Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam bahasa Inggris kedokteran. nyeri pinggang dikenal sebagai Low
Back Pain, secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai
tulang sacrum dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi
penting pada tubuh manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk
pergerakan, dan melindungi beberapa organ penting yang ada di dalamnya.
Peranan otot-otot erektor truski adalah memberikan tenaga imbangan ketika
mengangkat benda. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus
intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau
Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah
yang bersifat akut, kronik atau berulang. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah
suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel
disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior
atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi
penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan
penekanan radiks saraf.1,2
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu penyebab dari
nyeri punggung yang penting. Hernia nucleus pulposus sering terjadi pada pria
dan wanita dewasa dengan insden puncak pada dekade ke 4 dan ke 5. Hampir
80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP terjadi pada diskus
L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar 20% dari insiden HNP.2
Gejala dari HNP biasanya sulit dibedakan dengan gangguan spinal atau nyeri
punggung lainnya. Untuk penanganan yang efektif diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap. Diperlukan pula pengertian tentang perjalanan
alamiah dan kemungkinan terjadinya radikulopati, kemungkinan perbaikan secara
spontan, dan peranan pemeriksaan imaging serta indikasi rujuk ke spesialis.
Pada paper ini akan dibahas mengenai Hernia Nukleus Pulposus (HNP) yang
lebih ditekankan pada aspek klinis dan penatalaksanaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
1

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus pulposus


keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus
fibrosus yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologik di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis diskogenik.
(Muttaqin, 2008).
Protusio atau rupture nucleus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein dalam
polisakarida dalam diskus akan menurunkan kandungan air di nucleus pulposus.
Perkembangan pecahan yang menyebar di annulus fibrosus melemahkan
pertahanan pada herniasi nucleus. HNP terjadi kebanyakan karena adanya suatu
trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga
menimbulkan robeknya annulus fibrosus. (Muttaqin, 2008).
2.2 Epidemiologi
Hernia nucleus pulposus sering terjadi pada pria dan wanita dewasa
dengan insden puncak pada dekade ke 4 dan ke 5. Kelainan ini banyak terjadi
pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat.
HNP daerah lumbal lebih sering terjadi pada usia sekitar 40 tahun dan lebih
banyak pada wanita disbanding pria. HNP servikal lebih sering terjadi pada usia
sekitar 20-40 tahun. HNP thorakal lebih sering pada usia 50-60 tahun dan angka
kejadian pada wanita dan pria sama (Schoenfeld, 2012).
Hampir 80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP
terjadi pada diskus L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar 20%
dari insiden HNP. HNP servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7, C5-C6,
C4-C5. Selain pada daeraj servikal dan lumbal, HNP juga dapat terjadi pada
daerah thorakal namun sangat jarang ditemukan. Lokasi paling sering HNP
thorakal adalah diskus T9-T10, T10-T11, T11-T12. Karena ligamentum
longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya,
maka protrusi diskus cenderung terjadi kea rah posterolateral, dengan kompresi
radiks saraf (Schoenfeld, 2012).
2.3 Anatomi
Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral
terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh diskus intervebra dan

ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal
tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing arkus vertebra dengan lamina
dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligament di antaranya
ligament interspinal, ligament intertansversa dan ligament flavum. Pada prosesus
spinosus dan transverses melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi
kolum vertebra (Snell, 2006)
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas
tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang
servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas
tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra
sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea) (Rizzo, 2001).

Gambar 2.1. Anatomi Vertebra Servikalis


Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.
Pada pandangan dari samping pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun
masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu
kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus
ruas tulang belakang (Premkumar, 2004).
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar
terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale

anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina,
kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat
otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae
antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint)
(Premkumar, 2004).

Gambar 2.2. Vertebra Servikalis C1 dan C2


Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae
yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan
ligamentum longitudinalis posterior. Diskus invertebralis menyusun seperempat
panjang columna vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal
tempat dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai
sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma
(Rizzo, 2001).
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.
Pada pandangan dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servikal dan lumbal Keseluruhan vertebra maupun masingmasing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu
kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus
ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang
4

terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk
yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup
gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya
semakin kecil (Premkumar, 2004).

Gambar 2.3. Vertebra yang tipikal

Gambar 2.4.

