Oleh :
Novi Putri Dwi Iriani, S. Ked
712019076
Pembimbing
dr. Irma Yanti, Sp. S
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
ii
Universitas Muhammadiyah Palembang
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, Zat Yang Maha Pengasih dengan segala Kasih Sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Jaras Motorik dan Jaras Sensorik”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Bagian
Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Irma Yanti, Sp. S, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang yang
telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan selama penyusunan
referat ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi dan bidan bangsal atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
iii
Universitas Muhammadiyah Palembang
DAFTAR ISI
BAB I : Pendahuluan
iv
Universitas Muhammadiyah Palembang
v
Universitas Muhammadiyah Palembang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf memiliki dua tipe sel saraf, yaitu neuron dan sel-sel
pendukung atau sel glia. Neuron adalah sel saraf yang merupakan unit
dasar sistem saraf dan berfungsi untuk menghantarkan impuls yang
membawa informasi dari lingkungan. Neuron juga dapat mengontrol
kontraksi/gerakan otot dan berkomunikasi satu sama lain. Di antara
neuron-neuron terdapat sel glia (neuroglia) yang merupakan sel-sel
pendukung (supporting cells) untuk keefektifan kerja neuron. Sel glia ini
dapat membantu neuron melekat pada tempatnya dan memberinya
nutrisi.1,3
Saraf fungsional terdiri dari sistem saraf motorik dan sistem saraf
sensorik. Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan
pada manusia. Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak,
diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum.
Sistem sensorik pada manusia berhubungan dengan kemampuan
mempersepsi suatu rangsang. Sistem ini sangat penting karena berfungsi
terutama untuk proteksi tubuh. Masing-masing dari sistem saraf tersebut
memiliki jaras-jarasnya sendiri.1,2,3
1
Universitas Muhammadiyah Palembang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Saraf
Sistem saraf memiliki dua tipe sel saraf, yaitu neuron dan sel-sel
pendukung atau sel glia.
1. Neuron
Neuron adalah sel saraf yang merupakan unit dasar sistem saraf
dan berfungsi untuk menghantarkan impuls yang membawa informasi
dari lingkungan. Neuron juga dapat mengontrol kontraksi/gerakan otot
dan berkomunikasi satu sama lain. Neuron berbeda-beda dalam
ukuran dan bentuknya tergantung pada tugas khusus yang harus
dilakukannya, namun secara umum setiap neuron terdiri dari: badan
sel (perikarion/soma), nucleus (inti sel), axon, dendrit, dan tombol
terminal. Setiap neuron memiliki sebuah badan sel yang berisi nucleus
yang di dalamnya terdapat kromosom (DNA). Dari badan sel menjulur
prosesus-prosesus (tonjolan) yang disebut axon dan dendrit. Axon
merupakan prosesus yang menghantarkan impuls dari badan sel ke
tombol terminal dan jumlahnya biasanya satu. Sedangkan dendrit
merupakan prosesus yang menghantarkan impuls menuju badan sel
dan jumlahnya biasanya banyak.1,5
2
Universitas Muhammadiyah Palembang
Gambar 1. Struktur neuron
3
Universitas Muhammadiyah Palembang
- Neuron motorik = neuron eferen
4
Universitas Muhammadiyah Palembang
Gambar 2. Struktur Sinaps (penghubung antar neuron)
5
Universitas Muhammadiyah Palembang
2. Konduksi Aksonal
Penjalaran impuls saraf terjadi di sepanjang axon. Jika axon
terkena rangsangan pada pusatnya, axon itu akan mengeluarkan
impuls ke salah satu arah, yaitu menuju badan sel atau menjauhi badan
sel. Gerakan impuls saraf ini bersifat elektrokimiawi. Selaput tipis
yang menghubungkan protoplasma sel daya tembusnya tidak sama
terhadap berbagai jenis muatan ion listrik yang biasanya mengapung
dalam protoplasma dan cairan sekeliling sel. Dalam keadaan istirahat,
selaput sel mengeluarkan muatan ion sodium positif (Na+) dan
memberi jalan masuk ion potassium (K+) serta klorida(Cl-).
Akibatnya terdapat kekuatan listrik lemah, atau perbedaan voltase di
seberang selaput. Di bagian dalam sel saraf lebih negatif daripada di
bagian luar. Keadaan demikian disebut potensi istirahat (resting
potential). Jika axon terkena rangsangan, kekuatan elektrik di
seberang selaput berkurang tepat pada waktu adanya rangsang. Jika
pengurangan potensi itu cukup besar, daya tembus selaput sel
mengalami perubahan sehingga ion sodium memasuki sel, proses ini
disebut depolarisasi, dan sekarang bagian luar selaput sel menjadi
lebih negatif dibanding dengan bagian luar sel. Fenomena ini disebut
potensial aksi(action potential) sebagai lawan dari potensi istirahat.1
3. Transmisi Sinaptik
Hubungan sinaps antar neuron merupakan hal yang sangat
penting karena di sanalah sel saraf mengantar isyarat sebuah neuron
dilepaskan atau dibakar, ketika stimulus menyentuhnya melalui
banyak axon yang melampaui tahap gerbang tertentu. Aksi potensial
pada neuron mengikuti asas “semuanya atau tidak sama sekali” (all or
none). Terbakar atau tidaknya neuron itu tergantung pada potensi
bertahap yang ada dalam dendrit dan badan sel. Potensi bertahap itu
digerakan oleh rangsangan dari neuron di seberang sinaps, dan ukuran
potensi itu berubah mengikuti jumlah dan jenis kegiatan yang masuk.
6
Universitas Muhammadiyah Palembang
Ketika jumlah potensi bertahap menjadi cukup besar, depolarisasi
yang memadai dikeluarkan untuk menggerakan aksi potensial yang
bersifat “all or none”, sehingga informasi dapat dihantarkan. Misalnya
neuron yang menanggapi peregangan otot akan terbakar dalam ukuran
yang sesuai dengan jumlah peregangan, makin panjang peregangan
makin banyak neuron yang terbakar.1
7
Universitas Muhammadiyah Palembang
gerakan tangan pada waktu berjalan, gerak lambaian tungkai dan
lengan. Kerusakan pada ganglia basalis dapat menimbulkan gangguan-
gangguan gerak seperti : gejala-gejala pada penyakit Parkinson
(kekakuan otot atau rigiditas, tremor, akinesia), hemibalismus, chorea,
dan atetosis.
8
Universitas Muhammadiyah Palembang
Tractus pyramidalis terdiri dari tractus corticospinal dan tractus
corticobulbar. Tractus extrapyramidalis dibagi menjadi lateral pathway
dan medial pathway. Lateral pathway terdiri dari tractus rubrospinal dan
medial pathway terdiri dari tractus vestibulospinal, tractus tectospinal
dan tractus retikulospinal. Medial pathway mengontrol tonus otot dan
pergerakan kasar daerah leher, dada dan ekstremitas bagian
proksimal.2,6
a. Tractus Corticospinal
Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di
cortex cerebri. Dua pertiga serabut ini berasal dari gyrus
precentralis dan sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabut
desendens tersebut lalu mengumpul di corona radiata, kemudian
berjalan melalui crusposterius capsula interna. Pada medulla
oblongata tractus corticospinal nampak pada permukaan ventral
yang disebut pyramids. Pada bagian caudal medulla oblongata
tersebut 85% tractus corticospinal menyilang ke sisi
kontralateral pada decussatio pyramidalis, sedangkan sisanya
tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap
bersinaps pada neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada
medulla spinalis. Tractus cortico spinalis yang menyilang pada
ducassatio akan membentuk tractus cortico spinal lateral dan
yang tidak menyilang akan membentuk tractus corticospinal
anterior.3
9
Universitas Muhammadiyah Palembang
b. Tractus Corticobulbar
Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang
hampir sama dengan tractus corticospinal, namun tractus cortico
bulbar bersinaps pada motor neuron nervus cranialis III, IV, V,
VI, VII, IX, X, XI, XII. Tractus corico bulbar menjalankan
fungsi kontrol volunter otot skelet yang terdapat pada mata,
dagu, muka dan beberapa otot pada faring dan leher. Seperti
halnya dengan tractus cortico spinal, tractus cortico bulbarpun
mengalami persilangan namun persilangannya terdapat pada
tempat keluarnya motorneuron tersebut.2
c. Medial Pathway
Medial Pathway (jalur medial) mempersarafi dan
mengendalikan tonus otot dan pergerakan kasar dari leher, dada
dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor neuron jalur
medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan
formasio retikularis.2,
Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari
reseptor di vestibulum untuk mengontrol posisi dan pergerakan
kepala. Tractus descendens yang berasal dari nukleus tersebut
ialah tractus vestibulo spinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah
untuk menjaga postur tubuh dan keseimbangan.2
Colliculus superior menerima sensasi visual. Tractus
descendens yang berasal dari colliculus superior disebut tractus
tectospinal. Fungsi tractus ini ialah untuk mengatur refleks
gerakan postural yang berkaitan dengan penglihatan.3
d. Lateral Pathway
10
Universitas Muhammadiyah Palembang
Lateral Pathway (jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol
tonus otot dan presisi pergerakan dari ekstremitas bagian distal.
Upper motor neuron dari jalur lateral ini terletak dalam nukleus
ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson motor
neuron dari nukleus ruber ini turun melalui tractus rubrospinal.
Pada manusia tractus rubrospinal kecil dan hanya mencapai
corda spinalis bagian cervical.2,6
Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut
saraf yang membentuk jejaring (retikular). Jaring ini
membentang ke atas sepanjang susunan saraf pusat dari medulla
spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima input
dari hampir semua seluruh sistem sensorik dan memiliki serabut
eferen yang turun memengaruhi sel-sel saraf di semua tingkat
susunan saraf pusat. Akson motor neuron dari formatio
retikularis turun melalui traktus retikulo spinal tanpa menyilang
ke sisi kontralateral. Fungsi dari tractus reticulospinalis ini ialah
untuk menghambat atar memfasilitasi gerakan voluntar dan
kontrol simpatis dan parasimpatis hipotalamus.2,3
2. Sistem Sensorik
11
Universitas Muhammadiyah Palembang
Sistem sensorik pada manusia berhubungan dengan kemampuan
mempersepsi suatu rangsang. Sistem ini sangat penting karena
berfungsi terutama untuk proteksi tubuh. Sistem ini dapat juga
dimaknai sebagai perasaan tubuh atau sensibilitas.
a. Reseptor
12
Universitas Muhammadiyah Palembang
Nociseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan
merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan
jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh
reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan
corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang
kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel reseptor
olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel
reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh
darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk
mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor
di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan
cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor (batang dan
kerucut) di retina mata.1
13
Universitas Muhammadiyah Palembang
diskrimisani dua titik (kemampuan membedakan lokasi atau
titik asal rangsang).
Barognosia ; kemampuan untuk mengenal berat benda yang
dipegang.
Stereognosia ; kemampuan untuk mengenal bentuk benda
dengan meraba, tanpa melihat.
Topognosia (topostesia) ; kemampuan untuk melokalisasi
tempat dari rasa raba.
Grafestesia ; kemampuan untuk mengenal huruf atau angka
yang ditulis pada kulit, dengan mata tertutup.
c. Jaras somatosensorik
14
Universitas Muhammadiyah Palembang
radiks posterior medulla spinalis → lalu naik sebagai
funiculus grasilis dan funiculus cuneatus → berakhir di
nucleus Goll → berganti menjadi neusron sensoris ke-2 →
menyilang ke sisi lain medulla spinalis → menuju thalamus
di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju
ke korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus
parietalis).1
BAB III
15
Universitas Muhammadiyah Palembang
KESIMPULAN
1. Sistem saraf memiliki dua tipe sel saraf, yaitu neuron dan sel-sel pendukung
atau sel glia. Neuron terdiri atas neuron sensorik, neuron motorik dan
interneuron sedangkan sel glia terdiri atas astrocyte, oligodendrocyte dan
microglia.
2. Informasi yang dijalarkan dalam sistem saraf berbentuk impuls saraf yang
melewati serangkaian neuron melalui penghubung antar neuron
(interneuronal junctions) yang disebut sebagai sinaps.
3. Jaras motorik adalah tractus pyramidalis yang terdiri dari tractus
corticospinal dan tractus corticobulbar, serta tractus extrapyramidalis dibagi
menjadi lateral pathway dan medial pathway.
4. Sistem sensoris memiliki beberapa reseptor yang dibagi berdasarkan letak
(extroseptor, proprioseptor, interoseptor) dan berdasarkan stimulusnya
(mekanoreseptor, thermoreseptor, nociseptor, chemoreseptor dan
potoreseptor).
5. Jaras sensorik dibagi menjadi 2 jalur yaitu eksteroseptif dan proprioseptif.
DAFTAR PUSTAKA
16
Universitas Muhammadiyah Palembang
1. Heryati E, Faizah N. 2008. Psikologi FAAL. Uniersitas Pendidikan
Indonesia. Bandung.
2. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. 2012. Fundamentals of Anatomy and
Physiology. 9th ed. Benjamin Cummings.
3. Snell RS. 2012. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
4. Noback RC. 2005. The Human Nervous System – Structure and Function. 6 th
ed. Humana Press.
5. Guyton AC dan Hall JE. 2014. Buku Ajar Fissiologi Kedokteran. Edisi 12.
Singapura: Elsevier.
6. Patestas M dan Gartner L. 2006. A Textbook of Neuroanatomy. 1 th ed.
Malden, MA: Blackwell Pub.
17
Universitas Muhammadiyah Palembang