Pendahuluan
Manusia memiliki susunan neuromuskular dalam tubuhnya. Susunan neuromuskular
terdiri dari upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN). UMN merupakan
kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik
sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Sedangkan LMN,
merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari
otak dilanjukan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Saraf yang keluar dari kornu
anterior dan menuju ke otot merupakan jaras LMN. Perbedaan jaras ini dapat mendiferensiasi
jenis penyakit dan membantu dalam diagnosa serta terapi yang benar dan tepat. Berikut
adalah perbedaan antara lesi atau kelemahan pada UMN dan LMN.
Lower Motor Neuron (LMN) weakness
Flaksid
Hipotonus
Refleks fisiologis menurun
Atrofi otot murni (+)
Fasikulasi (+)
Refleks patologis tidak ada
LMN dapat dikelompokan lagi berdasarkan letak lesi, sehingga gejala klinis yang timbul sesuai
letak
lesi
misalnya
di
motor
neuron,
radiks,
pleksus
atau
neuromuscular
Penyakit
Poliomyelitis
SindromaGuillain-Barre (SGB/GBS),
HerniasiNukleusPulposus (HNP)
Neuromuscular Junction
Myasthenia Gravis
Saraf Perifer
Neuropati
Otot
Myopati
Tabel 2 Letak Lesi dan Penyakit pada UMN
Klasifikasi
Lintasan motor neuron diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu :
Upper Motor Neuron
Merupakan motor neuron yang bersumber dari korteks serebri primer / girus presentralis
pada lobus frontalis yang mempunyai homonkulus motorik. Syaraf yang keluar dari girus
presentralis itu disusun oleh sel yang berbentuk pyramid, oleh karena itu UMN dinamakan
juga sebagai traktus piramidalis. Fungsi dari UMN ini adalah untuk memberikan perintah
kepada otot melalui LMN untuk bekerja dan menjalankan fungsi sehari-hari dari kehidupan
manusia oleh karena itu dikatakan juga sebagai traktus eferen (turun ke bawah).Oleh
karena traktus ini merupakan jalur lintasan antara korteks serebri sampai medulla spinalis
maka dinamakan juga traktus kortikospinalis.Traktus ini disebut juga traktus sentralis
karena bersifat sentral yang langsung berasal dari otak.
Selanjutnya traktus terbagi 2 jalur, 1 jalur menyilang dibagian bawah medulla oblongata
setinggi C1 membentuk jalur traktus kortikospinalis kontralateral (traktus kortikospinalis
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
lateral), dan selebihnya tidak menyilang, membentuk jalur traktus kortikospinalis ipsilateral
(traktus kortikospinalis anterior). Pada tahapan medulla spinalis traktus ini akan terhubung
dengan lower motor neuron yang terdiri dari axon syaraf motorik di sel cornu anterior.
Gambar 2.penampang jaras lintasan upper motor neuron dan medulla spinalis
Lower Motor Neuron
Titik dimana persyarafan sudah keluar dari kornu anterior medulla spinalis dan
meneruskan perjalanan sampai ke otot.Neurotransmitter yang ikut menyampaikan
impuls syaraf dari UMN adalah glutamine yang ditangkap oleh glutamin reseptor.LMN
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
disebut juga sistem syaraf perifer karena mempersyarafi semua otot-otot tubuh, lengan
dan tungkai.
Somatic motor neurons, berasal dari susunan saraf pusat, menuju medulla spinalis
keluar dari cornu anterior dan mempersyarafi saraf skeletal.
Special visceral motor neurons, disebut juga brankial motor neuron dimana dipersyarari
langsung oleh otot brankial (otot-otot dari syaraf kranialis)
General visceral motor neurons (visceral motor neurons), Mempersarafi otot jantung
dan otot polos dari organ dalam (termasuk otot polos arteri, dan kelenjar), nervus ini
bersinaps pada ganglia dari sistem nervus otonom (parasimpatis dan simpatis)
Akibatnya :
Saraf motorik untuk otot skeletal dan otot brankial adalah monosinaptik (melibatkan
hanya 1 motor neuron)
Saraf motorik untuk organ visceral adalah disinaptik (melibatkan 2 neuron; 1 berlokasi
dari SSP yang bersinaps di ganglion, 1 lagi berlokasi di susunan syaraf perifer yang
bersinaps ke otot.)
Sering diperdebatkan diantara saraf yang mempersarafi otot polos, saraf ganglion,
parasimpatis dan simpatis adalah motor neuron sedangkan visceral motor neuron dianggap
sebagai neuron preganglionik.Terminologi yang sering digunakan sekarang bahwa motor
neuron adalah jaras lintasan yang berasal dari susunan saraf pusat, untuk motorik skeletal.
Pada manusia dan hewan bertulang belakang, motor neuron tergolong kolinergik yang
melepaskan neurotransmitter asetilkolin termasuk neuron ganglion parasimpatis.Dimana
kebanyakan dari saraf simpatis adalah noradrenergic yang melepastkan neurotransmitter
noradrenalin.
Anatomi somatic motor neuron
Somatic motor neuron terdiri dari alfa eferen neuron, beta eferen neuron dan gamma eferen
neuron.Dikatakan eferen karena menbawa aliran informasi atau stimulus dari susunan saraf
pusat ke saraf perifer.
Alpha motor neuronsMempersyarafi serabut otot ekstrafusal (tipe serat kerja lambat) yang
berlokasi didalam otot. Sel-sel nya menyerupai sel cornu anterior / cornu ventralis dari
medulla spinalis sehingga sering disebut sebgai sel cornu anterior. Alfa motor neuron ini
berkontribusi dalam tonus otot. Ketika otot teregang, saraf sensorik yang ada dalam otot
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
spindle akan mengirimkan signal ke SSP, dan SSP akan langsung mengirimkan jawaban ke sel
alfa motor neuron ini, sehingga proses ini dinamakan refleks regang.
Beta motor neurons, mempersarafi serat otot intrafusal yang tehubung dengan serat
ekstrafusal.
Gamma motor neurons, mempersarafi serat otot intrafusal didalam otot spindle yang
mengatur kontraksi serat otot kapan diperlukan regangan yang besar dan kapan hanya
mengeluarkan respon kecil.
Motor units
Motor neuron dan semua serat otot terhubung dalam sebuah motor unit, dimana motor unit ini
dibagi menjadi 3 kategori :
Slow (S) motor units stimulate small muscle fibres, which contract very slowly lambat
dan menyediakan jumlah kecil energy tetapi sangat tahan terdapat lelah, sehingga mereka
digunakan untuk menunjang kontraksi otot, seperti menjaga tubuh pada posisi berdiri
tegak.
Fast fatiguing(FF) motor unit yang merangsang kumpulan otot yang lebih besar, yang
dapat menyediakan tenaga dalam jumlah lebih besar tetapi cepat lelah. Mereka dipakai
dalam tugas yang memerlukan energy besar seperti berlari, melompat.
Fast fatigue-resistant motor units, merangsang otot berukurang sedang yang tidak
bereaksi secapat FF motor unit tetapi dapat bertahan lebih lama dan menyediakan tenaga
dibandingkan S motor unit, seperti berjalan santai.1
Bab II
Pembahasan
post-infectious
polyneuritis,
acute
inflammatory
demyelinating
1.2 Epidemiologi
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling
dkk mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana
terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa
penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun
demikian tampak bahwa 60 % kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir
musim panas dan musim gugur.
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
Insidensi GBS bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang per
tahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian
mendapatkan incident rate 1.7 per 100.000 orang.
Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang
mengenai usia di bawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan
dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan
ras didapatkan bahwa 83 % penderita adalah kulit putih, 7 % kulit hitam, 5 % hispanik, 1
% Asia, dan 4 % pada kelompok ras yang tidak spesifik.
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian
Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (di
bawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama.
Sementara penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan
perempuan 3:1 dengan usia rata-rata 23.5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April
sampai dengan Mei di mana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.2
1.3 Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain:
- Infeksi
- Vaksinasi
- Pembedahan
- Penyakit sistemik (keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis, penyakit
-
Addison)
Kehamilan atau dalam masa nifas
GBS seringkali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56-80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atau infeksi
gastrointestinal.2
1.4 Patofisiologi
Akson bermielin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibanding akson tak
bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus
ranvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraseluler.
Membran sangat permeabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik.
Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat hanya pada nodus
ranvier, sehingga impuls-impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari
satu nodus ke nodus lain (konduksi salsatori) dengan cukup kuat.
Pada GBS, selaput mielin yang mengelilingi akson hilang. Selaput mielin cukup
rentan terhadap cedera karena banyak agen dan kondisi, termasuk trauma fisik,
hipoksemia, toksik kimia, insufisiensi vaskular, dan reaksi imunologi. Demielinasi adalah
respons umum dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi yang merugikan ini.
Kehilangan serabut mielin pada Guillain Barre Syndrome membuat konduksi salsatori
tidak mungkin terjadi, dan transmisi impuls saraf dibatalkan.
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi (proses respon antibodi terhadap virus
atau bakteri) yang menimbulkan kerusakan pada syaraf tepi hingga terjadi kelumpuhan.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan
jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus.
perlekatan-perlekatan
selaput
araknoid.
Di
negara-negara
tropik
Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot
proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbar, dan otot
nafas.
Puncak deficit dicapai 4 minggu.
Recovery biasanya dimulai 2-4 minggu.
Gangguan sensorik biasanya ringan.
Gangguan sensorik bisa paresthesi, baal, atau sensasi sejenis.
Gangguan nervus cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagia.
Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai.
Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, flusging paroxysmal, hipertensi
1.6 Klasifikasi
Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang
paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh
respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.
2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan
bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang
biasa terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias
gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b
dalam 90% kasus.
3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina;
menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini
disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer.
Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat.
Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering
ditemukan pada AMAN.
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
dengan
angka
kematian
yang
tinggi,
akibat
keterlibatan
I.
II.
kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus,
menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang
karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.
Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya
insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).
Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif
konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi
multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul
bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat.
Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf
motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf
spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear
lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.
1.10
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama
secara simptomatis. Perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka
kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan harus tetap diberikan. Tujuan
utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan memperbaiki prognosisnya. Perawatan
umum dan fisioterapi
1.
2.
3.
4.
5.
