MYELITIS TRANSVERSA
Oleh :
Pembimbing :
dr. Johana Herlin, Sp.N
dr. Yuliana Imelda W. Ora Adja, M.Biomed, Sp.N
Laporan kasus ini telah disusun dan dibacakan di hadapan pembimbing klinik
dalam rangka memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di
SMF/Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes, Kupang.
Pembimbing Klinik :
Ditetapkan di : Kupang
Tanggal : November 2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan Anugerah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan
kasus yang berjudul “Myelitis Transversa” dalam rangka memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Neurologi Program Studi Profesi Dokter Universitas
Nusa Cendana di RSUD Prof.W.Z.Johannes Kupang.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada para pengajar di SMF
Neurologi RSUD Prof.W.Z.Johannes Kupang, khususnya dr. Johana Herlin Sp.N
dan dr. Yuliana Imelda Ora Adja, M.Biomed, Sp.N atas bimbingan yang
diberikan selama berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkanguna perbaikan dalam pembuatan laporan kasus selanjutnya.
Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi
parapembaca dan rekan-rekan sejawat yang menempuh tugas kepaniteraan klinik
bagian Neurologi Program Studi Profesi Dokter Universitas Nusa Cendana di
RSUD Prof.W.Z.Johannes Kupang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
3.1.4 Etiologi Mielitis Transversa ............................................................ 23
3.1.5 Patofisiologi Mielitis Transversa .................................................... 23
3.1.6 Gejala Klinis.................................................................................... 24
3.1.7 Diagnosis ......................................................................................... 25
3.1.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 27
3.1.9 Penatalaksanaan .............................................................................. 28
3.1.10 Prognosis ......................................................................................... 29
3.1.11 Diagnosis Banding .......................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 30
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR SINGKATAN
HB : Hemoglobin
HCT : Hematokrit
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
dan 30-39 tahun. Kasus myelitis transversa pada anak-anak sendiri menyumbang
sekitar 20% dari total kasus myelitis transversa.(4,5)
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Timor
Kebangsaan : Indonesia
Ruangan : ICU
No MR : 0-54-81-96
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan melalui auto-anamnesis dan allo anamnesis kepada
pasien dan keluarga pasien di ruangan ICU pada tanggal 3 November
2021.
Batuk pilek (-), nyeri kepala (-), kejang (-), pusing berputar (-), mual (-),
muntah (-), riwayat trauma (-).
Riwayat pengobatan :
GCS : E4V5M6
RR : 25 x/menit
Suhu : 37oC
SpO2 : 98%
Thorax :
Pulmo :
Abdomen :
Visus : dbn
Lapang pandang : (normal) / (normal)
Melihat warna : tidak dievaluasi
Fundus : tidak dievaluasi
c. Nervus Occulomotorius (N. III), Nervus Trochlearis (N. IV) dan
Nervus Abducens (N. VI)
Kedudukan bola mata : di tengah/di tengah
Pergerakan bola mata : dalam batas normal
+ + + + + +
+ + + +
+ + + + + +
Nistagmus : (-/-)
Ptosis : (-/-)
Diplopia : (-/-)
Pupil : isokor
Bentuk : Bulat
Ukuran : 3mm/3mm
RCL : +/+
RCTL : +/+
Reaksi pupil akomodatif / konvergensi : +/+
d. Nervus Trigeminus (N. V)
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : normal/normal
Refleks kornea : tidak dievaluasi (tde)
Refleks maseter :+
Trismus :-
e. Nervus Fascialis (N. VII)
Otot wajah dalam keadaan istirahat
8
Rossolimo : -/-
Stransky : -/-
Mendel-bechterew : -/-
f. Gerak Involunteer
Tremor :-
Khorea :-
Balismus :-
Athetosis :-
Mioklonus :-
Distonia :-
Spasmus :-
6. Pemeriksaan Sensorik
Exteroceptif
Perasa raba : anestesia setinggi medulla spinalis C7/Th1
Perasa nyeri : analgesia setinggi medulla spinalis C7/Th1
Perasa suhu : tidak dievaluasi
Propioseptif
Posisi : tidak dievaluasi (tde)
Vibrasi : tidak dievaluasi
7. Sistem Otonom
Kandung kemih : Inkontinensia urine
Rektum : Inkontinensia alvi
Kesan anhidrosis didapatkan pada bagian kulit badan, ekstremitas atas dan
bawah, dextra dan sinistra
8. Sistem Koordinasi
Romberg test : tde
Romberg dipertajam : tde
Heel to-knee-to-toe : tde
Fukuda stepping test : tde
Finger to finger test : tde
11
Laboratorium (1/11/2021)
Keterangan :
Kesan :
Keterangan :
Kesan
1. MSCT Spine cervical tanpa dan dengan kontras tak tampak kelainan
2. Spinal cord yang tervisualisasi masih tampak simetris, tidak mau
densitas yang masih tampak hubungan
2.5 Resume
Anamnesis : Anak perempuan berusia 15 tahun, dirujuk dari RSUD Soe,
mengeluhkan kelemahan pada seluruh anggota gerak yang terjadi mendadak.
