SUBDURAL HEMATOMA
Oleh :
Kevin Krishnadi Hermawan 21401101083
Dewi Fitri Indriyani 21501101002
Pembimbing :
dr. Yahya Ari Pramono, Sp.BS
KATA PENGANTAR
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
luas dan menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak, menjadi
lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian.
Walaupun demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami anatomi dari tulang tengkorak dan
otak.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi,
diagnosis, penatalakasanaan, komplikasi dan prognosis dari subdural
hematoma.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis serta pembaca tentang penyakit subdural hematoma.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan landasan ilmiah
dalam penanganan pasien dengan subdural hematoma.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. N
Usia : 80 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sumberbutuh, Balearjo, Malang
Pendidikan terakhir : Tidak Sekolah
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 23-11-2019
Tanggal Periksa : 23-11-2019
No RM : 481***
2.2 Anamnesis
6. Riwayat Kebiasaan
1. Makanan/Minuman : 3x sehari
2. Riwayat minum alkohol :-
3. Riwayat merokok :-
4. Olahraga : Jarang
7. Riwayat Alergi
8. Riwayat pengobatan :-
7
Inspeksi umum :
Bentuk simetris, retraksi supraklavikula (-), retraksi interkostal (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), jaringan parut (-), bekas luka (-), warna
kulit normal.
Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : ICS II linea para steralis sinistra
batas kanan atas : ICS II linea para strenalis dekstra
batas kiri bawah : ICS V linea medio clavicularis sinistra
batas kanan bawah : ICS IV linea para sternal dekstra
(batas jantung kesan tidak melebar)
A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
I : Pengembangan dada kanan sama dengan kiri, benjolan (-), luka (-)
P : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
P : Sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler di semua lapang paru suara tambahan
Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
13. Abdomen
I : dinding perut tampak datar
A : bising usus normal
P : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-)
P : timpani seluruh lapang perut, shifting dullness (-), undulasi (-)
14. Sistem Collumna Vertebralis:
I : sulit dievaluasi
P : sulit dievaluasi
15. Ekstremitas:
Atas : Akral dingin (-/-), Edema (-/-), ulkus (-/-)
Bawah : Akral dingin (-/-), Edema (-/-), ulkus (-/-)
16. Sistem genetalia: tidak dilakukan
9
6. Pemeriksaan Refleks
- R. Fisiologis : BPR +2/+2, TPR +2/+2 , APR +2/+2, KPR +2/+2
- R. Patologis : Babinski -/- Oppenheim -/- Chaddock -/- Hoffman-/-
Tromner -/-
2.7 Resume
Ny.N datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen tanggal 23 November
2019 pukul 15.30 dengan keluhan nyeri pada kepala setelah mengalami
kecelakaan akibat terserempet motor didepan rumah. Menurut keluarga, pasien
jatuh dengan kepala kiri membentur aspal terlebih dahulu dan mengeluh nyeri
kepala disertai hilang ingatan sementara. Keluhan nyeri kepala dirasakan di
bagian kiri depan. Pada saat itu pihak keluarga meminta kepada pihak UGD untuk
memulangkan pasien. Namun, pada pukul 21.00 datang kembali ke UGD karena
pasien mendadak tidak sadar. Sebelum adanya penurunan kesadaran pasien
mengeluh pusing dan mengalami muntah 2 kali berwarna kuning disertai mimisan
dan gelisah. Saat dilakukan anamnesa dan pemeriksaan pasien mengetahui tempat,
waktu dan orang..
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, GCS E4V3M6. Tensi
179/89 mmHg; Nadi 87x/menit, reguler; RR 20x/menit, reguler; Suhu 37,3oC.
Pada pemeriksaan fisik di kepala tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan
neurologis tidak didapakan kelainan. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan
gambaran tampak area hiperdense berdensitas darah pada subdural temporo-
parietal dextra yang mendesak ventrikel lateralis dextra dan menyebabkan deviasi
midline ke sinistra. Tampak area hiperdense berdensitas darah pada arachnoid
space bagian frontal, temporo-parietal dextra sinistra, interhemisphere dan
intercerebellar.
2.8 Diagnosa Kerja
Subdural hematoma
2.9 Penatalaksanaan
Rencana terapi:
1. Terapi Operatif
Craniotomy
2. Terapi Farmakologi
IVFD NS 1500 cc/hari 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1g
Ketolorac 2 x 30 mg
Omeprazole 1 x 40 mg
14
3. Terapi Non-farmakologi
Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit dan
rencana pengobatan yang akan diberikan.
Monitoring GCS ,vital sign, vacum drain dan keluhan pasien
Elevasi kepala tidur (30 derajat) mengurangi tekanan
intrakranial.
2.10 Prognosis
Dubia at bonam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Anatomi
Kulit kepala menutupi cranium dan meluas dari linea nuchalis superior pada
os occipitale sampai margo supraorbitalis ossis frontalis. Ke arah lateral kulit
kepala meluas lewat fascia temporalis ke arcus zygomaticus. Kulit kepala terdiri
dari lima lapis jaringan yang terdiri atas skin (kulit), connective tissue (jaringan
ikat), aponeurosis epicranialis (galea aponeurotica), loose connective tissue
(jaringan ikat spons) dan pericranium. Lapisan tersebut biasa disebut dengan scalp
(Moore & Agur, 2002).