Plasma 200-250 ml/kgBB dalam 4-6x pemberian sehingga waktu sehari diganti
untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh
mencegah deep vein thrombosis mungkin diperlukan untuk mempertahankan posisi
anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Segera
setelah penyembuhan mulai fase konvalesen maka fisioterapi aktif mulai untuk melatih
dan meningkatkan kekuatan otot.3
1.11
Prognosis
Dahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang 20 % penderita meninggal
oleh karena kegagalan pernafasan. Sekarang ini kematian berkisar antara 2-10 %,
dengan penyebab kematian oleh karena kegagalan pernafasan, gangguan fungsi otonom,
infeksi paru dan emboli paru. Sebagian besar penderita (60-80 %) sembuh secara
sempurna dalam waktu enam bulan. Sebagian kecil (7-22 %) sembuh dalam waktu 12
bulan dengan kelainan motorik ringan dan atrofi otot-otot kecil di tangan dan kaki (2,3).
Kira-kira 3-5 % penderita mengalami relaps.3
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian
kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan
tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain:2
- pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
- mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
- progresifitas penyakit lambat dan pendek
- pada penderita berusia 30-60 tahun
myasthenia gravis adalah kelemahan otot yang meningkat pada saat beraktivitas dan
membaik bila penderita beristirahat. Otot yang paling sering terlibat pada penyakit ini adalah
otot pergerakan mata dan kelopak mata, otot-otos wajah dan otot untuk menelan. Kadangkadang otot-otot pernafasan dan ekstremitas juga bisa terkena.8
2.2 Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi
pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada
ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel
globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian
bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka
saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na,
sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologiklah yang
berperanan.
2.3 Epidemiologi
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada
berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih
sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang
menderita miastenia gravis adalah 3 : 1. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang
lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia
40 tahun. Pada bayi, sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Miastenia gravis
akan memiliki miastenia tidak menetap/transient (kadang permanen).9
2.4 Patofisiologi
Neuromuscular Transmission
Neuromuscular junction adalah tempat pertemuan antara axon neuron motorik
dan serat otot. Transmitter yang digunakan di neuromuscular junction yaitu asetilkolin
disimpan di presinaps saraf motorik terminal. Di postsinaps membran otot terdapat
banyak tempat reseptor asetilkolin.
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
Bila potensial aksi (impuls eksitatorik) mencapai presinaps akson terminal, akan
terjadi depolarisasi yang membuka kanal kalsium voltage-dependent. Akibatnya, ion
kalsium akan mengalir melalui kalsium channel sehingga kadar kalsium intrasel
meningkat. Setelah itu, terjadi fusi asetilkolin dari vesikel presinaps dengan membran
saraf motorik terminal. Asetilkolin dilepaskan ke celah sinaps (synaptic cleft) melalui
eksositosis.
Asetilkolin berdifusi melalui sinaps dan mengikat pada reseptor asetilkolin pada
membran postsinaps otot. Kombinasi asetilkolin pada reseptor ini akan memfasilitasi
peningkatan penghantaran sodium dan potasium. Terjadilah depolarisasi membran otot
postjunctional yang dikenal sebagai end-plate potential. Depolarisasi ini akan
membuatkan timbulnya aksi potensial di postsinaps sel otot. Proses ini akan berjalan
seperti rantai yang membuatkan terjadinya kontraksi otot. Kelainan pada neuromuscular
junction akan mengakibatkan disrupsi proses ini.10,11
menyebabkan kekurangan reseptor pada membran postsinaps. Di samping itu, terdapat kerusakan
complement-mediated pada selaput membran postsynaptic
Ocular Myasthenia
Myasthenia okular adalah keadaan di mana seorang pasien dengan gejala myasthenia dan
kelemahan otot yang hanya terjadi pada otot ekstraokular sekurang-kurangnya 2 tahun.
Kelemahan otot pada myasthenia biasanya dimulai di sekitar mata seperti ptosis dan diplopia
akibat oftalmoplegia. Ptosis ini dapat terjadi unilateral maupun bilateral dan biasanya asimetris
dan pasien sering mengeluh adanya juga gejala diplopia.10,11
Myasthenia
Generalisata
Dalam setahun setelah onset, 75% pasien akan mulai menunjukkan gejala myasthenia
generalisata. Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan
tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas.
Biasanya terjadi kelemahan otot-otot wajah sehingga pasien sulit senyum (vertical smile
myasthenic snarl), tidak bisa menggembungkan pipi dan tidak bisa menutup mata. Selain itu,
dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga
timbullah kesukaran menelan, mengunyah, berbicara dan regurgitasi cairan sehingga keluarnya
cairan dari hidung.
Kelemahan otot extremitas biasanya lebih sering terjadi pada otot proksimal yang mana
lebih sering melibatkan kelemahan di bahu dibandingkan panggul. Kelemahan otot ekstensi leher
biasanya jarang dan lebih sering terlihat pada pasien yang lebih berusia. Kelemahan ini disebut
dropped head syndrome dan pasien lebih sering mengeluh sakit dan kaku dileher sehingga harus
menopang dagu untuk menyangga kepala.10,11
2.6 Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), myasthenia gravis
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 12
Kelas I
Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan kekuatan
otot-otot lain normal.
Kelas II
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada
otot-otot lain selain otot okular.
a) Kelas IIa
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat
kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan.
b) Kelas IIb
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan
pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan kelas
IIa.
Kelas III
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain
otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.
a) Kelas IIIa
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.
b) Kelas IIIb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dalam derajat ringan.
Kelas IV
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat,
sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.
c) Kelas IVa
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot
aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.
d) Kelas IVb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara
predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh,
Kelas V
Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik. Biasanya gejala-gejala
myasthenia gravis seperti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari.
Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas.
Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun.
2.7 Diagnosis
Kriteria Diagnosis
Klinis:
Kelemahan/kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum.
- 2/3 pasien
: gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia
- 1/6 pasien
: kelemahan otot faring, kesulitan mengunyah, menelan, berbicara.
- 10%
:
Kelemahan ekstremitas
Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas
Kelemahan bersifat progresif
Setelah 15-20 tahun kelumpuhan menetap
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena
efektivitas tensilon sangat singkat.4,13
Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara intramuskular
(bila perlu, diberikan pula atropin atau mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan
oleh myasthenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau
kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.4,13
c.
Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet
lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
myasthenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan
bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar
gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.4,13
Percent Positive
24
55
80
100
100
89
saraf otak.4,13
c. Elektrodiagnostik
Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
Pada penderita myasthenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin,
kesembuhan.
Kortikosteroid : Prednison 1,5 2 mg/kg/BB.4
Penyebab hipokalemia:17
1. Berkurangnya asupan:
a. Berkurangnya kalium dalam diet
b. Kurangnya absorpsi kalium
2. Meningkatnya pengeluaran:
a. Ginjal:
i. Hiperaldosteronisme (hiperplasia adrenal, CHF, sirosis, dehidrasi)
ii. Glycyrrhizic acid (licorice, mengunyah tembakau)
iii. Berlebihnya kortikosteroid adrenal (sindroma Cushing)
iv. Defek tubular ginjal (RTA)
v. Obat-obatan (diuretik, aminoglikosida, manitol, amfoterisin, cisplatin)
b. Gastrointestinal:
i. Muntah
ii. Nasogastric suction
iii. Diare
iv. Malabsorpsi
v. Ileostomy
c. Peningkatan pengeluaran melalui keringat (berkeringat, luka bakar)
3. Perpindahan transeluler
a. Alkalosis
b. Insulin
c. Agonis beta-2 (albuterol, terbutalin, epinefrin)
d. Hypokalemia periodic paralysis (familial, tirotoksikosis)
4. Lain-lain
Tekanan darah dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan mekanisme yang tak
jelas. Selain itu dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan gangguan metabolisme
protein, dapat juga terjadi psikosis, delirium, halusinasi dan depresi.16,18
Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal dan
distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan polidipsia.
Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di tubulus
proksimal yang akan menimbulkan alkalosis metabolik. Meningkatnya NH4 dapat mencetuskan
koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.16
Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolik, petanda dari muntah
kronik atau pemberian diuretik lama.16
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah yang
rendah, petanda dari sindrom Bartter.16
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah tinggi,
petanda dari hiperaldostreonisme primer.16
3.5 Pengobatan
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam:16
Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan, yaitu pada keadaan; 1) pasien
sedang dalam pengobatan digitalis, 2) pasien dengan ketoasidosis diabetik, 3) pasien dengan
kelemahan otot pernapasan, 4) pasien dengan hipokalemia berat.
Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, yaitu pada keadaan; 1)
insufisiensi koroner/iskemia otot jantung, 2) ensefalopati hepatikum, 3) pasien memakai obat
yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel.
Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada hipokalemia ringan.
Koreksi hipokalemia: defisit (mEq) = 4.0 [K+] 100
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah. Pemberian 4060 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian 135-160
mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L.16
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang
besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau kelumpuhan
otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak
20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik. Bila melalui vena perifer, KCl maksimal 60 mEq dilarutkan
dalam NaCl isotonik 1000 cc, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat
menyebabkan sklerosis vena.16
kerusakan akson (sumbu serabut saraf), yang mengirimkan perasaan pada otak. Kadangkala, PN
diakibatkan kerusakan pada selubung saraf (mielin). Ini mempengaruhi isyarat nyeri yang
dikirim ke otak.19
PN dapat menjadi gangguan ringan atau kelemahan yang melumpuhkan. PN biasanya
dirasakan sebagai kesemutan, pegal, mati rasa, atau rasa seperti terbakar pada kaki dan jari kaki,
tetapi dapat juga dialami pada tangan dan jari. Dapat dirasakan seperti dikelitik, nyeri tanpa
alasan, atau rasa yang tampaknya lebih hebat daripada biasa. Gejala PN dapat bersifat sementara,
kadang sangat sakit, lalu tiba-tiba menghilang. PN berat dapat mengganggu waktu berjalan kaki
atau berdiri. 20
4.1 Insidensi
Neuropati perifer menyerang lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat. Sekitar 60%
dari penderita diabetes melitus menderita neuropati perifer. Insidensi yang pasti tidak dapat
ditentukan jumlahnya secara pasti.21
4.2 Klasifikasi
PN dapat diklasifikasi mengikuti jumlah saraf yang terkena atau jenis sel saraf yang
terkena (motorik, sensorik, otonom) atau proses yang memberi afek pada saraf (peradangan
misalnya dalam neuritis) atau berdasarkan penyebab (neuropati diabetik, neuropati nutrisional,
idiopatik neuropati).21
Mononeuropati adalah jenis neuropati yang hanya mempengaruhi saraf tunggal.