Vertebra

Lumbalis
Kolumna

vertebralis

ini

terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari segmen anterior dan posterior
(Premkumar, 2004).
a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai
penyangga badan. Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus
intervebralis yang diperkuat oleh ligamentum longitudinale anterior di
bagian depan dan limentum longitudinale posterior di bagian belakang.
Sejak dari oksiput, ligament ini menutup seluruh bagian belakang diskus.
Mulai L1 gamen ini menyempit, hingga pada daerah L5-Si lebar ligament
hanya tinggal separuh asalnya.
b. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus
spinosus. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan
diperkuat oleh ligament serta otot. Setiap ruas tulang belakang terdiri atas
5

korpus di depan dan arkus neuralis di belakang yang di situ terdapat


sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, dua pedikel, satu
prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus.
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis
di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang
lamina, dua pedikel, satu prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus.
Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang
servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut
odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus
neuralis di bagian belakang (Rizzo, 2001).
Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar,
sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang
menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak
yaitu ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior,
ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus
(Premkumar, 2004).

Gambar 2.5. Perbedaan Anatomis Vertebra.


Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen
tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga
pilar. Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta
diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri
yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan
tulang belakang dapat diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat dengan tiga
tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di samping belakang, dengan
lantai yang terdiri atas lamina kanan dan kiri, pedikel, prosesus transversus dan
prosesus spinosus (Premkumar, 2004).
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas
trauma yang diakibatkan Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah
leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan
seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat
sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral
mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi (Premkumar, 2004).

Gambar 2.6. Os Sacrum dan Os Coccyx


Hubungan antara corpus vertebra servikal (dan juga corpus vertebra
lainnya) dimungkinkan oleh adanya sendi,umumnya disebut sendi faset, biasa
juga disebut sendi apofiseal atau zygapofiseal, memungkinkan adanya pergerakan
(fleksi,ekstensi ataupun rotasi), menyerupai engsel, terletak langsung di belakang
kanalis spinalis. Sendi faset merupakan sendi sinovial,dikelilingi oleh jaringan
ikat dan menghasilkan cairan untuk memelihara dan melicinkan sendi. Pada

permukaan superior dan inferior prosessus uncinate terdapat pula sendi faset, lebih
dikenal dengan nama sendi uncovertebral dari Luschka joint of Luschka) yang
juga penting dalam biomekanikal dan stabilitas tulang vertebra (Premkumar,
2004).
Diskus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari
nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat
mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan
ekstensi columna vertebralis. Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun
nukleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri (Premkumar, 2004).
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan
berperan menahan tekanan/beban. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus
pulposus menurun dan diganti oleh fibrokartilago Sehingga pada usia lanjut,
diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen
longitudinalis posterior di bagian L5-si sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi
di bagian postero lateral. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal
posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebre L5-S1 tinggal
separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan
didaerah ini (Premkumar, 2004).
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan
degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai
berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi
kurang elastic (Premkumar, 2004).
2.4 Etiologi
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi
karena terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah.
Pada posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang
akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup
besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari
nucleus pulposus dan mendorong keluar sehingga disebut hernua nucleus

