Anda di halaman 1dari 4

KARYA TULIS ILMIAH

PERAWAT KEPERAWATAN BENCANA

Mata Kuliah : Keperawatan Bencana

Dosen Pengampu : Ns. Wiwin Winarti, S.Kep., M.Epid., MN

Disusun oleh:

Aldin Aditya Fareza 1710711075

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang seringkali mengalami bencana, baik itu bencana
alam maupun bencana akibat ulah manusia. Ada beberapa alasan mengapa Indonesia rawan
sekali mengalami bencana, terlebih posisi geografis Indonesia. Pertama, Indonesia berada di
wilayah jalur cincin api pasifik. Hal ini lah yang membuat mengapa Indonesia terdapat
banyak sekali gunung berapi. Tercatat, ada lebih dari 130 gunung berapi yang terdapat di
Indonesia bahkan sebagian besar diantaranya masih aktif hingga hari ini. Alasan kedua
mengapa Indonesia rawan bencana ialah karena wilayah indonesia terletak di jalur sabuk
alpide, dimana jalur ini disebut-sebut sebagai jalur gempa paling aktif nomor 2 di dunia.
Itulah alasan mengapa Indonesia sering mengalami gempa, menyebar secara merata di
seluruh wilayah yang ada di Indonesia.
Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) mengatakan, pada tahun 2018
Indonesia mengalami gempa kurang lebih sebanyak 500 kali. Angka tersebut sangatlah
tinggi untuk kategori satu bencana di suatu negara. Terlebih lagi, gempa dan erupsi
gunung berapi yang terjadi biasanya juga bisa menghasilkan bencana lain yang
berdampak luas seperti tsunami, banjir, longsor dan lain-lain. Selain itu, BNPB juga
mencatat, sejak awal tahun hingga bulan September 2020, sebanyak 1.978 bencana alam
dan nonalam terjadi di Indonesia. Ternyata tren bencana di Indonesia pun dilihat secara
umum dari berbagai beberapa aspek, pada tahun 2020 mengalami peningkatan. Diantaranya
bencana banjir yang menduduki posisi paling atas dengan 748 kasus. Diposisi berikutnya
ditempati berturut-turut oleh puting beliung sebanyak 527 kasus dan tanah longsor sebanyak
370 kasus. Dengan adanya bencana yang masif tersebut, dampak yang diakibatkan adalah
yang mengungsi mencapai angka 3,9 juta jiwa. Sementara itu, 273 jiwa meninggal dunia.
"Terdapat 422 orang luka-luka dan 12 hilangSelain itu, Harmensyah turut menjelaskan
penanganan virus corona (Covid-19) menjadi salah satu bencana yang masuk dalam kategori
bencana non alam di Indonesia.

Ia menyatakan Satgas Penanganan Covid-19 sudah memiliki target spesifik untuk penanganan
corona. Diantaranya melindungi kelompok rentan, penderita komorbid, lansia dan petugas
kesehatan.

"Selain itu, Satgas juga berupaya menekan laju kasus aktif, meningkatkan kesembuhan,
pemerataan tes di tiap provinsi," kata dia.
Harmensyah juga menjelaskan saat ini BNPB telah menggelontorkan dana siap pakai (DSP)
penanganan covid-19 senilai Rp6,2 triliun. Namun, penyerapannya sampai saat ini telah
direalisasikan sebesar Rp3,7 triliun.

Bencana adalah didefinisikan sebagai kerusakan parah sistem yang membuat sebuah
komunitas atau masyarakat fungsional, yang mengarah ke kerugian besar kehidupan
manusia, properti, dan sumber daya ekonomi dan lingkungan dan meninggalkan
masyarakat yang terkena dampak tidak dapat menyediakan sumber daya yang diperlukan
medis. Karena pasien di daerah bencana memerlukan perawatan kritis, tenaga kerja garis
depan yang kuat diperlukan; dengan demikian, memobilisasi perawat rumah sakit dalam
menanggapi bencana telah menjadi strategi yang sangat penting. Namun, perawat rumah
sakit mungkin merasa tidak siap dan tersedia untuk merawat pasien selama bencana
meskipun mereka memiliki pengalaman pra-penyebaran dengan trauma, perawatan luka,
pengendalian infeksi atau perawatan perioperatif (Evans dan Baumberger-Henry, 2014).
Perawat telah memainkan peran penting dalam tanggap bencana sejak Florensia
Nightingale memberikan perawatan kepada yang terluka dan sakit selama Perang Krimea.
Saat ini, perawat membantu dalam tanggap bencana dengan keterampilan teknis dan
pengetahuan epidemiologi, fisiologi, farmakologi, psikologi dan latar belakang budaya
para penyintas dan keluarganya selama berbagai situasi bencana (Dewan Perawat
Internasional, 2009). Selain itu, perawat harus beradaptasi dengansulitdan ronments gus
berbahaya dengan sumber daya yang langka dan perubahan kondisi, yang dapat berbeda
jauh dari lingkungan kerja yang khas mereka(Gebbiedan Qureshi,2002).Perawat juga
harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk bekerja sama dengan responden
lainnya dari berbagai disiplin ilmu danpejabatyang terlibat di semua tingkat kesiapsiagaan
bencana(Stangeland,2010).Selain itu, pemimpin perawat harus memahami kompetensi
kepemimpinan bencana untuk mendorong rekan kerja untuk bekerja satu sama
Bencana bukan hanya peristiwa tunggal, tetapi memiliki tiga fase: pra-insiden,
insiden dan pasca-insiden. Untuk mengurangi dampak bencana melalui tahapan yang
berbeda, berbagai kegiatan keperawatan diperlukan, termasuk pencegahan atau mitigasi,
kesiapsiagaan, respon, pemulihan, dan rekonstruksi atau rehabilitasi. Secara khusus,
tanggapan dini diperlukan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa, memberikan
perawatan untuk memenuhi kebutuhan mendesak penduduk yang terkena dampak dan
untuk mengurangi dampak kesehatan jangka panjang dari bencana. Namun demikian,
manajemen dan penanganan bencana belum tertangani secara optimal. Atas dasar hal tersebut
Pemerintah Kabupaten Ciamis melakukan penataan daerah rawan bencana guna penyusunan
rencana yang terintegritas dari hulu sampai hilir dalam penanganan daerah rawan bencana.
Hal ini diharapkan dapat memberikan panduan/acuan kepada agar mampu merencanakan
penataan, memberikan arahan pemanfaatan dan penentuan pola ruang untuk kawasan-
kawasan rawan bencana yang ada di Kabupaten Ciamis. Salah satu aspek penanggulangan
bencana yang sangat penting adalah mitigasi bencana yang merupakan bagian dari
penanggulangan prabencana. Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Tindakan kesiapsiagaan adalah
penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan
personil. Berdasarkan pengertian tersebut, maka semua pihak khususnya masyarakat dan
pemerintah lokal sangat penting memimpin manajemen bencana dengan preparedness atau
kesiapsiagaan yang baik. Bila saatnya bencana terjadi maka daya tanggap atau response yang
tinggi serta kemampuan melakukan pemulihan atau recovery menjadi aspek yang penting dan
kritis (Kusumasari, 2014).
Masyarakat dituntut harus memiliki keterampilan penanganan bencana secara memadai.
People skills merupakan hal yang sangat penting pada saat terjadi bencana dan jatuhnya
korban bencana (Gatignon, Van Wassenhove, & Charles, 2010). Tujuan dari penanggulangan
bencana berbasis masyarakat adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan
masyarakat terutama yang tinggal di daerah rawan bencana alam, memperkuat kemampuan
untuk menghadapi bencana terutama bekerjasama dengan berbagai pihak, mengembangkan
organisasi bencana disesuaikan dengan kondisi lokal, meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang bencana (Ali et al, 2019). Pentingnya melibatkan masyarakat lokal karena merekalah
yang paling mengetahui situasi dan kondisi lokal, mereka juga tertarik untuk menghindari
ancaman bencana disekitar mereka, mereka berkeinginan untuk paham, oleh karenanya
informasi yang disampaikan harus dengan bahasa yang mudah difahami oleh mereka.

Anda mungkin juga menyukai