Penyebab paling umum mononeuropati adalah melalui trauma dan kompresi fisikal pada saraf
yang dikenal sebagai neuropati kompresi. Salah satu contoh dari neuropati kompresi adalah
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Cedera langsung ke saraf, gangguan suplai darah (iskemia),
atau peradangan juga dapat menyebabkan mononeuropati.
Mononeuropati multipleks adalah keterlibatan simultan atau berurutan individu batang
saraf tidak infektif, baik sebagian atau seluruhnya, berkembang dari harian ke tahun dan
biasanya bersifat kehilangan akut atau subakut dari sensorik dan fungsi motorik saraf tepi
individu. Mononeuropati multipleks biasanya disebabkan oleh penyakit yang generalisata seperti
diabetes mellitus atau vaskulitis. Pola keterlibatan adalah asimetris, walau bagaimanapun,
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
apabila penyakit ini berkembang, defisit menjadi lebih terhimpit dan simetris, sehingga sulit
untuk membedakan dari polineuropati. Oleh karena itu, perhatian terhadap pola dari gejala awal
adalah penting.
Penyebab mononeuropati multipleks meliputi:22
nyeri yang sangat dalam, nyeri yang lebih buruk di malam hari, sering di punggung bawah,
pinggul, atau kaki. Pada pasien dengan diabetes melitus, multipleks mononeuritis biasanya
ditemui sebagai akut, nyeri unilateral, nyeri paha berat diikuti oleh kelemahan otot anterior dan
kehilangan refleks lutut. Lesi saraf perifer tunggal umumnya berakusi bertahap secara akut atau
subakut, dan menunjukkan gambaran klinis yang berbentuk bercak dan simetris.22
Polineuropati merupakan kelainan neuropati difus dan bilateral, sering diakibatkan oleh
proses peradangan, metabolik atau toksik yang menyebabkan kerusakan dengan pola difus,
distal, dan simetris yang biasanya mengenai ekstremitas bawah sebelum ekstremitas atas. Dalam
polineuropati, sel-sel saraf di beberapa bagian tubuh yang terafek, tanpa memperhatikan saraf
mana yang dilalui. Tidak semua sel yang terkena dalam kasus tertentu.
Polineuropati dapat disubklasifikasikan menurut ada tidaknya keterlibatan sensorik atau
motorik atau keduanya. Secara patofisiologis, dapat dibagi menjadi subdivisi lagi, tergantung
apakah lokasi penyakit pada selubung mielin atau sarafnya sendiri (neuropati demielinasi dan
neuropati aksonal, yang dapat dibedakan dari pemeriksaan konduksi saraf).22
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
Penyebab polineuropati:
Infeksi
o Lepra
o Difteri
o Penyakit Lyme
o HIV
Inflamasi
o GBS
o Polineuropati demielinasi inflamasi kronik
o Sarkoidosis
o Sindrom Sjorgen
o Vaskulitis-lupus, poliarteritis
Neoplastik
o Paraneoplastik
o Paraproteinemik
Metabolik
o Diabetes melitus
o Uremia
o Miksedema
o Amiloidosis
Nutrisi
o Defisiensi vitamin, terutama tiamin, niasin, dan B12
Toksik (alkohol, timbal, arsen, emas, merkuri, talium, insektisida, heksana)
Obat-obatan (INH, vinkristin, cisplatin, metronidazol, nitrofurantoin,
amiodaron)
Herediter
fenitoin,
Efek dari ini menyebabkan gejala di lebih dari satu bagian tubuh, sering secara simetris
pada sisi kiri dan kanan. Adapun neuropati apapun, gejala utama termasuk kelemahan atau
kejanggalan gerakan (motor), sensasi yang tidak biasa atau tidak menyenangkan seperti
kesemutan atau terbakar, pengurangan kemampuan untuk merasakan tekstur, suhu, dan gangguan
keseimbangan ketika berdiri atau berjalan (sensorik). Pada kebanyakan polineuropati, gejalagejala ini dirasakan dahulu dan paling parah pada kaki. Neuropati jangka panjang dapat
menyebabkan deformitas pada kaki dan tangan (pes cavus, tangan cakar) dan gangguan sensorik
berat dapat menyebabkan ulserasi neuropati dan deformitas sendi. Hilangnya sensasi posisi distal
dapat menyebabkan ataksia sensorik. Dapat terjadi hilangnya sensasi nyeri, suhu, dan raba
dengan distribusi glove and stocking. Dapat terjadi penebalan saraf perifer. Gejala otonom juga
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
dapat terjadi, seperti pusing ketika berdiri, disfungsi ereksi, dan kesulitan mengendalikan buang
air kecil.
