Disusun Oleh:
1. Faradila Ayu 19.0601.0009
2. Afnani Quinta 19.0601.0010
3. Ani Wijayanti 19.0601.0011
4. Eva Novita 19.0601.0012
5. Reza Eka W 19.0601.0013
6. Novita Rahayu D. P 19.0601.0014
7. Okta Maulia K 19.0601.0015
8. Indri Amalia R 19.0601.0016
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dengan judul “MAKALAH
MANAJEMEN BENCANA GEDUNG FIKES LANTAI 1 SAYAP KIRI”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
Daftar isi
Daftar gambar
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data
yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional
Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari
jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi.
Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor,
gunung berapi. Dan menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk
banjir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama Januari 2017 mencatat ada
119 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. BNPB juga mencatat akibatnya ada
sekitar 126 orang meninggal akibat kejadian tersebut. kejadian bencana belum semua
dilaporkan ke BNPB. Dari 119 kejadian bencana menyebabkan 126 orang meninggal,
113.747 orang menderita dan mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak
sedang, 10.945 rumah rusak ringan. Untuk mengatasi bencana tersebut, BNPB telah
melakukan penanggulangan bencana baik kesiapsiagaan maupun penanganan tanggap
darurat. Untuk siaga darurat dan tanggap darurat banjir dan longsor sejak akhir Desember
2012 hingga sekarang, BNPB telah mendistribusikan dana siap pakai sekitar Rp 180
milyar ke berbagai daerah di Indonesia yang terkena bencana. Namun, penerapan
manajemen bencana di Indonesia masih terkendala berbagai masalah, antara lain
kurangnya data dan informasi kebencanaan, baik di tingkat masyarakat umum maupun di
tingkat pengambil kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial kebencanaan
merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan manajemen bencana di Indonesia
berjalan kurang optimal. Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana sulit
dilakukankarena data yang beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi
kebenarannya.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem manajemen
bencana di Indonesia sehingga perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau
meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.
1.2 Rumusan masalah
a. Bagaimana cara memperbaiki dan meningkatkan manajemen bencana?
b.
1.3 Tujuan
Mahasiswa mengerti tentang sistem manajemen bencana dan dapat menambah wawasan
masyarakat secara umum sehingga dapat turut serta dalam upaya penanggulangan
bencana
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum
terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli
sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu
dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan
kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban
saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada
tahap pra bencana.
b. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase) merupakan fase terjadinya
klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga mencoba ntuk bertahan
hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan.
Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti.
c. Tahap Emergensi
d. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana
ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang
dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun
kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-
orientasi nilai-nilai dan norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan
melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap
kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini
seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali
Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih
memiliki daya saing di dunia internasional.
2.3 Definisi Manajemen Bencana
a. Pada Pra-Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis
kerawanan bencana pada peride waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana
yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana meliputi:
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan koma, pengurusan, pengungsian, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat meliputi:
Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya
dilakukan untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah korban,
kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta
pemerintahan, dan kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
Penentuan status keadaan darurat bencana. Penetapan status darurat bencana
dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, dilakukan dengan
memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada
suatu daerah melalui upaya pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan
darurat, dan evakuasi korban.
Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan
sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan
penampungan tempat hunian
Perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud terdiri dari bayi,
balita, anak-anak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat,
dan orang lanjut usia
Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
c. Pasca Bencana
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pasca bencana.
Rekronstuksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembang kegiatan perekonomian,
sosial budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca
bencana.
e. ketertiban dan kepastian hukum; Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan
kepastian hukum” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan adanya kepastian hukum.
f. Kebersamaan. Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah bahwa
penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab
bersama Pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara gotong royong.
Ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang dimaksud dengan “asas ilmu pengetahuan dan
teknologi” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan mempercepat
proses penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadi
bencana, maupun pada tahap pascabencana untuk generasi sekarang dan untuk generasi
yang akan datang demi kepentingan bangsa dan negara.
Triage dapat dilakukan di lapangan maupun didalam rumah sakit. Proses triage meliputi
tahap pra-hospital/lapangan dan hospital atau pusat pelayana kesehatan lainnya. Triage
lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan
tindakan ini harus dinilai lang terus menerus karena status triage pasien dapat berubah.
Metode yang digunakan bisa secara Mettag (triage Tagging System) atau sistem triage
penuntun lapangan Star (Simple Triage and Rapid Transportasi)
Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang mengamati ventilasi,
perfusi, dan status mental untuk memastikan kelompok korban seperti yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Star
merupakan salah satu metode yang paling sederhana dan umum. Metode ini membagi
penderita menjadi 4 kategori :
a. Prioritas 1 – Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis
keadaannya seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan berat
atau perdarahan tidak terkontrol, penurunan status mental
b. Prioritas 2 – Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang mengalami
keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau kerusakan alat
gerak, patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera punggung.
c. Prioritas 3 – Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai
‘Walking Wounded” atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri.
d. Prioritas 0 – Hitam
Pada lantai satu, sayap kiri berupa ruang laboratorium farmasi. Laboratorium
farmasi merupakan sebuah ruangan untuk melakukan berbagai kegiatan praktikum
yang berhubungan dengan farmasi. Bahan-bahan kimia, timbangan obat, alat dan
bahan memiliki potensi untuk menimbulkan risiko bencana. Risiko dapat berupa
risiko ringan hingga risiko berat seperti kebakaran.
BAB 4
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA