). Karakteristik Penderita Katarak Senilis yang Telah di Laukan


Pembedahan Katarak di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin Periode 1 Januari
2017-30 Juni 2017. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, fourth


edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.

Kementrian kesehatan republik indonesia.2018. modul deteksi dini katarak.

http://p2ptm.kemkes.go.id (diakses 07 2018 23;17)

Majalah Farmacia Edisi April 2008.Halaman: 66 (Vol.7 No.9)


Marylin E. Doenges. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

31
Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media Komputindo
Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran
University of Riau

Perdami (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia). 2011. Katarak.


http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2 (diakses tanggal 5 Desember 2012)

Sidarta, Ilyas. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto

Sidarta, Ilyas. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. pp : 205-8.

Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. 2009.
Jakarta: Balai Pustaka FKUI

32
33
34
35
36

Anda mungkin juga menyukai