Neuropati otonom. Neuropati otonom merupakan bentuk polineuropati yang
mempengaruhi sistem involunter, sistem saraf non-sensorik (sistem saraf otonom) yang
mempengaruhi sebagian besar organ internal seperti otot-otot kandung kemih, sistem
kardiovaskuler, saluran pencernaan, dan organ kelamin. Saraf-saraf ini tidak berada di bawah
kendali kesadaran seseorang dan berfungsi secara otomatis. Serabut saraf otonom membentuk
koleksi besar di toraks, abdomen, dan panggul di luar medula spinalis, namun mereka memiliki
hubungan baik dengan medula spinalis dan otak. Umumnya neuropati otonom terlihat pada
pasien dengan DM tipe 1 dan 2 dalam jangka panjang. Dalam sebagian besar tapi tidak semua
kasus, neuropati otonom terjadi bersama bentuk-bentuk neuropati yang lain, seperti neuropati
sensorik.
Neuritis. Neuritis adalah istilah umum untuk peradangan saraf atau peradangan umum
pada sistem saraf perifer, biasanya disebabkan oleh infeksi atau autoimunitas. Gejala tergantung
pada saraf yang terlibat, tetapi mungkin termasuk rasa sakit, paresthesia, paresis, hipoestesia
(mati rasa), anestesi, lumpuh, dan hilangnya refleks.
Jenis-jenis neuritis meliputi polineuritis atau neuritis multipel, neuritis brakial, neuritis
optik, neuritis vestibuler, neuritis kranial (sering mewakili sebagai Bells palsy).19,22,23
4.3 Etiologi
Ada beberapa penyebab PN, di antaranya cedera mendadak, tekanan berkepanjangan
pada saraf, dan destruksi saraf akibat penyakit atau keracunan. Penyebab tersering PN adalah
diabetes melitus, defisiensi vitamin, alkoholisme yang bersamaan dengan gizi buruk dan
kelainan bawaan. Tekanan pada saraf dapat akibat tumor, pertumbuhan tulang abnormal,
penggunaan kast atau kruk, atau postur paksa karena kekakuan untuk jangka yang lama. Artritis
rematoid, vibrasi berlebihan dari peralatan berat, perdarahan pada saraf, herniasi diskus, terpapar
dingin atau radiasi, dan berbagai jenis kanker juga dapat menekan saraf. Neuropati perifer yang
umum, parestetika meralgia, khas dengan sensasi terbakar, baal, dan sensitivitas bagian depan
paha. Mikroorganisme dapat menyerang saraf secara langsung dengan akibat kerusakan saraf
tepi. Penyebab lain adalah bahan toksik, termasuk logam berat (timbal, air raksa, arsen), karbon
monoksida, dan pelarut. 20, 23
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
4.3.1 Metabolik4
Neuropati diabetik
o Polineuropati: komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi. Gejala dan
tanda: gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan; gangguan
sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa gangguan rasa nyeri dan suhu,
vibrasi serta posisi.
o Otonom neuropati: keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnal diare,
inkontinensia alvi, konstipasi, inkontinensi dan retensio urin, gastroparesis dan
impotensi.
o Mononeuropati: terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk
pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri.
Polineuropati uremikum:
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis). Gejala dan tanda: gangguan
sensorimotor simetris pada tungkai dan tangan; rasa gatal, geli dan rasa merayap pada
tungkai dan paha memberat pada malam hari, membaik bila kaki digerakkan (restless leg
syndrome).
4.3.2 Nutrisional 4
Polineuropati defisiensi:
o Piridoksin: penggunaan Isoniazid (INH). Gejala dan tanda: neuropati
sensorimotor dan neuropati optika.
o Asam folat: sering pada penggunaan fenitoin dan intake asam folat yang kurang.
o Niasin: pada pasien defisiensi multipel.
Polineuropati alkoholik: neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin. Gejala
dan tanda: gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut mengenai
tangan.
4.3.3 Toksik4
Arsenik: keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik). Gejala dan tanda: gangguan
sensoris berupa nyeri dan gangguan motorik yang berkembang lambat; gangguan GIT
4.5 Diagnosis
Sasaran pemeriksaan neuropati perifer adalah menetapkan diagnosis neuropati periferal,
menentukan apakah ini proses aksonal atau demielinatif, serta mencari penyebabnya.
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
Secara klinis, neuropati menyebabkan kelemahan serta atrofi otot, fasikulasi, hilangnya
sensasi atau perubahan sensasi (nyeri, parestesia, penurunan rasa raba, vibrasi dan posisi), dan
kelemahan atau hilangnya refleks tendon. Pemeriksaan konduksi saraf dapat membedakan
neuropati demielinatif (perlambatan kecepatan konduksi atau blok konduksi) pada neuropati
aksonal (amplitudo potensial aksi rendah). Elektromielografi (EMG) dapat membedakan atrofi
denervasi dari kelainan otot primer. Pemeriksaan CSS membantu terutama pada neuropati
demielinatif yang mengenai akar akan menyebabkan peninggian protein CSS. Inflamasi akar
saraf juga menyebabkan pleiositosis CSS. Pengambilan riwayat teliti dengan penekanan pada
riwayat keluarga, paparan lingkungan, serta penyakit sistemik, dikombinasi dengan pemeriksaan
neurologis serta laboratorium dapat menentukan etiologi pada kebanyakan informasi definitif
lebih banyak.4
Saraf sural biasanya dipilih untuk biopsi karena letaknya superfisial serta mudah
ditemukan dan merupakan saraf yang predominan sensori. Biopsi saraf sural meninggalkan
bercak hipertesia pada aspek lateral kaki yang biasanya ditoleransi dengan baik. Neuropati
diabetik dan lainnya mengenai terutama serabut kecil bermielin dan yang tidak bermielin yang
mengantar sensasi nyeri dan suhu. Degenerasi pada neuropati serabut kecil ini, mengenai serabut
saraf bagian yang paling distal dijumpai pada berbagai organ dan jaringan (serabut somatik)
dibanding serabut pada saraf utama. Pemeriksaan konduksi saraf serta EMG pada setiap kasus
mungkin normal dan biopsi saraf sural bisa sulit diinterpretasikan.22
4.6 Penatalaksanaan
Pengobatan potensial. Obat-obat baru seperti pregabalin yang digunakan untuk
pengobatan nyeri pada neuropati perifer menunjukkan hasil yang menjanjikan, namun tidak
memberikan banyak harapan bagi mereka lebih memilih disembuhkan daripada hanya merasa
lebih baik. Ultracet (asetaminofen dan tramadol) dan milnacitran menunjukkan hasil yang
menjanjikan untuk menghilangkan peradangan dan bengkak. Obat-obat di atas hanya mengatasi
gejala yang ada.
