OLEH
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
T.A 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan, karena atas
pengetahuan dan ilmu yang telah di anugerahkan-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah Perencanaan Penanggulangan Bencana.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna dan
dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi pembaca dimasa yang akan
datang, serta sebagai bahan referensi bagi mereka yang membutuhkan informasi.
Kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami
dalam menyusun makalah ini,
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena
itu, kami mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun agar lebih baik lagi.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan masalah......................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TIJAUAN PUSTAKA.............................................................................................3
2.1. Definisi Bencana.......................................................................................3
2.2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana..............................................3
2.3. Perencanaan Penanggulangan Bencana.....................................................7
2.4. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana...........................8
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
3.1. Kesimpulan..............................................................................................18
3.2. Saran........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat
perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik.
Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada
suatu daerah konflik. Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut
memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam
penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu.
Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-
langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih
dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.
1
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Penanggulangan
bencana kadang sering diabaikan dan pengetahuan tentang penanggulangan
bencana tidak diketahui oleh masyarakat.
Oleh karena itu, penanggulangan bencana perlu direncanakan lebih awal agar
hal ini dikarenakan apabila terjadi bencana sudah ada upaya dalam mengurangi
dampak bencana maupun resiko bencana.
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi pembaca mengenai perencanaan penanggulangan
bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pengetahuan bagi pembaca tentang apa itu bencana.
b. Merupakan pedoman bagi pembaca tentang cara penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
c. Sebagai penambah wawasan agar pembaca dapat mengetahui cara
perencanaan penanggulangan bencana.
d. Merupakan ilmu bagi pembaca dalam proses penyusunan rencana
penanggulangan bencana.
e. Sebagai pengetahuan bagi pembaca agar tahu uraian proses
penanggulangan bencana.
2
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Bencana
3
1. Pra bencana
Dalam tahap pra bencana ini, juga ditemukan adanya nilai-nilai lokal
yang masih diterapkan di masyarakat. Nilai-nilai lokal tersebut muncul pada
sistem peringatan dini yang ada di masyarakat. Masyarakat masih
menggunakan kentongan sebagai bentuk komunikasi ketika terjadi bencana di
wilayah mereka.Sistem peringatan ini dapat ditemukanpada pos-pos
siskamling yang ada di tiap desa. Namun, dari hasil penelitian lapangan juga
dapat diketahui bahwa masyarakat desa belum memiliki pengetahuan dalam
persiapan menghadapi bencana. Sampai dengan saat ini belum terdapat
wilayah atau kawasan yang bisa dijadikan sebagai zona aman ketika terjadi
bencana.Masyarakat selama ini hanya menggunakan tempat beribadah
sebagai shelter atau tempat berlindung bagi korban yang terkena dampak
bencana.Selain sarana ibadah tersebut, masyarakat juga umumnya mengungsi
atau berlindung di rumah kerabat-nya masing-masing.Selain itu, dari hasil
penelitian lapangan juga diketahui bahwa desa-desa yang menjadi lokasi
penelitian masih belum memiliki sistem manajemen informasi yang dapat
mendukung mitigasi bencana.Sistem tersebut seperti peta rawan bencana dan
peta jalur evakuasi sebagai titik berkumpul korban terdampak.Begitupula
4
dengan pengetahuan masyarakat mengenai tahap pra bencana yang masih
sangat terbatas.Oleh sebab itu tindakan yang dilakukan di tahap pra bencana
masih belum bersifat kolektif dan secara signifikan dapat mengurangi dampak
dari bencana.Dengan demikian, kegiatan penanggulangan bencana pada tahap
pra bencana yang dilakukan oleh masyarakat desa baru sebatas pencegahan
dan peringatan dini. Tidak ditemukan adanya kegiatan mitigasi dan
kesiapsiagaan yang dilakukan oleh masyarakat desa di lokasi penelitian ini.
Di tahap pra bencana ini juga ditemukan adanya pemanfa-atan nilai lokal
dalam sistem peringatan dini terhadap bencana di masyarakat.Nilai lokal
tersebut diwujudkan dalam penggunaan kentongan yang ada di pos kamling
setiap RW.
5
aparat desa untuk menentukan daerah yang aman. Meskipun demikian, dari
hasil temuan lapangan juga dapat diketahui bahwa masyarakat desa pada
umumnya masih menunjukkan nilai-nilai kekeluargaan. Nilai-nilai tersebut
seperti saling bergotong royong atau saling membantu. Seperti misalnya
saling memberikan bantuan tempat berlindung atau tempat pengungsian bagi
keluarga maupun kerabat mereka yang menjadi korban.
6
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami
sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu
akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami
bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan
porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya
adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai
untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.
7
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis
risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program
kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan
penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.
Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan
program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka
Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana
penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Penyusunan rencana
penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
8
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi
bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada
peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia
adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta kerentanan
bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta
potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain. Pada sub
bab ini agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang terdapat di wilayah /
daerah yang diperoleh dari data kejadian bencana di daerah yang
bersangkutan.
2. Pengenalan kerentanan
Tahap selanjutnya yaitu mengenali kerentanan bencana akan terjadi.
Apakah daerah tersebut sering terjadi bencana atau tidak, yang nantinya akan
dilakukan penanggulangan bencana terpadu.
