LIMFADENITIS COLLI
Diajukan kepada:
dr. Agung Raharjo, Sp.THT-KL
Disusun oleh:
Winda Alviranisa
20204010293
1
HALAMAN PENGESAHAN
LIMFADENITIS COLLI
Disusun oleh :
Winda Alviranisa
20204010293
Oleh :
Dokter Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan
karunia yang telah senantiasa dilimpahkan oleh-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Longcase THT yang berjudul “Limfadenitis Colli” sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti ujian akhir di bagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok, dan juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tugas Longcase ini sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penelitian
ke depannya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa telah memberikan nikmat tak terhingga kepada
penulis sehingga bisa menyelesaikan tugas Longcase ini.
2. dr. Agung Raharjo, Sp.THT-KL selaku dokter pembimbing dalam
menyelesaikan tugas Longcase ini.
3. Teman-teman koass seperjuangan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Akhir kata dari penulis. Penulis sangat berharap semoga Allah SWT pahala
yang setimpal atas segala kebaikan apapun yang penulis dapatkan dari pihak-
pihak di atas. Aamiin Aamiin Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin. Penulis juga sangat
berharap semoga tugas Longcase ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Firdous Nurrohman
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................................2
A. Identitas Pasien.............................................................................................2
B. Anamnesis.....................................................................................................2
1. Keluhan Utama........................................................................................2
2. Riwayat Penyakit Sekarang...................................................................2
3. Riwayat Penyakit Dahulu.......................................................................3
4. Riwayat Penyakit Keluarga....................................................................3
5. Riwayat Personal Sosial..........................................................................3
6. Anamnesis Sistem....................................................................................3
C. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................4
1. Keadaan Umum dan Kesadaran............................................................4
2. Tanda Vital..............................................................................................4
3. Status Generalis.......................................................................................4
4. Status Lokalis...........................................................................................5
D. Diagnosis Kerja...........................................................................................11
E. Diagnosis Banding......................................................................................11
F. Tatalaksana..................................................................................................11
1. Non-Farmakologis.................................................................................11
2. Farmakologis.........................................................................................11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................13
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................27
BAB V KESIMPULAN........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. HH
No. RM : 52-43-60
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : Karyawan Kerajinan Tangan
Alamat : Galur, Kulonprogo
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk Poli : 19 Mei 2022
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Benjolan di belakang telinga kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan usia 24 tahun datang ke Poliklinik THT RSUD
Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan utama terdapat benjolan di
belakangtelinga kiri. Keluhan dirasakan sejak 1,5 bulan yang lalu. Awalnya
benjolan berupa lingkaran kecil dan kemerahan seperti digigit serangga.
Pasien merasa nyeri terutama ketika benjolan ditekan. Pasien sempat dibawa
ke klinik Dokter umum 2 minggu yang lalu kemudian diberi obat berupa
antibiotik dan antinyeri. Keluhan dirasakan tidak membaik justru membesar
benjolannya hingga di bawah telinga. Namun, 3 hari sebelum benjolan
muncul, pasien merasa telinga kiri tidak bisa mendengar dengan baik.
Keluhan disertai telinga seperti terdapat cairan di dalamnya dan cairan warna
bening juga keluar dari telinga kiri. Pasien kemudian membeli obat tetes
telinga di apotek sehingga 2 hari kemudian tidak ada keluhan lagi. 3 bulan
2
sebelumnya juga pasien mengatakan pernah ada laron yang masuk ke telinga
kiri dan dirasakan saat bangun tidur. Keluhan dirasakan nyeri. Pasien juga
hanya memberikan obat tetes telinga dan 3 hari kemudian tidak ada keluhan
lagi. Saat ini pasien tidak ada keluhan lain seperti nyeri di telinga, keluhan
pendengaran, telinga berdenging, keluar cairan di telinga, gangguan
tenggorokan, nyeri telan, hidung terumbat atau nyeri, serta demam. Keluhan
lain pasien sempat mual dan muntah terutama ketika makan pedas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : (-)
b. Riwayat gangguan di telinga : kemasukan serangga 3 bulan
yang lalu
c. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
d. Riwayat Trauma thorax : (+) 15 tahun yang lalu
e. Riwayat Trombositopeni : (+) 7 tahun yang lalu
f. RIwayat Alergi : (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : (-)
b. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
c. Riwayat Hipertensi : (-)
d. Riwayat Alergi : (-)
5. Riwayat Personal Sosial
Pasien adalah seorang pekerja kerajinan tangan di Bantul.
Pasie tidak memiliki kebiasaan suka mengorek telinga dengan cotton
bud.
Pasien suka makan makanan yang pedas.
6. Anamnesis Sistem
a. Sistem SSP : Demam (-), kejang (-), pusing (-)
b. Sistem Kardiovaskular : Rasa berdebar (-), nyeri (-)
c. Sistem Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
d. Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), diare (-), BAB t.a.k
e. Sistem Urogenital : Benjolan (-), BAK t.a.k
3
f. Sistem Integumentum : t.a.k
g. Sistem Muskuloskeletal : Gerak ekstremitas kuat dan bebas
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Kesadaran
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)
2. Tanda Vital
a. TD : 127/71 mmHg
b. RR : 20 x/menit
c. Suhu : 36,4ºC
d. HR : 87 x/menit
e. VAS :2
3. Status Generalis
a. Kepala – Leher
1) Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
2) Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-)
3) Mulut : Mukosa bibir lembab (+), tonsil T1-T1
4) Sinus Maksilaris: Nyeri tekan (-)
5) Sinus Frontalis : Nyeri tekan (-)
6) Telinga : Simetris kanan dan kiri.
7) Leher : Pembesaran limfonodi (+) di regio pos aurikula
hingga colli sinistra, warna serupa dengan kulit, ukuran ±3 cm,
mobile, Nyeri tekan (+)
b. Thorax – Cor – Pulmo
1) Thorax : Retraksi (-/-), gerakan simetris kanan kiri.
2) Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V, kuat angkat.
Perkusi : Redup.
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
4
3) Pulmo
Inspeksi : Simetris, deformitas (-).
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
c. Abdomen
Inspeksi : Supel.
Auskultasi : Bising Usus (+) normal.
Perkusi : Timpani.
Palpasi : Nyeri tekan (-).
d. Ekstremitas
1) Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 dtk.
2) Inferior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 dtk.
4. Status Lokalis
a. Pemeriksaan Telinga
5
Bagian Telinga Telinga Kanan Telinga Kiri
6
Membran Timpani Retraksi (-), bulging Retraksi (-), bulging
(-), perforasi (-), cone (-), perforasi (-), cone
of light tidak terlihat of light tidak terlihat
Rinne + +
Sinus Paranasal
Nyeri ketok (-), nyeri Nyeri ketok (-), nyeri
7
- Sinus Maksilaris tekan(-) tekan(-)
Nyeri ketok (-), nyeri Nyeri ketok (-), nyeri
- Sinus Frontalis tekan(-) tekan(-)
Rhinoskopi Anterior
Transluminasi
8
Kesan : Pada pemeriksaan Rhinoskopi Anterior dan transluminasi tidak
ditemukan adanya kelainan.
Rhinoskopi Posterior
9
c. Pemeriksaan Tenggorok
Bagian Keterangan
Tonsil
- Mukosa Tenang
- Ukuran T1 – T1
- Kripta Tidak melebar
- Detritus -/-
Faring
- Mukosa Hiperemis (-), Edema (-)
- Post Nasal Drip (-)
10
Laring
- Epiglotis Tidak tampak
- Subglotis Tidak tampak
- Ventrikular Obliterasi Tidak tampak
- Kartilago Arytenoid Tidak tampak
- Aritenoid Tidak tampak
- Plika Vokalis Tidak tampak
- Plika Vestibularis Tidak tampak
- Trakea Tidak tampak
- Kamisura Posterior Tidak tampak
- Kartilago Aryepiglotika Tidak tampak
- Rima Glotis Tidak tampak
D. Diagnosis Kerja
Suspek Limfadenitis Colli Sinistra
E. Diagnosis Banding
1. Mastoiditis sinistra
2. Otitis Eksterna
3. Massa Regio Colli Sinistra
F. Tatalaksana
1. Non-Farmakologis
Pasien diberikan edukasi agar :
a. Pasien dilarang memberikan obat-obatan lain selain yang diberikan
dokter.
b. Antibiotik harus dihabiskan
c. Dilarang membersihkan telinga
d. Datang ke dokter lagi untuk kontrol 1 minggu, jika tidak membaik maka
akan dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium/USG
11
2. Farmakologis
R/ Amoxicillin Tab 500 mg No. XV
S 3 dd 1
R/ Kalium Diklofenak Tab 50 mg No.VIII
S 2 dd tab I
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
1. Pembuluh Limfe
Semakin ke dalam ukuran pembuluh limfe makin besar dan berlokasi
dekat dengan vena. Seperti vena, pembuluh limfe memiliki katup yang
mencegah terjadinya aliran balik. Protein yang dipindahkan dari ruang
interstisial tidak dapat direabsorbsi dengan cara lain. Protein dapat memasuki
kapiler limfe tanpa hambatan karena struktur khusus pada kapiler limfe
tersebut, di mana pada ujung kapiler hanya tersusun atas selapis sel-sel
endotel dengan susunan pola saling bertumpang sedemikian rupa seperti atap
sehingga tepi yang menutup tersebut bebas membuka ke dalam membentuk
katup kecil yang membuka ke dalam kapiler (gambar 2). Otot polos di
dinding pembuluh limfe menyebabkan kontraksi beraturan guna membantu
pengaliran limfe menuju ke duktus torasikus.
2. Jaringan Limfoid
Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang mempunyai
ukuran dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya lebih besar,
panjangnya berkisar 10 - 20 mm dan mempunyai kapsul; sedangkan nodulus
panjangnya antara sepersekian milimeter sampai beberapa milimeter dan
tidak mempunyai kapsul.2,9 Dalam tubuh manusia terdapat ratusan nodus
limfoid ini (kelenjar limfe atau kelenjar getah bening) yang tersebar dengan
ukuran antara sebesar kepala peniti hingga biji kacang. Meskipun ukuran
kelenjar- kelenjar ini dapat membesar atau mengecil sepanjang umur
manusia, tiap kelenjar yang rusak atau hancur tidak akan beregenerasi.
Jaringan limfoid berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh yang bertugas
untuk menyerang infeksi dan menyaring cairan limfe (atau cairan getah
bening).
14
Berdasarkan lokasi sebagian besar nodus limfoid ini berkelompok di
daerah-daerah tertentu misalnya mulut, leher, lengan bawah, ketiak dan sela
paha. Jaringan limfoid mukosa yang terorganisasi terdiri atas plak Peyer
(Peyer’s patch) di usus kecil, tonsil faring dan folikel limfoid yang terisolasi.
3. Organ Limfoid
Menurut tahapan perkembangan dan maturasi limfosit yang terlibat di
dalamnya, organ limfoid terbagi atas: 1) Organ limfoid primer atau sentral,
yaitu kelenjar timus dan bursa fabricius atau sejenisnya seperti sumsum
tulang. Membantu menghasilkan limfosit virgin dari immature progenitor
cells yang diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T
dan sel B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen, 2)Organ
limfoid sekunder atau perifer, yang mempunyai fungsi untuk menciptakan
lingkungan yang memfokuskan limfosit untuk mengenali antigen,
menangkap dan mengumpulkan antigen dengan efektif, proliferasi dan
diferensiasi limfosit yang disensitisasi oleh antigen spesifik serta merupakan
tempat utama produksi antibodi. 2,9
Organ limfoid sekunder yang utama
adalah sistem imun kulit atau skin associated lymphoid tissue (SALT),
mucosal associated lymphoid tissue (MALT), gut associated lymphoid tissue
(GALT), kelenjar limfe, dan lien.
Seluruh organ limfoid memiliki pembuluh limfe eferen tetapi hanya nodus
limfatikus yang memiliki pembuluh limfe aferen. Nodul limfoid dikelilingi
oleh kapsul fibrosa di mana terdapat proyeks jaringan penyambung dari
kapsul ke dalam nodus limfoid menembus korteks dan bercabang hingga ke
medula yang disebut trabekula yang memisahkan korteks nodus limfoid
menjadi kompartemen-kompartemen yang inkomplit yang disebut folikel
limfoid. Nodulus limfoid tersusun atas massa padat dari limfosit dan
makrofag yang dipisah oleh ruang-ruang yang disebut sinus limfoid. Di
bagian tengah terdapat massa ireguler medula.4,9 Pembuluh eferen
meninggalkan nodus dari regio yang disebut hilum.
15
Agar lebih mudah membicarakan lokasi dari temuan klinis daerah leher,
maka leher dibagi dalam bentuk segitiga-segitiga yang dipisahkan oleh otot
sternokleidomastoid menjadi segitiga anterior dan posterior. Segitiga posterior
dibatasi oleh otot trapezius, klavikula, serta sternokleidomastoid. Segitiga
anterior dibatasi oleh m. sternohioid, digastrikus, dan sternokleidomastoid.
Segitiga-segitiga tersebut kemudian terbagi lagi menjadi segitiga-
segitiga yang lebih kecil; dalam segitiga posterior terdapat segitiga
supraklavikular dan segitiga oksipital. Segitiga anterior terbagi atas submandibula,
karotid, dan segitiga muskular.
Pembagian kelompok kelenjar limfe leher bervariasi dan salah satu sistem
klasifikasi yang sering dipergunakan adalah menurut Sloan Kettering Memorial
Center Cancer Classification sebagai berikut:
I. Kelenjar di segitiga submental dan
submandibula
II. Kelenjar-kelenjar yang terletak di 1/3 atas, termasuk kelenjar limfe
jugular superior, kelenjar digastrik dan kelenjar limfe servikal
postero superior.
III. Kelenjar limfe jugularis antara bifurkasio karotis danpersilangan
m.omohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior m.
sternokleidomastoid.
IV. Kelompok kelenjar daerah jugularis inferior dan supraklavikula
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.
16
B. DEFINISI
Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfa karena infeksi,
merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfa dari daerah yang
terinfeksi ke kelenjar limfa regional yg kadang-kadang membengkak. Definisi lain
menyebutkan bahwa peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.
Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar getah bening hingga
terasa membesar secara klinik. Kemunculan penyakit ini ditandai dengan gejala
munculnya benjolan pada saluran getah bening misalnya ketiak, leher dan
sebagainya. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan membesar dan biasanya
teraba lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit diatasnya tampak merah dan teraba
hangat.
Jenis limfadenitis ada dua yaitu limfadenitis akut dan limfadenitis kronis.
Sedangkan jenis limfadenitis kronis sendiri masih dibagi menjadi menjadi dua
macam yaitu limfadenitis kronis spesifik dan non spesifik atau limfadenitis
tuberkulosis. Cara menentukan penyebab limfadenitis bisa melalui biopsi. Biopsi
adalah pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
jaringan tersebut bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit atau mencocokkan
jaringan organ sebelum melakukan transplantasi organ. Resiko yang dapat
ditimpulkan oleh kesalahan proses biopsi adalah infeksi dan pendarahan. Jenis
biopsi yang dilakukan untuk mendeteksi jenis penyakit ini adalah biopsi jarum
yang dilakukan untuk mengetahui keadaan dibawah jaringan kulit.
C. ETIOLOGI
Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme yaitu
bakteri,virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus penyebaran ke kelenjar
getah bening terjadi melalui infeksi kulit, telinga, hidung atau mata.
Lymphadenitis hampir selalu dihasilkan dari sebuah infeksi, yang kemungkinan
disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, ricketsia, atau jamur. Ciri khasnya,
infeksi tersebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga,
hidung, atau mata atau dari beberapa infeksi seperti infectious mononucleosis,
infeksi cytomegalovirus, infeksi streptococcal, tuberkulosis, atau sifilis. Infeksi
17
tersebut bisa mempengaruhi kelenjar getah bening atau hanya pada salah satu
daerah pada tubuh.
Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh
penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon
tubuh terhadap infeksi, kehilangan nafsu makan, vehicles keringat, nadi cepat, dan
kelemahan.
Limfadenitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
Infeksi bakteri streptococcal atau staphylococcal
Sakit tenggorokan karena bakteri
Tonsillitis
Infeksi gigi
Infeksi HIV
Tuberkulosis
Infeksi mikobakterial non tuberculosis
D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh.
Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya
di daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang
sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk
pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari
pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe
akan mengalir ke kelenjar getah bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati
oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah
bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk
mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti
limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
18
(limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite
macrophage (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar
getah bening maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya
infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar getah bening. Benjolan, bisa berupa
tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah bening.
Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher, ketiak,
dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai
mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi
lokal yang disebabkan bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng
pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan
mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak
sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di kelenjar
tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau
keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi.
Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda
dengan yang disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah
di sekitar benjolan ditekan,terasa sakit.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah
bening yang terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan
19
nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda
radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan
menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk
memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis
maka perlu adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah
mikroskop.
Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis. Limfadenitis ini
terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal pada kondisi ketika
seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang
sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih
banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini
ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras, multiple dan dapat
berhubungan satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar,
sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal.
Apabila abses ini pecah kekulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara
terus menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian
rupa, besar dan berhubungan sehingga leher penderita itu disebut seperti bull
neck. Pada keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan limfoma
malignum. Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk membantu
menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi (pengangkatan jaringan
untuk diperiksa di bawah mikroskop).
Biasanya, lymphadenitis bisa didiagnosa berdasarkan gejala-gejala dasar, dan
hal itu menyebabkan infeksi sekitarnya yang nyata. Ketika penyebab tersebut
tidak dapat diidentifikasi dengan mudah, biopsi (pengangkatan dan
penelitian pada contoh jaringan di bawah mikroskop) dan kultur (contoh dikirim
ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang membiarkan
20
mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk memastikan
diagnosa dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.
Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh:
1. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara
mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan
bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya
pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama
(kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium, toksoplasma,
ebstein barr virus atau citomegalovirus.
2. Gejala-gejala penyerta (symptoms)
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab
infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan
penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau
keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri
sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau
penyakit serum (serum sickness), ditambah riwayat obat-obatan.
3. Riwayat penyakit
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan
kepada infeksi oleh streptokokus. Adanya infeksi gigi dan gusi dapat
mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob.
4. Riwayat pekerjaan dan perjalanan
Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran nafas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau
tuberculosis turut membantu mengarahkan penyebab limfadenopati.
Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-
daerah Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis. Orang
yang bekerja di hutan dapat terkena Tularemia.
21
Pemeriksaan Fisik
Karakteristik dari kelenjar getah bening:
Kelenjar Getah Bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar
getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat
ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas
digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi
apakah keras atau kenyal.
Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan
lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal).
Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses
perdarahan.
Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan,
padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak
mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah
terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan: beberapa Kelenjar Getah Bening yang menempel dan
bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis,
sarkoidosis keganasan.
22
Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan mingguan-
bulanan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit
diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah.
Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium pada Limfadenitis
Leukositosis biasanya tanpa perubaha. Pada akhirnya, kultur darah
menjadi positif, umumnya spesies Staphylococcus atau
Streptococcus. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas pada eksudat
luka atau pus dapat membantu pengobatan infeksi.
b. Pemeriksaan Mikrobiologi
Spesimen mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis
dan kultur. Spesimen untuk mikrobiologi data diperoleh dari sinus
atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memstikan
adanya mikroorganisme pada specimen. Kultur dapat digunakan
untuk memastikan penyebab infeksi.
c. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk
mengetahui ukuran, bentuk, dan gambaran mikronodular. USG
23
juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran
kelenjar (infeksi, metastatic, limfoma, atau reaktif hyperplasia).
d. Biopsi
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh
manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Biopsi
Aspirasi Jarum Halus adalah prosedur biopsy yang menggunakan
jarum suntuk untuk menarik (aspirasi) sejumlah kecil jaringan dari
lesti abnormal. Sampel jaringan ini kemudian dilihat di bawah
mikroskop. Biopsi kebanyakan dilakukan utuk mengetahui adanya
kanker. Bagian apapun dari tubuh seperti kulit, organ tubuh,
maupun benjolan dapat diperiksa.
e. CT Scan
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan computer unutk
mengambil gambar tubuh untuk mengetahui apa yang mungkin
menyebabkan limfadenitis. CT Scan dapat mendeteksi pembesaran
KG servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
G. DIAGNOSIS BANDING
Benjolan di leher yang seringkali disalahartikan sebagai pembesaran KGB
leher :
1. Gondongan: pembesaran kelenjar parotits akibat infeksi virus, sudut
rahang bawah dapat menghilang karena bengkak.
2. Kista Duktus Tiroglosus: berada di garis tengah dan bergerak dengan
menelan.
3. Kista Dermoid: benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan.
4. Hemangioma: kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan
berisi jalinan pembuluh darah, berwarna merah atau kebiruan
Mastoiditis
Mastoiditis merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis
media (OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala
proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang
24
temporal. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan
epitel mastoid air cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat
terjadi secara akut maupun kronis.1,2
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung
melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah
yang sudah berlangsung lama bisanya disertai infeksi kronis di rongga
mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa alhi
menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
H. PENATALAKSANAAN
25
a. Pengobatan
Pengobatan tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk infeksi
bakteri, biasanya diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) atau
intravena (melalui pembuluh darah). Untuk membantu mengurangi rasa
sakit, kelenjar getah bening yang terkena bisa dikompres hangat. Biasanya
jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa
sakit akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan
tidak lagi terasa lunak pada perabaan.
b. Pencegahan
Menjaga kesehatan dan kebersihan badan bisa membantu mencegah
terjadinya berbagai infeksi.
I. PROGNOSIS
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan
antibiotik. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau
26
empat hari. Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa
minggu atau bulan untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan
tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan limfadenitis yang tidak
diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah (septikemia),
yang kadang-kadang fatal.
27
BAB IV
ANALISIS KASUS
28
bangun tidur. Hal tersebut bisa kemungkinan terjadi infeksi di liang telinga kiri
sehingga bermanifestasi pada kelenjar limfe retroauricular.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan terdapat benjolan sebesar 3 cm mobile
dan terasa nyeri. Hal tersebut juga bisa merupakan tanda dari adanya infeksi
kelenjar limfe di sekitar aurikula. Pemeriksaan penunjang laboratorium,
mikrobiologi, atau USG selanjutnya perlu dilakukan untuk menentukan diagnosis
yang pasti.
29
BAB V
KESIMPULAN
Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfa karena infeksi,
merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfa dari daerah yang
terinfeksi ke kelenjar limfa regional yg kadang-kadang membengkak. Definisi lain
menyebutkan bahwa peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.
Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar getah bening hingga
terasa membesar secara klinik. Kemunculan penyakit ini ditandai dengan gejala
munculnya benjolan pada saluran getah bening misalnya ketiak, leher dan
sebagainya. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan membesar dan biasanya
teraba lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit diatasnya tampak merah dan teraba
hangat.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Munir M. Tumor leher dan kepala: keganasan di bidang telinga hidung
tenggorok. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Eds. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. p.135- 41.
2. Ross J. Understanding the lymphatic system. Available from
http://www.lymphnotes.com/article
.php/id/151/, accessed March 14, 2009.
3. Guyton AC. Sistem Limfe. In: Buku ajar fisiologi kedokteran. 7th ed.
Jakarta: EGC; 1994. p. 243-5, 547-8
4. Ferrer R, Lymphadenopathy: differential diagnosis and evaluation,
Available from http://www.lymphomation.org/lym phatic.htm, accessed on
June 1, 2009.
5. Feltman B, Petterborg L. Lymph flow of the digestive tract
in rehabilitation oncology. Available
from:http://www.lymphnotes.com/ article.php/id/151/, accessed
on March 23, 2009.
6. Lucioni, M. Anatomical Lay Out of superficial dissection. In: Chapter 3
Practical guide to neck dissection, eds. Berlin Heidelberg: Springer- verlag;
2007. p 15-6.
7. Vanderbilt MC. Lymphatic system, Available from
http://www.mc.vanderbilt.edu/histo logy/labmanual2002/labsection2/L
ymphatic03.htm, accessed 31 May 2009.
8. Lymphatic system. Available from www.encyclopaediabritannica.com
, accessed on March 14, 2009.
9. Baratawidjaja KG. Imunologi dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2004:17-26.
10. Scanlon VC, Sanders T. The lymphatic system and immunity. In: Scanlon
VC, Sanders T.
11. Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
12. Rasuna, Gilang. drg. 2010. Prinsip penggunaan antibiotika.
13. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
31