Mengobati penyebab. Mengobati penyebab yang mendasari neuropati dapat mencegah
kerusakan lebih jauh dan dapat membantu penyembuhan lebih baik. Pada kasus infeksi bakteri
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
contohnya pada lepra dan penyakit Lyme, dapat diberikan antibiotik untuk menghancurkan
bakteri penyebab infeksi. Infeksi virus lebih sulit diobati karena antibiotik tidak efektif
membunuh virus. Neuropati yang berkaitan dengan obat-obatan, bahan kimia, dan racun diobati
dengan menghentikan pajanan terhadap agen yang merusak. Bahan kimia seperti EDTA
digunakan tubuh untuk mengkonsentrasikan dan membuang beberapa racun. Neuropati diabetika
dapat diobati dengan memperbaiki kadar gula darah, namun gagal ginjal kronik mungkin
memerlukan dialisis atau bahkan transplantasi ginjal untuk mencegah atau mengalami kerusakan
saraf. Pada beberapa kasus seperti trauma kompresi atau tumor, mungkin diperlukan
pembedahan untuk menghilangkan tekanan pada saraf.
Perawatan suportif dan terapi jangka panjang. Beberapa neuropati perifer tidak dapat
disembuhkan atau membutuhkan waktu untuk penyembuhan. Pada kasus-kasus tersebut,
monitoring jangka panjang dan perawatan suportif dilakukan. Pemeriksaan-pemeriksaan dapat
diulang untuk mengetahui perkembangan neuropatinya. Jika ada keterlibatan saraf otonom,
monitoring secara berkala dari sistem kardiovaskular perlu dilakukan.
Karena nyeri dikaitkan dengan banyak neuropati, perencanaan penatalaksanaan nyeri
mungkin perlu dilakukan terutama jika nyeri menjadi kronik. Sebagaimana dengan penyakit
kronik lainnya, paling baik tidak memakai opiat. Obat-obat yang digunakan pada nyeri
neuropatik termasuk diantaranya amitriptiline, karbamazepin, dan krim capcaisin. Fisioterapi
dapat menolong mempertahankan atau meningkatkan fungsi. Pada kasus dengan saraf motoris
yang terkena bisa digunakan alat-alat untuk membantu pasien bergerak.24
sel saraf sangat lambat. Pemulihan sepenuhnya mungkin tidak bisa terjadi dan mungkin juga
tidak bisa ditentukan prognosis hasil akhirnya.
Jika neuropati disebabkan oleh keadaan degeneratif, kondisi seseorang akan dapat
bertambah buruk. Mungkin terdapat periode dimana penyakit tersebut mencapai kondisi statis
namun belum ada pengobatan yang telah ditemukan untuk penyakit-penyakit degeneratif ini,
misalnya Charcot-Marie-Tooth. Sehingga gejala-gejala akan terus berlangsung dan kemungkinan
untuk memburuk semakin besar.
Beberapa neuropati perifer dapat berakibat fatal. Keadaan yang fatal ini telah dikaitkan
dengan kasus difteri, keracunan botulisme, dll. Beberapa penyakit dengan neuropati juga bisa
berakibat fatal namun penyebab kematian tidak selalu berkaitan dengan neuropati, seperti halnya
pada kanker.
Neuropati perifer dapat dicegah hanya pada bentuk-bentuk dimana penyakit yang
mendasarinya dapat dicegah. Hal-hal yang dilakukan seseorang untuk pencegahan diantaranya
adalah vaksinasi terhadap penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan neuropati, seperti difteri
atau polio. Pengobatan pada cedera fisik sesegera mungkin dapat menolong mencegah kerusakan
saraf yang permanen atau memburuk. Kehati-hatian dalam menggunakan obat-obatan dan bahanbahan kimia tertentu sangat disarankan untuk mencegah terpajan terhadap bahan-bahan
neurotoksik. Pengendalian penyakit-penyakit kronis seperti diabetes dapat juga mengurangi
kemungkinan terjadinya neuropati.
Meskipun bukan merupakan tindakan pencegahan, skrining genetik dapat digunakan
sebagai deteksi dini. Pada beberapa kasus, adanya gen tertentu tidak selalu berarti bahwa orang
tersebut pasti akan terkena penyakit tersebut, karena masih dipengaruhi oleh lingkungan dan
faktor-faktor lain yang terlibat.24
Bab III
Penutup
Gangguan pada Lower Motor Neuron (LMN) merupakan gangguan yang terjadi mulai
dari keluarnya saraf melalui kornu anterior medula spinalis hinggalah ke otot-otot. Lesi pada
LMN memiliki ciri antara lain penurunan tonus otot (hipotonus), penurunan kekuatan, refleks
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
fisiologis berkurang, dan tidak ada refleks patologis. Dapat dijumpai atrofi otot rangka yang
dipersarafi oleh LMN yang bersangkutan, fasikulasi (gerakan involunter) dan paralisis. Penyebab
lesi pada LMN bermacam-macam dan dapat dikelompokkan berdasarkan letak lesinya.
Sindrom Guillain-Barre (SGB/GBS) adalah salah satu kelainan poliradikulopati
menyangkut demielinasi inflamasi bisa akut maupun subakut yang mengarah pada paralisis
ascenden dan ditandai oleh kelemahan, parestesia, dan hiporefleksia. Mekanisme autoimun
dipercaya bertanggung jawab pada sindrom ini. Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS
dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai
peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. GBS secara khas digambarkan
dengan kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia. Terapi meliputi farmakoterapi dan
terapi fisik; prognosis GBS tergantung pada progresivitas penyakit, derajat degenerasi aksonal,
dan umur pasien.
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai
dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction. Mekanisme imunogenik memegang peranan
yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis, dimana antibodi yang merupakan
produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Penatalaksanaan miastenia gravis dapat
dilakukan dengan obat-obatan, thymomectomy ataupun dengan terapi imunosupresif yang dapat
memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis.
Hipokalemia merupakan suatu keadaan rendahnya kadar kalium di dalam darah, yaitu
kurang dari 3.5 mEq/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik.
Hipokalemia dapat menimbulkan kelemahan otot tipe LMN karena kalium berfungsi dalam
sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormon, transpor cairan,
perkembangan janin. Keseimbangan kalium sangat penting untuk fungsi sel normal, terutama
untuk sel saraf dan sel otot. Penyebab hipokalemia bermacam-macam, dan gejala klinis
hipokalemia tidak spesifik, dan berkaitan dengan fungsi otot dan jantung. Untuk memastikan
penyebab hipokalemia dibutuhkan anamnesis yang terarah, dan pemeriksaan elektrolit serum
serta urin. Pengobatan bersifat kausatif dan bertujuan untuk mengembalikan kadar kalium
normal di dalam darah.
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
Sementara gejala dan tanda neuropati perifer cukup sering ditemukan pada usia lanjut.
Berbagai kondisi pada usia tua seperti diabetes, alkoholisme, defisiensi nutrisi, infeksi,
keganasan, maupun kelainan autoimun, dapat mempengaruhi kualitas fungsional saraf yang
mengakibatkan neuropati. Untuk mendiagnosis neuropati perifer secara komprehensif dan
efisien, diperlukan pendekatan yang sistematis dan logis, terutama pada neuropati perifer yang
dapat diobati. Aplikasi elektrodiagnostik yang non invasif cukup memuaskan untuk menegakkan
diagnosis, walaupun dalam kasus tertentu diperlukan pemeriksaan elektrodiagnostik invasif.
Pengobatan yang dilakukan adalah dengan terapi kausal, simtomatik, vitamin neurotropik, dan
fisioterapi.
Daftar Pustaka
1. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik duus anatomi, fisiologi, tanda, gejala. Edisi ke 4.
Jakarta : EGC; 2010. H.48-94.
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
Syndrome.
June,
2014.
Downloaded
from:
Gravis.
http://dokumen.tips/download/link/makalah-neuro-myastenia-gravis.
gangguan
kelemahan
otot
kronik.
Diakses
pada
20
September 2015.
14. Diagnosa myasthenia gravis. Diunduh dari: http://www.mgindonesia.org/myastheniagravis/diagnosa-myasthenia-gravis.html. Diakses pada 25 September 2015.
15. Pardede
SO,
Fahriani
R.
Paralisis
Periodik
Hipokalemik
Familial.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/198_CME-Paralisis%20Periodik%20Hipokalemik
%20Familial.pdf. Diakses pada 20 September 2015.
Guillain-Barre Syndrome, Myasthenia Gravis, Hipokalemia, Neuropati
16. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009. h.137-8.
17. Ferri FF. Ferris clinical advisor. USA: Elsevier, 2012.p.1380-1.
18. Lederer
E,
Batuman
V.
Hypokalemia.
http://emedicine.medscape.com/article/242008-overview.
Diakses
Available
pada
tanggal
at:
19
September 2015.
19. Suryamiharja A, Purwata TE, Suharjanti I, Yudiyanta. Konsensus nasional 1 diagnostik dan
penatalaksanaan nyeri neuropatik. Jakarta: Perdossi, 2011.h.1.
20. . Rowland. Peripheral neuropathies in Meritts neurology. 11th edition. New York: Lippincot
Williams & Wilkins; 2005. p. 736-7.
21. Aggarwal
SK,
Swierzewski
SJ.
Peripheral
neuropathy.
Available
at:
http://www.scribd.com/mobile/doc/94404156/45642568-makalah-