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia
atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya
atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa :
a. Kerentanan fisik
b. Kerentanan ekonomi
c. Kerentanan social
d. Kerentanan lingkungan
9
bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan
berikut:
Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)
a. Jumlah korban;
b. Kerugian harta benda;
c. Kerusakan prasarana dan sarana;
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
10
Setelah dianalisis kemungkinan dampak bencana maka memilih tindakan
penanggulangan bencana yang tepat berdasarkan dampak yang mungkin akan
terjadi. Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya
penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman bahaya
yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Secara lebih
rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong
dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1) Penyusunan peraturan perundang-undangan
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6) Pengkajian / analisis risiko bencana
7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
11
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan
gempa dan sejenisnya.
b. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan.
6) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning)
12
7) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
d. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya
yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan
kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke
kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan
masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
meliputi:
1) perbaikan lingkungan daerah bencana;
2) perbaikan prasarana dan sarana umum;
3) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4) pemulihan sosial psikologis;
5) pelayanan kesehatan;
6) rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7) pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8) pemulihan keamanan dan ketertiban;
13
9) pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10) pemulihan fungsi pelayanan public
14
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan
memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan
peran lintas sektor sebagai berikut :
1) Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan
pembangunan daerah
2) Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan para medis
3) Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi
4) Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana.
5) Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi
6) Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan
bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi
sebelumnya
7) Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan
dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
8) Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana
9) Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan
10) Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya
yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan
bencana.
11) Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
15
12) Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan
kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
13) TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.
16
Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari
lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
5) Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini
publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa
peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya,
serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
6) Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari
lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap
darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perencanaan penanggulangan bencana secara lebih rinci disebutkan di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Penanggulangan bencana kadang sering diabaikan dan
pengetahuan tentang penanggulangan bencana tidak diketahui oleh masyarakat.
Perencanaan penanggulangan bencana harus dilaksanakan sedemikian rupa
mulai dari penilaian sampai alokasi dan peran dalam penanggulangan bencana, itu
semua harus berdasarkan pada pedoman penanggulangan bencana ole BNPB.
Setiap individu maupun kelompok mempunyai peran dalam penanggulangan
bencana.
3.2. Saran
Saran kami kepada pembaca agar lebih memahami maupun mengikuti setiap
rencana dalam penanggulangan bencana, hal ini dikarenakan dapat berguna
apabila pada saat bencana tiba sudah ada penanggulangan lebih awal. Dan untuk
instansi maupun pemerintah harus mendukung kegiatan yang bergerak pada
penanggulangan bencana sebab Indonesia sendiri bencana merupakan hal yang
lumrah terjadi dan perlu adanya penanggulangan secara menyeluruh.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
PERATURA
N
KEPALA BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN
BENCAN
A
TENTAN
G
20
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
BENCANA
2008
21
-i-
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan ......................................................................................
2
C. Ruang Lingkup.........................................................................
2
D. Pengertian ................................................................................
2
E. Landasan Hukum.....................................................................
4
F. Sistematika ...............................................................................
4
B. Kesiapsiagaan.........................................................................
17
D. Pemulihan ..............................................................................
18
C. Pasca Bencana........................................................................
20
23
- ii -
C. Pendanaan..............................................................................
23
BAB IX
PENGESAHAN .............................................................................. 26
24
PERATURA
N
KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
BENCANA
TENTANG PEDOMAN
PENYUSUNAN
RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA
MEMUTUSKAN
:
26
2
Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 17 Desember 2008
BENCANA KEPALA,
ttd
27
LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BADAN
NASIONAL PENANGGULANGAN
BENCANA
NOMOR : 4 TAHUN 2008
TANGGAL : 17 DESEMBER 2008
BAB I
PENDAHULUA
N
A. Latar Belakang
C. Ruang Lingkup
D. Pengertian
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
3. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
F. Sistematika
Pedoman ini disusun dengan bab-bab sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
RENCANA PB
RENCANA RENCANA
PEMULIHAN MITIGASI
RENCANA
RENCANA KONTINJENSI
OPERASI
Bencana
Kajian Kilat
Pada sub bab ini agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang
terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh dari data kejadian
bencana di daerah yang bersangkutan.
1. Gempa Bumi
2. Tsunami
4. Banjir
6. Kebakaran
7. Kekeringan
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa
daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan
bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan
gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada
umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang
mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai
kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan,
kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana
akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat
kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan
menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi
kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan
sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk
yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap
ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.
• jumlah korban;
2. Tanah Longsor 4 2
3. Banjir 4 3
4. Kekeringan 3 1
1 2 3 4 5
Probabilitas
Tanah 5
Lonsor
Banjir 4
Kekeringan 3
Gempabumi
1
& Tsunami
Dampak
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman
bahaya yang perlu ditangani.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
B. Kesiapsiagaan
C. Tanggap Darurat
D. Pemulihan
5. pelayanan kesehatan;
• pascabencana.
a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan Dini
c. Mitigasi Bencana
C. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
1. rehabilitasi; dan
2. rekonstruksi.
Secara lebih rinci antara lain dapat dilihat pada Bab VI (Bab
Pilihan
Tindakan Penanggulangan Bencana).
Mekanisme penanggulangan
bencana yang akan dianut dalam
hal ini adalah mengacu pada UU
No 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana dan
Peraturan Pemerintah No 21
Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan
1. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak
berkembang ke skala yang lebih besar.
2. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta
cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat
pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari
sektor swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan
ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
3. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik
lembaga Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi
dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap
sebelum, pada saat dan pasca bencana.
4. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang
tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli
dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
5. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini
publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal
membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana
melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi
6. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari
lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap
darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus
mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dep.ESDM
TNI/POLR
Pilihan Instansi
Depdagri
Dep PU
Depkes
Depsos
I LSM
BNPB
BMG
Tindakan
Kegiatan
dll
Pra bencana 1. Pembuatan Peta Rawan
saat tidak terja-
di bencana 2.Penyuluhan
3.Pelatihan
4.Pengembangan SDM
6 Litbang
Pra bencana saat
terdapat Potensi 7.Dan lain-lain
bencana
1 Pembentukan POSKO
2.Peringatan
Pada Saat
Tanggap 3..Rencana Kontinjensi
Darurat
4.Dan lain-lain
1.Pernyataan Bencana
2. Bantuan Darurat
3.Dan lain-lain
2.Rehabilitasi
3.Rekonstruksi
O = Penanggung Jawab
∆ = Terlibat Langsung
C. Pendanaan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Ruang Lingkup
D. Landasan Hukum
E. Pengertian
F. Sistematika
V. MEKANISME PENANGGULANGAN
BENCANA A. Pra Bencana
VII. PENUTUP
Besarnya Waktu
No Kagiatan Pelaku Lokasi Sumber dana
Anggaran Pelaksanaan
1 Pambuatan Dinas DIPA
Tanggul PU
BNPB,
2 Penyuluhan Depkes, Pemerintah:
Pengurangan LSM DIPA
Risiko LSM:Mandiri
dan seterusnya
Bencana
Gempa Bumi
Bencana
Tsunami
Bencana
Banjir
Bencana
Sedimen
Pembuangan
- Cross-section/penampang Sungai, Jaringan Saluran Irigasi dan Jaringan
b
Drainase/Saluran Pembuangan
u - Laporan Banjir per Tahun apabila ada
- Daftar
Profil
Bencan
a
Gempa
Bumi
Terdahu
lu
(Tahun,
Magnit
ud/Besa
r,
Lokasi,
Kerusak
an, dll.)
Kerentanan
Drainase/Saluran Pembuangan
- Rencana Perlindungan Kawasan Pesisir
- Data Batimetri
- Peta Elevasi/Ketinggian Daerah Dataran Rendah dekat Pantai, dll.
1. Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran
m.fedryansyah@unpad.ac.id
2. Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran
ramadhanpancasilawan@unpad.ac.id
3. Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran
ishartono@unpad.ac.id
ABSTRAK
11
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
bahwa aktifitas yang mereka lakukan tersebut merupakan bentuk dari penanggulangan
bencana. Dengan demikian, pemerintah daerah Kabupaten Sumedang dapat merancang
program mengenai penguatan kapasitas masyarakat desa dalam penanggulangan bencana,
baik di tahap pra bencana, saat bencana, maupun pasca bencana.
ABSTRACT
Jatinangor is one of the areas that have potential natural disasters in Sumedang Regency. In
recent years, Jatinangor has experienced various disasters, especially floods and landslides.
The prevention of disaster impacts, both in prevention and management, has been undertaken
by local governments. In addition, villagers in Jatinangor are also involved in disaster
management, especially in pre-disaster, disaster, and post-disaster stages. This study aims to
12
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
describe disaster management conducted by villagers in Jatinangor. The method used in this
research is qualitative by doing analysis based on interpretation from primary and secondary
data. The selected locations are Cipacing Village, Cileles Village, and Cikeruh Village. The
results of this study indicate that from three stages of disaster management, ie pre-disaster,
during disaster, and post-disaster, it can be seen the role performed by the village community.
Nevertheless, people still do not understand that the activities they do are a form of disaster
management. Thus, the local government of Sumedang Regency can design a program
on strengthening the capacity of village communities in disaster management, both in the pre-
disaster stage, during the disaster, and after the disaster.
13
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
kejadian dan gempa bumi 17 bahwa siklus manajemen bencana dapat
kejadian (BNPB, 2016). Salah wilayah dibagi menjadi empat tahapan, yaitu
di Provinsi Jawa Barat yang termasuk ke tahap kesiapsiagaan, tahap pra bencana,
dalam zona merah adalah Kabupaten tahap tanggap darurat, dan tahap pasca
Sumedang. Bencana yang sering terjadi di bencana (BNPB,2011).
Kabupaten Sumedang adalah bencana
banjir. Dimana, pada tahun 2016
sebanyak delapan kecamatan di
kabupaten ini mengalami bencana banjir
(BPBD Jawa Barat, 2016). Serangkaian
kegiatan baik sebelum, saat dan
sesudah terjadi bencana yang
dilakukan untuk mencegah, mengurangi,
menghindari dan me-mulihkan diri
dari dampak bencana disebut
sebagai penanggulangan bencana.
Penang- gulangan bencana saat ini telah
mengalami perkembangan paradigma
dari responsif me-nuju preventif.
Penanggulangan bencana se-cara
konvensional berubah menjadi holistik
dari menangani dampak menjadi
mengelola resiko yang semula hanya
urusan pemerintah berubah menjadi
hubungan sinergis bekerja-sama
dengan masyarakat untuk melakukan
pencegahan bencana. Secara umum
kegiatan-kegiatan dalam penanggulangan
bencana meliputi: pencegahan,
pengurangan dampak bahaya,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, pe-
mulihan dan pembangunan
yang mengurangi resiko bencana (IDEP,
2007). Pendapat lainnya menyebutkan
14
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
METODE
Penelitian ini bermaksud untuk
mengkaji penanggulangan bencana yang
dilakukan oleh masyarakat desa
di Kecamatan Jatinangor, dengan
mengambil kasus di Desa Cipacing, Desa
Cileles, dan Desa Cikeruh. Ketiga
lokasi ini dipilih sebagai gambaran
tiga karakteristik wilayah di Kecamatan
Jatinangor, yaitu wilayah pegunungan
15
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
langsung di lapangan terkait dengan masyarakat untuk kerja
penang-gulangan bencana, yang dilakukan bakti membersihkan lingkungan dan
dengan cara menggunakan sampah yang menyumbat saluran sungai
wawancara mendalam serta melakukan Cikeruh. Kegiatan tersebut dilakukan
Focus Group Discussion. Penelitian ini oleh seluruh anggota masyarakat,
melibatkan 20 orang informan yang namun belum melibatkan pihak-pihak
dipandang memiliki pengetahuan dan lain seperti perguruan tinggi (melalui
informasi mengenai penanggulangan mahasiswa yang tinggal di wilayah desa
bencana di tiga desa yang menjadi kasus mereka).
dalam penelitian ini. Informan Dalam tahap pra bencana ini,
tersebut terdiri dari aparat juga ditemukan adanya nilai-nilai lokal
pemerintahan desa, tokoh yang masih diterapkan di masyarakat.
masyarakat, serta masyarakat awam yang Nilai-nilai lokal tersebut muncul
ada di setiap desa. pada sistem peringatan dini yang ada
di masyarakat. Masyarakat masih
HASIL DAN PEMBAHASAN menggunakan kentongan sebagai
1. Tahap Pra Bencana bentuk komunikasi ketika terjadi
saat ini belum terdapat wilayah atau masyarakat desa di lokasi penelitian ini.
kawasan yang bisa dijadikan sebagai zona Di tahap pra bencana ini juga ditemukan
aman ketika terjadi bencana. Masyarakat adanya pemanfa-atan nilai lokal dalam
dampak bencana. Selain sarana ibadah penggunaan kentongan yang ada di pos
17
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
darurat untuk meringankan korban yang cukup luas dengan karakteristik perbukitan
terdampak, pe-nyaluran bantuan, juga menyulitkan bagi aparat desa untuk
pengungsian, dan search and rescue. Dari menentukan daerah yang aman. Meskipun
hasil temuan lapangan dapat diketahui demikian, dari hasil temuan lapangan
bahwa masyarakat desa di Kecamatan juga dapat diketahui bahwa
Jatinangor belum memiliki penge-tahuan masyarakat desa pada umumnya
untuk menghadapi bencana secara kolektif. masih menunjukkan nilai-nilai
Hal tersebut dikarenakan masyarakat kekeluargaan. Nilai-nilai tersebut
masih beranggapan bahwa bencana seperti saling bergotong royong atau
merupa-kan sesuatu yang lumrah terjadi saling membantu. Seperti misalnya
setiap tahunnya, terutama bencana saling memberikan bantuan tempat
banjir. Oleh sebab itu masyarakat tidak berlindung atau tempat pengungsian
memiliki persiapan apapun dalam bagi keluarga maupun kerabat mereka
menghadapi bencana. Tindakan yang yang menjadi korban.
dilakukan masyarakat saat terjadi Dengan demikian, dari
bencana hanya terbatas pada kegiatan- kegiatan yang termasuk dalam
menyelamatkan diri serta memindahkan tahap saat bencana seperti kegiatan
barang berharga ke lokasi yang lebih tanggap darurat untuk meringankan
aman. Sampai dengan saat ini belum korban terdampak; penyaluran
terdapat jalur evakuasi ketika bantuan bagi korban;
bencana terjadi. Ketiadaan jalur evakuasi
dapat mengakibatkan potensi korban yang
semakin meningkat karena belum
adanya manajemen informasi saat terjadi
bencana.
21
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI PASCA BENCANA
DI KABUPATEN PAMEKASAN
(Studi Kasus Banjir, Longsor dan Kekeringan di Pamekasan 2017)
4DL\LP $V\
¶DUL
Email: qaiyim90@gmail.com
ABSTRACT
The climate in Pamekasan district is classified as AW climate, namely tropical
climate, wet and dry clear rainfall of at least one month <60 mm (2.4 ich).
While according to the classification based on wet months and dry months to help
agricultural businesses, especially rice, Pamekasan regency is classified as climate D,
which means that it is generally classified as a dry area so that along the kamarau
potential drought in Pamekasan regency is very vulnerable and spread in 11 sub-
districts of 13 districts in the district pamekasan. The purpose of the research activities
on post-disaster socio- economic impacts in Pamekasan district is to obtain data
and information about disaster-prone areas as well as socio-economic impacts on the
community
ABSTRAK
Iklim di kabupaten Pamekasan tergolong iklim AW yaitu Iklim tropis, basah dan
kering curah hujan yang jelas sekurang-kurangnya satu bulan < 60 mm (2,4 ich).
Sedangakan menurut klasifikasi yang didasarkan atas bulan basah dan bulan
kering untuk membantu usaha pertanian terutama padi, kabupaten pamekasan tergolong
iklim D yang berarti secara umum tergolong daerah kering sehingga disepanjang
kamarau potensi bencana kekeringan dikabupaten pamekasan sangat rentan dan
tersebar di 11 kecamatan dari 13 kecamatan di kabupaten pamekasan. Maksud dari
kegiatan Penelitian dampak sosial ekonomi pasca bencana di kabupaten
PENDAHULUAN
Tujuan
Ruang Lingkup
LANDASAN TEORI
Konsep Bencana
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkian
peristiwa yang disebabkan oleh faktor-faktor non alam diantaranya adalah
gagal tekonologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkain
peristiwa yang disebabkan oleh faktor manusia yang meliputi kerusuhan sosial dan
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas kelompok serta teror. Terjadinya
Banjir, Longsor, Angin Putting Beliung, Abrasi dan kekeringan termasuk ke dalam
bencana alam karena disebabkan oleh faktor alam.
Banjir
Banjir dipamekasan masuk pada katogiri banjir musiman dimana terjadi ketika musim
penghujan.
Longsor
Lereng lahan
Geologi (batuan)
Keberadaan sesar/patahan
Kedalaman regolit
Penggunaan lahan
Kekeringan
oleh si pembawa status. Tingkat sosial merupakan faktor nonekonomis seperti budaya,
pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingklat ekonomi seperti
pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi (MellyDalam Susanto,
1984:120).Kata
akhirnya dapat menjadi pedoman bagi peneliti itu sendiri ( Pabundu Tika,
2005 :12). Langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan meliputi : Observasi
adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada proyek
penelitian (Pabundu Tika, 2005: 44).
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data primer dan data
sekunder. Sarana pengumpulan data menggunakan quisioner, dengan
metode wawancara tatap muka secara langsung yang bersifat partisipatif.
Penelitian ini menggunakan metode Analisis deskriptif, yaitu analisis data penelitian
untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan beberapa responden
dengan penentuan responden atau informan Perposive sampling.
PEMBAHASAN
Kabupaten Pamekasan berada Di urutan 71 dari 381 kabupaten dan kota Rawan
Banjir diseluruh Indonesia dengan indeks tinggi, berdasar dari data BPBD
kabupaten Pameksana dalam 3 tahun korban terpapar tertinggi dibandingkan
dengan intensitas paling sering dibandingkan Bencana Angin Putting Beliung,
Longsor dan Abrasi Terjadinya banjir dikawasan kecamatan Pemekasan
disebabakan karena sungai tidak mampu menampung debit air yang datangnya dari
utara, barat juga terjadi air laut pasang dalam beberapa tahun terakhir ketinggian
genangan air banjir dai 1 Meter sampai 3 Meter. Tingkat kerawanan banjir suatu
daerah berbeda-beda, dipengaruhi kemiringan lahan, intensitas curah hujan, tekstur
tanah, buffer sungai, dan penggunaan lahan.
Kemiringan Lahan Semakin tinggi maka kemungkinan terjadi banjir semakin kecil
Intensitas Curah Hujan Daerah yang memiliki curah hujan tinggi akan lebih
mempengaruhi tejadi banjir.
Kedekatan dengan Sungai (buffer sungai) Semakin dekat jarak suatu wilayah
dengan sungai, maka peluang untuk terjadi banjir semakin tinggi.
Penggunaan Lahan Daerah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan akan sulit
mengalirkan air limpasan, sehingga kemungkinan terjadi banjir lebih kecil daripada
daerah yang tidak ditanami oleh vegetasi.
Kawasan rawan banjir dengan tingkat kerawanan rendah atau agak rawan terletak di
daerah yang dialiri sungai (sempadan sungai) dengan jarak 100-250 meter dari tepi
sungai.
Ha dan 40< 2,272 ha dangan didominasi oleh grumosol, yang kepekaan terhadap
erosinya tinggi ditopang dengan kontruks tanah yang gembur maka potensi untuk
Longsor akan lebih besar.
3. Jenis tanah yang bergerak atau tidak stabil. Yang meliputi wilayah :
A . Pergerakan tanahnya Tinggi
1) Kecamatan Waru
2) Bantumarmar
Laok
3) Pasean
4) Pegantenan:
5) Pakong
J-MACC : Journal of Management and Accounting 160
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Desa Bandungan,
6) Kadur
7) Palengaan
1. Proppo
2. Larangan
3. Pamekasan
4. Tlanakan
5. Pademawu
6. Galis
Polagen
Selain bencana banjir dan tanah longsor, Kabupaten Pemekasan juga terancam
bencana kekeringan. Sebagaimana info dari BPBD Kota Malang, bencana kekeringan di
Pamekasan sebanyak 299 dusun di 80 desa tersebar di 13 kecamatan. Dari 299 dusun
yang rawan kekeringan itu, di antaranya kering keritis sebanyak 166 dusun di 37 desa.
Kering langka melanda yang 133 dusun, di 42 desa di 11 kecamatan.
berdasarkan data IRBI 2013 kabupaten pamekasan di urutan 159 dari 494
kabupaten kota yang rawan bencana kekeringan diseluruh Indonesia dengan peredikat
ancamannya tinggi.
Debit air dari sumur bersama milik warga mengalami penurunan bahkan kering
ketika memasuki musim kmarau. Kawasan Rawan Kekeringan yaitu kawasan yang
memiliki kecendrungan penurunan debit air bersih pada suatu waktu tertentu
dalam jangka waktu yang cukup lama Berdasarkan kepada peta curah hujan rata-rata
daerah kekeringan dipamekasan adalah kawasan yang rendah curah hujannya.
J-MACC : Journal of Management and Accounting 162
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Sebaran kekeringan dikabupaten Pamekasan meliputi;
Kecamatan Batumarmar
Kecamatan Palengaan
Kecamatan Pasean
Kecamatan Tlanakan
Kecamatan Pamekasan
Kecamatan Pademawu
Kecamatan Waru
Kecamatan Pakong
Kecamatan Kadur
Kecamatan Larangan
Kecamatan Galis
Kecamatan Proppo
Kecamatan Pamekasan
Dampak Bencana
Pengenalan Wirausaha
b. Olahan Masakan Pembutan kue basah dan kering, kripik singkong, pisang,dll.
Modal sosial sebetulnya merupakan basis bagi sumberdaya ekonomi serta dapat
dijadikan alternatif mengalokasikan sumberdaya secara lebih efisien apabila mekanisme
pasar mengalami distorsi atau kegagalan. Kenyataannya, pasar selalu sulit
mengatasi permasalahan eksternalitas, penyediaan barang publik, hak
kepemilikan, bahkan monopoli (Caporaso dan Levine, 1992). Modal sosial berperan
sebagai alternatif yang lebih efisien. Seperti halnya dalam penyediaan barang publik,
pengelolaan barang dan jasa publik kepada individu pada dasarnya dapat
1. Banjir
2. Longsor
4. Kekeringan
1 kali kejadian dan 2017 2 kali kejadian, sedangkan untuk bencana Angin Puting
Beliung 59 kejadian teradi di 12 kecamatan dengan rincian 20 kejadian 20 desa di 10
kecamatan pada tahun 2013, di tahun 2015 26 kali, dan 2016 tarjadi 17 kali di enam
kecamatan. bencana lonsor terjadi di 13 kecamatan pada tahun 2013 terjadnya longsor
2016 11 kali dan di tahun 2017 sampai oktober 5 kali, Sedangkan untuk cuaca ektrim
dan abrasi terjadi di kawasan Kecamatan Pasean dan Batumarmar. Untuk bencana
kekeringan tahun 2015 terjadi di 80 desa 323 Dusun, sedangkan tahun 2016 terjadi 299
dusun di 37 desa di 13 kecamatan sedangkan untuk tahun 2017 terjadi di 80 desa 323
Dusun di 13 kecamatan.
6. desa saat ini dengan diberikan ruang anggaran dan pengolaan keuagan yang besar
maka untuk mewujudkan penanganan terhadap dampak sosial ekonomi masyarakat
akan lebih efektif karena desa meupkan lemabaga terdekat secara emosional
bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Pamekasan
Sutikno dkk, 2007. Potensi Sumber Daya Alam Lereng Gunung Merapi
Pengelolaannya Untuk mendukung Kehidupan Masyarakat Sekitar. Laporan
Penelitian. Fak.Geografi UGM
Jurnal Geografi
Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan
Profesi Kegeografian
Aprilia Findayani
Sejarah Artikel
Abstract
Flood disaster, by number and economic losses, account for about a third of all natural catastrophes throughout the
world. Semarang, as a waterfront city has been suffering from floods since historic time. This research aims to capture
people’s perception and response to two different kind of flood. The study focused to identify and analyze community
response and its relation to their knowledge, preparedness and action level. An exploratory case study based
on primary and secondary data. The primary data were collected through observational study, questionnaires,
semi structured interviews, and FGDs. A sample size of 128 was chosen based on purposive sampling methods. The
findings of the study indicated that people in the coastal areas have a high level of knowledge about floods
(64%). This knowledge is comparatively high on amount of their past experiences of floods; however they lack
in preparedness (43%) because most of the residents are fishermen who have low income so they could not must much
effort to adapt their building to flood. On the other hand, people in the inland, they lack in knowledge (18%)
because flood is comparatively recent in their area; but they have a good level of preparedness (24%) because they
belong to high and middle level income strata. Furthermore, both communities in the coastal area and inland have a high
level of action because of a high knowledge and experience for coastal residents and a good preparedness for inland
residents. This research leads to recommendation to improve the adaptive capacity of the people to cope with
the floods. The recommendation is to develop Community-based Disaster Education (CBDE) Framework with the main
purpose is to increase community knowledge about disaster and to enhance community resilience to flood.
Abstrak
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Bencana banjir, menduduki urutan ketiga penyebab kerugian ekonomi dari semua bencana alam di seluruh
dunia. Semarang, sebagai kota waterfront telah menderita banjir sejak saat lama. Penelitian ini difokuskan
untuk mengidentifikasi dan menganalisis respon masyarakat dan hubungannya dengan pengetahuan mereka,
kesiapan dan tingkat tindakan.Ini merupakan studi kasus eksplorasi berdasarkan data primer dan sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui studi observasi, kuesioner, wawancara semi terstruktur, dan FGD. Sebuah ukuran sampel berjumlah
128 dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang-orang di daerah
pesisir memiliki tingkat tinggi pengetahuan tentang banjir (64%). Pengetahuan ini relatif tinggi pada jumlah pengalaman
masa lalu mereka; namun mereka kurang dalam kesiapan (43%) karena sebagian besar warga adalah nelayan
yang berpenghasilan rendah sehingga mereka bisa tidak harus banyak usaha untuk beradaptasi rumah yang terkena banjir.
Di sisi lain, orang-orang di pedalaman, mereka kurang pengetahuan (18%) karena banjir relatif baru di daerah
mereka; tetapi mereka memiliki tingkat yang baik dari kesiapan (24%) karena mereka tingkat pendapatan yang relatif
tinggi. Selanjutnya, kedua komunitas di daerah pesisir dan pedalaman memiliki tingkat tinggi tindakan karena
pengetahuan dan pengalaman yang tinggi bagi warga pesisir dan kesiapan yang baik bagi warga pedalaman.Penelitian ini
mengarah ke rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat untuk mengatasi banjir. Rekomendasi ini
adalah untuk mengembangkan ketahanan masyarakat terhadap bencana berbasis pendidikan. Kerangka utama
penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bencana dan ketahanan masyarakat terhadap
banjir.
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (103 dari 114)
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (105 dari 114)
gunung berapi, dan tsunami. Selain itu, sekitar menyebabkan banjir (Bakornas:2007).
Di sisi lain, banjir pesisir
13 persen dari gunung berapi aktif di dunia
adalah banjir yang disebabkan oleh air laut
yang terletak di sepanjang Kepulauan
Indonesia, yang ancaman masyarakat Indonesia
dalam bahaya dari berbagai intensitas.
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (106 dari 114)
pasang yang membanjiri daratan, adalah Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa
masalah yang terjadi di daerah yang Tengah merupakan salah satu kota di Indonesia
lebih rendah dari permukaan laut. Dalam yang memiliki pertumbuhan dan
kasus banjir rob di Semarang, hal ini telah perkembangan pesat. Perkembangan kota ini
terjadi cukup lama dan semakin parah dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk
karena penurunan muka tanah yang yang mengakibatkan meningkatnya pula
naiknya permukaan laut akibat pemanasan kebutuhan lahan perkotaan. Oleh karena itu,
global. Banjir pesisir (rob) merupakan masalah tingkat kepadatan di daerah perkotaan
utama di kota-kota seperti Semarang, cenderung lebih tinggi daripada di
Jakarta dan kota-kota yang berada di pantai wilayah pedesaan karena tingkat aktivitas
utara Jawa, dan akan menjadi masalah besar dalam populasi perkotaan cenderung lebih
di masa depan seiring dengan pemanasan tinggi. Pengembangan daerah perkotaan
global dan ekstraksi air tanah yang tidak dengan perubahan tutupan vegetasi, tanah
terkendali yang mengakibatkan muka menjadi permukaan kedap air dengan
tanah mengalami penurunan (land kapasitas penyimpanan air kecil atau tidak ada.
subsidence). Aktivitas terhadap penggunaan lahan yang
paling
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (107 dari 114)
ini memakan lebih dari 50% dari total luas, mengurangi masalah keterbatasan lahan
sehingga sekarang banyak bermunculan daerah perumahan.
pemukiman dengan konsep vertikal untuk
Sumber: BNPB
Bagian Utara Semarang memiliki melalui sungai atau saluran yang mengarah ke
beberapa daerah yang rawan banjir pantai. Dimensi sungai tidak cukup untuk
pasang surut, karena tingkat air tanah rata- menampung debit air hujan, air limbah kota,
rata lebih rendah dari permukaan air dan gelombang masuk di sungai menyebabkan
laut yang mengakibatkan timbulnya air akan mengalami luapan menuju ke daratan.
genangan. Genangan tersebut tidak hanya Genangan terjadi di daerah yang tidak
terjadi pada musim hujan, tetapi juga terjadi produktif tidak menimbulkan masalah, tetapi
ketika ada hujan disebabkan oleh pasang surut untuk daerah yang produktif sehingga dapat
atau pasang. pasang dapat mengakibatkan kerugian.
dikumpulkan karena kontak dengan
daratan
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (108 dari 114)
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (109 dari 114)
Pendidikan 0 111
Kesehatan 0 1.44
Total 600 6.19,.44
Sumber: Bintari, 2011
pemerintah yang terkait langsung dengan
Meskipun upaya bantuan bencana telah
bisnis yang dalam berbagai kelompok dapat
dilakukan baik oleh pemerintah melalui
dijadikan salah satu
kementerian, instansi, lembaga, organisasi non-
wadah untuk dapat meningkatkan kesiap
pemerintah dan masyarakat; Namun,
peristiwa bencana meningkat dalam
intensitas dan dampaknya. Oleh karena
itu, upaya pengurangan risiko bencana
harus dilakukan. Salah satu upaya adalah
untuk memberikan pengetahuan praktis
tentang karakteristik bencana dan upaya
mitigasi untuk semua pemangku
kepentingan dan masyarakat, yang merupakan
aktor utama ketika terjadi bencana.
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (111 dari 114)
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (112 dari 114)
untuk daerah pemukiman pesisir maupun banjir Kuesioner dua kali diperiksa untuk perbedaan
sungai, diidentifikasi dan dirinci kerusakan dan dikoreksi. Variabel utama yang
perumahan dan dimasukkan ke dalam database. dikumpulkan dari wawancara rumah tangga
Seratus dua puluh delapan rumah tangga meliputi: ketinggian muka air saat banjir,
responden di tiga kecamatan durasi banjir, sejarah banjir, mekanisme
(Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan mengatasi banjir, dan kondisi sosial
Tugu dan Kecamatan Genuk). ekonomi dianalisis.
Metodologi ini memungkinkan setiap
rumah tangga di daerah penelitian memiliki
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
perubahan yang sama untuk dipilih. Rumah
tangga-dasar wawancara dimaksudkan untuk Penelitian ini mengamati jenis banjir di
mengumpulkan informasi tentang pengetahuan Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah,
masyarakat tentang banjir di daerah mereka. kesiapsiagaan dan tanggapan terhadap banjir
Tahap berikutnya adalah tahap akhir masyarakat. Ada 3 kecamatan dengan luas total
penelitian. Data yang dikumpulkan selama terendam dari 1.970 hektar yang telah
persiapan dan kerja lapangan dianalisis menderita banjir selama bertahun-tahun.
sesuai dengan tujuan penelitian ini. Semarang menghadapi dua jenis banjir, yaitu
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (113 dari 114)
banjir sungai dan banjir pasang. Semua selama bulan purnama di setiap bulan. Di
banjir terjadi di dataran rendah dan daerah sisi lain, orang-orang di Semarang Timur,
pantai. Banjir pasang terjadi ketika mereka tidak memiliki pengetahuan yang
permukaan laut naik ke ketinggian kritis atas cukup tentang banjir sejak banjir mulai
tanah pesisir, karena elevasi pasang surut. terjadi di daerah mereka sejak lima tahun
Banjir pasang terjadi hampir setiap hari, terakhir. Ini berarti bahwa orang tidak
tergantung pada osilasi pasang surut. Hal ini memiliki banyak pengalaman banjir. Faktor
diperparah dengan penurunan tanah dan lain adalah bahwa orang-orang lokal tidak
kenaikan muka air laut akibat perubahan bisa memprediksi kapan banjir terjadi.
iklim. 3.2 Kesiap Siagaan Masyarakat
3.1 Pengetahuan Masyarakat tentang Banjir dalam
Berdasarkan kuesioner, kita dapat
melihat bahwa 66% dari responden memiliki Menghadapi Bencana Banjir
Low
Tugu
Medium
Community Knowledge Total
High
0% 50% 100%
Low
Tugu
Gambar 4. Kesiapsiagaan Masyarakat dalam
Medium
Total
Menghadapi Banjir
High
0% 50% 100%
Gambar diatas menggambarkan bahwa
Bagi orang-orang yang tinggal di daerah
Gambar 3. Pengetahuan Masyarakat tentang
pesisir, mereka memiliki tingkat pengetahuan
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (115 dari 114)
71% responden memiliki tindakan tingkat selama banjir. Sebagai contoh, kita bisa lihat
tinggi terhadap banjir. Ini berarti bahwa pada gambar 7 di atas. Di sisi kiri, orang terdiri
orang dapat bertindak cepat dan baik dari perwakilan dari kelompok pemuda,
dengan banjir. Tindakan yang baik untuk kelompok perempuan, dan tokoh masyarakat
banjir menunjukkan bahwa mereka memiliki berkumpul untuk membahas tentang banjir.
kesiapan yang baik sehingga mereka dapat Saat ini, mereka berbicara tentang pasokan
meminimalkan dampak dari banjir. darurat, berapa banyak orang yang terkena
dampak di daerah mereka, apa jenis bantuan
Genuk
Low
Tugu aktivitas masyarakat menunjukkan sisi kanan
Medium
Semarang Timur disebut "kerjabakti". Kerjabakti adalah
High
Total
kegiatan sukarela oleh masyarakat untuk
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (110 dari 114)
mempersiapkan diri untuk mengurangi dan memberikan informasi lebih lanjut serta sistem
mengurangi dampak bencana.
Sistem peringatan dini dan pengetahuan
bencana menggabungkan dengan
kesiapsiagaan masyarakat mengarah ke
respon masyarakat yang lebih baik
terhadap bencana dan membantu
masyarakat untuk mengurangi bencana.
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (112 dari 114)
dan sanitasi di daerah tergenang. Orang- karena banjir tidak yang sering terjadi di
orang di daerah tergenang mengalami daerah. Ini berarti bahwa orang
perubahan warna air, rasa dan bau karena tidak memiliki banyak pengalaman banjir.
banjir pasang. Air minum menjadi tercemar
dan menciptakan penyakit terkait air. Efek
umum dari banjir adalah sampah meluap,
bau dan kerusakan infrastruktur sanitasi.
Akibatnya, dampak lingkungan dan efek
kesehatan dari banjir dihubungkan satu
sama lain, dan menurunnya kualitas air dan
sanitasi sistem mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat.
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (114 dari 114)
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (116 dari 114)
5. DAFTAR PUSTAKA
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (117 dari 114)
Observation, MSc Thesis, Enschede, The communities." International Journal of
DKP. 2008. Strategi Adaptasi dan Kodoatie, Robert J., and Roestam Sjarief.
Mitigasi Bencana Pesisir sebagai 2010. Tata ruang air. Penerbit Andi,
Akibat Perubahan Iklim terhadap 2010.
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta Marfai, Muh Aris, and Lorenz King. 2008.
Dutta, Dushmanta, and Srikantha Herath. 2004. "Coastal flood management in Semarang,
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (118 dari 114)
Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229