Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PASIEN DENGAN

SEPSIS
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, M. Kep

Disusun Oleh :

Astri Indika H. 1610711053

Ismi Zakiah 1610711056

Desy Sulastri 1610711089

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan Kritis Pasien dengan Sepsis. Selain itu, kami turut mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang memberikan dukungan berupa saran dan
informasi yang kami butuhkan dalam menyusun makalah ini, terutama dosen
pengampu Keperawatan Kritis yang memberikan arahan terkait isi materi dalam
makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca akan kami terima
sebagai bahan masukkan guna penyempurnaan makalah ini.

Depok, 21 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................4
A. Definisi Sepsis..................................................................................4
B. Etiologi Sepsis..................................................................................8
C. Manifestasi Klinis............................................................................9
D. Klasifikasi Sepsis.............................................................................11
E. Patofisiologi Sepsis..........................................................................12
F. Pathway dan Algoritma....................................................................15
G. Komplikasi Sepsis............................................................................16
H. Pemeriksaan Penunjang...................................................................17
I. Penatalaksanaan berdasarkan SSC....................................................19
J. Asuhan Keperawatan Kritis dan kasus..............................................25
BAB III PENUTUP...............................................................................41
A. Simpulan..........................................................................................41
B. Saran.................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang
Sepsis merupakan suatu kondisi dimana terjadi kerusakan sistem imun
tubuh akibat infeksi. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab
utama mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis (Mehta Y., Dkk, 2017).
Setiap tahun setidaknya 1,7 juta orang dewasa di Amerika mengalami
kejadian sepsis dan hampir 270.000 meninggal sebagai akibatnya. Jumlah
kasus sepsis per tahun telah meningkat di Amerika Serikat. Sepsis disebabkan
karena adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat
berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik (Mayr FB, Dkk., 2013).
Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang
disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon prokoagulan terhadap
infeksi (Bernard GR, Dkk., 2001). Disfungsi organ didiagnosis apabila
peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan
kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan dari respon tubuh
yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik, dengan
peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan
penggunaan quick SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di
luar ICU (Mehta Y., Dkk, 2017).

Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi


refrakter (tekanan darah sistolik < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg
dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah
diberikan cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg) (Nguyen BH, Dkk.,
2006). Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas
sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian
secara signifikan. Adapun kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok
adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan
vasopressor untuk menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg,
dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan
yang adekuat (Mehta Y., Dkk, 2017). Tata laksana dari sepsis menggunakan
1
protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan ESICM yaitu “Surviving Sepsis
Guidelines”. Adapun Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok
septik adalah resusitasi awal, vasopressor/ inotropik, dukungan hemodinamik,
pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan
pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan
pencegahan infeksi (Mehta Y., Dkk, 2017).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dikemukakan


rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi dari Sepsis?

2. Apa etiologi dari Sepsis?

3. Bagaimana manifestasi Klinis dari Sepsis?

4. Bagaimana klasifikasi dari Sepsis?

5. Bagaimana patofisiologi dari Sepsis?

6. Bagaimana Pathway dan Algoritma dari Sepsis?

7. Apa komplikasi dari Sepsis?

8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari Sepsis?

9. Bagaimana penatalaksanaan Sepsis berdasarkan SSC?

10. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Kritis dalam kasus Sepsis?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi dari Sepsis

2. Mengetahui etiologi dari Sepsis

3. Mengetahui manifestasi Klinis dari Sepsis

4. Mengetahui klasifikasi dari Sepsis

5. Mengetahui patofisiologi dari Sepsis


6. Mengetahui Pathway dan Algoritma dari Sepsis

7. Mengetahui komplikasi dari Sepsis

8. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari Sepsis

9. Mengetahui penatalaksanaan Sepsis berdasarkan SSC

10. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan Kritis dalam kasus Sepsis


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sepsis

Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya


membusuk dan pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat
oleh Homer (abad 18 SM). Kemudian pada tahun 1914 Hugo
Schottmuller secara formal mendefinisikan “septicaemia” sebagai
penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran darah.
Sepsis merupakan SIRS plus infeksi yang diketahui atau diduga.
(Patricia, GM., 2018). Walaupun dengan adanya penjelasan tersebut,
istilah seperti “septicaemia:, sepsis, toksemia dan bakteremia sering
digunakan saling tumpang tindih (Mehta Y., Dkk, 2017).Sepsis dapat
mengancam jiwa karena bisa menyebabkan disfungsi organ yang
disebabkan oleh disregulasi respon inang (tubuh) terhadap infeksi
(Singer M, Dkk., 2016). Sepsis disebabkan karena adanya respon
sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang
menjadi sepsis berat dan syok septik (Mayr FB, Dkk., 2013). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi
kerusakan sistem imun tubuh akibat infeksi. Sepsis terjadi karena adanya
respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang
menjadi sepsis berat dan syok septik.
Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi
organ, yang disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon
prokoagulan terhadap infeksi (Bernard GR, Dkk., 2001). Sepsis berat
merupakan Sepsis terkait dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau
hipotensi (Patricia, GM., 2018). Hipoperfusi dan kelainan perfusi dapat
termasuk, tetapi tidak terbatas pada: (Patricia, GM., 2018)
• Mengubah status mental
• Laktat lebih besar dari 4 mmol / L
• Keluaran urin kurang dari 0,5 mL / kg / jam selama lebih dari 2 jam
• Cedera paru akut PaO2 / FiO2 kurang dari 200 dengan pneumonia;
kurang dari 250 tanpa pneumonia
• Jumlah trombosit kurang dari 100.000 μL
Adapun syok septik adalah proses yang kompleks dan umum
yang melibatkan semua sistem organ. Syok septik merupakan sepsis
berat dengan hipotensi, meskipun resusitasi cairan adekuat. Pasien yang
sedang inotropik atau agen vasopressor mungkin tidak hipotensi pada
saat kelainan perfusi diukur (Patricia, GM., 2018). Syok Septik
didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan
darah sistolik < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari ambang
dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan
kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg) (Nguyen BH, Dkk., 2006).
Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas
sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan
kematian secara signifikan. Adapun kriteria klinis untuk
mengidentifikasi septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi
persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean arterial
pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun
telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat (Mehta Y., Dkk, 2017).
Sepsis, sepsis berat, dan syok septik merupakan tahap progresif dari
penyakit yang sama sebagai respons terhadap infeksi.

Sumber : SAGE Open Medicine, 2019


Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) scoring dan quick SOFA (qSOFA)

Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut skor total


SOFA (Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment) ≥2 sebagai
konsekuensi dari adanya infeksi. Skor SOFA meliputi 6 fungsi organ, yaitu
respirasi, koagulasi, hepar, kardiovaskular, sistem saraf pusat, dan ginjal dipilih
berdasarkan telaah literatur, masing-masing memiliki nilai 0 (fungsi normal)
sampai 4 (sangat abnormal) yang memberikan kemungkinan nilai dari 0 sampai
24. Skoring SOFA tidak hanya dinilai pada satu saat saja, namun dapat dinilai
berkala dengan melihat peningkatan atau penurunan skornya. Variabel parameter
penilaian dikatakan ideal untuk menggambarkan disfungsi atau kegagalan organ (I
Made, 2018).

Sumber : I Made, 2018

Perubahan skor SOFA memberikan nilai prediktif yang tinggi. Pada studi
prospektif 352 pasien ICU, peningkatan skor SOFA 48 jam pertama perawatan
memberikan mortalitas paling sedikit 50%, sementara penurunan skor SOFA
memberikan mortalitas hanya 27%. Tujuan utama skoring kegagalan fungsi organ
adalah untuk menggambarkan urutan komplikasi, bukan untuk memprediksi
mortalitas. Meskipun demikian, ada hubungan antara kegagalan fungsi organ dan
kematian.

Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017, identifikasi


sepsis segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan
skoring qSOFA. Sistem skoring ini merupakan modifikasi Sequential (Sepsis-
related) Organ Failure Assessment (SOFA). qSOFA hanya terdapat tiga
komponen penilaian yang masing-masing bernilai satu. Skor qSOFA ≥2
mengindikasikan terdapat disfungsi organ. Skor qSOFA direkomendasikan untuk
identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami perburukan dan memprediksi lama
pasien dirawat baik di ICU atau non-ICU. Pasien diasumsikan berisiko tinggi
mengalami perburukan jika terdapat dua atau lebih dari 3 kriteria klinis. Untuk
mendeteksi kecenderungan sepsis dapat dilakukan uji qSOFA yang dilanjutkan
dengan SOFA (I Made, 2018).

Sumber : I Made, 2018


B. Etiologi Sepsis

Di Amerika Serikat, sepsis menghasilkan lebih dari satu juta rawat inap
setiap tahun. Jumlah dan tingkat rawat inap untuk sepsis telah dua kali
lipat dalam dekade terakhir. Ada banyak faktor populasi yang
berkontribusi terhadap peningkatan diagnosis sepsis yang terus-menerus:
(Patricia, GM., 2018)

• Populasi manusia yang menua

• Peningkatan infeksi yang terkait dengan organisme (bakteri, jamur, dan


virus) resisten antibiotik

• Pasien dengan gangguan kekebalan yang datang dengan penyakit kritis

• Peningkatan pada pasien yang menjalani operasi berisiko tinggi

• Peningkatan identifikasi sepsis.

