Anda di halaman 1dari 38

TUTORIAL KLINIK

SYOK SEPTIK

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada :
dr. Dedy Hartono, Sp.An

Disusun oleh :
Winda Alviranisa (20204010293)
Novyan Sri Aditya Her Suryani (20204010295)

KSM ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2022
HALAMAN PENGESAHAN

SYOK SEPTIK

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :
Winda Alviranisa (20204010293)
Novyan Sri Adiya Her Suryani (20204010295)

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal :


Juni 2022

Oleh :
Dokter Pembimbing

dr. Dedy Hartono, Sp.An

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan
karunia yang telah senantiasa dilimpahkan oleh-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Tutorial Klinik Anestesi yang berjudul “Syok Septik”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian akhir di bagian Ilmu
Anestesiologi dan Terapi Intensif, dan juga untuk memberikan informasi kepada
masyarakat.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tugas Tutorial Klinik ini sangat
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan
hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penelitian ke depannya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa telah memberikan nikmat tak terhingga kepada
penulis sehingga bisa menyelesaikan tugas Tutorial Klinik ini.
2. dr. Dedy Hartono, Sp.An selaku dokter pembimbing dalam menyelesaikan
tugas Tutorial Klinik ini.
3. Teman-teman koass seperjuangan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Akhir kata dari penulis. Penulis sangat berharap semoga Allah SWT pahala
yang setimpal atas segala kebaikan apapun yang penulis dapatkan dari pihak-
pihak di atas. Aamiin Aamiin Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin. Penulis juga sangat
berharap semoga tugas Tutorial Klinik ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bantul, Juni 2022

Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

TUTORIAL KLINIK.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
LAPORAN KASUS................................................................................................2
A. Identitas Pasien..........................................................................................2

B. Anamnesis..................................................................................................2

C. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................5

D. Diagnosis Kerja..........................................................................................6

E. Tatalaksana................................................................................................7

F. Follow Up..................................................................................................8

BAB III..................................................................................................................13
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................13
A. Definisi.....................................................................................................13

B. Etiologi.....................................................................................................16

C. Epidemiologi............................................................................................16

D. Patofisiologi.............................................................................................17

E. Diagnosis.................................................................................................18

F. Penatalaksanaan.......................................................................................19

G. Indikator Keberhasilan Resusitasi Awal..................................................23

BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................25


DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

v
BAB I
PENDAHULUAN

Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada
pasien dengan kondisi kritis. Berdasarkan consensus internasional dalam The
Journal of the American Medical Assosiation (JAMA) sepsis merupakan
terjadinya disfungsi organ yang mengancam nyawa diakibat karena disregulasi
respon tubuh terhadap infeksi. Buletin WHO (World Health Organization)
terbitan tahun 2010 mengatakan bahwa sepsis merupakan penyebab kematian
utama di ruang perawatan intensif pada negara maju, dan insidensinya mengalami
kenaikan. Di Amerika, terjadi 750.000 kasus sepsis setiap tahunnya. Angka
kejadian sepsis meningkat pada kondisi seperti standar hidup dan higienis yang
rendah, malnutrisi, infeksi kuman. Menurut hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes menyebutkan bahwa penyakit infeksi
utama yang ada di Indonesia meliputi ISPA, pneumonia, tuberkulosis, hepatitis,
diare, malaria. Dimana infeksi saluran pernafasan dan tuberkulosis termasuk 5
besar penyebab kematian di Indonesia.
Sampai saat ini sepsis dan syok septik masih merupakan tantangan besar bagi
dunia kedokteran. Seiring penjalanan sepsis menjadi syok septik, risiko kematian
meningkat secara signifikan. Setiap jam keterlambatan pemberian antibiotik telah
terbukti meningkatkan angka kematian syok septik sebesar 7,6%. Sebaliknya,
pasien systemic inflammatory response syndrome (SIRS) non-infeksi yang salah
didiagnosis sebagai sepsis, dapat secara tidak tepat diobati dengan antibiotik
spektrum luas, sehingga menunda pengobatan inflamasi sistemik yang mendasari
dan memberikan kontribusi untuk munculnya resistensi antibiotik. Kompleksnya
patogenesis dan patofislogi sepsis melibatkan hampir semua jenis sel, jaringan,
dan sistem organ. Dalam artikel ini dibahas definisi, etiologi, dan
patogenesis/patofisiologi sepsis dan syok septik yang meliputi patogen penyebab
infeksi dengan faktor virulensinya, respon pejamu, respon inflamasi, sistem
koagulasi yang terganggu, dan disfungsi organ.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 56 tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Sewon, Bantul
Agama : Islam
Nomor RM : 69-68-48
Tanggal Masuk IGD : 6 Juni 2022 pukul 20.22 WIB
Tanggal Masuk HCU : 7 Juni 2022 pukul
Ruang : HCU

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 56 tahun datang diantar keluarganya ke IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan utama demam sejak sekitar
empat hari yang lalu. Keluhan disertai mual, pusing cekot-cekot, badan pegal-
pegal, nafsu makan menurun dan diare. BAK tidak ada keluhan. Pasien
mengatakan sudah berobat ke dokter sebelumnya, namun belum membaik.
3

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat keluhan serupa : (-)
b. Riwayat Hipertensi : (-)
c. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
d. Riwayat Asma : (-)
e. Riwayat Alergi : (-)
Kesan: Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : (-)
b. Riwayat Hipertensi : (-)
c. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
d. Riwayat Asma : (-)
e. Riwayat Alergi : (-)
Kesan: Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit sekarang.
5. Riwayat Personal Sosial
Pasien belum menikah sehingga tinggal sendirian di rumah. Sebelah rumah
pasien merupakan sawah, banyak hewan-hewan disekitar rumah. Pasien
memiliki riwayat kebiasaan merokok.
Kesan: Terdapat riwayat personal sosial yang dapat berhubungan dengan
penyakit sekarang.
6. Anamnesis Sistem
a. Sistem Saraf Pusat : pusing (+), demam (+), kejang (-).
b. Sistem Kardiovaskular : rasa berdebar-debar (-), nyeri (-).
c. Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), pilek(-).
d. Sistem Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), diare (+).
e. Sistem Urogenital : BAK tidak ada keluhan.
f. Sistem Integumentum : kebiruan (-).
g. Sistem Muskuloskeletal : kelemahan(-), kaku (-), myalgia (+)
Kesan: Terdapat masalah pada sistem SSP berupa demam dan pusing, sistem
gastrointestinal berupa mual dan diare, dan muskuloskeletal berupa myalgia.
4

A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Kesadaran
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : E4V5M6

2. Tanda Vital
a. TD : 113/97 mmHg
b. RR : 20 x/menit
c. SpO2 : 99%
d. Suhu : 39,1ºC
e. HR : 89 x/menit
f. VAS :4

3. Kepala – Leher
a. Kulit : kecoklatan, kelainan (-).
b. Kepala : normocephal, mesocephal, rambut hitam.
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), cowong (-/-)
d. Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-).
e. Mulut: mukosa lembab, buka mulut >3 jari.
f. Telinga : bentuk normal, sekret (-/-).
g. Leher : Pembesaran limfonodi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Kesan: Hasil pemeriksaan kepala – leher tidak didapatkan abnormalitas.

4. Thorax – Cor – Pulmo


a. Thorax : Retraksi (-/-), gerakan simetris kanan kiri.
b. Cor
● Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
● Palpasi : Iktus kordis kuat angkat.
● Perkusi : Redup, batas jantung kesan tidak membesar.
● Auskultasi : S1 dan S2 reguler, bising (-).
5

c. Pulmo
● Inspeksi : Simetris, retraksi dada (-)
● Palpasi : Pergerakan dada kesan simetris.
● Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
● Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Kesan: Hasil pemeriksaan thorax – cor – pulmo dalam batas normal.

5. Abdomen
● Inspeksi : Supel, deformitas (-), bekas luka (-).
● Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat.
● Perkusi : Timpani.
● Palpasi : Nyeri tekan (-)
Kesan: Hasil pemeriksaan abdomen terdapat peningkatan bising usus.

6. Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 dtk.
b. Inferior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 dtk, nyeri tekan
gastrocnemius (+/+)
Kesan: Terdapat nyeri tekan pada gastrocnemius kedua ekstremitas inferior.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah Lengkap (DL)
Tanggal : 6 Juni 2022
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap (CBC)

Hemoglobin (HBG) g% 12,92 12,0 – 16,0

Eritrosit (RBC) 105/mm3 3,88 4,00 – 5,00

Leukosit (WBC) 103/mm3 8,53 4,0 – 11,0


6

Hematokrit % 34,1 36,0 – 46,0

Trombosit (PLT) 103/mm 98 150 – 450

Hitung Jenis

Batang % 0 2–5

Limfosit % 6 20 – 35

Monosit % 5 4–8

Eosinofil % 0 2–4

Basofil % 0 0–1

Segmen % 89 51 – 67

KIMIA KLINIK

Fungsi Hati

SGOT U/L 203 < 31

SGPT U/L 101 < 31

Fungsi Ginjal

Ureum mg/dl 43 17 – 43

Kreatinin mg/dl 1,15 0,60 – 1,10

Diabetes

Gula Darah Sewaktu (GDS) mg/dl 126 80 – 200

Elektrolit

Natrium mmol/L 127,0 137,0 – 145,0


7

Kalium mmol/L 3,70 3,50 – 5,10

Klorida mmol/L 97,0 98,0 – 107,0

2. Foto Rontgen Thorax dewasa


Tanggal : 7 Juni 2022

Kesan:
● Kardiomegali
● Pulmo tak tampak kelainan

D. Diagnosis Kerja
● Obs. Febris hari ke 5
● Trombositopenia
● DCA

E. Tatalaksana
● IVFD NaCl 20 tpm
● Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam
● Inj. Metoclopramide 10mg/8 jam
● Inj. Hidrokortison 100mg/24 jam
● Inj. Pantoprazole 40mg/12 jam
● Inj. Furosemide 20mg/12 jam
● Sistenol 1 gr jika demam
● Curcuma 3x1 PO
8

● Newdiatab 2x2 PO k/p


● O2 NK 3 lpm
9

F. Follow Up
WAKTU KRONOLOGIS PENDUKUNG

Selasa, S Pasien mengelukan diare sebanyak kurang lebih 10x Lab 7.6.22
7/06/2022 dengan konsistensi cair, mual (+), nyeri perut, sesak
napas, dan badan terasa lemas. Hb : 80 (turun)
Bangsal
HMT: 30.5

TD : 71/43 mmHg Ureum: 58


(Naik)
Suhu : 37,4 oC
Creat: 1.71
Nadi : 103x/menit

Respirasi : 24x/menit
FESES
SpO2 : 95%
Makroskopis

Warna : kuning
A
Konsistensi :
Syok Sepsis Lunak

Obsservasi Febris Hari ke 5 ec Suspek Leptospira PUS : -

Diare Cair Akut Darah: -

Lendir : +

IVFD NaCl 30 cc/jam Mikroskopis

Syringe Pump. Vascon mulai 0,05 mcg 🡪 2,25 cc/jam Leukosit : 2-3

Eritrosit: 0-1

Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam Telur cacing : -

Inj. Levofloxacin 750mg/24 jam Amuba: -

Inj. Metoclopramide 10mg/8 jam Epitel: -

Serat
10

Inj. Hidrokortison 100mg/24 jam Tumbuhan: +

Inj. Pantoprazole 40mg/12 jam Amilum: -

Inj. Furosemide 20mg/12 jam Lemak: -

Resfar 8a drip NS100cc Yeast: -

Curcuma 3x1 PO Bakteri : +

Newdiatab 2x2 PO k/p

Aminoral 3x1 KIMIA


KLINIK
O2 NK 3 lpm
Gas Darah

pH: 7,38

pCO2: 28.0

P02: 231.0

HCO3: 16.2

SO2: 100

BE: -9,1

TCO2: 17.1

Laktat: 4.0

A-aDO2: 169

pAo2: 400

RI: 0,7

PF: 382

paO2/pAO2:
0,58

Rabu, S Pasien mengatakan sesak napas (+), batuk (-), BAB Ureum: 106
8/06/2022 cair (-)
11

HCU Creat: 3.55

TD : 116/72 mmHg Natrium: 130.3

Suhu : 36,3 oC Kalium : 3.50

Nadi : 96 kali/menit (regular) Kloida: 100.7

Respirasi : 26 kali/menit

SpO2 : 100% 🡪 O2 NRM 10 lpm Trombosit: 70

Hematokrit:
31.4

KIMIA
KLINIK

Gas Darah

pH: 7,36

pCO2: 35

P02: 140
Oedem pulmo mix pneumonia
HCO3: 19.9
Cardiomegali
SO2: 99

BE: -5,7
A
TCO2: 21
Syok Sepsis
Laktat: 1.3
Observasi Febris Hari ke 6 ec Suspek Leptospira

Diare Cair Akut


A-aDO2: 251

pAo2: 391
P
RI: 1.8
Bolus NaCl 0,9% 500 cc dilanjutkan IVFD NaCl 30
cc/jam
12

Syringe Pump. Vascon mulai 0,05 mcg 🡪 2,25 cc/jam PF: 236
 Vascon 0,1 mcg (4,5cc/jam)  Vascon 0,15 (6,75
cc/jam) paO2/pAO2:
0,36

Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam

Inj. Levofloxacin 750mg/24 jam

Inj. Metoclopramide 10mg/8 jam

Inj. Hidrokortison 100mg/24 jam

Inj. Pantoprazole 40mg/12 jam

Inj. Furosemide 20mg/12 jam

Resfar 8a drip NS100cc

Curcuma 3x1 PO

Newdiatab 2x2 PO k/p

Aminoral 3x1

Kamis, S Pasien mengatakan sesak napas (+) berkurang, batuk Trombosit: 64


9/06/2022 (-), BAB cair (-)
Hematokrit: 34
HCU

TD : 141/119 mmHg

Suhu : 36,4 oC

Nadi : 85 kali/menit (regular)

Respirasi : 26 kali/menit

SpO2 : 100% 🡪 O2 NRM 8 lpm

Diuresis : 2,18

Urin Output : 177,3 cc/jam


13

Syok Sepsis

Observasi Febris Hari ke 7 ec Suspek Leptospira

Diare Cair Akut

IVFD NaCl 30 cc/jam

Vascon 0,1 mcg (4,5cc/jam)

Inj. Furosemid 20 mg

Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam

Inj. Levofloxacin 750mg/24 jam

Inj. Metoclopramide 10mg/8 jam

Inj. Hidrokortison 100mg/24 jam

Inj. Pantoprazole 40mg/12 jam

Inj. Furosemide 20mg/12 jam

Resfar 8a drip NS100cc

Curcuma 3x1 PO

Newdiatab 2x2 PO k/p

Aminoral 3x1

Jumat S pasien mengatakan keluhan sesek napas berkurang Hb: 14.5

10/06/2022 AL: 12.7

HCU O Eritrosit: 4.68

TD : 116/74 mmHg Trombosit: 88

Hematokrit:
14

Suhu : 36.4 oC 39.6

Nadi : 76 kali/menit (regular)

Respirasi : 24 kali/menit Eosinofil: 0

SpO2 : 96% 🡪 O2 3lpm NK Basofil: 0

Batang: 0

A Segmen: 67

Syok Septik Limfosit 22

Obs Demam hari ke-8 susp. Leptospirosis Monosit 11

Diare Cair Akut

Ureum : 197

P Creat: 4.57

IVFD NacL 30cc/jam

Syringe Pump. Vascon 0,15 mcg 🡪 6,75 cc/jam Natrium: 132.2

Kalium: 3.55

Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam Klorida: 100.1

Inj. Levofloxacin 750mg/24 jam

Inj. Metoclopramide 10mg/8 jam

Inj. Hidrokortison 100mg/24 jam

Inj. Pantoprazole 40mg/12 jam

Inj. Furosemide 20mg/12 jam

Resfar 8a drip NS100cc

Curcuma 3x1 PO

Newdiatab 2x2 PO k/p

Aminoral 3x1
15

O2 NK 3 lpm

Sabtu S pasien mengatakan badan lemas, sesek sudah


berkurang, sudah tidak diare
11/06/2022

HCU
O

TD : 100/60 mmHg

Suhu : 36.3ºC

Nadi : 74 kali/menit (regular)

Respirasi : 24 kali/menit

SpO2 : 98% 🡪 O2 3 lpm NK

Syok Septik

Obs. Febris hari ke-9 suspek Leptospirosis

Diare Cair Akut

IVFD NaCl 30cc/jam

Syringe Pump. Vascon 0,1 mcg 🡪 4,5 cc/jam  0,05


mcg (2,25 cc/jam)  klem

Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam

Inj. Levofloxacin 750mg/24 jam


16

Inj. Metoclopramide 10mg/8 jam

Inj. Hidrokortison 100mg/24 jam

Inj. Pantoprazole 40mg/12 jam

Inj. Furosemide 20mg/12 jam

Resfar 8a drip NS100cc

Curcuma 3x1 PO

Newdiatab 2x2 PO k/p

Aminoral 3x1

O2 NK 3 lpm
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk
dan pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18
SM). Kemudian pada tahun 1914 Hugo Schottmuller secara formal
mendefinisikan “septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi
mikroba ke dalam aliran darah. Walaupun dengan adanya penjelasan tersebut,
istilah seperti “septicaemia”, sepsis, toksemia dan bakteremia sering digunakan
saling tumpang tindih.1
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh
yang dapat berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat dan
syok septik adalah masalah kesehatan utama dan menyebabkan kematian terhadap
jutaan orang setiap tahunnya. Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi
disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon
prokoagulan terhadap infeksi. Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis
dengan hipotensi refrakter (tekanan darah sistolik < 65 mmHg, atau penurunan >
40 mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah
diberikan cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg). Kriteria untuk diagnosis
sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun 1991 oleh American
College of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine Consensus
(Tabel 1).2
Pada tahun 2001, SCCM, ACCP dan European Society of Critical Care
Medicine (ESICM) merevisi definisi sepsis dan menambahkan tingkat dari sepsis
dengan akronim PIRO (Predisposition, Infection, Response to the infectious
challenge, and Organ dysfunction). Kemudian pada tahun 2016, SCCM dan
ESCIM mengeluarkan konsensus internasional yang ketiga yang bertujuan untuk
mengidentifikasi pasien dengan waktu perawatan di ICU dan risiko kematian yang
Tabel 1. Kriteria berdasarkan Konsensus Konfrensi ACCP/SCCM 1991

17
18

meningkat. Konsensus ini menggunakan skor SOFA (Sequential Organ Failure


Assesment) dengan peningkatan angka sebesar 2, dan menambahkan kriteria baru
seperti adanya peningkatan kadar laktat walaupun telah diberikan cairan resusitasi
dan penggunaan vasopressor pada keadaan hipotensi.3
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ
yang mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap
infeksi. Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap sudah
tidak membantu lagi. Kriteria SIRS seperti perubahan dari kadar sel darah putih,
temperatur, dan laju nadi menggambarkan adanya inflamasi (respon tubuh
terhadap infeksi atau hal lainnya). Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya
respon disregulasi yang mengancam jiwa. Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan
pada pasien yang dirawat inap tanpa ditemukan adanya infeksi.1
Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor
SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan
kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan
dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari
sepsis dan syok septik, peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk
identifikasi keadaan sepsis dan penggunaan quick SOFA
(qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di luar ICU.
19

Walaupun penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan


penggunaan skor SOFA di ICU, qSOFA tidak membutuhkan
pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara
cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat
membantu klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi organ
dan
Tabel 2. Skor sequential organ failure assessment (SOFA)

dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi. Septik


syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana
abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi
dapat menyebabkan kematian secara signifikan. Kriteria
klinis untuk mengidentifikasi septik syok adalah adanya
sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan
vasopressor untuk menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥
65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah
diberikan resusitasi cairan yang adekuat.1
20

Tabel 3. Kriteria qSOFA

578
21

B. Etiologi
Masuknya mikroba ke aliran darah bukan merupakan sesuatu yang mendasar
terhadap timbulnya sepsis berat, karena infeksi lokal dengan penyebab bakteri
yang menghasilkan produk patogen seperti eksotoksin, dapat juga memicu respon
inflamasi sistemik sehingga menimbulkan disfungsi organ di tempat lain dan
hipotensi. Kultur darah yang positif hanya ditemukan pada sekitar 20-40% kasus
sepsis berat dan persentasenya meningkat seiring tingkat keparahan dari sepsis,
yaitu mencapai 40- 70% pada pasien dengan syok septik. Bakteri Gram negatif
atau positif mencakup sekitar 70% isolat, dan sisanya ialah jamur atau campuran
mikroorganisme. Pada pasien dengan kultur darah negatif, agen penyebab sering
ditegakkan berdasarkan kultur atau pemeriksaan mikroskopik dari bahan yang
berasal dari fokus infeksi.4
Sepsis berat terjadi sebagai akibat dari infeksi yang didapat dari komunitas
dan nosokomial. Pneumonia ialah penyebab paling umum, mencapai setengah
dari semua kasus, diikuti oleh infeksi intraabdominal dan infeksi saluran kemih.
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae ialah bakteri Gram positif
paling sering, sedangkan Escherichia coli, Klebsiella spp, dan Pseudomonas
aeruginosa predominan di antara bakteri Gram negatif.5

C. Epidemiologi
Sepsis dan syok sepsis merupakan keadaan dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Sepsis masih menjadi penyebab kematian utama di beberapa negara
di Eropa. Hampir 50% pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU)
merupakan pasien sepsis. Insiden sepsis di Amerika sendiri yaitu 3 kasus per 1000
populasi dengan mortalitas 28,6% atau 215.000 kematian dari 750.000 pasien
terdiagnosis pertahunnya (McLymont, 2016). Di ICU RSUP dr Kandau Manado
sebanyak 65,7% kematian disebabkan karena sepsis. Angka syok septik di RSUP
dr Soetomo Surabaya sebesar 14,58% dan 58,33% sisanya merupakan sepsis
(Tambajong, 2016). Penelitian metaanalisis oleh Jawad et al. mendapatkan bahwa
insidens sepsis dalam populasi berkisar 22- 240 kasus per 100.000 orang, sepsis
berat 13-300 kasus per 100.000 orang, dan syok septik 11 kasus per 100.000
22

orang, dengan angka kematian mencapai 30% untuk sepsis, 50% untuk sepsis
berat, dan 80% untuk syok septik (Shankaar-Hari, 2017).
D. Patofisiologi
Sepsis dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari
respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini,
abnormalitas sirkular seperti penurunan volume intravaskular, vasodilatasi
pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan peningkatan metabolisme akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran oksigen sistemik dengan
kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau syok.
Presentasi pasien dengan syok dapat berupa penurunan kesadaran, takikardia,
penurunan kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan
patologis yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang
cermat dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai
penanganan awal.7
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal
ini akan memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan
antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil
yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi
mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi
endotelial. Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β,
dan interleukin-6 akan mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat
fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator
penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis
dan menghambat proses trombosis dan inflamasi.8
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses
tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan
terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan
kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Gangguan endotelial ini memegang peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan
hipoksia jaringan global.9
23

Gambar 1. Gambar Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi,


trombosis, dan fibrinolisis terhadap infeksi.

E. Diagnosis
Pada tahun 2016, SCCM/ESICM mengevaluasi kriteria identifikasi pasien
sepsis, dengan membandingkan kriteria tradisional SIRS dengan metode lain,
yaitu Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) scoring. Berdasarkan analisis
direkomendasikan SOFA score untuk menilai derajat disfungsi organ pada pasien
sepsis.
Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut skor total
SOFA (Sequential (Sepsisrelated) Organ Failure Assessment) ≥2 sebagai
konsekuensi dari adanya infeksi. Skor SOFA meliputi 6
fungsi organ, yaitu respirasi, koagulasi, hepar,
kardiovaskular, sistem saraf pusat, dan ginjal dipilih
berdasarkan telaah literatur, masing-masing memiliki
nilai 0 (fungsi normal) sampai 4 (sangat abnormal) yang
memberikan kemungkinan nilai dari 0 sampai 24. Skoring
SOFA tidak hanya dinilai pada satu saat saja, namun dapat
24

dinilai berkala dengan melihat peningkatan atau penurunan


skornya. Variabel parameter penilaian dikatakan ideal
untuk menggambarkan disfungsi atau kegagalan organ.
Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017, identifikasi
sepsis segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan
skoring qSOFA. Sistem skoring ini merupakan modifikasi Sequential (Sepsis-
related) Organ Failure Assessment (SOFA). qSOFA hanya terdapat
tiga komponen penilaian yang masing-masing bernilai
satu. Skor qSOFA ≥2 mengindikasikan terdapat disfungsi
organ. Skor qSOFA direkomendasikan untuk identifikasi
pasien berisiko tinggi mengalami perburukan dan
memprediksi lama pasien dirawat baik di ICU atau non-ICU.
Pasien diasumsikan berisiko tinggi mengalami perburukan
jika terdapat dua atau lebih dari 3 kriteria klinis. Untuk
mendeteksi kecenderungan sepsis dapat dilakukan uji
qSOFA yang dilanjutkan dengan SOFA.
Kriteria SOFA muncul setelah pembaharuan definisi dan kriteria sepsis
bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas sepsis. Kriteria tahun 1992
menggunakan istilah Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS). SIRS terdiri
dari kriteria umum yang meliputi kondisi vital pasien, terdapat kriteria inflamasi,
kriteria hemodinamik, dan kriteria gangguan fungsi organ.
Tabel 4. Kriteria klinis pasien sepsis dan syok sepsis
25

F. Penatalaksanaan
Dalam Surviving Sepsis Campaign 2018 terdapat perubahan bermakna dari
rangkaian 3 jam, 6 jam, menjadi rangkaian 1 jam awal dengan tujuan diharapkan
terdapat perubahan manajemen resusitasi awal, terutama mencakup penanganan
hipotensi pada syok sepsis.
Tabel 5. Bundle Elements With Strength of Recommendations and Under-Pinning
Quality of Evidence
26

● Pengukuran Kadar Laktat


Peningkatan kadar laktat dapat menunjukkan beberapa kondisi di antaranya
hipoksia jaringan, peningkatan glikolisis aerobik yang disebabkan peningkatan
stimulasi beta adrenergik atau pada beberapa kasus lain. Peningkatan kadar laktat
>2mmol/L harus diukur pada kondisi 2-4 jam awal dan dilakukan tindakan
resusitasi segera.
● Kultur Darah
Pengambilan kultur darah dilakukan segera untuk identifikasi patogen dan
meningkatkan optimalisasi pemberian antibiotik. Kultur darah sebaiknya dalam
2 preparat terutama untuk kuman aerobik dan anaerobik. Pengujian kultur juga
dapat menyingkirkan penyebab sepsis, apabila infeksi patogen tidak ditemukan
maka pemberian antibiotik dapat dihentikan.
● Antibiotik Spektrum Luas
Pemberian antibiotik spektrum luas sangat direkomendasikan pada manajemen
awal. Pemilihan antibitiotik disesuaikan dengan bakteri empirik yang
ditemukan.
● Cairan Intravena
27

Pemberian cairan merupakan terapi awal resusitasi pasien sepsis, atau sepsis
dengan hipotensi dan peningkatan serum laktat. Cairan resusitasi adalah dengan
pemberian 30 ml/kgBB cairan kristaloid. Perhatikan pemberian cairan pada
kondisi tertentu seperti penyakit ginjal kronis, dekompensasi kordis.
Berikut ini beberapa teknik untuk menilai respon cairan:
1. Passive leg raising test.
Penilaian ini untuk menilai pasien sepsis kategori responder atau
non-responder, dengan sensitivitas 97% dan spesifisitas 94%. Bila pulse
pressure bertambah > 10% dari baseline, dianggap responder. Penilaian ini
bertujuan untuk menilai peningkatan cardiac output dengan penambahan
volume.
2. Fluid challenge test
Mengukur kemaknaan perubahan isi sekuncup jantung (stroke
volume) atau tekanan sistolik arterial, atau tekanan nadi (pulse pressure).
Pemberian cairan dapat mengembalikan distribusi oksigen dalam darah
dan perfusi ke organ vital untuk mencegah ganguan kerusakan organ.
3. Stroke Volume Variation (SVV)
Penilaian variasi isi sekuncup jantung akibat perubahan tekanan
intra-toraks saat pasien menggunakan ventilasi mekanik. Syarat penilaian
responsivitas cairan dengan metode ini adalah:
a. Pasien dalam kontrol ventilasi mekanis penuh
b. Volume tidal 8-10 mL/kgBB (predicted body weight),
c. Tidak ada aritmia. Pasien masuk kategori
responder bila SVV ≥12%.
Selain SVV, Pulse Pressure Variation (PPV) juga dapat dipergunakan
untuk menilai responsivitas cairan.

● Pemberian Vasopressor
Manajemen resusitasi awal bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan,
terutama perfusi organ vital. Jika tekanan darah tidak meningkat setelah
resusitasi cairan, pemberian vasopressor tidak boleh ditunda. Vasopressor harus
28

diberikan dalam 1 jam pertama untuk mempertahankan MAP >65 mmHg.


Dalam review beberapa literatur ditemukan pemberian vasopressor/inotropik
sebagai penanganan awal dari sepsis.
● Pemilihan Vasopressor
Norepinefrin direkomendasi sebagai vasopresor lini pertama. Penambahan
vasopressin (sampai 0,03 U/menit) atau epinefrin untuk mencapai target MAP
dapat dilakukan. Dopamin sebagai vasopresor alternatif norepinefrin hanya
direkomendasikan untuk pasien tertentu, misalnya pada pasien berisiko rendah
takiaritmia dan bradikardi relatif. Dobutamin disarankan diberikan pada
hipoperfusi menetap meskipun sudah diberi cairan adekuat dan vasopresor.
Dobutamin dapat diberikan sampai dosis 20 ug/kgBB/menit atau ditambahkan
bersama vasopresor lain apabila terdapat: disfungsi miokard yang ditandai
peningkatan tekanan pengisisan jantung dan curah jantung yang rendah dan
penurunan perfusi yang terus berlanjut meskipun volume intravaskular dan
tekanan rerata arteri adekuat telah tercapai. Dobutamin tidak dipakai untuk
meningkatkan indeks curah jantung sampai supranormal. Steroid dapat
digunakan apabila dengan norepinefrin target MAP masih belum tercapai.
29

Gambar 2. Pemberian vasopresor dan steroid pada manajemen syok sepsis

G. Indikator Keberhasilan Resusitasi Awal


● Evaluasi Mean Arterial Pressure (MAP)
MAP merupakan driving pressure untuk perfusi jaringan atau organ
terutama otak dan ginjal. Batas rekomendasinya adalah 65 mmHg.
Penetapan target MAP yang lebih tinggi (85 mmHg dibandingkan 65
mmHg) justru meningkatkan risiko aritmia. Target MAP lebih tinggi
mungkin perlu dipertimbangkan pada riwayat hipertensi kronis.
● Laktat
Laktat sebagai penanda perfusi jaringan dianggap lebih objektif
dibandingkan pemeriksaan fisik atau produksi urin. Keberhasilan resusitasi
30

pasien sepsis dapat dinilai dengan memantau penurunan kadar laktat,


terutama jika awalnya mengalami peningkatan kadar laktat.
● Tekanan Vena Sentral (CVP) dan Saturasi Vena Sentral (SvO2)
Tekanan CVP normal adalah 8-12 mmHg. CVP sebagai parameter
panduan tunggal resusitasi cairan tidak direkomendasikan lagi. Jika CVP
dalam kisaran normal (8-12 mmHg), kemampuan CVP untuk menilai
responsivitas cairan (setelah pemberian cairan atau fluid challenge)
terbukti tidak akurat. Penggunaan target CVP secara absolut seharusnya
dihindari, karena cenderung mengakibatkan resusitasi cairan berlebihan.
● CO2 gap (Perbedaan kadar karbondioksida arteri dan vena (Pv-a CO2)
Peningkatan produksi CO2 merupakan salah satu gambaran metabolisme
anaerob. Jika peningkatan kadar laktat disertai peningkatan PvaCO2 atau
peningkatan rasio Pv-aCO2 terhadap Ca-vO2, kemungkinan besar
penyebabnya adalah hipoperfusi.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 57 tahun datang ke IGD RSUD


Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan utama keluhan utama demam sejak
sekitar empat hari yang lalu. Keluhan disertai mual, pusing cekot-cekot, badan
pegal-pegal, nafsu makan menurun dan diare. BAK tidak ada keluhan. Pasien
mengatakan sudah berobat ke dokter sebelumnya, namun belum membaik.
Setelah 1 hari dirawat di bangsal, pasien mengeluhkan diare hingga lebih dari
10x dengan konsistensi cair, sesak napas, dan bada terasa sangat lemas. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik, tekanan darah pasien 71/43 mmHg, respirasi pasien
24x/menit, nadi 103x/menit, suhu badan 37,3oC, SpO2 95%, VAS 3.
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh dokter, pasien
didiagnosis Syok Septik. Syok septik adalah adanya sepsis dengan hipotensi
persisten. Pasien terdiagnosis syok septik dengan penilaian cepat di bangsal
menggunakan kriteria qSOFA yaitu didapatkan hasil pemeriksaan fisik pasien
respirasi 24x/menit (>20x/menit) dengan tekanan darah sistolik 71/43 mmHg
yang menunjukkan hasil skoring qSOFA adalah 2.
Pada pasien ini kondisi pasien memenuhi 3 kriteria Sytemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) yaitu : denyut nadi >90x/menit, frekuensi napas
>20x/menit, jumlah sel darah putih >12.000mm3. Pada pemeriksaan penunjang
radiologi didapatkan gambaran bronkopneumonia. Selanjutnya pasien dibawa ke
ruang High Care Unit (HCU) untuk diobservasi lebih lanjut.
Pada pasien ini diberikan resusitasi dengan pemberian loading cairan NaCl
0,9% sejumlah 500 cc dan pasien mendapatkan injeksi Vascon menggunakan
syringe pump dengan dosis 0,05 mg (2,25 cc/jam), kemudian didapatkan
pemeriksaan TD: 80/50 mmHg, kemudian dosis Vascon dinaikan menjadi 0,1 mg
(4,5 cc/jam) dan didapatkan TD pasien 81/46 mmHg. Kemudian dosis Vascon
dinaikkan lagi menjadi 0,15 (6,75 cc/jam) TD pasien menjadi 84/50 mmHg.

31
32

Vascon merupakan obat yang mengandung Norepinephrine Bitartrate


Monohydrate. Vascon berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah yang
diindikasikan pada pasien yang menderita tekanan darah rendah akut (hipotensi
akut) seperti pada kasus syok. Vascon bekerja dengan cara menyempitkan
pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar gula
didalam darah. Dosis vascon dapat diberikan dengan syringe pump 0,05-0,1
mcg/kgBB/menit untuk mempertahankan normotensi atau mencapai tekanan
darah arteri rata-rata yang memadai.
Pasien diberi antibiotik Cefotaxime yang merupakan antibiotik golongan
sefalosporin generasi III yang memiliki efek bakterisidal untuk menghambat
pertubuhan bakteri. Cefotaxime dapat berikan 1 gram secara intra vena. Selain
ceftriaxone, pasien diberikan Levofloxacin yang merupakan antibiotik golongn
fluorokuinolon yang mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram
neagatif maupun positif dengan mekanisme kerja menghambat bakteri
topoisomerase IV dan DNA-girase, enzim yang diperlukan untuk replikasi DNA,
transkripsi, perbaikan, rekombinasi, dan transposisi sehingga menghambat
relaksasi DNA superkoil dan kerusakan untai DNA. Dosis yang dapat diberikan
750 mg/24 jam secara intravena.
Rencana tindak lanjut pada pasien ini yaitu kultur darah bertujuan untuk
meningkatkan optimalisasi pemberian antibiotik dan mengidentifikasi patogen
dan pengukuran kadar laktat untuk menunjukkan beberapa kondisi diantaranya
hipoksia jaringan, peningkatan glikolisis aerobik yang disebabkan peningkatan
stimulasi beta adrenergik atau pada beberapa kasus lain. Peningkatan kadar laktat
>2mmol/L harus diukur pada kondisi 2-4 jam awal dan dilakukan tindakan
resusitasi segera.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mehta A, Khalid A, Swaroop M. Sepsis and Septic Shock. In: P. Stawicki S,
Swaroop M, eds. Clinical Management of Shock - The Science and Art of
Physiological Restoration. IntechOpen; 2020. doi:10.5772/intechopen.86800
2. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence.
2014;5(1):4-11. doi:10.4161/viru.27372
3. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, et al. The Third International
Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA.
2016;315(8):801-810. doi:10.1001/jama.2016.0287
4. Purwanto DS, Astrawinata D. Mekanisme Kompleks Sepsis dan Syok Septik.
JURNAL BIOMEDIK. 2018;10 (3). Accessed May 22, 2022.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/21979
5. Munford RS. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Kasper D, Fauci A, Hauser
S, Longo D, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 19th ed. McGraw-Hill Education; 2014. Accessed May 22, 2022.
accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?aid=1120808850
6. Shankar-Hari M, Harrison DA, Rubenfeld GD, Rowan K. Epidemiology of
sepsis and septic shock in critical care units: comparison between sepsis-2
and sepsis-3 populations using a national critical care database. Br J Anaesth.
2017;119(4):626-636. doi:10.1093/bja/aex234
7. Irvan I, Febyan F, Suparto S. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia). 2018;10(1):62-73.
doi:10.14710/jai.v10i1.20715
8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, et al. Efficacy and safety of
recombinant human activated protein C for severe sepsis. N Engl J Med.
2001;344(10):699-709. doi:10.1056/NEJM200103083441001
9. Nguyen HB, Rivers EP, Abrahamian FM, et al. Severe sepsis and septic
shock: review of the literature and emergency department management
guidelines. Ann Emerg Med. 2006 ; 48(1) : 28-54. doi: 10.1016 /
j.annemergmed. 2006.02.015
10. McLymont, N., & Glover, G. W. (2016). Scoring systems for the
characterization of sepsis and associated outcomes. Annals of translational
medicine, 4(24).
11. Shankar-Hari, M., Harrison, D. A., Rubenfeld, G. D., & Rowan, K. (2017).
Epidemiology of sepsis and septic shock in critical care units: comparison
between sepsis-2 and sepsis-3 populations using a national critical care
database. BJA: British Journal of Anaesthesia, 119(4), 626-636.
12. Tambajong, R. N., Lalenoh, D. C., & Kumaat, L. (2016). Profil penderita
sepsis di ICU RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manadoperiode Desember 2014–
November 2015. e-CliniC, 4(1).

33

Anda mungkin juga menyukai