Pasien pada awalnya merasakan keram dan tangan memberat di tangan kiri pada
tanggal 22 Oktober 2021 saat pasien sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah
kemudian berselang kurang lebih 5 menit pasien juga merasakan keram dan
memberat di tangan kanan dan sesampainya di rumah dirasakan keluhan yang
sama pada badan dan kedua kaki pasien sehingga pasien merasa lemas dan kedua
kaki pasien tidak bisa digerakkan. Pasien baru dibawa ke Puskesmas pada tanggal
26 Oktober 2021 dan dibawa ke RSUD Soe pada tanggal yang sama. Pada tanggal
30 Oktober 2021, pasien dirujuk ke RSUD W.Z Yohanes Kupang. Pasien juga
mengeluhkan tidak dapat mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar
(BAB). Pasien sempat mengalami demam saat dirawat di RSUD Soe, batuk pilek
(-), nyeri kepala (-), kejang (-), pusing berputar (-), mual (-), muntah (-), riwayat
trauma (-). Pasien tidak pernah merasakan keluhan ini sebelumnya. Pasien tidak
mengkonsumsi alkohol dan merokok.
Status Internus :
SpO2 : 98%
Suhu : 37oC
Pernapasan : 25x/menit
17
Status Neurologis
Meningeal sign : -
Motorik :
Kekuatan otot
Trofik : Normal
Refleks Fisiologis
BTR : +1 | +1
TTR : +1 | +1
PTR : +1 | +1
ATR : +1 | +1
Sistem Otonom :
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan CT-Scan :
2.6 Diagnosis
Diagnosa Klinis : Tetraparese flaccid tipe UMN, anestesia dan
analgesia setinggi medulla spinalis Cervical
7/Thorakal 1, Inkontinensia urine dan alvi
Tes Perspirasi
PO :
Mecobalamin 2x 500 mg
Fisioterapi
2.10 Prognosis
Quo Ad vitam : Ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Tingkat insidensi Acute Transverse Myelitis di seluruh dunia bervariasi
dimana berkisar 1,35 sampai 4,6 per juta penduduk. Sepertiga pasien yang
menderita myelitis transversa mengalami pemulihan sepenuhnya sedangkan
sepertiga lainnya menunjukkan adanya defisit neurologis sisa yang digambarkan
melalui keadaan klinis yang sedang, sedangkan sepertiga sisanya menunjukkan
adanya defisit neurologis residual yang berat secara klinis.(2)
transversa idiopatik atau pasca infeksi dapat berkisar 1,3 hingga 8 kasus per juta
penduduk. Insidennya dapat meningkat menjadi 24,6 kasus per juta per tahun
terutama apabila berkaitan dengan penyebab demielinasi termasuk diantaranya
multiple sclerosis.(3)
membentuk huruf H yang khas di bagian tengah medulla dan kaya akan soma sel
neuron yang membentuk columna-columna secara longitudinal sepanjang medulla
spinalis. Sedangkan substansia alba berada di sekeliling substansia nigra dan kaya
akan prosesus sel neuron yang membentuk traktus besar yang naik dan turun di
dalam medulla menuju level medulla spinalis yang lain, juga membawa informasi
dari dan ke encephalon.(7)
awalnya pasien merasa berat pada salah satu ekstremitasnya baik lengan maupun
tungkai dibandingkan normal kemudian dapat terjadi penurunan kekuatan otot.
Keluhan tersebut berkembang secara progresif menjadi kelemahan kaki secara
menyeluruh dapat dapat terjadi paraparesis. Paraparesis dapat berkembang
menjadi paraplegia.(1)
Gejala motorik dapat bervariasi bergantung ada tingkat medulla spinalis
yang terlibat. Lesi cervical atas (C1-C5) dapat mengenai keempat ekstremitas.
Selain itu, jika mengenai saraf frenikus (C3, C4,C5) dapat menyebabkan disfungsi
diafragma dan gagal napas. Lesi di servikal bawah (C5-T1) seringkali
mengembangkan tanda-tanda UMN dan LMN di ekstremitas atas dan tanda-tanda
UMN eksklusif di ekstremitas bawah. Lesi pada servikal terjadi pada sekitar 20%
kasus. Lesi di daerah torakal (T1-T12) dapat menyebabkan tanda-tanda UMN dan
LMN pada ekstremitas bawah. Daerah torakal merupakan daerah yang paling
sering terkena kasus myelitis transversa yakni berkisar 70%. Lesi di daerah
lumbosakral (L1-S5) dapat menyebabkan tanda-tanda UMN dan LMN di
ekstremitas bawah. Lesi lumbal terjadi pada sekitar 10% kasus.(9)
- Gejala sensorik berupa parestesia, sensasi abnormal seperti terbakar,
menggelitik, menusuk, mati rasa, dingin atau kesemutan dan kehilangan
sensorik.(1)
- Gejala gangguan otonom berupa disfungsi pada kandung kemih dan usus,
gejala umumnya dapat berupa peningkatan frekuensi atau keinginan untuk
menggunakan toilet, inkontinensia baik urine maupun alvi dan sembelit.(1)
3.1.7 Diagnosis
Diagnosis myelitis transversa dapat dilakukan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan dengan
menanyakan dari riwayat penyakit medis, riwayat perjalanan, dan pemeriksaan
fisik secara umum serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit
autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, Sindrom Sjögre, dan sarkoidosis.(3)
beberapa minggu. Kelainan fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah
pinggang, lalu perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi secara mendadak
pada tangan maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin, urinary
urgency maupun konstipasi. Gejala dan tanda-tanda myelitis biasanya berkembang
selama jam sampai hari dan biasanya bilateral, namun dapat terjadi unilateral atau
asimetris.(3,8)
Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan sistemik secara luas sebagai fokus
pada temuan neurologis seperti kelemahan motorik, perubahan sensasi (peniti,
sentuhan ringan, getaran, posisi, rasa, atau suhu), tonus, refleks regangan otot,
koordinasi, dan fungsi usus dan kandung kemih. Adanya tanda-tanda Babinski
mengkonfirmasikan penyebab sentral daripada penyebab perifer dari kelemahan
otot.(3)
Perubahan yang mempengaruhi otak, seperti disfungsi kognitif dan saraf
kranial dan kelainan visual, umumnya tidak terlihat dengan TM idiopatik.
Demam, takikardia, dan takipnea dapat mengindikasikan infeksi etiologi. Infeksi,
autoimun, dan kondisi lainnya yang menyebabkan peradangan akut pada sumsum
tulang belakang dapat juga bermanifestasi dalam sistem tubuh lainnya.
Pernafasan, kardiovaskular, gastrointestinal, dan saluran genitourinari serta sistem
muskuloskeletal dan integumen harus dinilai sesuai. Temuan akan membantu
dalam menentukan tingkat keterlibatan tulang belakang, panduan pengujian
diagnostik, dan membantu menyingkirkan diagnosis lain.(10)
2. Darah Lengkap
Tes darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan berbagai gangguan,
termasuk infeksi HIV dan kekurangan vitamin B12. Darah diuji untuk
keberadaan autoantibodi (anti-aquaporin-4, anti-myelin oligodendrosit)
dan antibodi yang terkait dengan kanker (antibodi paraneoplastik).
Kehadiran autoantibodi (protein yang diproduksi oleh sel-sel sistem
kekebalan) terkait dengan gangguan autoimun dan menunjukkan
penyebab pasti mielitis transversa.(1)
3. Lumbal Pungsi dan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pungsi lumbal dan analisis cairan tulang belakang (juga disebut spinal
tap) dapat mengidentifikasi lebih banyak protein daripada biasanya pada
beberapa orang dengan mielitis transversal dan peningkatan jumlah sel
darah putih (leukosit) yang membantu tubuh melawan infeksi.(1)
Jika tidak satu pun dari tes ini menunjukkan penyebab spesifik, orang tersebut
dianggap menderita mielitis transversa idiopatik.(1)
3.1.9 Penatalaksanaan
1. Obat kortikosteroid intravena dapat mengurangi pembengkakan dan
peradangan di tulang belakang dan mengurangi aktivitas sistem
kekebalan tubuh. Obat-obatan tersebut mungkin termasuk
metilprednisolon atau deksametason. Obat-obat ini juga dapat
diberikan untuk mengurangi serangan mielitis transversa berikutnya
pada individu dengan kelainan yang mendasarinya. Steroid intravena
merupakam lini pertama treatment pada awal serangan ATM. Sekitar
50-70 % mengalami pemulihan sebagian atau lengkap. Pemberian
steroid intravena dosis berlebihan dengan durasi yang lama dapat
mengakibatkan efek samping.(1) Terapi steroid menimbulkan efek anti-
inflamasi dengan menekan aktivitas sistem kekebalan tubuh. Hal ini
mengakibatkan individu penggunanya juga menjadi lebih rentan
terhadap infeksi. Obat-obat steroid sendiri memiliki efek samping yang
29
3.1.10 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
3.1.11 Diagnosis Banding
1. Sindroma Gullaine Barre
2. Lesi Kompresi Medulla Spinalis(12)
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa klinis pasien ini ialah tetraparese flaksid tipe UMN dikarenakan
pada saat pemeriksaan fisik refleks patologis, didapatkan hasil tes Babinski
(+)yang merupakan salah satu ciri dari lesi pada Upper Motor Neuron. Pada
pemeriksaan juga didapatkan kesan anhidrosis pada pasien di bagian badan,
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah sedangkan di bagian leher dan wajah
masih didapatkan adanya keringat.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA