Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

Penatalaksanaan Benda Asing THT Selama Pandemi


Covid-19

Oleh :

Novi Putri Dwi Iriani

712019076

Pembimbing :

dr. Meilina Wardani, Sp. THT-KL

SMF ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

“Penatalaksanaan Benda Asing THT-KL Selama Pandemi Covid-19”


Judul:

Oleh:
Novi Putri Dwi Iriani
712019076

Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Serior Ilmu Penyakit THT-KL Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Juni 2020


Pembimbing

dr. Meilina Wardani, Sp. THT-KL

ii
Universitas Muhammadiyah Palembang
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya,
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya, penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Penatalaksanaan Benda Asing THT-KL
Selama Pandemi Covid-19” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Penyakit THT-KL Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih
kepada:

1. dr. Meilina Wardani, Sp. THT-KL selaku pembimbing yang telah


memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat
ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa mendatang.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu
pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Juni 2020

iii
Universitas Muhammadiyah Palembang
DAFTAR ISI

Lembaran cover .................................................................................................... i

Lembar Pengesahan ............................................................................................. ii

Kata Pengantar ................................................................................................... iii

Daftar Isi .............................................................................................................. iv

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

BAB II : Tinjauan Pustaka

2.1 Penatalaksanaan Benda Asing THT .............................................. 3

2.2 Covid-19 .......................................................................................... 14

2.3 Tatalaksana Benda Asing THT pada Pandemi Covid-19 .......... 19

BAB III : Kesimpulan ........................................................................................ 21

Daftar Pustaka .................................................................................................... 22

iv
Universitas Muhammadiyah Palembang
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari luar
tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda
asing yang berasal dari luar tubuh disebut dengan benda asing eksogen,
biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan benda asing yang
berasal dari dalam tubuh disebut dengan benda asing endogen. Benda
asing eksogen terdiri dari benda padat, cair, atau gas.

Benda asing hidup dan benda asing mati yang tajam dapat melukai
dinding CAE sehingga menyebabkan inflamasi (otitis eksterna) maupun
perdarahan. Benda asing yang tidak segera diambil dapat menyebabkan
tuli konduktif bila sumbatan tersebut total. Komplikasi pasca tindakan
yang kurang hati-hati dapat berupa perdarahan, inflamasi, bahkan perforasi
membran timpani.

Benda asing di saluran napas dapat menutup saluran napas, tersangkut


diantara pita suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan tergantung
pada besar, bentuk, letak benda asing. Sumbatan total akan menimbulkan
keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia
dalam waktu singkat.

Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe


Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dapat
ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di
China dan lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. 5 Pada 12 Maret 2020,
WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik.6 Hingga tanggal 29
Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di
seluruh dunia.5 Sementara di Indonesia pertanggal 10 Juni 2020 tercatat
33.076 kasus terkonfirmasi dengan jumlah kematian 1.923.

1
Universitas Muhammadiyah Palembang
Pada masa pandemik COVID-19, tenaga medis menjadi salah satu
golongan yang berisiko tinggi terpapar virus tersebut, terutama dalam
keadaan penanganan pasien. Dalam keadaan yang dianggap tidak terlalu
emergency, masyarakat diharapkan untuk menunda memeriksakan diri ke
dokter. Namun terdapat pula beberapa keadaan emergency yang jika
ditunda akan berakibat fatal, seperti adanya benda asing pada telinga,
hidung dan tenggorok.

2
Universitas Muhammadiyah Palembang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penatalaksanaan Benda Asing THT


A. Benda Asing Telinga

Benda asing di telinga ialah benda yang dalam keadaan normal tidak
ada dalam telinga. Dibedakan menjadi :
a. Berasal dari luar tubuh (eksogen):
 Benda hidup:serangga, cacing, semut, dan lainnya
 Benda mati: Organik : kacang, daun, dan lainnya
 Non organik : batu, manik–manik, dan lainnya.
b. Berasal dari dalam tubuh (endogen): serumen

1. Hasil Anamnesis (Subjective)


 Keluhan
Rasa tidak enak di telinga, tersumbat (benda asing organik
mengembang), nyeri (benda hidup), gemrebeng, kadang disertai
pendengaran terganggu. Kadang tidak muncul keluhan (benda
asing non organik).-
 Faktor Resiko
a. Usia anak-anak
b. Retardasi mental
c. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal (keadaan tidur,
kesadaran menurun, alkoholisme, epilepsi)
d. Faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis)
e. Faktor kecerobohan (meletakkan benda asing di telinga)

3
Universitas Muhammadiyah Palembang
2. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana(Objective)
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan lampu kepala
atauotoskop, terlihat adanya benda asing di liang telinga luar
(CAE : canalis auditorius eksternus).
 Pemeriksaan penunjang :
a. X foto rontgen (benda logam)
b. Endoskopi
3. Penegakan Diagnosis (Assessment)
 Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
 Diagnosis Banding : Stenosis liang telinga, otitis eksterna, tumor
 Komplikasi : Benda asing hidup dan benda asing mati yang
tajam dapat melukai dinding CAE sehingga menyebabkan
inflamasi (otitis eksterna) maupun perdarahan. Benda asing
yang tidak segera diambil dapat menyebabkan tuli konduktif
bila sumbatan tersebut total. Komplikasi pasca tindakan yang
kurang hati-hati dapat berupa perdarahan, inflamasi, bahkan
perforasi membran timpani.1
4. Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
 Penatalaksanaan
 Benda asing serangga harus dimatikan terlebih dahulu dengan
meneteskan minyak, air garam, eter, atau alkohol, kedalam
liang telinga dan kemudian diekstraksi dengan menggunakan
forcep.(jangan menggunakan alkohol bila terdapat perforasi
sebab ototoksik)
 Benda asing organik yang kecil dapat diektraksi dengan
pengait benda asing atau forcep.

4
Universitas Muhammadiyah Palembang
 Benda asing organik higroskopis mudah mengembang bila
terkena cairan, oleh karenanya benda asing higrosopis
dihindari agar tidak terkena cairan.
 Benda asing anorganik yang terlihat dapat diekstraksi dengan
pengait kecil atau loop serumen, dan bila tidak terlihat cukup
disemprot dengan cairan (irigasi).
 Bila kasusnya sulit misalnya benda asing terdapat di ismus
atau ressus anterior, perlu dilakukan operasi dengan
melakukan insisi endaural atauinsisi post aurikuler.
 Konseling & Edukasi
a. Memberitahu orang tua agar lebih mengawasi anaknya saat
bermain.
b. Memberitahu pasien (biasanya anak-anak), agar tidak
memasukkan benda apapun ke dalam telinga.
c. Menjauhkan benda-benda kecil dari anak-anak maupun
penderita retardasi mental.
d. Kasus benda asing di telinga seringkali terjadi pada anak-
anak, karena anak-anak secara naluriah memasukkan segala
sesuatu ke telinga, hidung maupun mulut. Maka orang tua
perlu meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak, serta
lebih berhati-hati jika meletakkan benda-benda agar tidak
mudah dijangkau anak-anak.1

5
Universitas Muhammadiyah Palembang
B. Benda Asing Saluran Napas

Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari
luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada.
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut dengan benda asing
eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan benda
asing yang berasal dari dalam tubuh disebut dengan benda asing
endogen. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair, atau gas.2

1. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke


dalam saluran nafas antara lain:

a. Faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi social,


dan tempat tinggal). Kegagalan mekanisme proteksi yang
normal (keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme, dan
epilepsy).
b. Faktor fisik (kelainan dan penyakit neurologic), proses menelan
yang belum sempurna pada anak, faktor dental, medical, dan
surgical (tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi
molar pada anak berumur <4 tahun), faktor kejiwaan (emosi,
gangguan psikis), ukuran, dan bentuk serta sifat dari benda
asing.
c. Faktor kecerobohan (meletakkan benda asing di mulut,
persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum yang
tergesa-gesa, makan sambil bermain), memberikan kacang atau
permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap.2

6
Universitas Muhammadiyah Palembang
2. Patogenesis

Benda asing mati di hidung cenderung menyebabkan edema


dan inflamasi mukosa hidung, dapat terjadi ulserasi, epistaksis,
jaringan granulasi, dan dapat berlanjut menjadi sinusitis. Benda
asing hidup menyebabkan reaksi inflamasi dengan derajat
bervariasi, dari infeksi local sampai destruksi masif tulang rawan
dan tulang hidung dengan membentuk daerah supurasi yang dalam
dan berbau. 75% dari benda asing di bronkus ditemukan pada anak
dibawah umur 2 tahun, dengan riwayat khas, yaitu pada saat benda
atau makanan berada di dalam mulut, anak tertawa, atau menjerit,
sehingga saat inspirasi laring terbuka dan makanan atau benda
asing masuk ke dalam laring. Pada saat benda asing itu terjepit di
spinkter laring, pasien batuk berulang-ulang (paroksismal),
sumbatan di trakea, mengi, dan sianosis. Bila benda asing telah
masuk ke dalam trakea atau bronkus, kadang-kadang terjadi fase
asimtomatik selama 24 jam atau lebih, kemudian diikuti dengan
fase pulmonum dengan gejala yang tergantung pada derajat
sumbatan bronkus.2

Benda asing organic, seperti kacang-kacangan mempunyai


sifat higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air,
serta menyebabkan iritasi pada mukosa. Mukosa bronkus menjadi
edema, dan meradang, serta dapat pula terjadi jaringan granulasi di
sekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan pada bronkus makin
hebat. Akibatnya akan muncul gejala laringotrakeobronkitis,
toksemia, batuk, dan demam yang tidak terus menerus.

Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang


lebih ringan, dan lebih mudah didiagnosis dengan pemeriksaan
radiologic, karena umumnya benda asing anorganik bersifat
radioopak. Benda asing yang terbuat dari metal dan tipis, seperti

7
Universitas Muhammadiyah Palembang
jarum, penit, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal,
dengan gejala batuk spasmodic. Benda asing yang lama berada di
bronkus dapat menyebabkan perubahan patologik jaringan,
sehingga menimbulkan komplikasi, antara lain penyakit paru
kronik supuratif, bronkiektasis, abses paru, dan jaringan granulasi
yang menutupi benda asing.2

3. Diagnosis

Diagnosis klinis benda asing di saluran nafas ditegakkan


berdasarkan anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tibatiba
timbul “choking” (rasa tercekik), gejala, tanda, pemeriksaan sik
dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologic seperti
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda asing di saluran
nafas ditegakkan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas
indikasi diagnostic dan terapi. Anamnesis yang cermat perlu
ditegakkan karena kasus aspirasi benda asing sering tidak segera
dibawah ke dokter pada saat kejadian. Sangat perlu diketahui
macam benda atau bahan yang teraspirasi dan telah berapa lama
tersedak benda asing itu.2

4. Gejala dan Tanda

Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran nafas


tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan, sifat, bentuk,
dan ukuran dari benda asing. Benda asing yang masuk melalui
hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea, dan
bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat terhenti di
orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis,
esophagus, atau dapat juga tersedak masuk ke laring, trakea, dan
bronkus. Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing akan
mengalami 3 stadium, yaitu:

8
Universitas Muhammadiyah Palembang
a. Stadium pertama merupakan gejala permulaan, yaitu batuk
hebat secara tida-tiba, rasa tercekik (choking), rtasa tersumbat
di tenggorok(gagging), bicara dengan segera.
b. Stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval
asimtomatik. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut,
refl ex-refl eks akan melemah dan gejala rangsangan akut akan
menghilang. Stadium ini berbahaya, sering menyebabkan
keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan
kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda
tidak jelas.
c. Stadium ketiga, telah terjadi komplikasi dengan obstruksi,
erosi, atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing,
sehingga timbul batuk-batuk, hemoptysis, pneumonia, dan
abses paru.

Bila seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami rasa


tercekik atau manifestasi lainnya, rasa tersumbat di tenggorok,
batuk batuk saat sedang makan, maka keadaan ini haruslah
dianggap sebagai gejala aspirasi benda asing. Benda asing di laring
dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara atau berada di
subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk,
letak benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan
keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi
asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya
spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia,
ape, dan sianosis. Sumbatan tidak total di laring dapat
menyebabkan suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang
disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptysis dan rasa
subjektif (pasien akan menunjukkan lehernya sesuai dengan letak
benda asing itu tersangkut) dan dyspnea dengan derajat bervariasi.

9
Universitas Muhammadiyah Palembang
Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing masih tersangkut
di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi
masih meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring. Benda
asing di trakea di samping gejala batuk dengan tiba-tiba yang
berulang-ulang dengan rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok,
terdapat gejala patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud,
ashmatoid wheeze (nafas berbunyi pada saat ekspirasi). Benda
asing trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu sampai
di karina, dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan terlempar
ke laring. Sentuhan benda asing itu pada pita suara dapat terasa
merupakan getaran di daerah tiroid, yang disebut oleh Jackson
sebagai palpatory thud, atau dapat didengar dengan stetoskop di
daerah tiroid, yang disebut audible slap. Selain itu terdapat pula
gejala suara serak, dyspnea, dan sianosis, tergantung pada besar
benda asing dan lokasinya.2

Gejala palpatory thud dan audible slap lebih jelas teraba atau
terdengar bila pasien terlentang dengan mulut terbuka saat batuk,
sedangkan gejala mengi (asthmatoid wheeze) dapat didengar pada
saat pasien membuka mulut dan tidak ada hubungannya dengan
penyakit asma bronkial. Benda asing yang tersangkut di karina,
yaitu percabangan antara bronkus kanan dan kiri, dapat
menyebabkan atelectasis pada satu paru dan emfi sema paru sisi
lain tergantung pada derajat sumbatan yang diakibatkan oleh benda
asing tersebut. Benda asing di bronkus, lebih banyak masuk ke
dalam bronkus kanan, karena bronkus kanan hamper merupakan
garis lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri membuat sudut
dengan trakea.2

Pasien dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah


sakit kebanyakan beradda pada fase asimptomatik. Pada fase ini
keadaan umum pasien masih baik dan foto rontgen thoraks belum

10
Universitas Muhammadiyah Palembang
memperlihatkan kelainan. Pada fase pulmonum, benda asing
berada di bronkus dan dapat bergerak ke perifer. Pada fase ini
udara yang masuk ke segmen paru terganggu secara progresif, dan
pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan
mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkan
bervarioasi, tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing
dan dapat timbul emfi sema, atelectasis, drowned lung, dan abses
paru.

Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian


orang tua karena tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu yang
lama. Dapat timbul rinolith di sekitara benda asing. Gejala yang
paling sering adalah hidung tersumbat, rinore unilateral dengan
cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri,
demam, epistaksis, dan bersin. Pada pemeriksaan, tampak edema
dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi
ulserasi. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga
disangka sinusitis. Benda asing di faring dan hipofaring dapat
tersangkut antara lain di tonsil, dasar lidah, valekula, sinus
piriformis yang menimbulkan rasa nyeri pada waktu menelan, baik
makanan atau ludah, terutama bila benda asing tajam seperti tulang
ikan, tulang ayam. Untuk memeriksanya diperlukan kaca tenggorok
yang besar.

Benda asing di sinus piriformis menunjukkan tanda Jackson


yaitu akumulasi ludah di sinus piriformis tempat benda asing
tersangkut. Bila benda asing menyumbat introitus esophagus, maka
tampak ludah tergenang di kedua sinus piriformis.2

11
Universitas Muhammadiyah Palembang
5. Penatalaksanaan

Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing


dengan cepat dan tepat perlu diketahui dengan baik gejala di tiap
lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Secara prinsip benda
asing harus diatasi dengan pengangkatan segera dengan endoskoik
dalam kondisi yang paling aman, dengan trauma yang minimum.

Benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan segera,


karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit.
Pada anak dengan sumbatan total pada laring, dapat dicoba dengan
menolongnya dengan memegang anak dengan posisi terbalik,
kepala ke bawah kemudian daerah punggung atau tengkuk dipukul,
sehingga diharapkan benda asing dapat dibatukkan keluar. Cara
lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring
secara total secara total dalah perasat Heimlich dapat dilakukan
pada anak ataupun dewasa. Dengan perasat ini dilakukan
penekanan pada paru. Caranya ialah bila pasien masih dapat berdiri
maka penolong berdiri di belakang pasien, kepalan tangan kanan
penolong diletakkan diatas prosessus xypoideus sedangkan tangan
kirinya diletakkan diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke
belakang dan ke atas kearah paru beberapa kali, sehingga
diharapkan benda asing akan terlempar keluar dari mulut pasien.

Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya


rupture lambung atau hati, dan fraktur iga, oleh karena itu pada
anak cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan
tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan. Pada
sumbatan laring tidak todal, perasat ini tidap dapat dilakukan.
Dalam keadaan ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit
terdekat untuk diberikan pertolongan dengan menggunakan

12
Universitas Muhammadiyah Palembang
laringoskop atau bronkoskop, atau alat-alat yang tersedia, dan bila
diperlukan dilakukan trakeostomi.2

Benda asing di trakea dikeluarkan dengan bronkoskopi.