pulposus. Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra
karena salah posisi, mengangkat, pembentukan osteofit, degenerasi dari
kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya
elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nukleus hingga annulus. Menurut
gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus dapat terjadi dari nukleus yang hanya
terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus, nukleus berpindah
tempat tetapi masih di dalam lingkaran anulus fibrosus, nukleus keluar dari anulus
fibrosus, sampai nukleus yang keluar dan menembus ligamen. Nyeri yang terjadi
dapat disebabkan pelepasan asam arakidonat yang merangsang jaringan atau
melalui mekanisme neuropatic pain, yakni nyeri yang terjadi disebabkan
kerusakan langsung pada saraf. (Shedid, 2007, Reni H. Masduchi, 2011).
Selain itu, hernia nucleus pulposus juga bisa terjadi kerana HNP
biasanya terjadi sebagai akibat dari proses degeneratif. Leher dan punggung
menerima stres dan tekanan dari berat tubuh, dan ini dapat menyebabkan diskus
intervertebralis untuk memecah. Kondisi tulang belakang ini juga bisa terjadi pada
pasien yang lebih muda yang kelebihan berat badan, berpartisipasi dalam olahraga
berdampak tinggi atau terus mengangkat benda berat.
2.5 Patofisiologi
Hernia nukleus Pulposus dapat disebabkan oleh proses degeneratif dan
trauma yang dapat diakubatkan (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang
seperti mengangkat benda berat) yang berlangsung dalam waktu yang lama.
Diskus intervertebralis merupakan jaringan yang terletak antara kedua tulang
vertebra yang dilingkari oleh annulus fibrosus yang terdiri atas jaringan
konsentrik dan fibrikartilago dimana didalamnya terdapat substansi setengah cair
(nucleus pulposus) yang mengandung berkas-berkas serat kolagenosa, sel jaringan
ikat, dan sel tulang rawan. Bahan ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock
absorver) antara korpus vertebra yang berdekatan dan berperan penting dalam
pertukaran cairan antara diskus dan kapiler. Diskus intervertebral ini membentuk
sekitar seperempat dari panjang keseluruhan kolumna vertebralis. Diskus paling
tipis terletak di region lumbalis. Seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air
diskus berkurang (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan

diskus menjadi lebih tipis sehingga resiko terjadinya HNP menjadi semakin besar.
Selain itu serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang ikut
berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan HNP melalui annulus yang
disertai penekanan saraf spinalis. Dalam herniasi diskus interverteberalis, nukleus
dari diskus menonjol kedalam annulus (cincin fibrosa sekitas diskus) dengan
akibat kompresi saraf. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan
kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di
annulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma (jatuh,
kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat benda berat dalam
waktu yang lama) kartilago dapat cedera, kapsulnya mendorong kea rah medulla
spinalis yang memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap saraf spinal
saat muncul dari kolumna spinal. Sebagian besar herniasi diskus terjadi di daerah
lumbal di antara ruang lumbal ke 4 dan 5 atau lumbal ke 5 ke S1, hal ini terjadi
karena daerah inilah yang paling berat menerima tumpuan berat badan saat
beraktivitas. Arah tersering herniasi adalah posterolateral. Karena akar saraf
daerah lumbal miring ke bawah sewaktu keluar melalui foramen saraf (Price,
2005, Brunner 2001, Rasjad, 2003))

10

Bagan 2.1. Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus

2.6 Diagnosis
Diagnosis Hernia Nukleus Pulposus ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan penunjang.
(kreiner et all, 2012).
A. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana mulai
timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri didahului

11

aktivitas fisik, faktor yang memperberat dan memperingan, ada riwayat


trauma sebelumnya, dan apakan ada keluarga menderita penyakit yang sama.
Adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya
low back pain. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf
seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan
adanya saddle anastesi.
B. Pemeriksaan fisik umum
Inspeksi dapat dimulai saat penderita berjalan masuk ke ruang
pemeriksaan. Cara berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada

sisi sakit di jinjit), duduk (pada sisi yang sehat).


Palpasi untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis, gibus

dan deformitas yang lain.


C. Pemeriksaan neurologi (Tanto, 2014)
1) Pemeriksaan sensorik
Pada pemeriksaan ini dicari ada atau tidaknya kelainan sensorik (baal,
kesemutan, rasa panas, rasa seperti ditusuk-tusuk), mengetahui dermatom
yang terkena sehingga akan diketahui radiks saraf yang mungkin
terganggu.
2) Pemeriksaan motorik
Pada pemeriksaan ini akan dicari apakah ada tanda kelemahan (paresis,
atrofi atau fasikulasi otot)
3) Pemeriksaan refleks tendon
Pada pemeriksaan refleks biasanya ditemukan penurunan refleks
fisiologis patella dan Achilles mengikuti ditemukannya kelemahan
motorik.
4) Pemeriksaan yang sering dilakukan :
Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus
- Tes Laseque
Bila tes laseque positif maka hampir dapat dikatakan HNP
positif. Bila tungkai kanan diangkat terasa sakit maka disebut tes
Lasegue kanan positif berarti lesi HNP di kanan. Sebaliknya bila
tes Lasegue kiri yang positif maka lesi HNP ada di sisi kiri.

12

Gambar. 2.7 Tes Laseque


Tes Braggard
Tes Baggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes
Lasegue namun ketika tungkai diangkat maka telapak kaki
pasien di dorsofleksi maksimal, maka akan terasa nyeri di
sepanjang tungkai.

Gambar 2.8 Tes Braggard


-

Tes Siccard
Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti tes Braggard
namun dengan ibu jari didorong maksimal kea rah atas

(dorsofleksi maksimal) dan akan terasa nyeri sepanjang tungkai.


Tes Patrick
Tes Patrick dapat positif pada HNP yaitu saat lutut tungkai
difleksikan pasien merasa nyeri di sendi panggul.

13

Gambar 2.9 Tes Patrick


Tes kontra Patrick
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di sendi
sacroiliaka. Tes ini bertujuan menentukan lokasi patologi dengan
memfleksikan tungkai yang sakit ke sisi luar, kemudian
dilakukan endorotasi serta adduksi. Jika nyeri di garis sendi
sacroiliaaka maka hasilnya positif.

Tes untuk menaikkan tekanan intratekal


- Tes Valsava
Pasien diminta untuk menahan nafas. Bila terasa nyeri di
pinggang dan menjalar ke tungkai disebut tes Valsava positif dan
HNP positif.

Gambar 2.9 Tes Valsava


Tes Nafzigger
Tes ini dilakukan dengan menekan vena jugularis, jika setelah

ditekan terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP.


D. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan neurofisiologi
Elektromiografi (EMG) untuk mengetahui akar saraf mana yang
terkena dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi
atau tahap kompresi. Selain itu, pemeriksaan ini juga diindikasikan

pada pasien dengan radiculopathy yang tidak jelas. (Tanto, 2014)


Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP) untuk menilai apakah

pasien mengalami spinal stenosis atau mielopati.


2) Pemeriksaan radiologi
Foto polos tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini biasanya
normal

atau

penyempitan

memperlihatkan
sela

perubahan

intervertebral

(Ramachandran, 2013).
Foto Kaudografi

14

dan

degeneratif

dengan

pembentukan

osteofit

Foto Kaudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam


rongga subarachnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal
antara L3-L4, L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka
dilakukan foto dan akan terlihat pada foto ada bagian yang tidak

terisi kontras yaitu daerah yang terkena HNP (filling defects).


Mielografi
Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada
kemungkinan tumor kauda ekuina atau kelainan lain, mielografi
tidak perlu dilakukan kecuali jika dipertimbangkan menlakukan
operasi. Mielografi dapat menunjukkan elevasi, deviasi atau
terputusnya saraf dan edema di sekitar saraf yang terkena. Selain itu

untuk menentukan tingkat protrusi diskus (Ramachandran, 2013)


CT Scan
Pada pasien dengan kelainan tulang belakang, CT scan dapat
dijadikan sebagai pemeriksaan tambahan selain MRI atau dilakukan
pada pasien yang kontraindikasi dilakukan MRI. CT scan dapat
menunjukkan elemen tulang belakang, diskus, saraf dan ligamen
dengan baik. Meskipun dapat memvisualisasikan komponen tulang
dengan baik, CT scan kurang sensitif pada perubahan soft tissue dari
tulang belakang. Pada herniasi subligamen, CT menunjukkan focus,
pergeseran margin diskus pada ttulang belakang, pada neural
foramen atau lateral neural foramen. CT juga dapat menunjukkan
kalsifikasi, gas pada herniasi jarang ditemukan. Pada diskus yang
herniasi, CT scan memperlihatkan soft tissue dengan penipisan
lemak epidural dan pergeseran kantong tekal (Ramachandran, 2013)

Gambar 2.10 CT myelogram aksial, menunjukkan kalsifikasi sentral


diskus ekstrusi setinggi T-5-6; itu menyebabkan kompresi berat pada
spinal cord.

15

Gambar 2.11 CT

myelogram sagittal

memperlihatkan

pelebaran,

kalsifikasiekstrusi

diskus posterior

yang menyebabkan

penekanan pada
spinal cord.

MRI
Untuk membuktikan HNP dan menentukan lokasinya. MRI mampu
memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan jelas dan
mengevaluasi struktur jsoft tissue yang lebih baik daripada modalitas
radiologi lainnya. Pada MRI tidak ada tindakan invasif dan tidak
melibatkan radiasi dalam pemeriksaannya, namun proses foto cukup
lama dan biaya besar. MRI terutama bermanfaat untuk diagnosis
kompresi medulla spinalis atau kauda ekuina. MRI merupakan
standar baku emas untuk HNP namun alat ini sedikit kurang teliti
daripada CT Scan dalam mengevaluasi gangguan radiks saraf. MRI
dapat dijadikan sebagai modalitas dalam menentukan prognosis.
Pada MRI, HNP muncul sebagai fokal, tonjolan asimetris diskus
yang melampaui batas-batas anulus. Pada MRI sagittal, pada HNP
dengan degenerasi facet keluar akar saraf pada neural foramen dapat
terlihat jelas. Selain itu fragmen bebas pada diskus mudah terdeteksi
pada MRI. (Autio, 2006, Ramachandran, 2013, OConnell, 2003)

16

Gambar 2.12 T1 aksial menunjukkan protrusi diskus paracentral kiri dengan


penekaanan pada akar S1 kiri.

Gambar 2.13 Radikulopati L5 kanan. Sagital T1 dan T2 memperlihatkan


ekstrusi diskus sentral kanan pada L4-5 yang menekan kantong tekal.
Diskus yang terekstrusi bermigrasi secara kranial, menekan akar saraf L5.

2.7 Diagnosis Banding

Neoplasma (neurofibroma, schwannoma)


Kista synovial
Abses
Hypertropic bone
Spondylitis tuberkulosis
Spondylosis servikal/lumbal
Nyeri facet atau sacroiliac joint
Osteoporosis
17

Proses metastasis (tanto, 2014)

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada HNP (Hernia Nukleus Pulposus) meliputi terapi
konservatif dan pembedahan.
1. Terapi Konservatif
Penatalaksanaan secara konservatif penting dalam perawatan pasien
dengan

HNP.

Pembedahan

biasanya

tidak

diindikasikan

sampai

gejala telah berlangsung selama minimal 6 minggu.1 Pengobatan harus


dilakukan secara konservatif kecuali terdapat defisit neurologi yang progresif
dan berat. Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf,
memperbaiki kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi
tulang punggung secara keseluruhan. Perawatan utama adalah diawali dengan
istirahat, konsumsi obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan
terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari 85 % penderita akan sembuh dan
kembali pada aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk
terus mendapat perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau
pembedahan. 2 Terapi konservatif meliputi:
a. Menjaga pola hidup sehat.
Pola hidup sehat dapat dilakukan dengan manajement berat badan. 1
Sebuah penelitian menyebutkan obesitas merupakan faktor kuat terjadinya
HNP yang berulang setelah mikrodisektomi lumbal. Sehingga diperlukan
konseling penurunan berat badan setelah tindakan operasi.3
b. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal,

namun

tirah

baring

yang

berkepanjangan

tidak

direkomendasikan, jika diperlukan tirah baring dibatasi tidak lebih dari 2


hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien
dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring
yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan
punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra
lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang.1
c. Terapi Fisik

18

Terapi fisik dapat membantu mengurangi rasa sakit dan


meningkatkan fungsi.1 Selain itu dapat pula memperbaiki postur tubuh
serta memperkuat otot punggung sehingga dapat mengurangi gerakan
tulang belakang yang lebih mengiritasi atau menekan akar saraf.2 Terapi
fisik dengan seorang profesional terlatih dapat bermanfaat jika rasa sakit
yang dirasakan belum membaik setelah 3 - 4 minggu dan sebaiknya
dibimbing oleh dokter atau professional yang berkompeten dibidang
tersebut. Terapi fisik biasanya meliputi pelatihan pada pasien dalam
melakukan gerakan yang benar dan latihan untuk membantu pasien
menjaga tulang belakang dalam posisi fisiologis selama melakuakan
kegiatan sehari-hari. 4
Aktivitas fisik berat harus dibatasi, namun pergerakan dan aktivitas
ringan (misalnya, mengangkat benda dengan berat 2,5 5 kg dengan
menggunakan teknik yang benar) masih dapat dilakukan.2 Terapi fisik
dapat berupa:
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset
dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan
dalam kecepatan penyembuhan.

Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan

spasme otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,


termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres
panas maupun dingin.

Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat

digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP


kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban diskus serta
dapat mengurangi spasme.

Latihan

19

Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal


punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa
kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas
fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan
latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran
darah semakin meningkat.

Proper body mechanics


Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang

baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip


dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
-

Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung

tegak dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke
pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat
panggul dan berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri

tumpukan tangan pada paha untuk membantu posisi berdiri.


Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan

menggeser posisi panggul.


Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri

badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.


Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti
hendak jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan
mengencangkan otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat
dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan

diletakkan sedekat mungkin dengan dada.


Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala,

punggung dan kaki harus berubah posisi secara bersamaan.


Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak

membebani punggung saat bangkit.


d. Terapi Farmakologis
Obat-obatan dapat memberikan efek jangka pendek dalam menghilangkan
nyeri. Manajemen yang efektif untuk mengurangi gejala adalah
penggunaan obat-obatan sebagai berikut:1,2,5

20

Non Steroid Anti-Inflamasi (NSAID) seperti aspirin, naproxen dan


ibuprofen adalah contoh obat nonsteroid anti inflamasi yang

digunakan untuk mengurangi inflamasi dan menghilangkan nyeri


Analgesik seperti acetaminophen dapat menghilangkan nyeri namun
tidak memiliki efek antiinflamasi seperti NSAID. Penggunaan jangka
panjang analgesic dan NSAID dapat menyebabkan masalah pada

lambung berupa ulkus lambung, masalah pada ginjal dan liver.


Golongan narkotika non opioid untuk nyeri akut jangka pendek jika

dengan analgesik tidak ada perbaikan.


Muscle relaksan untuk mengurangi spasme otot
Kortikosteroid oral: dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk
mengurangi inflamasi. Dapat diberikan metilprednisolon dengan dosis
awal 24 mg setiap hari lalu dosis diturunkan 2 mg setiap selama 6
hari.

e. Epidural Corticosteroid Injection (ESI)


ESI adalah injeksi kortikosteroid pada bagian caudal ekor,
translaminar,

atau

interlaminar

(misalnya,

methylprednisolone).

Mekanisme kerja dari tindakan ini adalah dengan menghambat sintesis


prostaglandin dan menurun reaksi imunologi. Selain itu, dapat pula
menstabilkan membrane, menekan neuropetida, memblok aktivitas
phospolipase A2 dan memblok konduksi nosiseptif C-fiber. Efek dari ESI
tersebut bersifat individual, karena tergantung dari gejala pasien dan
temuan radiologi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa injeksi tunggal
dari ESI dapat meredakan nyeri jangka pedek.1
2. Pembedahan
Pembedahan diindikasikan apabila terapi konservatif gagal untuk
mengurangi gejala-gejala yang dialami pasien , memiliki sindrom cauda
equine atau terdapat defisit neurologis yang progresif. Sebuah penelitian
menyebutkan seseorang dengan lumbar disc hernia yang menjalani
pembedahan merasakan sakit yang dialami menghilang lebih baik, dapat
meningkatkan fungsi dan merasakan kepuasan yang lebih dibandingkan
dengan terapi non pembedahan yang dirawat selama 10 tahun. Selain itu
pasien yang diobati dengan pembedahan untuk herniasi intervertebralis

21

menunjukkan secara signifikan lebih besar mengalami perbaikan nyeri, dan


peningkatan fungsi.1
1. Laminectomy
Laminectomy, yaitu tindakan operatif membuang lamina vertebralis, dapat
dilakukan sebagai dekompresi terhadap radix spinalis yang tertekan atau terjepit
oleh protrusi nukleus pulposus.

Gambar 2.14 Laminektomi


2. Mikrodisektomi
Pada discectomi, sebagian dari discus intervertebralis diangkat
untuk

mengurangi

tekanan

terhadap

nervus.

Discectomy

dilakukan untuk memindahkan bagian yang menonjol dengan


general anesthesia.

Dilakukan dibawah anastesi umum ataupun local


Pasien berada dalam posisi pronasi
Setelah dilakukan diseksi dalam, ruangan diantara disk dikonfimasi
secara radiologi. Ligamentum flavum dan lamina dilakukan diseksi
untuk mengekspose akar saraf. Pembukaan pada satu lamina disebut

dengan semihemilaminektomi.
Setelah akar saraf teridentifikasi, semua ligament dan akar saraf
dibersihkan. Refraktor akar saraf digunakan untuk memotong akar

saraf secara medial.


Diskus dan fragmen diskus dieksisi secara hati-hati
22

- Area tersebut diirigasi dan luka ditutup.


3. Open Disektomi
Open disektomi memiliki prosedur yang sama dengan mikrodisektomi,
namun tidak menggunakan mikroskop. Pada prosedur ini diperlukan insisi
yang lebih luas.
4. Minimal invasive mikrodisektomi
Teknik ini memungkinkan disektomi yang dilakukan melalui insisi yang
lebih kecil dan dengan distrupsi minimal dari jaringan disekitarnya
(gambar 1). Biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan atau dengan
obeservasi 23 jam. Teknik ini popularitasnya meningkat namun hanay
dapat dilakukan dibeberapa pusat-pusat pembedahan.
- Dokter bedah menggunakan sistem tubular refraktor dan lup
-

magnifikasi atau menggunakan mikroskop pembedahan.


Refraktor tubular diletakkan melalui insisi minimal dan diseksi yang

dalam.
Lalu disektomi dapat dilakukan melalui refraktor tubular tersebut.

Gambar 2.15. Minimal access mikrodisektomi


Komplikasi yang dapat timbul dari pembedahan yaitu:
-

Pendarahan selama pembedahan


Robeknya lapisan dura
Nerve injury (spinal cord atau akar saraf) selama pembedahan yang

dapat menimbulkan perubahan fungsi pada motorik atau sensori.


Infeksi
23

2.9 Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi pada beberapa kasus, kemungkinan komplikasi
yang dapat terjadi yaitu:6
1. Nyeri tulang belakang kronik
2. Nyeri tulang belakang permanen (sangat jarang)
3. Hilangnya sensasi atau pergerakan di tungkai atau kaki
4. Menurunnya atau hilangnya fungsi dari usus dan kandung kemih
2.10 Prognosis
Umumnya prognosis baik dengan pengobatan yang konservatif. Presentasi
rekurensi dari keadaan ini sangat kecil. Tetapi kadang-kadang pada sebagian
orang memerlukan waktu beberapa bulan sampai beberapa tahun untuk memulai
lagi aktivitasnya tanpa disertai rasa nyeri dan tegang pada tulang belakang.
Keadaan tertentu (misalnya dalam bekerja) yang mengharuskan pengangkatan
suatu benda maka sebaiknya dilakukan modifikasi untuk menghindari rekurensi
nyeri pada tulang belakang. Pasien yang menjalani pembedahan 90% membaik
terutama nyeri pada tungkai, kemungkinan terjadinya kekambuhan sebanyak 5%.
6

24

BAB III
SIMPULAN
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus
pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis
melalui annulus fibrosus yang robek. Hernia nucleus pulposus sering terjadi pada
pria dan wanita dewasa dengan insden puncak pada dekade ke 4 dan ke 5.
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena terjatuh
tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah.

Penyebab

lainnya yaitu adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra karena salah posisi,
mengangkat, pembentukan osteofit, degenerasi dari kandungan tulang rawan
annulus dan akibat dari proses degeneratif. Diagnosis HNP ditegakkan melalui
anmnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan HNP dapat dilakukan secara konservatif dan
pembedahan. Pembedahan diindikasikan apabila terapi konservatif gagal untuk
mengurangi gejala-gejala yang dialami pasien , memiliki sindrom cauda equine
atau terdapat defisit neurologis yang progresif. Komplikasi pada HNP hanya
terjadi pada beberapa kasus. Umumnya prognosis baik dengan pengobatan yang
konservatif. Presentasi rekurensi dari keadaan ini sangat kecil. Pasien yang

25

menjalani pembedahan 90% membaik terutama nyeri pada tungkai, kemungkinan


terjadinya kekambuhan sebanyak 5%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kreiner S, Hwang S, Easa J, Resnick D.K et all. 2012. Clinical Guidelines
for Multidisciplinary Spine Care Diagnosis and Treatment of Lumbar Disc
Herniation with Radiculopathy. USA. North American Spine Society.

26

Anda mungkin juga menyukai