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua
lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di
tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus
venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan
dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara
bagian-bagian otak.
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis,
cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan
septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system
rongga-rongga yang saling berhubungan.
3. Piamater
3.2 Definisi
Subdural Hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan
araknoid, biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal.Pada subdural
16
3.3 Etiologi
subdural hematom. keadaan ini timbul setelah trauma kepala hebat, seperti
perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam
ruangan subdural . Pergeseran otak pada akselerasi dan de akselerasi bisa menarik
dan memutuskan vena-vena.Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi 2 kejadian,
yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak dan pergeseran otak ke arah yang
berlawanan dengan arah dampak primer.Akselerasi kepala dan pergeseran otak
yang bersangkutan bersifat linear.Maka dari itu lesi-lesi yang bisaterjadi
17
dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah dampak disebut lesi kontusio
“coup” di seberang dampak tidak 6 terdapat gaya kompresi, sehingga di situ tidak
terdapat lesi. Jika di situ terdapat lesi, maka lesi itu di namakan lesi kontusio
“contercoup”. (Tamburrelli, 2018)
3.4 Patofisiologi
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging
veins” . Karena perdarahan subdural sering disebabkan olleh perdarahan vena,
maka darah yang terkumpul hanya 100-200 cc saja. Perdarahan vena biasanya
berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5-7 hari hematom mulai
mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10-20 hari. Darah yang
diserap meninggalkan jaringan yang kaya pembuluh darah. Disitu timbul lagi
perdarahan kecil, yang menimbulkan hiperosmolalitas hematom subdural dan
dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kecil dan pembentukan
kantong subdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah (higroma). Kondisi-
kondisi abnormal biasanya berkembang dengan satu dari tiga mekanisme.
3.4 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
- Periksa Kesadaran.
A : Alert, sadar
Interpretasi :
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai SDH.
Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami
trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus
arteria meningea media (McDonald, 2018).
- Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang penting dikerjakan diantaranya
1. Darah lengkap : penting untuk menilai kadar trombosit dan hematokrit
terkait perdarahan non traumatik juga menilai adanya penanda infeksi
untuk menyingkirkan diagnose banding
2. Faal hemostasis : penting untuk menilai ada tidaknya gangguan
koagulopati
3. Serum elektrolit, tes fungsi ginjal, tes fungsi hepar, kadar glukosa
darah juga perlu diperiksa untuk menemukan adanya komplikasi
metabolik perdarahan intrakranial maupun spinal
4. Toksikologi dan kadar alkohol dalam darah juga perlu diperiksa
terkait penyebab trauma kepala dan adanya sindroma putus obat
5. Golongan darah : penting untuk persiapan transfusi dan tindakan
operatif darurat (Liebeskind, 2016 ; Shah, 2011 ; Abelsen, 2013).
3.5 Penatalaksanaan
jalan napas. Ini meliputi pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat
Harus diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat
pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan
yang berlebihan pada tempat ini dan diberikan alat bantu. Pada penderita yang
dapat berbicara, dapat dianggap jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian
Telinga didekatkan ke mulut dan hidung penderita sambil menjaga jalan napas
tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama mengamati dada penderita dengan
cara look, listen, and feel (McDonald, 2018).
-Raba (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada
ditengah serta merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita.
- Circulation
Bila tidak ditemukan nadi selama penilaian, maka dilakukan kompresi jantung
yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100x/menit, dengan kedalaman 4-5
cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisisan ventrikel), waktu
kompresi dan relaksasi sama, minimalkan terputusnya kompresi dada, dan rasio
kompresi dan ventilasi 30:2 (McDonald, 2018).
- Pasien dengan SDH memerlukan evaluasi bedah saraf emergensi dan evakuasi
hematoma. Prioritas dalam menangani pasien cedera kepala terfokus pada
pembatasan komplikasi sekunder. Stabilisasi saluran nafas, pernafasan, sirkulasi,
dan vertebra cervicalis harus dilakukan segera. Setiap pasien dengan nilai skala
koma glasgow (GCS, Glasgow Coma Scale) 8 atau kurang, setiap pasien yang
tidak mampu melindungi saluran nafasnya, harus di intubasi dini dengan
menggunakan tehnik secuens cepat untuk membatasi fluktuasi TIK (McDonald,
2018).
a) Penanganan darurat :
b) Terapi medikamentosa
2. Mengurangi edema otak Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema
otak:
mg.
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkann oleh lesi desak
ruang (McDonald, 2018).
3.7 Komplikasi
3.6 Prognosis
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Abelsen Nadine, Mitchell, Neurotrauma: Managing Patients with Head Injuries,
A John Wiley & Sons, Ltd., Publication, Wichester USA:2013.
Moore KL., Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta
Netter, F. H., Craig, J. A., Perkins, J., Hansen, J. T., & Koeppen, B. M. (n.d.).
Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology Special Edition:Arteries to Brains
and Meningens, NJ : 2012
Valadka Ab, Narayan RK. Injury to the Cranium. In: Feliciani DV, Moore EE,
Mattox KL. Editors. Trauma 3rd ed. Connecticut: Appleton and Lange; 1999. P
267-70, 273-5.
29