Anda di halaman 1dari 22

KONSEP PRINSIP BENDANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA

DOSEN :

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
TINGKAT 3/ REGULER 1

1. Silwi Yusha Malinda (1814401001)


2. Tika Oktaviana. (1814401002)
3. Yesi Anjelina (1814401003)
4. Regina Novita Sari (1814401004)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan makalah dengan judul “Konsep Prinsip Bencana dan Kejadian Luar Biasa”.
Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan dan penulis dalam penanggulan
bencana di Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik. Oleh sebab itu, penulis dengan rendah hati menerima saran dan
kritik guna penyempurnaan makalah ini.
Bandar Lampung,19 Januari 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bencana..................................................................................3
2.2 Tahapan Bencana.................................................................................3
2.3 Definisi Manajemen Bencana..............................................................5
2.4 Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana............................6
2.5 Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana............................................8
2.6 Pertolongan Pertama Pada Korban Bencana........................................9
2.7 Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)..................................................13
2.8 Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) ..................................................13
2.9 Faktor Kejadian Luar Biasa (KLB).....................................................14
2.10............................................................................................ Penanggulangan KLB
.............................................................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan..............................................................................................17
3.2 Saran....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

iii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia
berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Tingginya posisi
Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan
nyawa bila bencana alam terjadi. Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk
ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, gunung berapi. Dan menduduki
peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir.
BNPB mencatat sebanyak 185 bencana terjadi sepanjang 1 hingga 21 Januari
2021. Data per 21 Januari 2021, pukul 10.00 WIB, bencana hidrometeorologi
masih mendominasi jumlah bencana hingga minggu keempat Januari tahun ini. 
Bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor dan puting beliung
mendominasi kejadian bencana. Catatan BNPB, sebanyak 127 kejadian banjir
terjadi di beberapa wilayah Tanah Air, sedangkan tanah longsor 30 dan puting
beliung 21. Kejadian bencana lain yang tercatat yaitu gelombang pasang 5
kejadian dan gempa bumi 2. Dari sejumlah kejadian, meskipun banjir paling
sering terjadi, gempa bumi paling banyak mengakibatkan korban jiwa hingga
kini. Korban meninggal akibat gempa bumi berjumlah 91 jiwa, tanah longsor 41
dan banjir 34, sedangkan hilang banjir 8 dan gempa 3. Demikian juga korban
luka, gempa bumi masih paling banyak mengakibatkan tingginya jumlah korban.
BNPB mencatat korban luka-luka akibat gempa bumi 1.172 jiwa, tanah longsor
26, puting beliung 7 dan banjir 5. Total kerusakan rumah berjumlah 1.896 unit
dengan tingkat yang berbeda. BNPB mencatat rumah rusak berat 147 unit, rusak
sedang 63 dan rusak ringan 1.686. Dari rumah rusak, jumlah kerusakan akibat
gempa bumi, khususnya yang terjadi di Sulawesi Barat, masih dalam proses
pendataan di lapangan. Dari kategori rusak berat, tanah longsor masih
menyebabkan kerusakan paling tinggi yaitu 45 unit, disusul gelombang pasang
atau abrasi 40, banjir 38 dan puting beliung 24.

1
Bencana juga mengakibatkan kerusakan fasilitas publik. Dari sejumlah
kejadian bencana, kerusakan pada fasilitas penduduk berjumlah 18 unit, rumah
ibadah 15, kesehatan 3, kantor 2 dan jembatan 25. Kerusakan fasilitas publik
akibat gempa masih dalam pendataan. Sementara itu, perkembangan terkini
dampak gempa bumi M6,2 Sulawesi Barat per 21 Januari 2021, pukul 08.00 WIB
tercatat korban meninggal berjumlah 91 jiwa, hilang 3, luka berat 253, luka ringan
679, luka sedang 240. Warga yang mengungsi berjumlah 9.910 jiwa. Di
Kabupaten Mamuju teridentifikasi sementara 5 titik pengungsian, seperti di Jalu
2, Stadion Mamuju, Gerbang Kota Mamuju, Tapalang dan Kantor Bupati.
Sedangkan di Kabupaten Majene, 2 titik teridentifikasi yaitu di SPN Malunda dan
Desa Sulet Malunda. 
Pascagempa, upaya penanganan darurat masih berlangsung hingga hari ini,
Kamis (21/1). Gubernur Sulawesi Barat telah menetapkan status Tanggap Darurat
Bencana Gempa bumi selama 14 hari, terhitung dari 15 Januari 2021 hingga 28
Januari 2021. Melihat dampak bencana, masyarakat selalu diimbau untuk tetap
waspada dan siaga. Terkait bencana hidrometeorologi, BNPB meminta
masyarakat untuk memperhatikan prakiraan cuaca yang diinformasikan oleh
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), mengingat puncak
musim hujan masih terjadi hingga Februari 2021. Potensi bahaya lain yaitu gempa
bumi yang dapat terjadi setiap saat, seperti yang terjadi di Provinsi Sulawesi
Barat. Di samping itu, ancaman bahaya lain yaitu pandemi Covid-19 yang masih
terus terjadi penularan di tengah masyarakat. 
Namun, penerapan manajemen bencana di Indonesia masih terkendala
berbagai masalah, antara lain kurangnya data dan informasi kebencanaan, baik di
tingkat masyarakat umum maupun di tingkat pengambil kebijakan. Keterbatasan
data dan informasi spasial kebencanaan merupakan salah satu permasalahan yang
menyebabkan manajemen bencana di Indonesia berjalan kurang optimal.
Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana sulit dilakukankarena data yang
beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi kebenarannya.

2
Dari uraian diatas, terlihat bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem
manajemen bencana di Indonesia sehingga perlu diperbaiki dan ditingkatkan
untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Bencana?
2. Apa sajakah prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana?
1.3 Manfaat Penulisan
1. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal
menajemen bencana.
2. Pembaca dapat menerapkan upaya penanggulangan bencana, terutama untuk
para petugas kesehatan.

3
PEMBAHASAN
KONSEP PRINSIP BENCANA

2.1 Definisi dan Jenis Bencana


Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut
menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat, dan terror.
2.2 Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster,
tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap
rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang
sangat strategis.
a. Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini

3
dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada
tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang
akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan
masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat
bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat
pada tahap pra bencana.
b. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase) merupakan fase
terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga
mencoba untuk bertahan hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai
beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana
menyerang sampai serang berhenti.
c. Tahap Emergensi
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama.Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong
korban bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu masyarakat
dari lokasi dan sekitar tempat bencana.
Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah : korban
dengan masalah Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang
sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka sayat,
tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang belakang,
trauma kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan
pabrik kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya,
karakteristik korban mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan makan,
sanitasi lingkungan dan air bersih, atau personal higiene. Masalah kesehatan
dapat berupa sakit lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit akibat
gigitan serangga.

4
d. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah,
sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap
rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih
utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan
rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma-norma
hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi
budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka
lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa
dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia
yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih
memiliki daya saing di dunia internasional.
2.3 Definisi Manajemen Bencana
Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan manajemen
bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Konsep manajemen
bencana saat ini telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan
konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pada pendekatan
konvensial bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan dan
korban harus segera mendapatkan  pertolongan,  sehingga manajemen bencana
lebih fokus pada hal yang bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat
(emergency response). Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang
ke arah pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya
pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di
daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-
siagaan.

5
2.4 Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, tahap tanggap darurat, dan
tahap pasca bencana.
1. Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
A. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu
tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
 perencanaan penanggulangan bencana;
 pengurangan risiko bencana;
 pencegahan;
 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
 persyaratan analisis risiko bencana;
 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
 pendidikan dan pelatihan; dan
 persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
B. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan:
 Kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan yang tepat guna dan berdaya guna
 Peringatan Dini. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yang berwenang
 Mitigasi Bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

6
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan
multi stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.
2. Tahap Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan,
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya dilakukan untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah
korban, kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi
pelayanan umum serta pemerintahan, dan kemampuan sumber daya alam
maupun buatan.
b. penentuan status keadaan darurat bencana. Penetapan status darurat
bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, dilakukan
dengan memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana
yang terjadi pada suatu daerah melalui upaya pencarian dan penyelamatan
korban, pertolongan darurat, dan/atau evakuasi korban.
d. pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air
bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan
psikososial; dan penampungan dan tempat hunian.
e. perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan dengan memberikan
prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan

7
yang dimaksud terdiri atas bayi, balita, anak-anak, ibu yang sedang
mengandung atau menyusui;, penyandang cacat, dan orang lanjut usia.
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Tahap tindakan dalam tanggap darurat dibagi menjadi dua fase yaitu fase
akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut
fase penyelamatan dan pertolongan medis darurat sedangkan fase sub akut terjadi
sejak 2-3 minggu.
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:
a. Rehabilitasi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana
dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
2.5 Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana
Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU No. 24
tahun 2007, yaitu:
1. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah
bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan
tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
2. Prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila
terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan
diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

8
3. Koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi”
adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik
dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah
bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara
terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya
guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan
tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud
dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan
bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan.
5. Transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi”
adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas”
adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Nondiskriminatif. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah
bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan
yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa
pun.
9. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang
menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,
terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
2.6 Pertolongan Pertama Pada Korban Bencana
Peran penting bidang kesehatan juga sangat dibutuhkan dalam
penanggulangan dampak  bencana, terutama dalam penanganan korban trauma
baik fisik maupun psikis. Keberadaan tenaga kesehatan tentunya akan sangat

9
membantu untuk memberi pertolongan pertama sebelum proses perujukan ke
rumah sakit yang memadai.
Pengelolaan penderita yang mengalami cidera parah memerlukan penilaian
yang cepat dan pengelolaan yang tepat agar sedapat mungkin bisa menghindari
kematian. Pada penderita trauma, waktu sangatlah penting, karena itu diperlukan
adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai Initial
assessment (penilaian awal) dan Triase. Prinsip-prinsip
ini diterapkan dalam pelaksanaan pemberian bantuan hidup dasar pada penderita
trauma (Basic Trauma Life Support) maupun Advanced Trauma Life Support.
Triage adalah tindakan mengkategorikan pasien menurut kebutuhan
perawatan dengan memprioritaskan mereka yang paling perlu didahulukan.
Paling sering terjadi di ruang gawat darurat, namun triage juga dapat terjadi
dalam pengaturan perawatan kesehatan di tempat lain di mana pasien
diklasifikasikan menurut keparahan kondisinya. Tindakan ini dirancang untuk
memaksimalkan dan mengefisienkan penggunaan sumber daya tenaga medis dan
fasilitas yang terbatas.
Triage dapat dilakukan di lapangan maupun didalam rumah sakit. Proses
triage meliputi tahap pra-hospital/lapangan dan hospital atau pusat pelayana
kesehatan lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama yang
tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai lang terus menerus karena
status triage pasien dapat berubah. Metode yang digunakan bisa secara Mettag
(triage Tagging System) atau sistem triage penuntun lapangan Star (Simple
Triage and Rapid Transportasi).
Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang
mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental untuk memastikan kelompok
korban seperti yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak
mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau
apakah tidak memerlukan transport segera. Star merupakan salah satu metode

10
yang paling sederhana dan umum. Metode ini membagi penderita menjadi 4
kategori :
1. Prioritas 1 – Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis
keadaannya seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan
berat atau perdarahan tidak terkontrol, penurunan status mental
2. Prioritas 2 – Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang
mengalami keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau
kerusakan alat gerak, patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera
punggung.
3. Prioritas 3 – Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai
‘Walking Wounded” atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri.
4. Prioritas 0 – Hitam
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban
adalah yang dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai
:
1. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak
mungkin diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan
dan transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala
atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
3. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok,
cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera
kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).

11
4. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta gawat darurat
psikologis).

12
KONSEP KEJADIAN LUAR BIASA

2.7 DEFINISI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Selain itu, Mentri
Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut: “Kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”. Istilah wabah
dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi
yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah
kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang
lebih luas. 
2.8 KRITERIA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB
apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis
penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per
bulan dalam tahun sebelumnya.

13
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6.  Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. 
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
2.9 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR
BIASA (KLB)
Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian
Luar Biasa adalah:
1. Herd Immunity yang rendah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya KLB/ wabah adalah herd immunity. Secara umum dapat dikatakan
bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk
yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat
kekebalan individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit
terkena penyakit tersebut.
2. Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan
reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism,
tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun  perkembangan organisme tersebut
2.10 PENANGGULANGAN KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi: 
1. Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk
mengetahui keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor

14
yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan
perilaku sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang
efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
Tujuannya adalah:
a. Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan
mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
b. Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat
menularkan penyakit (carrier).
3. Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada
orang orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar
jangan sampai terjangkit penyakit.
4. Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit
penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung
bibit penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus
enurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang
lain.
6. Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat
persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar
mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari
penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain.
Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam
menanggulangi wabah.

15
7. Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-
masing penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
(Menteri Kesehatan RI, 2010)

16
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan
manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terencana. Manajemen
bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di mulai dari tahap
prabecana, tahap tanggap darurat, dan tahap pascabencana.
Pertolongan pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk meminimalkan
kerugian dan korban jiwa. Pertolongan pertama pada keadaan bencana
menggunakan prinsip triage.
3.2 SARAN
Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintah
atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari
masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut
berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

17
DAFTAR PUSTAKA
C. Long Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.

Nurjannah, dkk. 2013. Manajemen Bencana. Penerbit Alfa Beta, Bandung.

18

Anda mungkin juga menyukai