Faktor Resiko Sepsis

Adapun Faktor risiko individu untuk pengembangan syok septik


termasuk faktor tuan rumah dan faktor terkait tindakan pengobatan,
diantaranya : (Patricia, GM., 2018)

Faktor Tuan Rumah (Host Factors)

• Usia ekstrem

• Malnutrisi

• Debilitasi umum

• Debilitasi kronis

• Penyakit kronis

• Penyalahgunaan narkoba atau alkohol

• Neutropenia

• Splenektomi

• Kerusakan organ multipel

Faktor Terkait Tindakan Pengobatan (Treatment Related Factors)

• Penggunaan kateter invasif

• Prosedur operasi
• Luka traumatis atau panas

• Prosedur diagnostik invasif

• Ventilasi mekanis

• Obat-obatan (antibiotik, agen sitotoksik, steroid)

Sepsis, sepsis berat, dan syok septik dikaitkan dengan angka kematian
masing-masing 16%, 25%, dan 50%. Pengenalan dan pengobatan dini
memiliki dampak besar pada hasil pasien. Sekitar satu dari empat pasien
yang datang ke unit gawat darurat dengan sepsis akan berkembang
menjadi syok septik dalam waktu 72 jam. Untuk pasien yang menjadi
hipotensi di gawat darurat, setiap jam keterlambatan dalam pemberian
antibiotik meningkatkan angka kematian mereka sebesar 7%.

C. Manifestasi Klinis

Penderita sepsis dapat menunjukkan berbagai tanda dan gejala pada


waktu yang berbeda. Tanda dan gejala sebagai peringatan yang termasuk
seperti demam atau suhu rendah dan menggigil, perubahan status mental,
kesulitan bernapas / pernapasan cepat, peningkatan denyut jantung, denyut
nadi lemah / tekanan darah rendah, produksi urin rendah, kulit sianotik atau
berbintik-bintik, ekstremitas dingin, dan nyeri tubuh yang ekstrem atau
ketidaknyamanan (WHO, 2018). Mencurigai sepsis adalah langkah besar
pertama menuju pengenalan dini dan diagnosis. Sedangkan manifestasi
klinis terkait sepsis diantaranya : (Andrew Lever, 2007)

1. Suhu tubuh > 38.3˚C atau < 36˚C

2. Denyut jantung > 90 / mnt (atau > 2 SD di atas normal untuk usia)

3. Takipnea

4. Perubahan status mental

5. Edema yang signifikan atau keseimbangan cairan positif (> 20 ml / kg


dalam 24 jam)

6. Glukosa darah > 7,7 mmol / liter tanpa adanya diabetes

7. Protein reaktif C plasma > 2 SD di atas batas interval referensi

8. Prokalsitonin plasma > 2 SD di atas batas interval referensi

9. Jumlah sel putih > 12 x 109 sel / liter atau jatuh dalam SBP > 40 mmHg
pada orang dewasa
10. Saturasi oksigen hemoglobin campuran vena > 70%

11. Indeks jantung (Cardiac Index) > 3,5 liter /mnt /m2

12. Hipoksemia arteri (PaO2 / FlO2 < 40 kPa)

13. Oliguria akut (keluaran urin < 0,5 ml / kg / jam)

14. Kreatinin meningkat > 44,2 μmol / liter

15. INR> 1,5 atau aPTT> 60 dtk

16. Ileus

17. Jumlah trombosit <100 x 10 pangkat 9 / liter

18. Bilirubin plasma> 70 mmol /liter

19. Laktat> 1 mmol /liter

20. Isi ulang kapiler menurun atau berbintik-bintik

Sumber : Andrew Lever, 2007


D. Klasifikasi Sepsis

Klasifikasi Sepsis dibagi menjadi 4 macam, tahap pertama ialah


mendefinisikan sepsis sebagai asosiasi inflamasi lengkap peradangan non-
spesifik tanggapan (gambar diatas) dengan bukti, atau kecurigaan, dari asal
mikroba. Adapun dikatakan sepsis berat/parah apabila disertai bukti
hipoperfusi atau disfungsi setidaknya satu organ sistem. Sedangkan
dikatakan syok sepsis apabila sepsis berat disertai dengan hipotensi atau
kebutuhan untuk vasopresor, meskipun resusitasi cairan yang memadai
(Andrew Lever, 2007). Adapun disfungsi organ berkembang ke titik di mana
pasien tidak dapat mempertahankan homeostasis tanpa intervensi disebut
Disfungsi Multi-organ Sindrom (MODS). Penciptaan sistem pementasan
untuk sepsis telah diizinkan untuk terapi yang didorong oleh tujuan untuk
meningkatkan datang (Dellinger RP., Dkk, 2013).

Sumber : Dellinger RP., Dkk, 2013

Klasifikasi sepsis biasanya digambarkan sebagai yang didapat oleh


masyarakat atau asal usul nosokomial. Mereka bisa bakteri atau jamur dalam
etiologi. Selain itu, infeksi tidak saling eksklusif dan polimikroba infeksi
dapat dan memang terjadi. Di dalam bakteri penyebab parah sepsis, ada
beberapa kontroversi mengenai agen penyebab primer. Studi epidemiologi
yang berbeda telah menemukan gram negatif dan organisme gram positif
menjadi penyebab terbesar. Secara historis organisme gram negatif adalah
prevalensi terbesar, namun; data telah menunjukkan peningkatan kejadian
infeksi gram positif dalam beberapa tahun terakhir (Dellinger RP., Dkk,
2013). Dari organisme gram positif, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae adalah yang paling umum organisme ditemukan.
Dari organisme gram negatif, Escherichia coli, Klebsiella dan Pseudomonas
aeruginosa paling banyak ditemukan angka (Angus DC, 2013).
E. Patofisiologi Sepsis

(Patricia, GM., 2018)

Sepsis diawali oleh infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai


mikroorganisme seperti bakteri gram negatif atau gram positif, jamur,
dan virus. Pada beberapa pasien, beberapa organisme penyebabnya dapat
diidentifikasi, tetapi pada banyak pasien organisme penyebab tidak
pernah diidentifikasi. Mikroorganisme dapat dimasukkan melalui sistem
paru, saluran kemih, atau sistem pencernaan; melalui luka; atau melalui
perangkat invasif. Syok septik dihasilkan dari interaksi kompleks antara
mikroorganisme yang menyerang dan sistem imun, inflamasi, dan sistem
koagulasi, yang menghasilkan keadaan proinflamasi dan hiperkoagulasi.
Organisme gram negatif dan gram positif dapat secara langsung
merangsang respon inflamasi dan aspek lain dari sistem kekebalan yang
mengaktifkan sitokin, komplemen, dan sistem koagulasi. Menanggapi
keberadaan mikroorganisme, makrofag dan sel T pembantu
mengeluarkan sitokin proinflamasi, seperti TNFα dan IL-1β. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya, sitokin-sitokin ini menyebabkan
disfungsi endotel dan menghasilkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Biasanya, sitokin anti-inflamasi juga dilepaskan untuk menyeimbangkan
respons proinflamasi. Sel T helper tipe 2 mengeluarkan sitokin anti-
inflamasi IL-4 dan IL-10. Tetapi pada beberapa pasien, sitokin
antiinflamasi gagal menyeimbangkan sitokin proinflamasi, dan respon
proinflamasi yang berlebihan mengaktifkan kaskade koagulasi.
Aspek penting lain dari sepsis adalah ketidakseimbangan antara
faktor prokoagulan dan antikoagulan. Endotoksin, zat yang tertanam
dalam dinding sel mikroorganisme yang menyerang, merangsang sel
endotel untuk melepaskan faktor jaringan. Pelepasan faktor jaringan
mengaktifkan kaskade koagulasi, menyebabkan konversi fibrinogen
untuk fibrin. Fibrin berikatan dengan sumbat trombosit yang menempel
pada sel endotel yang rusak, membentuk bekuan fibrin yang stabil.
Gumpalan-gumpalan ini, yang dikenal sebagai mikrotrombi, terbentuk di
seluruh mikrovaskulatur dan menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah, yang menyebabkan cedera tambahan dan iskemia pada jaringan-
jaringan distal. Biasanya, faktor antikoagulan (protein C, protein S,
antitrombin III, penghambat jalur faktor jaringan) memodulasi koagulasi,
mencegah pembentukan mikrothrombi yang luas. Trombin berikatan
dengan trombomodulin pada sel endotel, protein "pengaktif" C. Protein
teraktivasi C kemudian menonaktifkan faktor V dan VIII dan
menghambat sintesis inhibitor plasminogen-aktivator, yang kemudian
memungkinkan plasmin untuk memecah gumpalan fibrin-platelet. Dalam
sepsis, kadar faktor-faktor antikoagulan ini menurun, menghasilkan
keadaan prokoagulan yang meningkatkan pembentukan mikrotrombi dan
berkontribusi terhadap peradangan lebih lanjut. Pengakuan bahwa
respons proinflamasi dan prokoagulan mengakibatkan hilangnya
homeostasis pada hampir setiap sistem organ adalah kunci untuk
memahami sepsis.

Perubahan Kardiovaskuler

Secara umum, syok septik dikaitkan dengan tiga efek patofisiologis


utama pada sistem kardiovaskular: vasodilatasi, distribusi kesalahan
aliran darah, dan depresi miokard. Sitokin proinflamasi merangsang
pelepasan NO dari sel endotel. NO adalah vasodilator yang kuat dan
menyebabkan vasodilatasi luas. Karena vasodilatasi ini, terjadi
penurunan SVR, penurunan aliran balik vena ke jantung, dan dengan
demikian penurunan CO. Mediator inflamasi lainnya, termasuk endotelin,
dilepaskan dari sel endotel dan menyebabkan vasokonstriksi di tempat
tidur vaskular lainnya. Kombinasi vasodilatasi dan vasokonstriksi
menghasilkan distribusi yang salah dari aliran darah di semua
mikrosirkulasi. Pada awal syok septik, aktivasi sistem saraf simpatis dan
pelepasan zat vasodilatory seperti NO meningkatkan perkembangan
keadaan hyperdynamic, dengan CO tinggi dan SVR rendah. Kemudian,
seiring meningkatnya sirkulasi depresan jantung, jantung menjadi
hipodinamik, dengan CO rendah dan peningkatan SVR.

Pada syok septik, depresi miokard terbukti dalam penurunan fraksi ejeksi
ventrikel, pelebaran ventrikel, dan perataan kurva Frank-Starling setelah
resusitasi cairan. Sitokin yang dilepaskan sebagai bagian dari kaskade
inflamasi — TN-α, IL-1β, dan IL-6 — berkontribusi terhadap depresi
miokard ini. NO juga berkontribusi terhadap disfungsi dengan merusak
kemampuan sel untuk memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk
produksi ATP. Akibatnya, jantung menunjukkan penurunan fungsional
kontraktilitas dan kinerja ventrikel. Parameter hemodinamik, termasuk
ScvO2 / SvO2 dan ukuran asidosis metabolik, harus diikuti dari waktu ke
waktu untuk mengenali hipoperfusi jaringan awal yang disebabkan oleh
gagal jantung progresif.

Perubahan Pulmoner

Peristiwa yang dimulai dengan aktivasi respon inflamasi dan


mediatornya mempengaruhi paru-paru baik secara langsung maupun
tidak langsung. Aktivasi sistem saraf simpatis dan pelepasan epinefrin
dari medula adrenal menyebabkan bronkodilatasi. Namun, sitokin
inflamasi mengesampingkan efek epinefrin, dan hasil akhirnya adalah
bronkokonstriksi. Lebih penting lagi, mediator inflamasi dan neutrofil
teraktivasi menyebabkan kebocoran kapiler ke interstitium paru,
mengakibatkan edema interstisial, area perfusi paru yang buruk
(shunting), hipertensi paru, dan peningkatan kerja pernapasan. Ketika
cairan terkumpul di interstitium, kepatuhan paru berkurang, pertukaran
gas terganggu, dan terjadi hipoksemia. Cairan interstitial merusak
penghalang epitel alveolar, memungkinkan cairan menumpuk di dalam
alveoli. Ini selanjutnya mengganggu oksigenasi dan ventilasi.

Perubahan paru yang dijelaskan sebelumnya dapat berujung pada


sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), yang sering dikaitkan
dengan syok septik. Ventilasi mekanik, yang umum pada pasien dengan
ARDS, dapat memberikan jalan masuk bagi mikroorganisme ke dalam
paru-paru. Infiltrat alveolar adalah area subur untuk pertumbuhan bakteri;
oleh karena itu, pneumonia sekunder dapat terjadi, kemungkinan
disebabkan oleh organisme yang berbeda dari yang menghasilkan sepsis.

Perubahan Hematologi

Abnormalitas trombosit juga terjadi pada syok septik, karena endotoksin


secara tidak langsung menyebabkan agregasi trombosit dan selanjutnya
melepaskan zat yang lebih vasoaktif seperti serotonin dan tromboxana
A2. Agregat trombosit dalam mikrovaskatur pasien septik. Terlalu
aktifnya kaskade koagulasi tanpa mengimbangi fibrinolisis yang adekuat
mengganggu perfusi jaringan dengan menghambat aliran darah baik
secara regional maupun global, seperti dijelaskan di atas. Seiring waktu,
faktor pembekuan habis dan koagulopati terjadi, dengan potensi
berkembang menjadi koagulasi intravaskular diseminata (DIC).
Perubahan Metabolik

Syok septik menginduksi keadaan hipermetabolik yang ditandai dengan


peningkatan konsumsi energi istirahat, protein ekstensif dan katabolisme
lemak, keseimbangan nitrogen negatif, hiperglikemia, dan
glukoneogenesis hepatik. Pelepasan katekolamin berlebihan
menstimulasi glukoneogenesis dan resistensi insulin. Ini mengganggu
metabolisme seluler, menyebabkan hiperglikemia pada pasien sakit kritis
yang tidak menderita diabetes. Karena resistensi insulin, sel semakin
tidak dapat menggunakan glukosa, protein, dan lemak sebagai sumber
energi. Hiperglikemia yang resisten terhadap terapi insulin sering
ditemukan pada syok dini. Akhirnya, simpanan energi glikogen habis
dan, tanpa masuknya ATP, pompa seluler gagal, berkembang menjadi
jaringan dan kematian organ. Menanggapi kurangnya efek insulin,
protein memecah, menyebabkan nitrogen urea darah tinggi dan ekskresi
nitrogen urin. Protein otot dipecah menjadi asam amino, beberapa di
antaranya digunakan sebagai sumber energi untuk siklus Krebs atau
sebagai substrat untuk glukoneogenesis. Pada tahap-tahap syok
kemudian, hati tidak dapat menggunakan asam amino karena disfungsi
metaboliknya sendiri. Asam amino kemudian menumpuk di dalam aliran
darah.

Ketika syok berlangsung, jaringan adiposa dipecah (lipolisis) untuk


melengkapi hati dengan lipid untuk produksi energi. Metabolisme
trigliserida hati menghasilkan keton, yang bersirkulasi ke sel perifer yang
dapat menggunakannya dalam siklus Krebs untuk produksi ATP. Saat
fungsi hati menurun, trigliserida tidak terurai; mereka mengumpulkan
dalam mitokondria dan menghambat siklus Krebs, berkontribusi pada
peningkatan metabolisme anaerob dan produksi laktat. Kemampuan sel
untuk mengekstrak dan menggunakan oksigen terganggu akibat disfungsi
mitokondria. Oksidan biasanya diproduksi sebagai produk sampingan
dari fosforilasi oksidatif. Namun, dalam penyakit kritis, akumulasi
oksidan terjadi yang menghasilkan stres oksidatif. Stres oksidatif
menyebabkan peroksidasi lipid, oksidasi protein, dan mutasi pada DNA
mitokondria, sehingga berkontribusi pada kematian sel. Efek bersih dari
kekacauan metabolisme ini adalah bahwa sel-sel menjadi energi yang
kelaparan. Defisit energi ini berimplikasi pada munculnya kegagalan
organ multipel yang sering berkembang terlepas dari intervensi yang
dirancang untuk mendukung sistem sirkulasi dan organ.

F. Pathway dan Logaritma Sepsis (Terlampir)


G. Komplikasi Sepsis

Adapun komplikasi dari sepsis berat ataupun syok sepsis diantaranya :


(Sara R., 2018)

1. Disfungsi organ pernapasan, termasuk komplikasi seperti sindrom


gangguan pernapasan akut (ARDS).

2. Trombosis mikrovaskular

3. Kerusakan atau kematian jaringan. Secara intraseluler, kerusakan


mitokondria merusak penggunaan oksigen begitu oksigen tiba di
jaringan dan sel. Hal ini disebabkan oleh stres oksidatif dari
pengalaman mitokondria selama komplikasi sepsis yang menyebabkan
sepsis berat. Mitokondria yang terluka juga melepaskan alarmin,
sejenis sinyal bahaya, ke dalam lingkungan ekstraseluler. Alarmin ini
dapat termasuk DNA mitokondria (mtDNA) dan peptida formil.
Alarmin mengaktifkan neutrofil, yang menyebabkan kerusakan
jaringan.

4. Brain injury. Selama sepsis berat, otak seringkali merupakan organ


pertama yang gagal dan hingga 70% pasien sepsis mengalami
gangguan pada fungsi otak sebagai akibat dari reaksi imun. Nitrit
oksida, yang dihasilkan selama reaksi imun pada sepsis,
mempengaruhi otak dan fungsi mitokondria yang disebutkan
sebelumnya. Karena mudah berdifusi, ia dapat melewati sawar darah-
otak dan membentuk radikal oksigen. Hal ini yang menyebabkan stres
oksidatif pada fungsi jaringan otak.

Selain itu, komplikasi syok septik dapat meliputi: (NHS, 2019)

1. ketidakmampuan paru-paru untuk mengambil oksigen yang cukup


(gagal napas)

2. jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh (gagal


jantung)

3. gagal ginjal (AKI) atau cedera

4. pembekuan darah abnormal atau disseminated intravascular


coagulation (DIC)

5. Nekrosis jaringan akibat ketidakseimbangan perifer yang bisa


menyebabkan iskemia (Patricia, GM., 2018).
H. Pemeriksaan Penunjang

Kemajuan penyakit dan mortalitas terkait keparahan yang cepat terkait


dengan sepsis menjadikan identifikasi dini sangat penting. Diagnosis awal
sepsis sering dilakukan dengan menilai faktor risiko pasien dan temuan klinis
tetapi juga dapat ditingkatkan dengan penelitian laboratorium dan diagnostik.
Studi laboratorium khusus termasuk jumlah WBC dengan diferensial, jumlah
trombosit, laktat, SvO2 atau ScvO2, kreatinin, glukosa, dan bilirubin
membantu untuk mengukur keparahan presentasi pasien. Studi laboratorium
dan diagnostik yang dapat membantu mengidentifikasi dan mengarahkan
pengelolaan sepsis (Patricia, GM., 2018).

Data Fisiologis dalam Mendiagnosis Sepsis diantaranya : (Patricia, GM.,


2018)

 Kultur: darah, dahak, urin, luka bedah atau non-bedah, sinus, dan kateter
invasif; hasil positif tidak diperlukan untuk diagnosis. Protein reaktif C
plasma > 2 SD di atas batas interval referensi. Prokalsitonin plasma > 2 SD di
atas batas interval referensi. Jumlah sel putih > 12 x 109 sel / liter atau jatuh
dalam SBP > 40 mmHg pada orang dewasa. Hipoksemia arteri (PaO2 / FlO2
< 40 kPa). Oliguria akut (keluaran urin < 0,5 ml / kg / jam). Kreatinin
meningkat > 44,2 μmol / liter. Jumlah trombosit <100 x 10 pangkat 9 / liter.
Bilirubin plasma> 70 mmol /liter

 INR> 1,5 atau aPTT> 60 dtk

 CBC: WBCs biasanya akan meningkat dan dapat menurun dengan


perkembangan syok.

 Panel kimia: hiperglikemia mungkin jelas, diikuti oleh hipoglikemia pada


tahap selanjutnya.

 Gas darah arteri: asidosis metabolik dengan hipoksemia ringan (PaO2 kurang
dari 80 mm Hg) dan kemungkinan alkalosis respiratorik kompensatori
(PaCO2 kurang dari 35 mm Hg).

 CT scan: mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi situs yang berpotensi


abses.

 Radiografi dada dan perut: dapat mengungkapkan proses infeksi.

 SvO2 atau ScvO2: dapat membantu dalam penilaian kecukupan pengiriman


dan konsumsi oksigen.

 Tingkat laktat: Laktat> 1 mmol /liter. penurunan kadar laktat serum


menunjukkan metabolisme aerob mampu memenuhi kebutuhan energi seluler.
Peningkatan kadar mengindikasikan perfusi yang tidak memadai dan
pemanfaatan metabolisme anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi seluler.

 Defisit basa: kadar yang tinggi mengindikasikan perfusi yang tidak adekuat
dan metabolisme anaerob.

 EtCO2: penurunan EtCO2 adalah indikator awal perfusi jaringan regional dan
global yang tidak memadai.

 Saturasi oksigen hemoglobin campuran vena > 70%

 Indeks jantung (Cardiac Index) > 3,5 liter /mnt /m2

Sumber : Gyang et al., 2015


I. Penatalaksanaan berdasarkan SSC

Surviving Sepsis Campaign Guidelines (dalam buku Patricia, GM., 2018)


Fokus Perawatan Surviving Sepsis Guidelines Intervensi dan
Kolaboratif Pertimbangan Perawatan
Pasien
Screening dan Semua pasien yang berpotensi • Memanfaatkan alat
peningkatan kinerja terinfeksi dan sakit parah skrining berbasis rumah
harus diskrining untuk sepsis sakit untuk identifikasi
awal sepsis
Oksigenasi, Ventilasi mekanis Pertahankan jalan napas
ventilasi • Untuk pasien yang paten
membutuhkan ventilasi • Nafas Auskultasi
mekanis, volume tidal (Vt) 6 terdengar setiap 2-4 jam
mL / kg harus digunakan, dan PRN
dengan tekanan dataran tinggi • Hisap jalan napas
batas atas 30 cm H2O atau endotrakeal bila perlu
kurang (lihat Bab 25)
• Hiperkapnia permisif dapat • Hiperoksigenasi dan
ditoleransi pada pasien hiperventilasi sebelum dan
dengan tekanan dan setelah setiap hisap lulus
peningkatan dataran tinggi • Pantau oksimetri nadi
volume tidal dan CO2 pasang surut
• Tekanan ekspirasi akhir akhir
positif harus diterapkan untuk • Pantau gas darah arteri
mencegah kolapsnya paru seperti yang ditunjukkan
pada akhir ekspirasi oleh perubahan parameter
• Kepala tempat tidur harus noninvasif
dinaikkan setidaknya • Pantau pirau
30 derajat kecuali intrapulmoner (Qs / Qt dan
dikontraindikasikan untuk PaO2 / FiO2)
mencegah pneumonia terkait • Pantau tekanan jalan
ventilator napas setiap 1-2 jam
• Protokol penyapihan dengan • Pertimbangkan terapi
uji pernafasan spontan harus kinetik
ada untuk mempromosikan • Pertimbangkan rontgen
penyapihan ventilator bahkan dada harian
pada pasien yang terangsang,
stabil secara hemodinamik,
tidak memiliki kondisi yang
mengancam jiwa, dan tidak
memerlukan FiO2 atau
dukungan ventilator tingkat
tinggi
• Posisi tengkurap dapat
dipertimbangkan pada pasien
dengan ARDS yang
membutuhkan tingkat tinggi
FiO2 atau tekanan tinggi
• Penggunaan manuver
rekrutmen dapat
dipertimbangkan untuk pasien
dengan hipoksemia berat dan
refrakter
Circulation, Resusitasi harus dimulai Berikan cairan
perfusion Initial segera setelah sepsis intravaskular dan
resuscitation diidentifikasi vasopresor per protokol
• Resusitasi cairan awalnya • Tingkat laktat dapat
harus dimulai dengan bolus mengkonfirmasi
kristaloid hipoperfusi pada pasien
• Pada periode 6-jam awal yang tidak hipotensi.
setelah mengidentifikasi Pantau kadar laktat serum
sepsis: saat masuk dan kemudian
• Gunakan vasopresor untuk setidaknya sekali sehari
hipotensi yang tidak • Kaji tanda-tanda vital,
merespons resusitasi cairan termasuk kecukupan
awal untuk mempertahankan output urine setiap jam
MAP 65 mm Hg atau lebih • Dokumentasikan
tinggi penilaian ulang status
• Jika terjadi hipotensi volume dan perfusi
persisten setelah pemberian jaringan sebagai berikut:
cairan awal (MAP kurang • Memiliki ujian fokus
dari terfokus yang dilakukan
65 mm Hg), atau jika laktat oleh praktisi independen
awal adalah 4 mmol / L atau yang berlisensi (setelah
lebih, menilai kembali status resusitasi cairan awal),
volume dan perfusi jaringan termasuk tanda-tanda vital,
dan mendokumentasikan kardiopulmoner, pengisian
temuan sebagaimana dicatat kapiler, denyut nadi, dan
dalam Intervensi dan temuan kulit
Perawatan Pasien ATAU
Kolom pertimbangan • Lakukan dua hal berikut:
• Ukur CVP
Manajemen hemodinamik • Ukur ScvO2
yang sedang berlangsung • Lakukan USG
• Terus menggunakan teknik kardiovaskular di samping
penantang cairan selama tempat tidur
terkait dengan perbaikan • Lakukan penilaian
klinis; albumin juga dapat dinamis responsif cairan
dipertimbangkan untuk pasien dengan peningkatan kaki
yang membutuhkan sejumlah pasif atau tantangan cairan
besar kristaloid Nilaitekanan
• Vasopresor harus hemodinamik setiap jam
dipertimbangkan untuk pasien jika pasien memiliki
yang tidak responsif terhadap kateter arteri, CVP, atau
tantangan cairan (tekanan paru.
darah dan perfusi organ yang • Jika tersedia, pantau
tidak adekuat) SvO2 melalui kateter arteri
•Norepinefrin pulmonalis khusus atau
direkomendasikan sebagai ScvO2 melalui kateter
vasopressor pilihan pertama vena sentral
• Dopamin dosis rendah tidak • Pantau respons terhadap
boleh digunakan untuk tantangan cairan dengan
perlindungan ginjal sebagai Peningkatan tekanan darah
bagian dari perawatan untuk atau keluaran urin
sepsis berat • Pantau adanya bukti
• Epinefrin dapat volume intravaskular yang
ditambahkan atau berlebihan
dipertimbangkan sebagai • Vasopresor harus
agen alternatif pada syok diberikan melalui akses
septik yang berespon buruk vena sentral jika
terhadap norepinefrin memungkinkan
• Vasopresin dosis rendah • Untuk pasien yang
(kurang dari 0,03 unit / menit) menggunakan vasopresor,
tidak dianjurkan; lebih tinggi kateter arteri harus
vasopresin (0,03-0,04 unit / dipasang sesegera
menit) dicadangkan untuk mungkin untuk
terapi penyelamatan pemantauan tekanan darah
• Terapi inotropik dapat yang akurat.
dimulai untuk pasien dengan Pantau CO dan indeks
CO rendah meskipun jantung per protokol
resusitasi cairan adekuat rumah sakit
• Dobutamine dapat • Pantau hemoglobin dan
digunakan untuk hematokrit. Selama
meningkatkan CO / indeks ke transfusi, amati tanda-
tingkat normal; tidak tanda reaksi transfusi
disarankan untuk • Pantau parameter
menargetkan level koagulasi
supranormal
• Pasien dengan hipotensi
juga harus menerima
vasopressor untuk
mempertahankan produk
darah MAP: Setelah resusitasi
awal selesai, berikan sel darah
merah hanya ketika
hemoglobin kurang dari 7 g /
dL
• Target hemoglobin adalah
7-9 g / dL untuk pasien tanpa
penyakit arteri koroner yang
signifikan, perdarahan akut,
atau asidosis laktat
Sedation, analgesia, Protokol sedasi harus Pantau level sedasi per
and neuromuscular digunakan bersama dengan skala sedasi
blockade skala sedasi standar untuk • Infus agen sedatif yang
evaluasi pasien terus menerus harus
• Sedasi harus diminimalkan diinterupsi setiap hari
dengan menggunakan titik untuk penilaian status
akhir diskrit dan diberikan pasien saat bangun,
dengan bolus intermiten atau dengan titrasi ulang
infus terus menerus berikutnya seperti yang
• Agen penghambat ditunjukkan oleh protokol
neuromuskuler (NMBA) sedasi dan penilaian
harus dihindari sedapat
mungkin. NMBAs dapat
dipertimbangkan untuk
jangka pendek (kurang dari
48 jam) pada pasien dengan
ARDS awal yang diinduksi
sepsis
Cairan, elektrolit, Glukosa darah: Setelah Pantau asupan dan
dan kontrol stabilisasi awal, kadar keluaran setiap 1 jam
glikemik glukosa darah harus • Pantau glukosa darah
menargetkan kurang dari 180 setiap 1-2 jam hingga
mg / dL stabil, lalu setiap 4 jam
• Protokol glukosa darah • Mulai protokol insulin
harus digunakan untuk untuk glukosa darah lebih
mengidentifikasi besar dari 180 mg / dL
hiperglikemia dan memulai • Pantau elektrolit setiap
pengaturan glukosa tepat hari dan PRN
waktu dengan infus insulin • Ganti elektrolit seperti
Terapi penggantian ginjal yang diperintahkan
dengan hemodialisis • Pantau nitrogen urea
intermiten dan terapi darah, kreatinin,
penggantian ginjal osmolalitas serum, dan
berkelanjutan (CRRT) nilai elektrolit serum setiap
dianggap setara. CRRT hari
mungkin lebih disukai di Pantau keseimbangan
pasien hemodinamik tidak cairan dan stabilitas
stabil hemodinamik pasien yang
menerima terapi
penggantian ginjal
Mengidentifikasi Pasien harus dievaluasi secara Dapatkan kultur urin,
dan Mengobati formal untuk fokus infeksi. dahak, dan darah sesuai
penyebab sepsis Sumber infeksi yang yang dipesan
diketahui atau dicurigai harus • Dapatkan spesimen
dihilangkan atau diobati kultur luka dan ujung
dalam waktu 12 jam setelah vaskular sentral sesuai
diagnosis, jika urutan
memungkinkan • Berikan antibiotik seperti
• Kultur harus diperoleh yang diperintahkan
sebelum terapi antimikroba • Pantau kadar antibiotik
dimulai jika mungkin tetapi serum seperti yang
tidak boleh menunda diperintahkan
pemberian •Pertimbangkan
terapi antimikroba lebih dari berkonsultasi dengan
45 menit penyakit menular
• Setidaknya dua set kultur • Pantau kriteria SIRS
darah aerob dan anaerob yang tercantum dalam
harus diperoleh dengan Kotak 54-1
setidaknya satu spesimen
kultur diambil secara
perkutan
Setidaknya satu spesimen
biakan dari setiap alat akses
vaskular yang dimasukkan
lebih dari 48 jam sebelumnya
harus diperoleh untuk
menyingkirkan garis sebagai
sumber infeksi
• Sumber infeksi lain harus
dipertimbangkan dan dikultur
sesuai indikasi klinis (yaitu,
urin, luka, sekresi
pernapasan)
• Antibiotik IV harus dimulai
sedini mungkin dan selalu
dalam jam pertama mengenali
sepsis berat atau syok septik
• Terapi awal harus mencakup
obat-obatan dengan aktivitas
melawan kemungkinan
patogen, dengan
pertimbangan pola resistensi
di rumah sakit dan
masyarakat
Mencegah yang • Regimen antimikroba harus • Sesuaikan antibiotik
baru infeksi dinilai ulang setiap hari untuk berdasarkan hasil kultur
mengoptimalkan aktivitas dan • Gunakan teknik aseptik
mencegah perkembangan yang ketat selama
resistensi prosedur, dan pantau
• Klorheksidin glukonat, agen teknik orang lain
dekontaminasi oral, harus • Pertahankan kemandulan
digunakan untuk mengurangi kateter dan tabung invasif
risiko pneumonia terkait• Lakukan perawatan
ventilator pada pasien dengan mulut setiap hari untuk
sepsis berat. mengurangi risiko
pneumonia terkait
ventilator
Deep venous • Pasien dengan sepsis harus • Pantau adanya tanda dan
thrombosis (DVT) menerima profilaksis gejala DVT (kemerahan,
prophylaxis terhadap DVT bengkak, nyeri tekan, atau
• Untuk pasien dengan sepsis nyeri pada betis)
berat baik profilaksis
farmakologis dan mekanik
harus dipertimbangkan
• Kecuali jika
dikontraindikasikan,
profilaksis farmakologis lebih
disukai daripada profilaksis
mekanik
Stress ulcer • Pasien dengan sepsis berat • Pantau adanya tanda dan
prophylaxis atau faktor risiko perdarahan gejala penyakit ulkus
harus menerima profilaksis peptikum (nyeri perut,
ulkus stres perdarahan
• Pasien tanpa faktor risiko gastrointestinal)
tidak boleh menerima
profilaksis ulkus stres.
• Agen yang disukai adalah
H2 blocker atau inhibitor
pompa proton

Setting goals of care •Mengkomunikasikan • Konsultasikan layanan


kemungkinan hasil dan tujuan sosial, pendeta, dan tim
pengobatan yang realistis perawatan paliatif yang
kepada pasien dan keluarga sesuai
• Menentukan sasaran • Berikan istirahat dan
perawatan dalam waktu 72 tidur yang cukup
jam sejak masuk ICU
• Memasukkan tujuan
perawatan ke dalam
keputusan perawatan
• Pertimbangkan dukungan
yang kurang agresif atau
penarikan dukungan jika demi
kepentingan terbaik pasien
J. Asuhan Keperawatan Kritis
Presentasi Kasus

Seorang perempuan, Ny. Y berusia 50 tahun dibawa ke Unit Gawat


Darurat dengan sesak dan lemas sejak 6 jam. Tiga hari sebelum masuk
rumah sakit pasien mengeluh nyeri pinggang kiri dan demam menggigil
disertai mual, namun pasien tidak berobat medis hanya minum obat
tradisional. Keluhan dirasakan memberat sehingga dibawa ke rumah sakit.
Riwayat penyakit sebelumnya tidak diketahui. Riwayat pengobatan
dikatakan tidak ada. Riwayat penyakit keluarga juga tidak diketahui.

Pasien datang dengan keadaan umum sakit berat, kompos mentis,


tekanan darah 60/40 (MAP 47) mmHg, laju pernapasan 28 kali per menit,
nadi takikardia 120 kali per menit lemah reguler, suhu tubuh aksila 38,4 ºC,
dengan saturasi oksigen 90-91%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak
anemis, tidak ikterus, reflek pupil +/+ 3 mm/3 mm, pembesaran kelenjar
getah bening tidak ada, tekanan vena jugularis normal, suara jantung
reguler tidak ada murmur, suara paru vesikuler tidak ada ronkhi ataupun
wheezing, pada pemerikaan abdomen didapatkan nyeri ketok CVA kiri,
akral dingin, dan tidak ada edema.

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat dikerjakan langsung,


dilakukan pemeriksaan rekam jantung dengan hasil normal ritme sinus dan
pemeriksaan gula darah acak menggunakan rapid test 92 g/dL. Assessment
awal yaitu suspek syok sepsis dengan diagnosis banding syok hipovolemik.
Dilakukan resusitasi awal dengan oksigen 4 liter per menit per nasal kanul,
cairan RL 1500 mL, dan ceftriaxone 1 g intravena setiap 12 jam.
Pemeriksaan tanda vital dilakukan berkala setiap 15 menit di UGD, cairan
1500 mL telah diberikan, tekanan darah masih 60/40 (MAP 47) mmHg;
diberikan dopamine mulai dosis 3 mcg/kgBB/menit untuk mencapai MAP
≥65 mmHg. Pasien juga diberi ranitidine 2 x 50 mg iv dan paracetamol
oral 3 x 500 mg.

Pemeriksaan laboratorium setelah 3 jam resusitasi dengan hasil


leukositosis 13.700/mL, trombositopenia 76.000/mL, kreatinin 3,80 mg/dL,
ureum 89,2 mg/dL, bilirubin total 0,42 mg/dL, bilirubin direk 0,21 mg/dL,
bilirubin indirek 0,21 mg/dL. Elektrolit kalium 3,47 mmol/L, natrium
131,36 mmol/L, klorida 96,14 mmol/L. Pemeriksaan urin lengkap: leukosit
+2, protein +1, pH 5.5, bilirubin +2. Penilaian skor SOFA awal yaitu 7
(tanpa pemeriksaan analisis gas darah fraksi oksigen).

Tekanan darah mencapai 100/60 (MAP 70) mmHg dengan


dopamine dosis 5 mcg/kgBB/menit. Pasien menolak dirujuk ke Rumah
Sakit Umum Daerah untuk dirawat di Intensive Care Unit (ICU) karena
kendala biaya, pasien dipindahkan ke ruang perawatan biasa dan
diobservasi setiap 30 menit. Selama 3 jam tekanan darah stabil dengan
tekanan darah terakhir 110/70 (83) mmHg, dosis dopamine diturunkan
menjadi 3 mcg/kgBB/menit. Tanda vital dipantau setiap 30 menit, tekanan
darah sempat turun hingga 80/50 mmHg (60) mmHg namun kembali stabil
dengan dopamine 3 mcg/kgBB/menit, pasien masih sesak dengan laju
pernapasan 24-28 per menit.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DI ICU

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Kh. Dewantara RT.02/RW.04, Tangerang
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Tanggal Masuk RS : 11-11-2019
Tanggal Pengkajian : 12-11-2019
No. Rekam Medis 8980
Diagnosa Medis : sepsis, suspect syok sepsis dengan diagnosis banding
syok hipovolemik
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Nn. Z
Umur : 25 tahun
Hub. Dengan Pasien : Anak kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Ny. Y mengeluh nyeri pinggang kiri,
sesak dan lemas
b. Riwayat Penyakit sekarang :
Riwayat Saat Masuk RS : Pasien tercatat kompos mentis, tekanan
darah 60/40 (MAP 47) mmHg, laju pernapasan 28 kali per menit, nadi takikardia 120 kali
per menit lemah reguler, suhu tubuh aksila 38,4 ºC, dengan saturasi oksigen 90-91%.
Riwayat Kesehatan Sekarang
(Pengembangan dari Keluhan Utama) : Tekanan darah mencapai 100/60 (MAP
70) mmHg dengan pemberian dopamine dosis 5 mcg/kgBB/menit. Pasien menolak dirujuk
ke Rumah Sakit Umum Daerah untuk dirawat di Intensive Care Unit (ICU) karena

27
kendala biaya, pasien dipindahkan ke ruang perawatan biasa dan diobservasi setiap 30
menit.
c. Keluhan Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan tidak ada keluhan
penyakit dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien dan keluarga mengatakan
keluarga tidak memiliki riwayat penyakit
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : sakit berat
b. Tanda-Tanda Vital
1. Tekanan Darah
Sistolik : 60 – 100 mmHg
Diastolik : 40 – 60 mmHg
MAP : 47 - 70 mmHg
Heart Rate : 100 - 120 x/menit
Respirasi : 26 - 28 x/menit
2. Suhu : 37,9 - 38,4 C

3. : (Diisi jika ada keluhan nyeri dengan pasien


Nilai CPOT terintubasi)

Hasil
No. Indikator Skala Pengukuran Skore
Penilaian

1. Ekspresi Wajah Rileks, Netral 0


Tegang 1
Meringis 2

2. Gerakan Tubuh Tidak Bergerak 0


Perlindungan 1

Gelisah 2
Kesesuaian dengan
3. Dapat Mentoleransi 0
Ventilasi Mekanik
Batuk, Tapi Dapat
1
Mentoleransi
Fighting ventilator 2
4. Ketegangan Otot Rileks 0

Tegang dan Kaku 1


Sangat Tegang/Kaku 2

Total Skore

c. Pemeriksaan Sistem Tubuh


1)Sistem Perepsi sensori : tidak anemis, tidak ikterus, reflek pupil +/+ 3
mm/3 mm, lainnya tidak ada masalah.
2) Sistem Pernapasan : suara paru vesikuler tidak ada ronkhi ataupun
wheezing, pasien mengeluh sesak.
3) Sistem Kardiovaskuler : suara jantung reguler tidak ada murmur,
Pemeriksaan rekam jantung dengan hasil normal ritme sinus, tidak ada masalah.
4)Sistem Pencernaan : Pemerikaan abdomen didapatkan nyeri ketok
CVA kiri.
5) Sistem Perkemihan : tidak ada masalah
6) Sistem Neurologis : tidak ada masalah
7)Sistem Endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
dan tekanan vena jugularis normal, tidak ada masalah
8) Sistem Muskuloskeletal : tidak ada masalah
9)Sistem Integumen : tidak terdapat luka, terlihat pucat, akral dingin,
dan tidak ada edema
d. Aspek Psikologis : Keluarga pasien mengatakan bahwa ibunya
terlihat sangat tenang dan pandai meneymbunyikan rasa sakitnya, sampai baru
tahu keadaannya saat sudah sakit berat
e. Aspek Sosial : Keluarga pasien mengatakan bahwa ibunya
sering menyendiri beberapa hari terakhir
f. Asek Spiritual : Keluarga pasien mengatakan jika ibunya sangat
teguh perhadap pendirian dan keyakinannya

4. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Analisis Gas Darah Arteri, dll)
Tanggal dan Jam Pemeriksaan

No
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
.

4000 - 10.000 Abnormal


1. Leukosit 13.700 Sel/L
sel/L Leukositosis

Abnormal
2. PH 5,5 - 7,35-7,45
Asidosis

150.000 - Abnormal
3. Trombosit 76.000 /mcL
400.000/mcL Trombositopenia

0,6-1,2 mg/dL
Abnormal
(pria)
4. Kreatinin 3,80 mg/dL Terjadi gangguan pada
0,5-1,1 mg/dL
ginjal
(wanita)

Abnormal, gangguan
5. Ureum 89,2 mg/dL 7-20 mg/dL
fungsi ginjal

6. Bilirubin direk 0,21 0-0,4 mg/dL

7. Bilirubin indirek 0,21 mg/dL 0-0,9 mg/dL Normal

8. Bilirubin total 0,42 0,3-1,0 mg/dL

Abnormal, resiko
Elektrolit : 3,6 - 5,0
hipokalemia lebih lanjut
mmol/L
Kalium 3,47 Abnormal, resiko
9. Mmol/L 135-145
Natrium 131,36 hiponatremia lebih
mmol/L
lanjut
Klorida 96,14 94-111 mmol/L
Normal
b.Pemeriksaan risiko jatuh dengan Morse scale (sesuai Usia)

Kriteria Skala Skoring

1. Riwayat jatuh : baru saja Tidak = 0 0


atau dalam 3 bulan Ya = 25

2. Diagnosis lain Tidak = 0 0


Ya = 15

3. Bantuan berjalan Tidak ada, tirah baring, di 0


kursi roda, bantuan berawat =
0
Tongkat ketika (Crutch),
tongkat (Cane), alat bantu
berjalan (Walker)= 15
Furnitur = 30

4. IV/Heprin Lock Tidak = 0 20


Ya = 20

5. Cara berjalan/pindah Normal, tirah baring, tidak 10


bergerak = 0
Lemah = 10
Terganggu = 20

6. Status Mental Mengetahui kemampuan diri 0


=0
Lupa keterbatasan = 15

TOTAL SKOR 30
c. Pemeriksaan CT-scan, tanggal ( tidak dilakukan)
d. Pemeriksaan Foto Thorax, tanggal (tidak dilakukan)
e. APACHE II SCORE (1x24 jam)
Nilai APACHE II :

Variabel Fisiologi Hasil pemeriksaan Skor

Temperature 38,4 C 0

+1Mean Arterial 47 mmHg +4


Pressure

Heart rate 120 x/menit +2

Respiratory rate 28 x/menit +1

Oxygenation : FiO2 < (tidak dilakukan -


0,5 analisa gas darah)

Arterial pH 5,5 +4

Serum Na (Sodium) 131,36 0

Serum K (Potassium) 3,47 0

Serum Kreatinin 3,80 +4

Hematokrit (tidak ada hasil -


pemeriksaan)
WBC (Leukosit) 13.700 0

GCS 15 0

Serum HCO3 (tidak dilakukan -


analisa gas darah)

A = jumlah skor dari variabel fisiologi = 15


B = Poin usia (50 tahun) = 2
C = Nilai penyakit kronis = 5
APACHE II score = 15 + 2 + 5 = 22, Death rate = 40%
f. SOFA score
Penilaian skor SOFA awal dalam kasus yaitu 7 (tanpa pemeriksaan analisis gas darah
fraksi oksigen). Dan penilaian skor qSOFA yaitu 2. Maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat disfungsi organ pada Ny. Y

5. Penatalaksaan Medis
a. Ventilator
Mode : - (pasien tidak terpasang ventilator)
Tringer :-
Pressure Control : -
FiO2 :-
PEEP :-
RR :-
I : E Rasio :-

b. Obat-Obatan
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Indikasi Side Effects

Ceftriaxone 1 gr/12 jam Intravena Pasien sepsis Mual, merasa


atau infeksi lemas, nyeri
lainnya perut, nyeri
tenggorokan,
pusing
Dopamine 3-5 Intravena Sepsis (infeksi), Sakit kepala,
mcg/KgBB/ pasien gelisah, mual,
menit terindikasi syok muntah,
gangguan pada
tekanan darah,
menggigil

Ranitidin 2 x 50 mg Intravena Ulkus lambung, Gelisah, mual,


GERD, muntah, pusing
mencegah
tingginya asam
lambung, tukak
lambung atau
maag

Paracetamol 3 x 500 mg Oral Menurunkan Mual,


demam, kerusakan hati
meredakan rasa bila
nyeri dikonsumsi
melebihi dosis
yang
dianjurkan dan
dalam jangka
waktu lama

6. Analisa Data
Masalah
No. Tanggal Data Etiologi
Keperawatan

DS : Ny. Y mengeluh
sesak dan lemas
DO :
1. Suhu tubuh 38,4 C
2. Nadi 120 x/menit
3. Tekanan darah :
sistolik 60-100 mmHg Kondsi terkait : Risiko Syok
1. 12-11-2019 dan Diastolik 40-60 (manifestasi klinis (NANDA 2018-
mmHg dari) sepsis 2020, Hal : 405)
4. RR 26-28 x/menit
5. Leukosit 13.700
sel/L
6. Trombosit
76000/mcL
7. Kreatinin 3,80 mg/dL
8. MAP rentang 47-70
mmHg
9. Ph 5,5

DS : Ny. Y mengeluh
nyeri pinggang kiri,
terlihat lemas, sesak,
dan mual
DO :
1. Ureum 89,2 mg/dL
2. Kreatinin 3,80 mg/dL Kondisi yang
3. pada pemerikaan berkaitan : Risiko
abdomen didapatkan - Disfungsi ginjal ketidakseimbanga
2. 12-11-2019 nyeri ketok CVA kiri, - Gangguan n elektrolit
akral dingin, mekanisme (NANDA 2018-
4. RR 26-28 x/menit pengaturan 2020, Hal : 179)
5. Trombosit
76000/mcL
6. Skor SOFA 7 dan
qSOFA 2
7. Kalium 3,47 mmol/L
8. Natrium 131,36
mmol/L

B. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko syok berhubungan dengan sepsis
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal,
gangguan mekanisme pengaturan.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Tanggal Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

12-11-2019 Risiko syok Setelah Circulation, 1. Untuk


berhubungan dilakukan perfusion memenuhi
dengan sepsis tindakan Initial kebutuhan
keperawatan resuscitation cairan dan
1. Berikan
secara intensif, mempertahanka
cairan
diharapkan n tekanan darah
intravaskular
tidak terjadi (Resusitasi pasien.
risiko syok cairan awalnya 2. Meastikan
harus dimulai
pada pasien, dengan bolus dan mengontrol
dengan kriteria kristaloid), keadaan pasien
hasil : misal cairan RL melalui tanda-
1. MAP > 65 1500 mL tanda vital
dan vasopresor
mmHg pasien.
(Gunakan
2. Nadi <100 3. Pemberian
vasopresor
x/menit untuk hipotensi antibiotik
3. RR < 28 yang tidak bertujuan untuk
x/menit merespons menekan atau
4. Suhu 36-38 resusitasi cairan melawan
C awal untuk patogen
mempertahanka penyebab
n MAP 65 mm infeksi atau
Hg atau lebih
sepsis,
tinggi), misal
sehingga
dengan
pemberian mampu
Dopamin 3-5 memulihkan
mcg/kgBB/men kembali sistem
it intravena. imun tubuh
2. Pantau kadar pasien.
laktat serum 4. Memastikan
saat masuk dan pasokan
kemudian
oksigen dalam
setidaknya
tubuh dan
sekali sehari.
3. Kaji tanda- darah pasien
tanda vital, dengan
termasuk memberikan
kecukupan suplai oksigen
output urine yang memadai.
setiap jam. 5. Memposisika
4. Pantau n pasien semi
hemoglobin dan fowler supaya
hematokrit.
sesak napas
Selama
transfusi, amati pasien dapat
tanda-tanda berkurang
reaksi transfusi. selain dibantu
5. Pantau dengan
parameter pemberian
koagulasi. obat.
Mengidentifik
asi dan
Mengobati
penyebab
sepsis
1. Dapatkan
kultur urin,
dahak, dan
darah sesuai
yang dipesan.
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotik
seperti
ceftriaxone 1
gr/12 jam iv,
levoflocaxin 1 x
500 mg oral,
atau
ciprofloxacin
2x 200 mg iv.
Dan obat
ranitidin 2 x 50
mg per iv, serta
paracetamol 3 x
500 mg per
oral.
3. Pantau kadar
antibiotik
serum.
4. Pantau
kriteria SIRS
atau sepsis
Oksigenasi
dan Ventilasi
1. Berikan
oksigen (misal
dengan nasal
kanul atau
simple mask)
yang cukup
pada pasien.
2. Posisikan
pasien, misal
posisi semi
fowler.
12-11-2019 Risiko Setelah Cairan, 1. Untuk
ketidakseimbangan dilakukan elektrolit, memastikan
elektrolit tindakan dan kontrol sejauh mana
berhubungan keperawatan glikemik keparahan dari
1. Pantau
dengan disfungsi secara intensif, fungsi organ
elektrolit setiap
ginjal, gangguan diharapkan hari dan PRN yang berkaitan,
mekanisme kadar elektrolit 2. Penuhi seperti ginjal
pengaturan. dalam tubuh elektrolit yang melalui cek
pasien dibutuhkan sampel darah
sesuai dengan
seimbang dan resep dokter pasien.
stabil, dengan 3. Pantau
nitrogen urea
kriteria hasil :
darah,
1. Ureum 7-20 kreatinin, dan
mg/dL nilai elektrolit
2. Kreatinin serum setiap
0,5-1,1 hari
mg/dL
3. Trombosit
150.000-
400.000
/mcL
4. Skor SOFA
< 7 dan
qSOFA < 2
5. Kalium 3,6-
5,0 mmol/L
6. Natrium
135-145
mmol/L

D. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Hari/Tangg
Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan al

Risiko syok 13-11-2019 08.00- 1. Memberikan dan S : Pasien


berhubungan 14.00 memantau Resusitasi mengatakan sesak
dengan sepsis WIB cairan kristaloid, RL napas berkurang,
1500 mL per 30 menit.
2. Memberikan obat
Dopamin dengan dosis O : Tekanan darah
3-5 mcg/kgBB/menit berkisar
per intravena, sesuai 90/60mmHg –
resep dokter 110/80 mmHg
3. Memantau tanda- dengan dopamine 3
tanda vital, suhu, nadi, mcg/kgBB/menit,
tekanan darah, dan laju
laju pernapasan 24-
pernapasan, termasuk
kecukupan output urine 26 kali/menit, suhu
setiap jam. aksila 37,9ºC.
4. Memantau jumlah Pemeriksaan
hemoglobin, leukosit laboratorium ulang
dan hematokrit serta leukositosis
trombosi pasien dengan 16.800/mL, Hb 8,8
cek laboratorium rutin
setiap hari. g/dL,
5. Memberikan dan trombositopenia
memantau 39.000/mL, bilirubin
perkembangan respon
total 0,38 mg/dL,
pasien terhadap
antibiotik ceftriaxone 1 bilirubin direk 0,22
gr/12 jam iv dan obat mg/dL, bilirubin
ranitidin 2 x 50 mg per indirek 0,16 mg/ dL.
iv, serta paracetamol 3 Terapi ditambah
x 500 mg per oral., dengan ciprofloxacin
sesuai resep dokter. 2 x 200 mg iv,
6. Memantau kriteria
dopamine dihentikan,
atau tanda-tanda SIRS
atau sepsis dilakukan observasi
7. Memberikan oksigen tiap 2 jam.
dengan nasal kanul atau
simple mask 4 L/menit. A : Risiko syok
8. Posisikan pasien teratasi sebagian
semi fowler.
P : Intervensi
dilanjutkan poin
1,3,4,5,6,7

Risiko 13-11-2019 08.00- 1. Memantau kadar S : Pasien


ketidakseimbang 14.00 elektrolit pasien setiap mengatakan pinggang
an elektrolit WIB hari dengan melakukan kiri sedikit nyeri
berhubungan cek laboratorium sesuai
arahan dokter.
dengan O : Pemeriksaan
2. Memenuhi elektrolit
disfungsi ginjal, laboratorium ulang
yang dibutuhkan sesuai
gangguan dengan resep dokter kreatinin 4,80 mg/dL,
mekanisme 3. memantau nitrogen ureum 184,6 mg/dL,
pengaturan. urea darah, kreatinin, Skor SOFA yaitu 8.
dan nilai elektrolit
serum setiap hari A : Risiko
ketidakseimbangan
elektrolit belum
teratasi

P : Intervensi
dilanjutkan poin 1,2,3
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Sepsis merupakan disfungsi organ yang mengancam nyawa (lifethreatening) yang


disebabkan oleh disregulasi dari respons tubuh terhadap adanya infeksi. Mencurigai
sepsis adalah langkah besar pertama menuju pengenalan dini dan diagnosis. Diagnosis
dini dan penanganan segera, pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat serta source
control yang baik, maka akan memberikan hasil yang baik dalam pengobatan sepsis.
Pada definisi terbaru istilah SIRS dan sepsis berat sudah ditinggalkan, dan
direkomendasikan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) scoring dan quick
SOFA (qSOFA) sebagai alat diagnostik sepsis. Disfungsi organ dapat diidentifikasi
sebagai perubahan akut pada skor total SOFA (Sequential (Sepsis-related) Organ
Failure Assessment) ≥2 sebagai konsekuensi dari adanya infeksi. Skor SOFA meliputi 6
fungsi organ, yaitu respirasi, koagulasi, liver, kardiovaskuler, sistem saraf pusat, dan
ginjal. Pada Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2016, identifikasi sepsis segera tanpa
menunggu adanya hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan skoring qSOFA. Sistem
skoring ini merupakan modifikasi dari Sequential (Sepsis-related) Organ Failure
Assessment (SOFA). qSOFA hanya terdapat tiga komponen, yaitu pernapasan, tekanan
darah sistolik, dan status mental.

Penderita sepsis dapat menunjukkan berbagai tanda dan gejala pada waktu yang berbeda.
Tanda dan gejala sebagai peringatan yang termasuk seperti demam atau suhu rendah dan
menggigil, perubahan status mental, kesulitan bernapas / pernapasan cepat, peningkatan
denyut jantung, denyut nadi lemah / tekanan darah rendah, produksi urin rendah, kulit
sianotik atau berbintik-bintik, ekstremitas dingin, dan nyeri tubuh yang ekstrem atau
ketidaknyamanan (WHO, 2018). Adapun komplikasi dari sepsis berat ataupun syok
sepsis seperti Disfungsi organ pernapasan, Trombosis mikrovaskular, Kerusakan atau
kematian jaringan, bahkan sampai menyebabkan Brain Injury(Sara R., 2018).

B. Saran

Sepsis dan Syok sepsis dapat mengancam nyawa seseorang,jika tidak diobati, biasanya
berakibat fatal. Jika diobati, hasilnya tergantung kepada penyebabnya, jarak antara
timbulnya sepsis sampai dilakukannya pengobatan serta jenis pengobatan yang diberikan.
Kemungkinan terjadinya kematian pada syok sepsis karena serangan jantung atau syok
septik pada penderita usia lanjut sangat tinggi. Mencegah sepsis lebih mudah daripada
mencoba mengobatinya. Pengobatan yang tepat terhadap penyebabnya bisa mengurangi
resiko terjadinya syok sepsis.
DAFTAR PUSTAKA

Angus DC, van der Poll T. 2013. Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med
369: 840-851.
Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
2001. Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe
sepsis. N Eng J Med ; 344 (10): 699- 709.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, et al. 2013. Surviving
Sepsis Campaign: international guidelines for management of severe sepsis
and septic shock, 2012. Intensive Care Med 39: 165-228.
EB Medicine. 2018. Clinical Pathway for Initial Management of Patients With
Sepsis
Gyang et al. 2015. A Nurse-Driven Screening Tool for the Early Identification of
Sepsis in an Intermediate Care Unit Setting. J Hosp Med. ; 10(2): 97–103.
doi:10.1002/jhm.2291
Gyawali, Bishal et al. 2019. Sepsis: The evolution in definition, pathophysiology,
and management. SAGE Open Medicine Volume 7: 1– 13 DOI:
10.1177/205031211983504
I Made Prema P. 2018. Laporan Kasus : Pendekatan Sepsis dengan Skor SOFA.
NTT, Indonesia. CDK-267/ vol. 45 no. 8
Lever, Andrew et al. 2007. Sepsis: definition, epidemiology, and diagnosis.
Cambridge : BMJ ; 335:879-83 doi:10.1136/bmj.39346.495880.AE
Mayr FB, Yende S, Angus DC. 2013. Epidemiology of severe sepsis. Virulence ;
5(1): 4-11
Mehta Y, Kochar G. 2017. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical
Care TSS ; 1(1): 3-5.
Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et
al. 2006. Severe sepsis and septic shock: review of the literature and
emergeny department management guidelines. Annals of Emergency
Medicine ; 48(1): 28-50.
NHS : St Helens and Knowsley Teaching Hospitals. 2013. Adult Sepsis
Management Pathway
Patricia et al. 2018. Eleventh Edition : Critical Care Nursing, A Holistic
Approach. Wolters Kluwer
Pirozzi N, Rejali N, Brennan M, Vohra A, McGinley T, et al. 2016. Sepsis:
Epidemiology, Pathophysiology, Classification, Biomarkers and Management.
J Emerg Med Trauma Surg Care 3: 014.
Ryding, Sara. (2018, September 14). Sepsis Complications and Prevention. News-
Medical. Retrieved on November 20, 2019 from
https://www.news-medical.net/health/Sepsis-Complications-and-Prevention.a
spx.

WHO. 2018. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/sepsis


PATHWAY SEPSIS (SGD 1 Semester VII PSIK A 2011) 1

v
Antenatal: Intranatal: Infeksi yang terjadi sesudah
Bakteri dari ibu masuk ke tubuh Bakteri pada vagina dan serviks kelahiran (nosokomial): alat-
bayi melalui sirkulasi darah naik mencapai korion dan alat medis, tenaga kesehatan,
janin amnion luka umbilikus

Kuman masuk ke tubuh janin melalui umbilikus

Infasi bakteri dan kontaminasi sistemik

Infeksi

Bakteremia dan septikemia


PK: Infeksi

SEPSIS  Leukosit
Pelepasan endotoksin

Sistem kardiovaskuler Kegagalan mikrosirkulasi keMerangsang


otot jantungsintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leu

↓ Ekstraksi O2 ke jaringan
Disfungsi mikrosirkulasi

Iskemia otot Zat pirogen beredar dalam darah


Hipoksia sel
Terjadi mekanisme kompensasi tubuh untuk meningkatkan intake O2 dengan  frekuensi napas

Kegagalan respon terhadap 


kebutuhan O2
Pompa jantung tidak adekuat
Aktivasi prostaglandin
PATHWAY SEPSIS (SGD 1 Semester VII PSIK A 2011) 2

Kegagalan kontrol aliran darah lokal  Respiration Rate Prostaglandin memengaruhi pusat termoregulasi di hipot
Penurunan Curah Jantung

Ketidakefektifan Pola Napas


↓ Saturasi oksigen
Hipotalamus  set poin suhu

Pelepasan nitrit oksida Limfosit T mengeluarkan substansi Th1 dan Th2


 Suhu tubuh diatas kisaran
normal

Vasodilatasi kapiler
Adhesi neutrofil dengan endotel
Hipertermi

Maldistribusi volume darah


Dinding endotel lisis

Hipoperfusi jaringan
Kerusakan endotel pembuluh darah

Cairan intravaskular keluar ke interstisial

Penurunan volume darah intravaskuler

Hipoperfusi perifer

Risiko Syok
Clinical Pathway for Initial Management of Patients With Sepsis

Decision made to treat patient for sepsis


hanical ventilation: Consider hydrocortisone 200 mg/day IV to shorten duration of shock and mechanical ventilation (Class I)
Activate sepsis protocol:
30 mL/kg IV crystalloid fluid bolus (Class II) Consider additional IV fluid bolus if clinical signs of hypovolemia (Class III
Serum lactate (Class I)
Blood cultures x 2 (Class II)
IV antibiotics < 1 hour, if possible (Class II) NO
Laboratory testing to assess organ function
Cardiac monitoring Norepinephrine (initial dose 4-6 mcg/min IV) for MAP > 65 mm Hg (Class I
Pulse oximetry
Monitor fluid balance

Consider ICU admission (Class II)

Consider IV fluid bolus; assess renal function and cause of oliguria and address
Fluid responsive? (IVC < 50%, straight- leg raise negative, hypotension resolves after initial fluid bolus) (Class III)

YES

Decrease oxygen demand


Consider mechanical ventilation in respiratory distress, analgesia, sedation
Increase oxygen delivery
YES Increase cardiac output, improve oxygenation, achieve MAP
Assess response to treatment: MAP > 65 mm Hg? NO
> 65 mm Hg NO
Mental status (Glasgow coma scale score) (Class III)
Skin (mottling, color, temperature)
Organ function (vital signs and laboratory results)
Initiate source identification and control:
(Class III)
Establish early source control; evaluate for bowel ischemia, necrotizing soft- tissue infection, abscess, empyema, occult sources
YES NO
Consider alternate causes of lactate:
Urine output > 0.5 mL/kg/hr?
Liver/renal disease; DKA, metformin; beta-agonists (Class III)
Complete physical examination: Identify potential missed source of infection; reass
Reassess hemodynamics:
Achieve MAP > 65 mm Hg; Lactate
POCUS< 2 mmol/L or cardiac function and IVC; consider inotropes and additional IV fluid bolus when in
to assess
YES lactate clearance ≥ 10%? Remeasure lactate:
NO
Lactate < 2 mmol/L or lactate clearance ≥ 10%? (Class III)

YES

Vasopressors required for MAP


≥ 65 mm Hg?
Persistent lactate elevation?
Mechanical ventilation?
Multiorgan dysfunction?
Disposition based on clinician judgment, hemodynamic stability,
Transient hypotension?
and response to treatment YES distress?
Hypoxia/respiratory
YES (Class III)
NO Remeasure lactate:
Lactate < 2 mmol/L or lactate clearance
≥ 10%? (Class III)
NO

Abbreviations: DKA, diabetic ketoacidosis; ICU, intensive care unit; IV, intravenous; IVC, inferior vena cava; MAP, mean arterial pressure; POCUS,
point- of-care ultrasound. Consider appropriateness for non-ICU setting; admit to monitored bed (Class III)
For class of evidence definitions, see page 10.

October 2018 • www.ebmedicine.net 11 Copyright © 2018 EB Medicine. All rights


reserved.
Name
Adult Sepsis Management Pathway
HoSPItal (Non Neutropenic Sepsis)
Complete and Insert in Patient Notes
No
Time (Zero) Now: Date: Bleep: Name:

Confirmed or Suspected Infection


Within 1st Hour of Diagnosis
Chest Urinary CNS (Meningitis) Y
SEPSIS
Skin Abdomen Joint E Lactate Stat Abx Time
Unknown S
Antibiotic
& Iv Access Blood Gases CXR
Blood Cultures – 2 sets (Ideally Prior to antibiotic administration)
At least 2 SIRS or General Variables Bloods: FBC / U&E / LFTs / CRP / INR / BMs
BP: Aim for urine output (UOP) of > 0.5ml / kg / hr
HR>90 T° >38° or <36°C Acute Confusion Oxygen: Aim for SATS 88-92 in type 2 Respiratory failure or COPD and
RR>20 WBC>12 or <4 Raised CRP 94-98 in others Hourly MEWS
BMs: >7.7 mmol/L in Non Diabetic
Now Check Below for any signs of Severe Sepsis

SEVERE Any Features of Severe Sepsis? (i.e. End Organ Dysfunction)


Mortality 20 - 35%
SEPSIS Lactate > 2 YES
Creatinine > 177 µmol/L or
Creatinine of > 45 µmol/L over baseline Oliguria <0.5mls/kg/hr for >2hrs Altered Mental State
Platelets<100 to be reviewed by SpR / Cons
BP Low<90 systolic Bilirubin>35 µmol/L INR>1.5
Hypoxia pO2<8.0
NO Observe Hourly Inform Senior
if NOT improving
SHOCK Septic Shock Ensure all above steps have been Completed &
Mortality Very High 40-60%
Urgent referral to ITU / Critical Care
Continue with aggressive Fluid Resuscitation
As above and Profound Hypotension (BP less than 90 Systolic)
Consider Central Venous Access
Hypotension Resistant to Fluid Challenges
Urinary Catheterisation
15 min MEWS
CM - V-2 Oct 2013

Anda mungkin juga menyukai