Tindakan ini merupakan tindakan yang harus segera dilakukan
dengan pasien tidur telentang posisi Tredelenburg, supaya benda
asing tidak lebih turun ke bronkus. Bila tidak ada fasilitas
bronkoskopi, dapat dilakukan tindakan trakeostomi. Dan bila
diperlukan harus segera dirujuk ke fasilitas yang memiliki
endoskopi.

Benda asing di bronkus dikeluarkan dengan tindakan


bronkoskopi, menggunakan bronkoskopi kaku atau serat optic
dengan memakai cunam yang sesuai dengan benda asing tersebut.
Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan apalagi bila benda
asing tersebut bersifat organic. Bila diperlukan dapat dilakukan
servikotomi atau torakotomi untuk emngeluarkan benda asing
tersebut.

Benda asing di hidung dikeluarkan dengan menggunakan


pengait yang dimasukkan ke dalam hidung di bagian atas,
menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah
itu pengait diturunkan seedikit dan ditarik ke depan. Pemberian
antibiotic sistemik dapat diberikan selama 5-7 hari hanya diberikan
pada kasus yang telah menimbulkan infeksi hidung ataupun pada
sinus. Benda asing di tonsil dapat diambil dengan pinset atau
cunam.2

13
Universitas Muhammadiyah Palembang
2.2 Covid-19
Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali
dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih
belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di
Wuhan.3 Tanggal 18 Desember hingga 29 Desember 2019, terdapat lima
pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). 4
Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat,
ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak sampai satu bulan,
penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand,
Jepang, dan Korea Selatan.5 Sampel yang diteliti menunjukkan etiologi
coronavirus baru.4
Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel
coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada
11 Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan
oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-
2).6 Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar
secara luas di China dan lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. 7 Pada 12
Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik.6 Hingga
tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian
di seluruh dunia.7 Sementara di Indonesia pertanggal 10 Juni 2020 tercatat
33.076 kasus terkonfirmasi dengan jumlah pasien meninggal 1.923 kasus dan
jumlah pasien sembuh 11.414 kasus.
1. Virologi
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-
160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di
antaranya adalah kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah
COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi
manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute
Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).9

14
Universitas Muhammadiyah Palembang
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam
genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan
bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan
coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory
Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. 10 Atas
dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses
mengajukan nama SARS-CoV-2.11
2. Transmisi
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia
menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi
lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik
terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin.12 Selain
itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol
(dihasilkan melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam.13 WHO
memperkirakan reproductive number (R0) COVID-19 sebesar 1,4
hingga 2,5. Namun, studi lain memperkirakan R0 sebesar 3,28.14
Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari
karier asimtomatis, namun mekanisme pastinya belum diketahui.
Kasus-kasus terkait transmisi dari karier asimtomatis umumnya
memiliki riwayat kontak erat dengan pasien COVID-19. 12,15
Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus.
Namun, transmisi secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum
terbukti pasti dapat terjadi. Bila memang dapat terjadi, data
menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong kecil.12,16
Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali pusat, dan air susu
ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan negatif.16
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh
dibandingkan SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan van
Doremalen, dkk.13 menunjukkan SARSCoV-2 lebih stabil pada
bahan plastik dan stainless steel (>72 jam) dibandingkan tembaga
(4 jam) dan kardus (24 jam). Studi lain di Singapura menemukan

15
Universitas Muhammadiyah Palembang
pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet
pasien COVID-19 dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi di
gagang pintu, dudukan toilet, tombol lampu, jendela, lemari,
hingga kipas ventilasi, namun tidak pada sampel udara.17
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang
luas, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan,
pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis.
Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami
sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan
kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. 18
Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada
pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.19
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut
saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam,
fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise,
nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak
membutuhkan suplementasi oksigen.5,16 Pasien COVID-19 dengan
pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari
gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan
berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada
pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.20
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2
menunjukkan gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam,
batuk, bersin, dan sesak napas.3 Berdasarkan data 55.924 kasus,
gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala
lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas,
sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil,
mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis,
dan kongesti konjungtiva.18 Lebih dari 40% demam pada pasien
COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C,

16
Universitas Muhammadiyah Palembang
sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.5
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang
lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit
dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak
bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar
melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang
mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung.
Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi
empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini
pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk,
limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai
terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi
makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan
ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya.5
4. Pencegahan
COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena
itu pengetahuan terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci
pencegahan meliputi pemutusan rantai penularan dengan isolasi,
deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar.21,22
a. Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi
Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19
adalah melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci
tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air,
menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala
batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan
berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori
suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu
meter.22

17
Universitas Muhammadiyah Palembang
b. Alat Pelindung Diri
SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplet. Alat
pelindung diri (APD) merupakan salah satu metode efektif
pencegahan penularan selama penggunannya rasional.
Komponen APD terdiri atas sarung tangan, masker wajah,
kacamata pelindung atau face shield, dan gaun nonsteril
lengan panjang. Alat pelindung diri akan efektif jika
didukung dengan kontrol administratif dan kontrol
lingkungan dan teknik.22
Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan risiko
pajanan dan dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi
berinteraksi dengan pasien tanpa gejala pernapasan, tidak
diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala pernapasan,
jaga jarak minimal satu meter dan pasien dipakaikan
masker. Tenaga medis disarankan menggunakan APD
lengkap. Alat seperti stetoskop, thermometer, dan
spigmomanometer sebaiknya disediakan khusus untuk satu
pasien. Bila akan digunakan untuk pasien lain, bersihkan
dan desinfeksi dengan alcohol 70%.22

18
Universitas Muhammadiyah Palembang
2.3 Tatalaksana Benda Asing THT pada Pandemi Covid-19

Berdasarkan buku pedoman tatalaksana di bidang THT-KL selama


pandemi covid-19, bahwa dalam rangka upaya mengurangi penyebaran
penyakit COVID-19 pada masyarakat serta mencegah penularan penyakit
pada tenaga medis, maka perlu dilakukan pembatasan kegiatan di bidang
T.H.T.K.L untuk mengurangi kontak. Fokus pelayanan T.H.T.K.L hendaknya
diarahkan pada pelayanan darurat dengan mengurangi atau bahkan
menghentikan pelayanan elektif, untuk menyediakan tenaga medis yang
cukup bagi pelayanan pasien COVID-19. Masyarakat dianjurkan melakukan
penundaan berobat ke dokter spesialis THT-KL. Namun terdapat beberapa
keadaan pengecualian untuk berobat ke dokter spesialis THT-KL, salah
satunya adalah keadaan dimana terdapat benda asing pada hidung, telinga
atau tenggorok.23

Beberapa tindakan yang biasa dilakukan di poliklinik seperti biopsi,


endoskopi, ekstraksi benda asing, pemasangan tampon, pemeriksaan saluran
napas (hidung, rongga mulut, dan orofaring) harus melihat syarat-syarat
sebagai berikut:

1. Memakai APD level 3.

2. Bila akan menggunakan anestesi lokal, tidak memakai bentuk


spray. Gunakan anestesi berbentuk gel ataupun tampon kapas yang
sudah dibubuhi zat anestesi.

19
Universitas Muhammadiyah Palembang
3. Pastikan pasien tidak mengidap COVID-19 dengan melakukan
pemeriksaan rapid Test atau Reverse Transcription Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR), bila memungkinkan.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen toraks maksimal
24 jam sebelum dilakukan tindakan sebagai skrining COVID-19.
5. Memakai ruangan khusus yang bertekanan negatif (bila
memungkinkan), jika tidak tersedia dapat memakai ruangan khusus
yang terpisah dengan ruang pemeriksaan dan matikan tekanan
positif dengan pintu tertutup selama prosedur.
6. Gunakan closed suction, bila tidak ada jangan menggunakan
suction sama sekali.
7. Segera sterilisasi semua peralatan yang digunakan setelah
melakukan pemeriksaan termasuk ruangan yang digunakan untuk
tindakan.
8. Mencuci tangan sesuai standar WHO sebelum dan setelah melayani
pasien.
9. Endoskopi, tidak melakukan pemeriksaan endoskopi, apabila harus
dilakukan memakai endoskopi dengan diameter yang lebih kecil
dan disambungkan ke monitor.23

Penatalaksanaan benda asing pada hidung, telinga dan tenggorok dapat


dilakukan sama seperti penatalaksanaan benda asing pada umumnya, namun
dengan tetap memperhatikan syarat-syarat seperti diatas.

20
Universitas Muhammadiyah Palembang
BAB III

KESIMPULAN

1. Benda asing dalam telinga, hidung dan tenggorok dapat berupa benda hidup
ataupun benda mati.
2. Penatalaksanaan benda asing hidup ditelinga harus dimatikan terlebih dahulu
dengan meneteskan minyak, air gram, eter atau alkohol kemudian diesktraksi
menggunakan forcep.
3. Penatalaksanaan benda asing di laring dengan manuver Heimlich dan chest
thrust, benda asing di trakea dapat dilakukan bronkoskopi, benda asing
dihidung dikeluarkan dengan menggunakan pengait yang dimasukkan ke
hidung bagian atas dan benda asing di tonsil dapat diambil dengan
menggunakan pinset.
4. Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) yang dapat ditularkan
dari manusia ke manusia.
5. Pencegahan Covid-19 meliputi pemutusan rantai penularan dengan isolasi,
deteksi dini dan melakukan proteksi dasar seperti higiene, cuci tangan,
desinfeksi serta penggunaan alat pelingung diri.
6. Penatalaksanaan benda asing di telinga, hidung dan tenggorokan pada
pandemi Covid-19 dapat dilakukan seperti penatalaksanaan pada umumnya
dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah dibuat oleh PERHATI-KL.

21
Universitas Muhammadiyah Palembang
DAFTAR PUSTAKA

1. Lahdji A. 2015. Buku Ajar Sistim Telinga, Hidung dan Tenggorokan.


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
2. Sudipta M, et al. 2017. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Denpasar : Udayana University Press.
3. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020; published
online March 3. DOI: 10.1016/j.jaut.2020.102433.
4. Ren L-L, Wang Y-M, Wu Z-Q, Xiang Z-C, Guo L, Xu T, et al. Identification
of a novel coronavirus causing severe pneumonia in human: a descriptive
study. Chin Med J. 2020; published online February 11. DOI:
10.1097/CM9.0000000000000722.
5. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497-506.
6. World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19)
and the virus that causes it [Internet]. Geneva: World Health Organization;
2020 [cited 2020 March 29]. Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novelcoronavirus-2019/technical-
guidance/naming-the-coronavirusdisease-(covid-2019)-and-the-virus-that-
causes-it.
7. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
Situation Report – 70 [Internet]. WHO; 2020 [updated 2020 March 30; cited
2020 March 31]. Available from:
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/
20200330sitrep-70-covid-19.pdf?sfvrsn=7e0fe3f8_2.
8. World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the
media briefing on COVID-19 - 11 March 2020 [Internet]. 2020 [updated
2020 March 11]. Available from:

22
Universitas Muhammadiyah Palembang
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-opening-
remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11march-2020.
9. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s
Medical Microbiology. 28th ed. New York: McGrawHill Education/Medical;
2019. p.617-22.
10. Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, et al. A Novel Coronavirus
from Patients with Pneumonia in China, 2019. N Engl J Med.
2020;382(8):727-33.
11. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA,
et al. The species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus:
classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020;
published online March 2.
12. Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus
infection disease (COVID-19): A Chinese perspective. J Med Virol. 2020;
published online March 6.
13. van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A,
Williamson BN, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as
Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020; published online March
17.
14. Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number of
COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med.
2020;27(2).
15. Bai Y, Yao L, Wei T, Tian F, Jin D-Y, Chen L, et al. Presumed
Asymptomatic Carrier Transmission of COVID-19. JAMA. 2020; published
online February 21. DOI: 10.1001/jama.2020.2565
16. Chen H, Guo J, Wang C, Luo F, Yu X, Zhang W, et al. Clinical
characteristics and intrauterine vertical transmission potential of COVID-19
infection in nine pregnant women: a retrospective review of medical records.
Lancet. 2020;395(10226):809-15.
17. Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air,
Surface Environmental, and Personal Protective Equipment Contamination by

23
Universitas Muhammadiyah Palembang
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From a
Symptomatic Patient. JAMA. 2020; published online March 4.
18. World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Geneva: World Health Organization;
202
19. Kam KQ, Yung CF, Cui L, Lin Tzer Pin R, Mak TM, Maiwald M, et al. A
Well Infant with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) with High Viral
Load. Clin Infect Dis. 2020; published online February 28. DOI:
10.1093/cid/ciaa201.
20. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
infection when novel coronavirus (nCoV) infection is suspected. Geneva:
World Health Organization; 2020.
21. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19) Maret 2020.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2020.
22. World Health Organization. Coronavirus disease (COVID-19) advice for the
public [Internet]. 2020 [cited 2020 March 15]. Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-
for-public.
23. PERHATI-KL. 2020. Buku Pedoman Tatalaksana di Bidang THT-KL Selama
Pandemi Covid-19. PERHATI-KL.

24
Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai