Anda di halaman 1dari 152

“PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA”

Dosen Pengajar : Ns. Pipin Yunus, M.Kep

OLEH

KELOMPOK 6 – A KEPERAWATAN 2017

1. REVA MELANI ARSAD


2. FRANSISCA MUSTAFA
3. FEBRI DWIYANTO ENGAHU
4. CICIN S. KODU
5. AGUSTIN KASIM
6. MOH. WAHYU RUSLI PAKILI
7. MOH. AFANDI ISINI

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan, karena atas
pengetahuan dan ilmu yang telah di anugerahkan-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah Perencanaan Penanggulangan Bencana.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna dan
dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi pembaca dimasa yang akan
datang, serta sebagai bahan referensi bagi mereka yang membutuhkan informasi.
Kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami
dalam menyusun makalah ini,
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena
itu, kami mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun agar lebih baik lagi. 

Gorontalo, Januari 2021

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan masalah......................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TIJAUAN PUSTAKA.............................................................................................3
2.1. Definisi Bencana.......................................................................................3
2.2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana..............................................3
2.3. Perencanaan Penanggulangan Bencana.....................................................7
2.4. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana...........................8
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
3.1. Kesimpulan..............................................................................................18
3.2. Saran........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bencana merupakan  peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.

Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana


yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi
alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia
menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia
dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi
(gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi
(wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta
kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia).

Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat
perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik.
Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada
suatu daerah konflik. Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut
memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam
penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu.
Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-
langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih
dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya

1
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Penanggulangan
bencana kadang sering diabaikan dan pengetahuan tentang penanggulangan
bencana tidak diketahui oleh masyarakat.

Oleh karena itu, penanggulangan bencana perlu direncanakan lebih awal agar
hal ini dikarenakan apabila terjadi bencana sudah ada upaya dalam mengurangi
dampak bencana maupun resiko bencana.

1.2. Rumusan masalah

1. Apa itu bencana?


2. Bagaimana penyelenggaraan penanggulangan bencana?
3. Bagaimana perencanaan penanggulangan bencana?
4. Bagaiamana proses penyusunan rencana penanggulangan bencana?
5. Bagaimana uraian proses penanggulangan bencana?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi pembaca mengenai perencanaan penanggulangan
bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pengetahuan bagi pembaca tentang apa itu bencana.
b. Merupakan pedoman bagi pembaca tentang cara penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
c. Sebagai penambah wawasan agar pembaca dapat mengetahui cara
perencanaan penanggulangan bencana.
d. Merupakan ilmu bagi pembaca dalam proses penyusunan rencana
penanggulangan bencana.
e. Sebagai pengetahuan bagi pembaca agar tahu uraian proses
penanggulangan bencana.

2
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Bencana

Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2007 yaitu Bencana adalah


peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam serta faktor
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Definisi lain menurut International Strategi for Disaster Reduction (UN-


ISDR) (2002) sebagaimana dikutip Nurjanah dkk (2013: 10) adalah suatu kejadian
yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan
kerusakan lingkungan, kejadian ini di luar kemampuan masyarakat dengan
sumber dayanya.

Menurut Undang-undang No 24 Tahun 2007 bencana berdasarkan


penyebabnya terdiri atas bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial.
Dalam Nurjanah (2013: 21-22) secara umum faktor penyebab terjadinya bencana
adalah karena adanya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan
(vulnerability).

2.2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam


penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus


penanggulangan bencana adalah sebagai berikut : Pada dasarnya penyelenggaraan
adalah tiga tahapan yakni :

3
1. Pra bencana

Kegiatan pra bencana mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan


peringatan dini.Banjir merupakan salah satu bencana yang rutin dialami oleh
masyarakat. Masyarakat juga berpandangan bahwa bencana banjir di wilayah
mereka, terjadi karena akibat dari permasalahan tata ruang dan sampah yang
tidak kunjung usai di wilayah Jatinangor. Dari hasil temuan lapangan dapat
diketahui bahwa terdapat upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa
bersama masyarakat yang ditujukan untuk mencegah terjadinya bencana
banjir di wilayah mereka. Upaya pencegahan tersebut dilakukan dengan cara
mendorong masyarakat untuk kerja bakti membersihkan lingkungan dan
sampah yang menyumbat saluran sungai Cikeruh. Kegiatan tersebut
dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat, namun belum melibatkan pihak-
pihak lain seperti perguruan tinggi (melalui mahasiswa yang tinggal di
wilayah desa mereka).

Dalam tahap pra bencana ini, juga ditemukan adanya nilai-nilai lokal
yang masih diterapkan di masyarakat. Nilai-nilai lokal tersebut muncul pada
sistem peringatan dini yang ada di masyarakat. Masyarakat masih
menggunakan kentongan sebagai bentuk komunikasi ketika terjadi bencana di
wilayah mereka.Sistem peringatan ini dapat ditemukanpada pos-pos
siskamling yang ada di tiap desa. Namun, dari hasil penelitian lapangan juga
dapat diketahui bahwa masyarakat desa belum memiliki pengetahuan dalam
persiapan menghadapi bencana. Sampai dengan saat ini belum terdapat
wilayah atau kawasan yang bisa dijadikan sebagai zona aman ketika terjadi
bencana.Masyarakat selama ini hanya menggunakan tempat beribadah
sebagai shelter atau tempat berlindung bagi korban yang terkena dampak
bencana.Selain sarana ibadah tersebut, masyarakat juga umumnya mengungsi
atau berlindung di rumah kerabat-nya masing-masing.Selain itu, dari hasil
penelitian lapangan juga diketahui bahwa desa-desa yang menjadi lokasi
penelitian masih belum memiliki sistem manajemen informasi yang dapat
mendukung mitigasi bencana.Sistem tersebut seperti peta rawan bencana dan
peta jalur evakuasi sebagai titik berkumpul korban terdampak.Begitupula

4
dengan pengetahuan masyarakat mengenai tahap pra bencana yang masih
sangat terbatas.Oleh sebab itu tindakan yang dilakukan di tahap pra bencana
masih belum bersifat kolektif dan secara signifikan dapat mengurangi dampak
dari bencana.Dengan demikian, kegiatan penanggulangan bencana pada tahap
pra bencana yang dilakukan oleh masyarakat desa baru sebatas pencegahan
dan peringatan dini. Tidak ditemukan adanya kegiatan mitigasi dan
kesiapsiagaan yang dilakukan oleh masyarakat desa di lokasi penelitian ini.
Di tahap pra bencana ini juga ditemukan adanya pemanfa-atan nilai lokal
dalam sistem peringatan dini terhadap bencana di masyarakat.Nilai lokal
tersebut diwujudkan dalam penggunaan kentongan yang ada di pos kamling
setiap RW.

2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana

Kegiatan saat terjadi bencana seharusnya mencakup kegiatan tanggap


darurat untuk meringankan korban yang terdampak, pe-nyaluran bantuan,
pengungsian, dan search and rescue. Dari hasil temuan lapangan dapat
diketahui bahwa masyarakat belum memiliki penge-tahuan untuk menghadapi
bencana secara kolektif. Hal tersebut dikarenakan masyarakat masih
beranggapan bahwa bencana merupa-kan sesuatu yang lumrah terjadi setiap
tahunnya, terutama bencana banjir. Oleh sebab itu masyarakat tidak memiliki
persiapan apapun dalam menghadapi bencana. Tindakan yang dilakukan
masyarakat saat terjadi bencana hanya terbatas pada menyelamatkan diri serta
memindahkan barang berharga ke lokasi yang lebih aman.Sampai dengan saat
ini belum terdapat jalur evakuasi ketika bencana terjadi.Ketiadaan jalur
evakuasi dapat mengakibatkan potensi korban yang semakin meningkat
karena belum adanya manajemen informasi saat terjadi bencana. Selain itu,
masyarakat juga belum terpikir mengenai apa yang harus dilakukan ketika
terjadi bencana di wilayah mereka. Begitupula dengan aparat pemerintah
desa, dimana pemerintah desa belum menentukan wilayah mana yang aman
untuk pengungsian maupun tempat berkumpul ketika terjadi bencana.Wilayah
desa yang cukup luas dengan karakteristik perbukitan juga menyulitkan bagi

5
aparat desa untuk menentukan daerah yang aman. Meskipun demikian, dari
hasil temuan lapangan juga dapat diketahui bahwa masyarakat desa pada
umumnya masih menunjukkan nilai-nilai kekeluargaan. Nilai-nilai tersebut
seperti saling bergotong royong atau saling membantu. Seperti misalnya
saling memberikan bantuan tempat berlindung atau tempat pengungsian bagi
keluarga maupun kerabat mereka yang menjadi korban.

3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana


Kegiatan pasca bencana merupakan kegiatan yang mencakup pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi. Dari hasil temuan lapangan diketahui bahwa
kegiatan pemulihan yang dilakukan masyarakat adalah membersihkan
lingkungan mereka dari sisa-sisa banjir seperti sampah dan lumpur yang
berceceran.Selain itu, hasil temuan lapangan juga menunjukkan bahwa
masyarakat tidak pernah melakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
setelah bencana terjadi. Terkait dengan kegiatan yang dilakukan pada tahap
pasca bencana ini, masyarakat desa pada umumnya belum memiliki
pengetahuan mengenai apa yang harus mereka lakukan. Keterbatasan tersebut
disebabkan minimnya informasi yang mereka peroleh mengenai
penanggulangan bencana. Masyarakat hanya memahami bahwa apabila
setelah bencana terjadi maka mereka akan bergotong-royong membangun
kembali wilayah yang terkena bencana. Hal tersebut juga terbatas pada
kegiatan pembersihan lingkungan dari sisa-sisa bencana.Selama ini para
korban terdampak bencana, dan masyarakat desa pada umumnya, juga belum
pernah diberikan pemahaman mengenai rehabilitasi seperti trauma therapy,
dan lainnya. Hal ini dikarenakan adanya pemahaman masyarakat bahwa
bencana merupakan takdir, sehingga para korban maupun masyarakat pada
umumnya, harus sabar menerima kejadian becana tersebut. Dengan demikian,
pada tahap pasca bencana ini hanya terdapat kegiatan pemulihan (bersih
lingkungan) yang dilakukan oleh masyarakat. Belum ditemukan kegiatan
rehabilitasi bagi korban bencana, serta belum ada kegiatan rekonstruksi yang
dilakukan oleh masyarakat.

6
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami
sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu
akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami
bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan
porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya
adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai
untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam


setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang
spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan


penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan),
yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh
tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan
dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi
misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan
penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang
didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka
disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan)
yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau
Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery
Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan
pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk
mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan
petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.

2.3. Perencanaan Penanggulangan Bencana

7
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis
risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program
kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan
penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.
Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan
program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka
Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana
penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Penyusunan rencana
penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:

1. BNPB untuk tingkat nasional;


2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota. Rencana
penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau
sewaktu-waktu apabila terjadi bencana

2.4. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

1. Pengenalan dan pengkajian bahaya


Dalam proses penyusunan rencana penanggulangan bencana pertama
diawali dengan pengenalan dan pengkajian bahaya. Apakah ada bahaya yang
dapat timbul akibat dari bencana dan pastikan bahwa bahaya itu dapat
diminimalisir atau dikurangi. unsur-unsur bahaya/ancaman risiko bencana
berupa ancaman bencana/bahaya (hazard).
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik
berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek.
Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan,
kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit,
kegagalan teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di

8
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi
bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada
peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia
adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta kerentanan
bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta
potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain. Pada sub
bab ini agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang terdapat di wilayah /
daerah yang diperoleh dari data kejadian bencana di daerah yang
bersangkutan.

2. Pengenalan kerentanan
Tahap selanjutnya yaitu mengenali kerentanan bencana akan terjadi.
Apakah daerah tersebut sering terjadi bencana atau tidak, yang nantinya akan
dilakukan penanggulangan bencana terpadu.
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia
atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya
atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa :
a. Kerentanan fisik
b. Kerentanan ekonomi
c. Kerentanan social
d. Kerentanan lingkungan

3. Analisis kemungkinan dampak bencana


Tahap berikut yaitu menganalisa kemungkinan dampak bencana yang
dapat terjadi didaerah tersebut. Apakah dampaknya berupa kerusakan
bangunan dan lain – lain.
Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan
masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang
bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Hubungan antara ancaman

9
bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan
berikut:
Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi


risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat
kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat
risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat,
maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan
perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang
dihadapi oleh daerah yang bersangkutan. Sebagai langkah sederhana untuk
pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang
bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di
perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :
a. 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
b. 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam
10 tahun mendatang)
c. 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam
100 tahun)
d. 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
e. 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila


bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

a. Jumlah korban;
b. Kerugian harta benda;
c. Kerusakan prasarana dan sarana;
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

4. Pilihan tindakan penenggulangan bencana

10
Setelah dianalisis kemungkinan dampak bencana maka memilih tindakan
penanggulangan bencana yang tepat berdasarkan dampak yang mungkin akan
terjadi. Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya
penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman bahaya
yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Secara lebih
rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong
dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1) Penyusunan peraturan perundang-undangan
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6) Pengkajian / analisis risiko bencana
7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif


antara lain:

1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,


larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain
yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.

11
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan
gempa dan sejenisnya.

Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang


bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan
yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).

b. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan.
6) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning)

12
7) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

c. Tanggap Darurat Tahap


Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan
pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna
menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,
kerugian, dan sumber daya;
2) penentuan status keadaan darurat bencana;
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) pemenuhan kebutuhan dasar;
5) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

d. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya
yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan
kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke
kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan
masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
meliputi:
1) perbaikan lingkungan daerah bencana;
2) perbaikan prasarana dan sarana umum;
3) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4) pemulihan sosial psikologis;
5) pelayanan kesehatan;
6) rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7) pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8) pemulihan keamanan dan ketertiban;

13
9) pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10) pemulihan fungsi pelayanan public

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun


kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih
baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan
melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai
ahli dan sektor terkait.

1) pembangunan kembali prasarana dan sarana;


2) pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3) pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan
yang lebih baik dan tahan bencana;
5) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat;
6) peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7) peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8) peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

5. Mekanisme penanggulangan dampak bencana


Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini
adalah mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana dan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Dari peraturan perundangundangan tersebut di atas, dinyatakan bahwa
mekanisme tersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
a. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
b. Pada Saat Darurat Bersifat Koordinasi, Komando Dan Pelaksana
c. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.

6. Alokasi Dan Peran Pelaku Kegiatan Penanggulangan Bencana


a. Peran Dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait

14
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan
memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan
peran lintas sektor sebagai berikut :
1) Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan
pembangunan daerah
2) Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan para medis
3) Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi
4) Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana.
5) Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi
6) Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan
bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi
sebelumnya
7) Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan
dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
8) Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana
9) Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan
10) Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya
yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan
bencana.
11) Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.

15
12) Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan
kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
13) TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.

b. Peran dan Potensi Masyarakat


1) Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang
ke skala yang lebih besar.
2) Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta
cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian
bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini
akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam
menghadapi bencana.
3) Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga
Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya
penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan
pasca bencana.
4) Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat.

16
Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari
lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
5) Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini
publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa
peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya,
serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
6) Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari
lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap
darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perencanaan penanggulangan bencana secara lebih rinci disebutkan di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Penanggulangan bencana kadang sering diabaikan dan
pengetahuan tentang penanggulangan bencana tidak diketahui oleh masyarakat.
Perencanaan penanggulangan bencana harus dilaksanakan sedemikian rupa
mulai dari penilaian sampai alokasi dan peran dalam penanggulangan bencana, itu
semua harus berdasarkan pada pedoman penanggulangan bencana ole BNPB.
Setiap individu maupun kelompok mempunyai peran dalam penanggulangan
bencana.

3.2. Saran

Saran kami kepada pembaca agar lebih memahami maupun mengikuti setiap
rencana dalam penanggulangan bencana, hal ini dikarenakan dapat berguna
apabila pada saat bencana tiba sudah ada penanggulangan lebih awal. Dan untuk
instansi maupun pemerintah harus mendukung kegiatan yang bergerak pada
penanggulangan bencana sebab Indonesia sendiri bencana merupakan hal yang
lumrah terjadi dan perlu adanya penanggulangan secara menyeluruh.

18
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana


Nasional No. 4 tahun 2008 tentang pedoman penyusunan rencana penanggulangan
bencana, Indonesia.

Muhammad Fedryansyah Dkk. 2016. Jurnal Penganggulangan Bencana Di


Masyarakat Desa Studi Di Desa Cipacing, Desa Cileles, Dan Desa Cikeruh
Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang, Indonesia.

IAIAP. 2017. Jurnal Analisis Dampak Sosial Ekonomi Pasca Bencana Di


Kabupaten Pamekasan, Indonesia

Aprilia Findayani. 2015. Jurnal Geografi Kesiapan Masyarakat Dalam


Penanggulangan Banjir di Kota Semarang, Indonesia

19
LAMPIRAN

PERATURA
N
KEPALA BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN
BENCAN
A

NOMOR 4 TAHUN 2008

TENTAN
G

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA


PENANGGULANGAN BENCANA

20
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
BENCANA
2008

21
-i-

DAFTAR
ISI

1. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL


PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 4 TAHUN
2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA
PENANGGULANGAN BENCANA

2. LAMPIRAN : PEDOMAN PENYUSUNAN


RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .........................................................................


1

B. Tujuan ......................................................................................
2

C. Ruang Lingkup.........................................................................
2

D. Pengertian ................................................................................
2

E. Landasan Hukum.....................................................................
4

F. Sistematika ...............................................................................
4

BAB II PERENCANAAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

A. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana ........................ 5

B. Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan


22
Bencana ....................................................................................
5
C. Perencanaan Penanggulangan Bencana................................ 7

D. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana...... 7

E. Uraian Proses Perencanaan Penanggulangan Bencana ...... 8

BAB III PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN


BENCANA / BAHAYA DAN KERENTANAN
A. Pengenalan Bahaya (hazard).................................................. 9

B. Pemahaman Tentang Kerentanan........................................ 13

BAB IV ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK


BENCANA ...................... 14

BAB V PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA

A. Pencegahan dan Mitigasi...................................................... 16

B. Kesiapsiagaan.........................................................................
17

C. Tanggap Darurat ...................................................................


17

D. Pemulihan ..............................................................................
18

BAB VI MEKANISME KESIAPAN DAN PENANGGULANGAN


DAMPAK BENCANA
A. Pada Pra Bencana ..................................................................
19

B. Saat Tanggap Tanggap Darurat ........................................... 20

C. Pasca Bencana........................................................................
20

D. Mekanisme Penanggulangan Bencana................................ 20

23
- ii -

BAB VII ALOKASI DAN PERAN PELAKU


KEGIATAN PENANGGULANGAN
BENCANA
A. Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait ............... 21

B. Peran dan Potensi Masyarakat ............................................. 22

C. Pendanaan..............................................................................
23

BAB VIIISISTEMATIKA RENCANA PENANGGULANGAN


BENCANA...... 25

BAB IX
PENGESAHAN .............................................................................. 26

BAB X RENCANA AKSI


DAERAH............................................................ 27

BAB XI PENUTUP .....................................................................................


29

24
PERATURA
N
KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
BENCANA

NOMOR : 4 TAHUN 2008

TENTANG PEDOMAN

PENYUSUNAN
RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA

KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

Menimbang : Dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan Pasal 35 dan


Pasal 36 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, dipandang perlu menyusun
pedoman pedoman perencanaan penanggulangan bencana.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4723);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Bencana.
3. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
25
4. Keputusan Presiden Nomor 29/M Tahun 2008 tentang
Pengangkatan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.

MEMUTUSKAN
:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL


PENANGGULANGAN BENCANA TENTANG PEDOMAN
PENYUSUNAN RENCANA PENANGGULANGAN
BENCANA.

26
2

Pertama : Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana


merupakan panduan/acuan bagi Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten / Kota dalam menyusun perencanaan
penanggulangan bencana di daerah di daerah masing-masing.

Kedua : Pedoman sebagaimana dimaksud diktum Pertama adalah


sebagaimana dimaksud dalam Lampiran, yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Peraturan ini.

Ketiga : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 17 Desember 2008

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

BENCANA KEPALA,

ttd

DR. SYAMSUL MA’ARIF, S.IP.

M.Si. SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada:


1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu
2. KAPOLRI
3. Panglima TNI
4. Para Gubernur
5. Para Ketua DPRD Propinsi
6. Para Bupati dan Walikota
7. Para Ketua DPRD Kabupaten/Kota

27
LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BADAN
NASIONAL PENANGGULANGAN
BENCANA
NOMOR : 4 TAHUN 2008
TANGGAL : 17 DESEMBER 2008

BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang

Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi


bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis
bencana. Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman
penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko
terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan
kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam.

Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor


geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana
akibat hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin
topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia,
penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi
(kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait
dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang
terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan
kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu
daerah konflik.

Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu


penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya,
sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu.
Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada
langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali
terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang
penting tidak tertangani.

1 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 1


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah
dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan
penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

2 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 2


B. Tujuan

Memberikan pedoman atau panduan dalam menyusun Rencana


Penanggulangan Bencana (disaster management plan) yang
menyeluruh, terarah dan terpadu di tingkat Propinsi / Kabupaten /
Kota.

C. Ruang Lingkup

Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini meliputi :

1. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;

2. pemahaman tentang kerentanan masyarakat;

3. analisis kemungkinan dampak bencana;

4. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;


5. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan
dampak bencana; dan
6. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

D. Pengertian
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
3. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

3 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 3


4. Kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
5. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
6. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana

4 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 4


7. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang
dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya
rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat.
8. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
9. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik ataumasyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
10. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana
dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik
pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.
11. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik
Indonesia Tahun 1945.
12. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota atau
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
13. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya
disingkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non-
departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
14. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya
disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang
melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di
daerah.

5 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 5


E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.
a. Pasal 35
b. Pasal 36

c. Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2)

2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Penyelenggaran Penanggulangan Bencana
a. Pasal 5
b. Pasal 6

F. Sistematika
Pedoman ini disusun dengan bab-bab sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

II. PERENCANAAN DALAM PENANGGULANGAN


BENCANA

III. PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN


BENCANA / BAHAYA DAN KERENTANAN

IV. ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA

V. PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA

VI. MEKANISME KESIAPAN DAN PENANGGULANGAN


DAMPAK BENCANA
VII. SISTEMATIKA RENCANA PENANGGULANGAN
BENCANA VIII. PENGESAHAN

6 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 6


IX. RENCANA AKSI
DAERAH X. PENUTUP

7 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 7


BAB
II
PERENCANAAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

A. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam


penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana
didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus


penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :

Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga


tahapan yakni :
1. Pra bencana yang meliputi:
- situasi tidak terjadi bencana
- situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan
dalam situasi terjadi bencana
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat
setelah terjadi bencana

Tahapan bencana yang digambarkan di atas,


sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang
tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat
tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa setiap
waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan
porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan,

8 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 8


kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan
mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan
datang.

B. Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan


pada setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan bencana

9 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 9


PEMULIHAN PENCEGAHAN & MITIGASI

RENCANA PB

RENCANA RENCANA
PEMULIHAN MITIGASI

RENCANA
RENCANA KONTINJENSI
OPERASI

Bencana
Kajian Kilat

TANGGAP DARURAT KESIAPSIAGAAN1

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap


kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka
disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.

1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana,


dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
(Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum
dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja
kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan
mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana
mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi
keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi
bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang
disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).

10 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 10


3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi
(Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari
Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah
disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan
rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika
bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian
bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk
/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.

11 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 11


C. Perencanaan Penanggulangan Bencana

Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil


analisis risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang
dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan
rincian anggarannya.

Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari


perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam
perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka
Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.

Rencana penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan


pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu 5
(lima) tahun.

Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:

1. BNPB untuk tingkat nasional;


2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.

Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2


(dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.
D. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana


penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :

12 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 12


13 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 13
E. Uraian Proses Perencanaan Penanggulangan Bencana

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah


pengenalan bahaya / anaman bencana yang mengancam wilayah
tersebut. Kemudian bahaya / ancaman tersebut di buat daftar dan di
disusun langkah-langkah / kegiatan untuk penangulangannya.
Sebagai prinsip dasar dalam melakukan Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan paradigma
pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada hakekatnya bencana
adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan.
Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola
secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian
bencana.

14 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 14


BAB
III
PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN
BENCANA /
BAHAYA DAN
KERENTANAN

Pada Bab ini diuraikan unsur-unsur bahaya/ancaman risiko bencana


berupa ancaman bencana/bahaya (hazard), dan kerentanan (vulnerability)
yang dihadapi oleh wilayah tersebut.

A. Pengenalan Bahaya (hazard)

Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara


dengan potensi bahaya ( hazard potency) yang sangat tinggi dan
beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun
kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan
permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan
konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi
bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral
hazard). Potensi bahaya utama ( main hazard potency) ini dapat dilihat
antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang
menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona
gempa yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor, peta
daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta potensi bencana
tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.

Pada sub bab ini agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang
terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh dari data kejadian
bencana di daerah yang bersangkutan.

1. Gempa Bumi

15 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 15


Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa
kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah
sakit dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik
(jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara, jaringan
listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu
kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan.

Pada sub bab ini disebutkan/diterangkan sejarah kejadian gempa


bumi yang pernah terjadi di daerah ini dan lokasi-lokasi
patahan/sesar yang ada.

2. Tsunami

Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya


gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau
longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat

16 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 16


memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami
adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa
pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara
tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut.. Terdapat empat
faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami,
yaitu: 1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2). Gempa bumi
memiliki magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal,
dan 4). terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut.
Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800
km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.

Pada sub bab ini agar disebutkan/diterangkan sejarah kejadian


tsunami yang pernah terjadi di daerah ini, dan lokasi-lokasi
pantai yang rawan tsunami.

3. Letusan Gunung Api

Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh


jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun,
abu gunung api, dan bencana sekunder berupa aliran Iahar.

Luas daerah rawan bencana gunung api di seluruh Indonesia


sekitar 17.000 km2 dengan jumlah penduduk yang bermukim di
kawasan rawan bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5 juta
jiwa. Berdasarkan data frekwensi letusan gunung api,
diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000 orang
terancam bencana letusan gunung api.

Pada sub bab ini agar diidentifikasi gunung-gunung api yang


masih aktif dan berpotensi menimbulkan letusan yang berada di
daerah yang bersangkutan ditunjukkan dengan peta lokasi.

4. Banjir

Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun


ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia,
yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan
kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah
manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu :
hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah
budidaya dan pasang surut air laut.

17 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 17


Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor
saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan
daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah,
pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan
kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.

Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-lokasi yang rawan


banjir di daerah yang bersangkutan.

18 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 18


5. Tanah Longsor

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau


batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar
lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng tersebut. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini
adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing.

Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia


yang mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Untuk itu
perlu ditingkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana
ini.

Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap


bencana tanah longsor yang ditampilkan dalam bentuk peta,
serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian
dan kerusakan yang pernah dialami.

6. Kebakaran

Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup


besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi
bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas
tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga
timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali
mengganggu negara-negara tetangga.

Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi.


Hal tersebut memang berkaitan dengan banyak hal. Dari ladang
berpindah sampai penggunaan HPH yang kurang
bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan dengan cara
pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran
hutan adalah kondisi tanah di daerah banyak yang mengandung
gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu
kadang-kadang terbakar dengan sendirinya.

Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-lokasi yang rawan


kebakaran di daerah yang bersangkutan.

7. Kekeringan

Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia

19 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 19


hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan
menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan
fungsi tersebut ditengarai akibat rusaknya ekosistem akibat
pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini
adalah gagal panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak
yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan
kematian.

Pada bab ini disajikan identifikasi daerah-daerah yang rawan


kekeringan serta ditampilkan dalam bentuk peta.

20 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 20


8. Epidemi dan Wabah Penyakit

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular


dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

Epidemi baik yang mengancam manusia maupun hewan ternak


berdampak serius berupa kematian serta terganggunya roda
perekonomian. Beberapa indikasi/gejala awal kemungkinan
terjadinya epidemi seperti avian influenza/Flu burung, antrax
serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah
membunuh ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian
besar bagi petani.

Pada bab ini disajikan identifikasi daerah-daerah yang rawan


terhadap wabah penyakit manusia/hewan yang berpotensi
menimbulkan bencana.

9. Kebakaran Gedung dan Pemukiman

Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak


pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan
manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak
mengikuti standard keamanan bangunan serta perilaku manusia.
Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran
api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab
umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.

Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap


bencana kebakaran ini serta jika data memungkinan ditampilkan
juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.

10. Kegagalan Teknologi

Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh


kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan
manusia dalam menggunakan teknologi dan atau industri.
Dampak yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran
bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri,
kecelakaan transportasi yang menyebabkan kerugian jiwa dan

21 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 21


harta benda.

Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap


bencana kegagalan teknologi ini serta jika data memungkinan
ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah
dialami.

22 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 22


B. Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat

Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku


manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa
daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan
bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan
gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada
umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang
mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai
kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan,
kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana
akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat
kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan
menghadapi bahaya.

4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi
kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan
sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk
yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap
ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

23 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 23


BAB
IV
ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK
BENCANA

Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan


masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang
bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda.

Hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat


dituliskan dengan persamaan berikut:

Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi


risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi
tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula
tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan
masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.

Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat


besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan


bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman
tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya
(probabilitasnya) dengan rincian :

• 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).

• 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau


sekali dalam 10 tahun mendatang)

• 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau


sekali dalam 100 tahun)

24 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 24


BAB
• 2 Kemungkinan Kecil IV(20 – 40% dalam 100 tahun)
• 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila


bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara
lain:

• jumlah korban;

• kerugian harta benda;

• kerusakan prasarana dan sarana;

• cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan

• dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

25 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 25


maka, jika dampak inipun diberi bobot sebagai berikut:

5 Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)


4 Parah (60 – 80% wilayah hancur)
3 Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
2 Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)
1 Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak)

Maka akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :

NO JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK

1. Gempa Bumi Diikuti Tsunami 1 4

2. Tanah Longsor 4 2

3. Banjir 4 3

4. Kekeringan 3 1

5. Angin Puting Beliung 2 2

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain


dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas
seperti berikut:

1 2 3 4 5
Probabilitas

Tanah 5
Lonsor

Banjir 4

Kekeringan 3

26 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 26


Puting
2
Beliung

Gempabumi
1
& Tsunami

Dampak
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman
bahaya yang perlu ditangani.

Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)

- Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)

- Bahaya/ancaman sedang nilai 2

- Bahaya/ancaman rendah nilai 1

27 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 27


BAB
V
PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN
BENCANA

Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya


penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman
bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan.
Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:

A. Pencegahan dan Mitigasi

Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang


dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain


adalah:

1. Penyusunan peraturan perundang-undangan

2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.

3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur

4. Pembuatan brosur/leaflet/poster

5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana

6. Pengkajian / analisis risiko bencana

7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan

8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana

9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum

16 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 16


BAB
10. Pengarus-utamaan PB dalam
V perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif


antara lain:

1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,


larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan
peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.

17 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 17


6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk
mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi
pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan)
dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).

B. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan


terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur


pendukungnya.
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana
dan pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan

4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.


5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan
terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini
(early warning)
7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)

8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana


peralatan)

C. Tanggap Darurat

18 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 18


Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau
pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa
bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap


darurat meliputi:

1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,


kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana;

19 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 19


3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

4. pemenuhan kebutuhan dasar;

5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

6. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

D. Pemulihan

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya


yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan
kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke
kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan
masyarakat dapat berjalan kembali.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

1. perbaikan lingkungan daerah bencana;

2. perbaikan prasarana dan sarana umum;

3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

4. pemulihan sosial psikologis;

5. pelayanan kesehatan;

6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;

7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;

8. pemulihan keamanan dan ketertiban;

9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan

10. pemulihan fungsi pelayanan publik

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun


kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih
baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan

18 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 18


melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari
berbagai ahli dan sektor terkait.

1. pembangunan kembali prasarana dan sarana;

2. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;

3. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat

4. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan


peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

7. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau

8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

19 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 19


BAB VI MEKANISME KESIAPAN DAN
PENANGGULANGAN DAMPAK
BENCANA

Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan


penanggulangan bencana meliputi :
• tahap prabencana,

• saat tanggap darurat, dan

• pascabencana.

A. Pada Pra Bencana


Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :

• Dalam situasi tidak terjadi bencana

• Dalam situasi terdapat potensi bencana

1. Situasi Tidak Terjadi Bencana


Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu
tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak


terjadi bencana meliputi :
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

20 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 20


2. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan,
peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan
bencana.

a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan Dini
c. Mitigasi Bencana

Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan


multi stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.

21 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 21


B. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:

1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,


dan sumber daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana;
3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. pemenuhan kebutuhan dasar;
5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

C. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
1. rehabilitasi; dan
2. rekonstruksi.

Secara lebih rinci antara lain dapat dilihat pada Bab VI (Bab
Pilihan
Tindakan Penanggulangan Bencana).

D. Mekanisme Penanggulangan Bencana

Mekanisme penanggulangan
bencana yang akan dianut dalam
hal ini adalah mengacu pada UU
No 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana dan

Peraturan Pemerintah No 21
Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan

20 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 20


Penanggulangan Bencana.
Dari peraturan perundang-
undangan tersebut di atas, dinyatakan bahwa mekanismetersebut
dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :

1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan


pelaksana,
2. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.

21 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 21


BAB
VII
ALOKASI DAN PERAN
PELAKU
KEGIATAN PENANGGULANGAN
BENCANA

A. Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait

Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan


memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat
diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut :

1. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan


pembangunan daerah
2. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan
medik termasuk obat-obatan dan para medis
3. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi
4. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana.
5. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi
dan komunikasi
6. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan
bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana
geologi sebelumnya
7. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan
pengerahan dan pemindahan korban bencana ke daerah yang
aman bencana.
8. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra
bencana
9. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan

22 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 22


10. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan
upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam
pencegahan bencana.
11. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
12. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi,
melakukan kajian dan penelitian sebagai bahan untuk
merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.

23 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 23


13. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan
saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan
karena penghuninya mengungsi.

B. Peran dan Potensi Masyarakat

1. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak
berkembang ke skala yang lebih besar.
2. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta
cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat
pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari
sektor swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan
ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
3. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik
lembaga Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi
dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap
sebelum, pada saat dan pasca bencana.
4. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang
tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli
dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
5. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini
publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal
membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana
melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi

22 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 22


kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian bencana serta
upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan
kepada masyarakat.

6. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari
lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap
darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus
mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

23 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 23


Sebagai gambaran lebih rinci, dapat diperiksa pada tabel contoh
berikut :

Dep.ESDM
TNI/POLR
Pilihan Instansi

Depdagri
Dep PU
Depkes
Depsos

I LSM
BNPB
BMG
Tindakan
Kegiatan

dll
Pra bencana 1. Pembuatan Peta Rawan
saat tidak terja-
di bencana 2.Penyuluhan

3.Pelatihan

4.Pengembangan SDM

5.Analisis risiko & bahaya

6 Litbang
Pra bencana saat
terdapat Potensi 7.Dan lain-lain
bencana
1 Pembentukan POSKO

2.Peringatan
Pada Saat
Tanggap 3..Rencana Kontinjensi
Darurat
4.Dan lain-lain

1.Pernyataan Bencana

2. Bantuan Darurat

3.Dan lain-lain

Pasca Bencana 1.Kaji Bencana

2.Rehabilitasi

3.Rekonstruksi

O = Penanggung Jawab

∆ = Terlibat Langsung

24 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 24


+ = Terlibat Tidak Langsung

C. Pendanaan

Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan


bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja
nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari
anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan.

Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan


peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.

Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk


mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi
kedaruratan. Besarnya dan tatacara akses serta penggunaannya diatur
bersama dengan DPR yang bersangkutan.

25 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 25


Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk
badan-badan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara
transparan oleh unit-unit koordinasi.

Contoh rekapitulasi (matriks) Rencana Penanggulangan Bencana : No


Kagiatan Pelaku Sumber dana Keterangan
1 Pambuatan Dinas PU DIPA
Tanggul
2 Penyuluhan BNPB, Pemerintah : DIPA
Pengurangan Depkes, LSM : Mandiri
Risiko LSM
.. dan
seterusnya

24 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 24


BAB
VIII
SISTEMATIKA RENCANA PENANGGULANGAN
BENCANA

Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di daerah dilakukan


dengan menganut sistematika (outline) sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Ruang Lingkup
D. Landasan Hukum
E. Pengertian
F. Sistematika

II. GAMBARAN UMUM


WILAYAH A. Kondisi Fisik
B. Kondisi sosial ekonomi
C. Kebijakan Penanggulangan Bencana (Legislasi, kelembagaan)

III. PENILAIAN RISIKO


BENCANA A. Ancaman
B. Kerentanan
C. Analisis Kemungkinan Dampak Bencana.

IV. PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN


BENCANA A. Pra-bencana
B. Saat Tanggap Darurat
C. Pasca Bencana

V. MEKANISME PENANGGULANGAN
BENCANA A. Pra Bencana

25 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 25


B. Saat Tanggap Darurat
C. Pasca Bencana
D. Mekanisme Penanggulangan Bencana

VI. ALOKASI TUGAS DAN SUMBERDAYA.


A. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
B. Pelaku Kegiatan
C. Sumber dana

VII. PENUTUP

26 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 26


BAB IX
PENGESAHA
N

Dalam penyusunan rencana penanggulangan bencana, hendaknya


dilegalkan dengan ditandatangani oleh instansi yang berwenang (Kepala
Wilayah). Hal tersebut selain mempunyai kekuatan hukum untuk dapat
dilaksanakan, juga dapat menjadi perekat dari masing-masing instansi
sekaligus untuk mengetahui tugas dan fungsi masing-masing pelaku di
dalam wilayah tersebut.

26 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 26


BAB
X
RENCANA AKSI DAERAH

Pengurangan Risiko Bencana adalah sebuah pendekatan sistematis yaitu


mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana,
bertujuan untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi
terhadap bencana dan menangani bahaya-bahaya lingkungan maupun
bahaya-bahaya lain yang menimbulkan kerentanan.

Pengurangan Risiko Bencana merupakan tanggung jawab lembaga-


lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan maupun lembaga-
lembaga bantuan kemanusiaan dan harus menjadi bagian terpadu
dari kerja-kerja organisasi semacam ini, bukan sekedar kegiatan tambahan
atau kegiatan terpisah yang dilakukan sesekali saja. Oleh karenanya, upaya
Pengurangan Risiko Bencana sangat luas. Dalam setiap sektor dari
kerja pembangunan dan bantuan kemanusiaan terdapat peluang
untuk melaksanakan prakarsa-prakarsa Pengurangan Risiko Bencana.

Konsep Pengurangan Risiko Bencana melihat bencana sebagai sebuah


permasalahan kompleks yang menuntut adanya penanganan kolektif yang
melibatkan berbagai disiplin dan kelompok kelembagaan yang berbeda. Ini
merupakan hal penting untuk dipertimbangkan dalam melihat
karakteristik-karakteristik masyarakat yang tahan bencana, karena
lembaga-lembaga harus menentukan sendiri di mana akan memfokuskan
upaya-upaya mereka dan bagaimana akan bekerjasama dengan para mitra
untuk menjamin agar aspek-aspek penting lain dari ketahanan tidak
terlupakan. Penting diperhatikan bahwa tabel-tabel yang dimuat dalam
catatan panduan ini dimaksudkan sebagai sebuah sumber bagi berbagai
macam organisasi yang bekerja di tingkat lokal dan tingkat masyarakat,
bersama dengan organisasi-organisasi lain ataupun sendiri-sendiri: unsur-
unsur ketahanan tertentu mungkin lebih relevan bagi beberapa organisasi dan
konteks tertentu daripada bagi organisasi dan konteks lainnya.

Tindakan-tindakan Pengurangan Risiko Bencana selanjutnya diwadahi


dalam dokumen Rencana Aksi Daerah ( RAD ) yang berlaku untuk periode
tiga tahunan, yaitu dokumen daerah yang disusun melalui proses
koordinasi dan partisipasi stake holder yang memuat landasan, prioritas,
rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaannya bagi
terlaksananya pengurangan Risiko bencana di daerah. Rencana Aksi

27 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 27


BAB
Daerah Pengurangan Risiko Bencana
X yang selanjutnya disebut RAD
PRB secara substansi merupakan kumpulan program kegiatan
yang komprehensif dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan
dan tanggungjawab semua pihak yang terkait. RAD PRB berisi prioritas
dan strategi pemerintah daerah untuk mengurangi risiko bencana
dalam

28 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 28


rangka membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam
menghadapi ancaman bencana.

Dalam menentukan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko (Rencana Aksi


Daerah) ini memang harus didahului dengan penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana, karena aktivitas pengurangan risiko adalah
tindakan yang lebih rinci dari rencana penanggulangan bencana.

Perbedaan antara Rencana Penanggulangan Bencana dengan Rencana Aksi


Daerah, terutama pada kedalaman. Jika rencana penanggulangan bencana itu
merupakan rencana yang menyeluruh dari pra bencana sampai pasca bencana,
akan tetapi terbatas pada apa kegiatan yang akan dilaksanakan dan siapa
pelakunya serta sumber dana yang akan dipakai, maka rencana aksi ini
hanya terbatas pada pra bencana (pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan), akan tetapi lebih rinci, yaitu sampai pada kapan
dilaksanakan, di mana dilaksanakan, berapa dana yang dibutuhkan dll.

Contoh Tabel Matrik Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana

Besarnya Waktu
No Kagiatan Pelaku Lokasi Sumber dana
Anggaran Pelaksanaan
1 Pambuatan Dinas DIPA
Tanggul PU
BNPB,
2 Penyuluhan Depkes, Pemerintah:
Pengurangan LSM DIPA
Risiko LSM:Mandiri
dan seterusnya

29 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 29


BAB
XI
PENUTU
P

Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini dimaksudkan


untuk menjadi acuan bagi semua pihak dalam melaksanakan upaya
penanggulangan bencana di daerah, sejak pra bencana, saat bencana dan
setelah bencana.

Sangat disadari bahwa kondisi masing-masing wilayah tentu berbeda,


sehingga perlu penyesuaian beberapa aspek agar dapat diterapkan pada
wilayah masing-masing.

29 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 29


Data Dasar

Bencana

Gempa Bumi

Bencana

Tsunami
Bencana

Banjir

Bencana

Sedimen

30 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 30


A tir data yang dibutuhkan
n - Batas administrasi

n - Data Sensus (Jumlah Penduduk, Penggunaan Tanah, Jalan Raya Infrastruktur,


dll.)
e - Peta Topografi (1/25,000, 1/50,000, 1/100,000, 1/250,000, etc.)
k - Peta Ketinggian/Elevasi Digital termasuk Kemiringannya
- Gambar Satelit
s
- Peta Geologi, dll
- Data Pengamatan (Curah Hujan, Tingkat Permukaan Air)

1 - Lokasi Stasiun Pengamatan


- Peta Lokasi Bencana Banjir terdahulu (Daerah, Kedalaman, Lamanya)

- Peta Daerah Rawan Bencana Banjir


:
- Daftar Bencana Banjir terdahulu

- Daftar Sungai berikut Nama, Panjang, Debit maksimum, dll .


C - Daftar Saluran Irigasi berikut Nama, Panjang, Debit Maksimum, dll..

o - Daftar Drainase/Saluran Pembuangan berikut Nama, Panjang, Debit


Maksimum, dll.
n
- Lembah Sungai, Wilayah Cakupan
t - Peta yang berisi Jaringan sungai, Jaringan Saluran Irigasi dan Jaringan
o Drainase/Saluran Pembuangan
h - Longitudinal Sungai, Jaringan Saluran Irigasi dan Jaringan Drainase/Saluran

Pembuangan
- Cross-section/penampang Sungai, Jaringan Saluran Irigasi dan Jaringan
b
Drainase/Saluran Pembuangan
u - Laporan Banjir per Tahun apabila ada

t - Rencana Pengelolaan Lembah Sungai, Rencana Perbaikan Sungai


- Penetapan Penanggulangan Struktural
i
- Penetapan Penanggulangan Non-Struktural dll..
r
- Pengamatan Curah Hujan (ukuran kedalaman curah hujan per jam)
- - Lokasi Stasiun Pengamatan
b - Peta Lokasi Bencana Sedimen terdahulu

u - Peta Daerah Rawan Bencana Sedimen


- Daftar bencana sedimen terdahulu

31 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 31


- Laporan - Laporan mengenai karakteristik sumber gempa
bencana - Laporan mengenai analisis gempa dengan metode probabilitas
sedimen
terdahulu - Laporan penjelasan bencana gempa bumi terdahulu utamanya
mengenai intensitas akselerasi permukaan tanah/ground surface acceleration
- Lembah intensity
Sungai, - Laporan penjelasan gempa bumi terdahulu utamanya mengenai jumlah
Wilayah kerusakan bangunan berdasarkan jenis bangunannya
Cakupan
- Jumlah bangunan berdasarkan jenis bangunannya
- Rencana - Laporan penjelasan tentang karakteristik daya tahan-gempa bumi, dll.
Pengelolaa
n Lembah - Data Pasang Surut
Sungai
- Lokasi Stasiun Pengamatan Pasang Surut
- Rencana
- Daftar Bencana Tsunami terdahulu
Perbaikan
Sungai - Catatan Ketinggian Gelombang Tsunami Terdahulu
- Catatan Gelombang Pasang Tsunami terdahulu
-
Penetapan
Penanggul
angan
Struktural
-
Penetapan
Penanggul
angan
Non-
Struktural,
dll.

- Daftar
Profil
Bencan
a
Gempa
Bumi
Terdahu
lu
(Tahun,
Magnit
ud/Besa
r,
Lokasi,
Kerusak
an, dll.)

32 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 32


Data

Kerentanan

1 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 1


- Catatan Kerusakan akibat Tsunami terdahulu

- Informasi model Patahan Tsunami terdahulu


- Peta Lokasi Bencana Tsunami terdahulu (Wilayah, Kedalaman)

- Lokasi Tempat Perlindungan dari Rawan Tsunami


- Peta Daerah Rawan Tsunami

- Longitudinal Sungai, Jaringan Saluran Irigasi, dan Jaringan Drainase/Saluran


Pembuangan

- Cross-section/Penampang Pantai dan Fasilitas Perlindungan Daerah Pesisir


- Cross-section/Penampang Sungai, Jaringan Saluran Irigasi, dan Jaringan

Drainase/Saluran Pembuangan
- Rencana Perlindungan Kawasan Pesisir

- Penetapan Penanggulangan Struktural


- Penetapan Penanggulangan Non-Struktural

- Data Batimetri
- Peta Elevasi/Ketinggian Daerah Dataran Rendah dekat Pantai, dll.

- Jumlah Penduduk dalam Kecamatan, Desa, dll.

- Wilayah dalam Kecamatan, Desa


- Penutup Tanah dan Penggunaan Lahan untuk Wilayah Terbangun

- Penutup Tanah atau Penggunaan Lahan untuk Persawahan Padi atau


Perkebunan

- Jalan Raya, Jalur Rel Kereta Api

2 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 2


ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961

PENGANGGULANGAN BENCANA DI MASYARAKAT DESA STUDI


DI DESA CIPACING, DESA CILELES, DAN DESA CIKERUH
KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG

Muhammad Fedryansyah1, Ramadhan Pancasilawan2, Ishartono3

1. Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas

Padjadjaran
m.fedryansyah@unpad.ac.id
2. Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran
ramadhanpancasilawan@unpad.ac.id
3. Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran
ishartono@unpad.ac.id

ABSTRAK

Wilayah Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang merupakan salah satu wilayah


yang memiliki potensi bencana alam di Kabupaten Sumedang. Beberapa tahun
terakhir, Kecamatan Jatinangor telah mengalami beragam bencana terutama banjir dan
longsor. Penanggulangan terhadap dampak bencana, baik di pencegahan maupun
penanganan, telah dilakukan oleh pemerintah daerah. Selain itu, masyarakat di desa-desa
di Jatinangor juga terlibat dalam penanggulangan bencana, terutama di tahapan pra bencana,
saat bencana, dan pasca bencana. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
penanggulangan bencana yang dilakukan oleh masyarakat desa di Kecamatan Jatinangor.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan analisis
berdasarkan interpretasi dari data primer maupun sekunder. Adapun lokasi yang dipilih
adalah Desa Cipacing, Desa Cileles, dan Desa Cikeruh. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa dari tiga tahapan penanggulangan bencana, yaitu pra bencana,
saat bencana, dan pasca bencana, dapat diiketahui adanya peran yang dilakukan
oleh masyarakat desa. Meskipun demikian, masyarakat masih belum memahami

11
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
bahwa aktifitas yang mereka lakukan tersebut merupakan bentuk dari penanggulangan
bencana. Dengan demikian, pemerintah daerah Kabupaten Sumedang dapat merancang
program mengenai penguatan kapasitas masyarakat desa dalam penanggulangan bencana,
baik di tahap pra bencana, saat bencana, maupun pasca bencana.

Kata kunci : siklus bencana, penanggulangan bencana berbasis masyarakat.

ABSTRACT

Jatinangor is one of the areas that have potential natural disasters in Sumedang Regency. In
recent years, Jatinangor has experienced various disasters, especially floods and landslides.
The prevention of disaster impacts, both in prevention and management, has been undertaken
by local governments. In addition, villagers in Jatinangor are also involved in disaster
management, especially in pre-disaster, disaster, and post-disaster stages. This study aims to

12
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961

describe disaster management conducted by villagers in Jatinangor. The method used in this
research is qualitative by doing analysis based on interpretation from primary and secondary
data. The selected locations are Cipacing Village, Cileles Village, and Cikeruh Village. The
results of this study indicate that from three stages of disaster management, ie pre-disaster,
during disaster, and post-disaster, it can be seen the role performed by the village community.
Nevertheless, people still do not understand that the activities they do are a form of disaster
management. Thus, the local government of Sumedang Regency can design a program
on strengthening the capacity of village communities in disaster management, both in the pre-
disaster stage, during the disaster, and after the disaster.

Key words : disaster cycle, community based disaster management.

PENDAHULUAN manusia yaitu banjir, kebakaran hutan dan


Bencana dalam Undang-Undang kekurangan pangan (IDEP, 2007).
Nomor 24 Tahun 2007 Salah satu provinsi yang paling
Tentang Penanggulangan Ben-cana rentan meng-alami bencana di Indonesia
memiliki pengertian yaitu peristiwa atau adalah provinsi Jawa Barat. Hampir setiap
serangkaian peristiwa yang daerah di Jawa Barat memiliki
mengancam dan mengganggu potensi terjadinya bencana, dari 26
kehidupan dan penghidupan ma-syarakat kabupaten/kota
yang disebabkan baik oleh faktor
19 di antaranya termasuk ketegori zona
alam, non alam maupun faktor
merah, yaitu paling tinggi tingkat rawan
manusia sehingga mengakibatkan korban
bencana alamnya (BNPB,
jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
2016). Berdasarkan data yang dihimpun
kerugian harta benda dan dampak
BNPB pada dari tahun 2011-2015, bencana
psikologis. Menurut undang-
yang terjadi di Jawa Barat terdiri dari
undang tersebut, bencana dibagi menjadi
tanah longsor dengan 678 kejadian,
tiga jenis yakni; 1). Bencana alam
banjir 501 kejadian, puting beliung 479
seperti gempa bumi, tsunami, gunung
kejadian, kebakaran 79 kejadian,
api, badai dan kekeringan; 2). Bencana
kekeringan 74 kejadian, banjir dan
sosial karena ulah manusia seperti
tanah long-sor 28
konflik, perang, serangan teroris,
kegagalan teknologi dan hama pe- nyakit;
dan 3) Bencana campuran alam dab

13
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
kejadian dan gempa bumi 17 bahwa siklus manajemen bencana dapat
kejadian (BNPB, 2016). Salah wilayah dibagi menjadi empat tahapan, yaitu
di Provinsi Jawa Barat yang termasuk ke tahap kesiapsiagaan, tahap pra bencana,
dalam zona merah adalah Kabupaten tahap tanggap darurat, dan tahap pasca
Sumedang. Bencana yang sering terjadi di bencana (BNPB,2011).
Kabupaten Sumedang adalah bencana
banjir. Dimana, pada tahun 2016
sebanyak delapan kecamatan di
kabupaten ini mengalami bencana banjir
(BPBD Jawa Barat, 2016). Serangkaian
kegiatan baik sebelum, saat dan
sesudah terjadi bencana yang
dilakukan untuk mencegah, mengurangi,
menghindari dan me-mulihkan diri
dari dampak bencana disebut
sebagai penanggulangan bencana.
Penang- gulangan bencana saat ini telah
mengalami perkembangan paradigma
dari responsif me-nuju preventif.
Penanggulangan bencana se-cara
konvensional berubah menjadi holistik
dari menangani dampak menjadi
mengelola resiko yang semula hanya
urusan pemerintah berubah menjadi
hubungan sinergis bekerja-sama
dengan masyarakat untuk melakukan
pencegahan bencana. Secara umum
kegiatan-kegiatan dalam penanggulangan
bencana meliputi: pencegahan,
pengurangan dampak bahaya,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, pe-
mulihan dan pembangunan
yang mengurangi resiko bencana (IDEP,
2007). Pendapat lainnya menyebutkan

14
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961

Terkait dengan manajemen (Desa Cileles), wilayah pemukiman


bencana, selama ini telah dilakukan (Desa Cikeruh), dan wilayah industri
beberapa penelitian yang (Desa Cipacing). Untuk mendapatkan
membahas tentang manajemen bencana gambaran mengenai penang- gulangan
tersebut. Antara lain Tukino (2013); bencana pada tahap pra bencana, saat
Nisa (2014); serta Ristrini, Rukmini, bencana, dan pasca bencana tersebut,
dan Oktarina (2012). maka dalam penelitian ini

Dalam penelitian-penelitian digunakan metode deskriptif dan

mengenai penang-gulangan pendekatan kualitatif.

bencana berbasis masyarakat dapat Pengumpulan data dalam kegiatan


ditarik benang merah bahwa penelitian- ini terdiri dari data sekunder dan
penelitian yang ada hanya dilakukan di data primer. Data sekunder berupa
masyarakat desa yang masih tradisional. dokumen- dokumen terkait dengan
Kajian mengenai penanggulangan kebijakan dan program penanggulang-an
bencana di masyarakat urban atau bencana yang diterapkan oleh
perkotaan masih sangat terbatas. Pemerintah Kabupaten Sumedang.

Penelitian ini mencoba Sedangkan data primer diarahkan

untuk menggambarkan untuk menggali informasi secara

mengenai penanggulangan bencana yang


dilakukan oleh masyarakat desa,
terutama masyarakat desa dengan
karakteristik urban.

METODE
Penelitian ini bermaksud untuk
mengkaji penanggulangan bencana yang
dilakukan oleh masyarakat desa
di Kecamatan Jatinangor, dengan
mengambil kasus di Desa Cipacing, Desa
Cileles, dan Desa Cikeruh. Ketiga
lokasi ini dipilih sebagai gambaran
tiga karakteristik wilayah di Kecamatan
Jatinangor, yaitu wilayah pegunungan
15
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
langsung di lapangan terkait dengan masyarakat untuk kerja
penang-gulangan bencana, yang dilakukan bakti membersihkan lingkungan dan
dengan cara menggunakan sampah yang menyumbat saluran sungai
wawancara mendalam serta melakukan Cikeruh. Kegiatan tersebut dilakukan
Focus Group Discussion. Penelitian ini oleh seluruh anggota masyarakat,
melibatkan 20 orang informan yang namun belum melibatkan pihak-pihak
dipandang memiliki pengetahuan dan lain seperti perguruan tinggi (melalui
informasi mengenai penanggulangan mahasiswa yang tinggal di wilayah desa
bencana di tiga desa yang menjadi kasus mereka).
dalam penelitian ini. Informan Dalam tahap pra bencana ini,
tersebut terdiri dari aparat juga ditemukan adanya nilai-nilai lokal
pemerintahan desa, tokoh yang masih diterapkan di masyarakat.
masyarakat, serta masyarakat awam yang Nilai-nilai lokal tersebut muncul
ada di setiap desa. pada sistem peringatan dini yang ada
di masyarakat. Masyarakat masih
HASIL DAN PEMBAHASAN menggunakan kentongan sebagai
1. Tahap Pra Bencana bentuk komunikasi ketika terjadi

Kegiatan pra bencana mencakup bencana di wilayah mereka. Sistem


pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan peringatan ini dapat ditemukan
dan peringatan dini. Banjir merupakan
salah satu bencana yang rutin dialami
oleh masyarakat. Masyarakat
juga berpandangan bahwa bencana
banjir di wilayah mereka, terjadi karena
akibat dari permasalahan tata ruang dan
sampah yang tidak kunjung usai di wilayah
Jatinangor. Dari hasil temuan
lapangan dapat diketahui bahwa
terdapat upaya-upaya yang dilakukan
oleh pemerintah desa bersama
masyarakat yang ditujukan untuk
mencegah terjadinya bencana banjir di
wilayah mereka. Upaya pencegahan
tersebut dilakukan dengan cara mendorong
16
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961

pada pos-pos siskamling yang ada di Dengan demikian, kegiatan


tiap desa. penanggulangan bencana pada tahap pra

Namun, dari hasil penelitian bencana yang dilakukan oleh masyarakat

lapangan juga dapat diketahui desa baru sebatas pencegahan

bahwa masyarakat desa belum dan peringatan dini. Tidak ditemukan

memiliki pengetahuan dalam persiapan adanya kegiatan mitigasi dan

menghadapi bencana. Sampai dengan kesiapsiagaan yang dilakukan oleh

saat ini belum terdapat wilayah atau masyarakat desa di lokasi penelitian ini.

kawasan yang bisa dijadikan sebagai zona Di tahap pra bencana ini juga ditemukan

aman ketika terjadi bencana. Masyarakat adanya pemanfa-atan nilai lokal dalam

selama ini hanya menggunakan tempat sistem peringatan dini terhadap

beribadah sebagai shelter atau tempat bencana di masyarakat. Nilai lokal

berlindung bagi korban yang terkena tersebut diwujudkan dalam

dampak bencana. Selain sarana ibadah penggunaan kentongan yang ada di pos

tersebut, masyarakat juga umumnya kamling setiap RW.

mengungsi atau berlindung di rumah


kerabat-nya masing-masing. 2. Tahap Saat Bencana

Selain itu, dari hasil penelitian Kegiatan saat terjadi bencana


seharusnya mencakup kegiatan tanggap
lapangan juga diketahui bahwa desa-
desa yang menjadi lokasi penelitian
masih belum memiliki sistem
manajemen informasi yang dapat
mendukung mitigasi bencana. Sistem
tersebut seperti peta rawan bencana
dan peta jalur evakuasi sebagai titik
berkumpul korban terdampak. Begitupula
dengan pengetahuan masyarakat
mengenai tahap pra bencana yang masih
sangat terbatas. Oleh sebab itu tindakan
yang dilakukan di tahap pra bencana
masih belum bersifat kolektif dan secara
signifikan dapat mengurangi dampak
dari bencana.

17
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
darurat untuk meringankan korban yang cukup luas dengan karakteristik perbukitan
terdampak, pe-nyaluran bantuan, juga menyulitkan bagi aparat desa untuk
pengungsian, dan search and rescue. Dari menentukan daerah yang aman. Meskipun
hasil temuan lapangan dapat diketahui demikian, dari hasil temuan lapangan
bahwa masyarakat desa di Kecamatan juga dapat diketahui bahwa
Jatinangor belum memiliki penge-tahuan masyarakat desa pada umumnya
untuk menghadapi bencana secara kolektif. masih menunjukkan nilai-nilai
Hal tersebut dikarenakan masyarakat kekeluargaan. Nilai-nilai tersebut
masih beranggapan bahwa bencana seperti saling bergotong royong atau
merupa-kan sesuatu yang lumrah terjadi saling membantu. Seperti misalnya
setiap tahunnya, terutama bencana saling memberikan bantuan tempat
banjir. Oleh sebab itu masyarakat tidak berlindung atau tempat pengungsian
memiliki persiapan apapun dalam bagi keluarga maupun kerabat mereka
menghadapi bencana. Tindakan yang yang menjadi korban.
dilakukan masyarakat saat terjadi Dengan demikian, dari
bencana hanya terbatas pada kegiatan- kegiatan yang termasuk dalam
menyelamatkan diri serta memindahkan tahap saat bencana seperti kegiatan
barang berharga ke lokasi yang lebih tanggap darurat untuk meringankan
aman. Sampai dengan saat ini belum korban terdampak; penyaluran
terdapat jalur evakuasi ketika bantuan bagi korban;
bencana terjadi. Ketiadaan jalur evakuasi
dapat mengakibatkan potensi korban yang
semakin meningkat karena belum
adanya manajemen informasi saat terjadi
bencana.

Selain itu, masyarakat juga


belum terpikir mengenai apa yang
harus dilakukan ketika terjadi
bencana di wilayah mereka. Begitupula
dengan aparat pemerintah desa, dimana
pemerintah desa belum menentukan
wilayah mana yang aman untuk
pengungsian maupun tempat berkumpul
ketika terjadi bencana. Wilayah desa yang
18
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961

pengungsian; serta search and rescue; maka mereka akan bergotong-royong


yang sudah dilakukan oleh masyarakat membangun kembali wilayah yang
desa adalah bantuan pengungsian terkena bencana. Hal tersebut juga
yang mengedepankan nilai-nilai terbatas pada kegiatan pembersihan
kekeluargaan. Belum terdapat aktifitas lingkungan dari sisa-sisa bencana.
seperti tanggap darurat, penyaluran Selama ini para korban
bantuan, maupun search and rescue terdampak bencana, dan masyarakat
yang dilakukan oleh masyarakat. desa pada umumnya, juga belum
pernah diberikan pemahaman mengenai
3. Tahap Pasca Bencana rehabilitasi seperti trauma therapy, dan
Kegiatan pasca bencana merupakan lainnya. Hal ini dikarenakan
kegiatan yang mencakup adanya pemahaman masyarakat
pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. bahwa bencana merupakan takdir,
Dari hasil temuan lapangan diketahui sehingga para korban maupun
bahwa kegiatan pemulihan yang masyarakat pada umumnya, harus sabar
dilakukan masyarakat adalah menerima kejadian becana tersebut.
membersihkan lingkungan mereka dari
Dengan demikian, pada tahap pasca
sisa-sisa banjir seperti sampah dan
bencana ini hanya terdapat kegiatan
lumpur yang berceceran.

Selain itu, hasil temuan lapangan


juga menunjukkan bahwa masyarakat tidak
pernah melakukan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi setelah bencana terjadi.

Terkait dengan kegiatan yang


dilakukan pada tahap pasca bencana ini,
masyarakat desa pada umumnya
belum memiliki pengetahuan mengenai apa
yang harus mereka lakukan.
Keterbatasan tersebut disebabkan
minimnya informasi yang mereka
peroleh mengenai penanggulangan
bencana. Masyarakat hanya memahami
bahwa apabila setelah bencana terjadi
19
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961
pemulihan (bersih lingkungan) pemanfaatan kentongan sebagai sistem
yang dilakukan oleh masyarakat. peringatan dini ketika bencana terjadi,
Belum ditemukan kegiatan rehabilitasi serta semangat kekeluargaan dan
bagi korban bencana, serta belum ada gotong-royong dalam membantu para
kegiatan rekonstruksi yang dilakukan korban yang terdampak bencana di
oleh masyarakat. wilayah mereka.

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Dari hasil penelitian diketahui
bahwa dalam siklus BNPB. 2011, Rencana Aksi Rehabilitasi
penanggulangan bencana, yaitu tahap dan Rekontruksi Pascabencana
pra bencana, saat bencana, dan pasca Erupsi Gunung Merapi Provinsi DI
bencana, masih terdapat beberapa Yogyakarta dan Jawa Tengah
kelemahan yang dilakukan oleh Tahun 2011- 2013, Jakarta : BNPB
masyarakat. Adapun kelemahan IDEP, Yayasan. 2007. Panduan
tersebut disebabkan oleh minimnya Umum
pengetahuan masyarakat mengenai
Penanggulangan Bencana Berbasis
penang-gulangan bencana.

Meskipun demikian, sudah terdapat


beberapa kegiatan yang dilakukan
masyarakat dalam menghadapi
bencana. Kegiatan tersebut antara lain
pencegahan dan peringatan dini pada
tahap pra bencana. Selanjutnya
kegiatan bantuan pengungsian pada
tahap saat bencana. Kemudian kegiatan
pemulihan pada tahap pasca bencana.

Di sisi lain, meskipun pengetahuan


masyarakat mengenai penanggulangan
bencana masih terbatas, masyarakat masih
memegang nilai-nilai lokal. Nilai-
nilai lokal tersebut mereka gunakan
untuk menghadapi bencana. Adapun
nilai-nilai lokal tersebut seperti
20
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 1 HALAMAN: 11-16 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i1.15961

Masyarakat. Yayasan IDEP. Social Work Journal Vol 3. No. 2.


Jakarta: Penerbit Erlangga September 2013.
Nisa, Fachricatun. 2014. Manajemen UNDP. 1992. Tinjauan Umum Manajemen
Penanggulangan Bencana Banjir, Bencana: Program Pelatihan
Putting Beliung, dan Tanah Manajemen Bencana
Longsor di Kabupaten
Jombang. JKMP. Vol. 2. No. 2. Sumber Lain :
September UU No.24 Tahun 2007 tentang
2014. Penanggulangan Bencana.
Ristrini. Rukmini. Oktarina. 2012. Analisis http://dibi.bnpb.go.id/profil-
Implementasi Kesiapsiagaan wilayah/32/jawa-barat
Penanggulangan Bencana Bidang http://bpbd.jabarprov.go.id/index.php/com
Kesehatan di Provinsi Sumatera
ponent/k2/item/31-banjir-
Barat. Buletin Penelitian
sumedang-16-2-2016
Kesehatan. Vol. 15. No. 1. 2012.

Tukino. 2013. Pekerjaan Sosial dalam

Setting Kebencanaan. Share :

21
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI PASCA BENCANA
DI KABUPATEN PAMEKASAN
(Studi Kasus Banjir, Longsor dan Kekeringan di Pamekasan 2017)

4DL\LP $V\
¶DUL

Institut Agama Islam Al-Khairat Pamekasan

Email: qaiyim90@gmail.com

ABSTRACT
The climate in Pamekasan district is classified as AW climate, namely tropical
climate, wet and dry clear rainfall of at least one month <60 mm (2.4 ich).
While according to the classification based on wet months and dry months to help
agricultural businesses, especially rice, Pamekasan regency is classified as climate D,
which means that it is generally classified as a dry area so that along the kamarau
potential drought in Pamekasan regency is very vulnerable and spread in 11 sub-
districts of 13 districts in the district pamekasan. The purpose of the research activities
on post-disaster socio- economic impacts in Pamekasan district is to obtain data
and information about disaster-prone areas as well as socio-economic impacts on the
community

Keywords: Socio-Economic, Disaster

ABSTRAK
Iklim di kabupaten Pamekasan tergolong iklim AW yaitu Iklim tropis, basah dan
kering curah hujan yang jelas sekurang-kurangnya satu bulan < 60 mm (2,4 ich).
Sedangakan menurut klasifikasi yang didasarkan atas bulan basah dan bulan
kering untuk membantu usaha pertanian terutama padi, kabupaten pamekasan tergolong
iklim D yang berarti secara umum tergolong daerah kering sehingga disepanjang
kamarau potensi bencana kekeringan dikabupaten pamekasan sangat rentan dan
tersebar di 11 kecamatan dari 13 kecamatan di kabupaten pamekasan. Maksud dari
kegiatan Penelitian dampak sosial ekonomi pasca bencana di kabupaten

J-MACC : Journal of Management and Accounting 153


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Pamekasan yaitu untuk mendapatkan data dan informasi tentang daerah rawan
bencana serta dampak terhadap sosial ekonomi bagi masyarakat.

Kata kunci: Sosial Ekonomi, Bencana

PENDAHULUAN

Hasil riset pengurangan resiko bencana oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)


menyebutkan Indonesia berada pada urutan pertama sebagai negara rawan tsunami dan
tanah longsor di dunia. Laporan yang sama menempatkan Indonesia pada
peringkat ketiga dalam bencana gempa bumi, dan urutan keenam untuk banjir
(Hertanto, 2013). Di Indonesia, bencana alam terjadi di semua provinsi. Provinsi Jawa
Timur merupakan wilayah yang mengalami bencana alam paling banyak Ke tiga ,
yaitu sebanyak 11 % dari total bencana yang terjadi di Indonesia.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 154


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Bencana dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu (1) bencana alam


adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor, (2) bencana non-alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit, dan (3)
bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror.

Maksud dari kegiatan Penelitian dampak sosial ekonomi pasca bencana di


kabupaten Pamekasan untuk mendapatkan data dan informasi tentang daerah
rawan bencana serta dampak terhadap sosial ekonomi bagi masyarakat terdampak
Pasca bencana

Tujuan

a. Tersedianyan data dan imformasi daerah rawan bencana Kabupaten Pamekasan;

b. Tersedianya data kerugian masyarakat terdampak secara sosial ekonomi;

c. Tersusunnya pedoman atau dokumen dalam rencana penaggulanagan Pasca


bencana di Kabupaten Pamekasan sehingga dalam penyususn dan
palaksanaan Rencana penanggulangan akan lebih efektif dan efisien.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah Penelitian dampak sosial ekonomi pasaca bencana


meliputi beberapa keluran ataupun desa di Kabupaten Pamekasan. Lokasi kegiatan ini
berada di Kawasan Rawan Bencana di kebupaten Pamekasan. Dengan rincian sebagai
berikut;

- Bencana Benjir kecamatan, meliputi Pademawu, Pamekasan Tlanakan.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 155


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
- Bencana Angin Puting beliung, meliputi kecamatan Larangan, Pademawu,
Tlanakan, Pamekasan, Palengaan, Pegantenan, Proppo, Pakong, Pasean, Kadur dan
Batumarmar

- Bencana Longsor Meliputi Kecamatan Batumarmar, Kadur, Pagantenan,


Pakong, Palengaan, Pasean dan Waru.

- Bencana Kekeringan kecamatan, yakni Waru, Barumarmar, Pademawu,


Tlanakan, Proppo, Larangan, Kadur, Pegantenan, Palengaan dan Pamekasan.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 156


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

LANDASAN TEORI
Konsep Bencana

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa


atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana dapat dikategorikan dalam tiga
hal yaitu:

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh faktor-faktor alam diantaranya adalah
gempa bumi, gunung meletus, banjir, tsunami, angin topan , tanah longsor dan
kekeringan.

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkian
peristiwa yang disebabkan oleh faktor-faktor non alam diantaranya adalah
gagal tekonologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkain
peristiwa yang disebabkan oleh faktor manusia yang meliputi kerusuhan sosial dan
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas kelompok serta teror. Terjadinya
Banjir, Longsor, Angin Putting Beliung, Abrasi dan kekeringan termasuk ke dalam
bencana alam karena disebabkan oleh faktor alam.

Banjir

Dari hasil beberapa penelitian mengenai banjir menunjukkan bahwa selain


kondisi lahan seperi pentip lahan, topografi dan geomorfologi serta curah hujan
merupakan salah satu unsur iklim yang utama dalam menentukan terjadinya banjir. Oleh
sebab itu, dalam penentuan daerah rentan banjir, factor lahan maupun iklim/cuaca harus
dilibatkan secarabersamaan. Banjir dikabupaten Pamekasan terjadi di dua
kecamatan yaitu Kecamatan Kota dan Kecamatan Pademawu degan sebaran dan luas
dampak yaitu di kecamatan pamekasan menimpa 6 kelurahan merendam enam

J-MACC : Journal of Management and Accounting 155


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
kelurahan. Keenam kelurahan tersebut adalah Kelurahan Gladak Anyar,
Patemon, Jungcangcang, Barurambat Kota, Parteker, dan Kelurahan Patemon.
Penyebab banjir krena meluapnya aliran sungai. Akibat dari tejadinya banjir ini kerugian
materil dari ringan sedang dan berat, tergantung kepada genangan dan tingginya
genagan air dan derasnya arus sungai.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 155


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Banjir dipamekasan masuk pada katogiri banjir musiman dimana terjadi ketika musim
penghujan.

Longsor

Untuk mengetahui tingkat kerentanan tanah longsor menggunakan formulasi


kerentanan tanah longsor yang didasarkan atas faktor alami dan manajemen.

a. Indikator pada faktor alami, yaitu:

Hujan harian kumulatif 3 hari berurutan

Lereng lahan

Geologi (batuan)

Keberadaan sesar/patahan

Kedalaman regolit

b. Indikator pada faktor manajemen, yaitu:

Penggunaan lahan

Infrastruktur (jalan dan pemukiman)

Kepadatan penduduk pada lahan pemukiman

Kekeringan

Menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana, kekeringan dikategorikan ke dalam bencana alam. Bencana alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Secara umum kekeringan didefinisikan

J-MACC : Journal of Management and Accounting 156


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
sebagai keadaan dimana suplai air berada di bawah kebutuhan air bagi makhluk
hidup an lingkungan dalam periode tertentu. Secara spesifik, Undang Undang Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan kekeringan adalah
ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup,
pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.

Sosial Ekonomi Rumah Tangga Pasca Banjir

Kondisi Sosial ekononomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang


diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam
strukturmasyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan
kewajibanyang harus dipenuhi

J-MACC : Journal of Management and Accounting 157


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

oleh si pembawa status. Tingkat sosial merupakan faktor nonekonomis seperti budaya,
pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingklat ekonomi seperti
pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi (MellyDalam Susanto,
1984:120).Kata

³HNRQRPL´ EHUDVDl dari bahasa latin oikonomia yang mengandungpengertian


pengaturan rumah tangga. Rumah tangga disini mungkin kecil seperti sebuah
keluarga, mungkin juga besar seperti negara. Pengaturan demikian bertujuan untuk
mencapai kemakmuran. Rumah tangga adalah lembaga dimana didalamnya terdapat
sepasang suami istri, dan kemudian anak-anaknya yang akan dibesarkan oleh suami
istri itu sebagai ayah dan bunda sedangkan rumah tangga secara definitif, karena
rumah tangga tidak pasti tidak mengikut sertakan keponakan, pembantu.

Bencana alam yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan salah satu


bencana alam yang menimbulkan kerugian walaupun pada kenyataannya tidak ada
korban nyawa dalam peristiwa tersebut. Tetapi memiliki dampak yang berarti
dalam perubahan sosial ekonomi di kalangan masyarakat yang bermukim sekitar
daerah terdampak banjir. Keadaan sudah berbeda sebelum dan sesudah banjir baik
dalam sosial ekonomi rumah tangga. Dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan
sosial ekonomi lebih dominan pada jaringan kekerabatan pada kegiatan masyarakat,
pendapatan serta kepemilikan rumah tangga. Kepala rumah tangga dapat melakukan
tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan
lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi
bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan
bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi banjir.

Sosial ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan atau kedudukan yang


diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam
struktur masyarakat. Sedangkan, rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok
orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan
umumnya tinggal bersama. Pengertian rumah tangga lebih mengacu pada sisi
ekonomi, sedangkan keluarga lebih mengacu pada hubungan kekerabatan, fungsi sosial
dan lain sebagainya. METODE PENELITIAN

J-MACC : Journal of Management and Accounting 158


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Metode penelitian merupakan kaidah tentang langkah ataupun cara
dalam mengumpulkan, menganalisis, serta mengolah suatu data secara sistematis serta
terarah agar dalam pelaksanaannya dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai
sehingga pada

J-MACC : Journal of Management and Accounting 159


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

akhirnya dapat menjadi pedoman bagi peneliti itu sendiri ( Pabundu Tika,
2005 :12). Langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan meliputi : Observasi
adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada proyek
penelitian (Pabundu Tika, 2005: 44).

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data primer dan data
sekunder. Sarana pengumpulan data menggunakan quisioner, dengan
metode wawancara tatap muka secara langsung yang bersifat partisipatif.
Penelitian ini menggunakan metode Analisis deskriptif, yaitu analisis data penelitian
untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan beberapa responden
dengan penentuan responden atau informan Perposive sampling.

PEMBAHASAN

Kawasan Rawan Bencana Di Kabupaten Pamekasan

Kawasan Rawan Banjir

Kabupaten Pamekasan berada Di urutan 71 dari 381 kabupaten dan kota Rawan
Banjir diseluruh Indonesia dengan indeks tinggi, berdasar dari data BPBD
kabupaten Pameksana dalam 3 tahun korban terpapar tertinggi dibandingkan
dengan intensitas paling sering dibandingkan Bencana Angin Putting Beliung,
Longsor dan Abrasi Terjadinya banjir dikawasan kecamatan Pemekasan
disebabakan karena sungai tidak mampu menampung debit air yang datangnya dari
utara, barat juga terjadi air laut pasang dalam beberapa tahun terakhir ketinggian
genangan air banjir dai 1 Meter sampai 3 Meter. Tingkat kerawanan banjir suatu
daerah berbeda-beda, dipengaruhi kemiringan lahan, intensitas curah hujan, tekstur
tanah, buffer sungai, dan penggunaan lahan.

Kemiringan Lahan Semakin tinggi maka kemungkinan terjadi banjir semakin kecil

Intensitas Curah Hujan Daerah yang memiliki curah hujan tinggi akan lebih
mempengaruhi tejadi banjir.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 160


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Tekstur Tanah Tekstur tanah yang sangat halus memiliki peluang yang tinggi terjadi
banjir.

Kedekatan dengan Sungai (buffer sungai) Semakin dekat jarak suatu wilayah
dengan sungai, maka peluang untuk terjadi banjir semakin tinggi.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 161


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Penggunaan Lahan Daerah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan akan sulit
mengalirkan air limpasan, sehingga kemungkinan terjadi banjir lebih kecil daripada
daerah yang tidak ditanami oleh vegetasi.

Kabupaten Pemekasan kemiringan lahan 0-15% paling luas serta


penggunaan lahan didominasi pertnaian dan lahan perumahan dikawasan
perkotaan, seperti permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan fasilitas
pendukung, bahkan penggunaan lahan di sempadan sungai telah dimanfaatkan
untuk kawasan perumahan penduduk, terutama pada sungai-sungai yang terletak di
sekitar kota pamekasan. Daerah yang berada disekitar sempadan daerah aliran sungai
berpotensi terjadi banji, karena kawasan sempadan sungai merupakan kawasan rawan
banjir, di Kabupaten Pemekasan ditetapkan sebagai berikut :

Kawasan rawan banjir dengan tingkat kerawanan sedang terletak di daerah


yang dialiri sungai (sempadan sungai) dengan jarak 25-100 meter dari tepi sungai.

Kawasan rawan banjir dengan tingkat kerawanan rendah atau agak rawan terletak di
daerah yang dialiri sungai (sempadan sungai) dengan jarak 100-250 meter dari tepi
sungai.

berdasar kepada Peta berdasarkan data BPBD (Badan Penanggulangan Bencana


Daerah) Kabupaten dari tahun 2013-2017 dikematan Pamekasan ada 12 titik kejadian
banjir, Tlanakan 2 titik, Pademawu 2 titik, kecamata Palengaan, Kecamatan Proppo dan
kecamatan Waru masing-masing 1 titik:

Kecamatan Pamekasan meliputi kelurahan, Galadakanyar, Barurambat,


Parteker Patemon, Kowel, jungcangcang, kangenan, Laden, Barurambat
timur, dan barurambat kota (BARKOT)

Kecamatan Pademawu, Lemper dan Lawangan Daya

Kecamatan Tlanakan, Desa Ambet dan Benderen

Kecamatan Palengaan, Desa Angsanah

Kecamatan Waru, Sumber Waru

J-MACC : Journal of Management and Accounting 159


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Kecamatan Proppo, Candi burung

Kawasan Rawan longsor

Berdasar kepada tabel indek resiko longsor Seluruh Indonesia


pamekasan menempati posisi ke 335 dari 497 kabupaten kota di seluruh Indonesia
mekipun secara

J-MACC : Journal of Management and Accounting 159


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

urutan bukan berada di posisi tengah ke atas namun ancaman becana


longsor dikabupaten pamekasan masuk katagori tinggi hal ini dipengaruhi oleh
Kawasan Pamekasan dibagian tengah terdiri dari kelerengan 15-25 seluas 14,291 Ha 25-
40 2,253

Ha dan 40< 2,272 ha dangan didominasi oleh grumosol, yang kepekaan terhadap
erosinya tinggi ditopang dengan kontruks tanah yang gembur maka potensi untuk
Longsor akan lebih besar.

Kawasan Rawan Longsor/pergerakan tanah, dengan kriteria;

1. Berada pada kelerengan antara 15 - 25%

2. Ada indikasi gerakan tanah;

3. Jenis tanah yang bergerak atau tidak stabil. Yang meliputi wilayah :
A . Pergerakan tanahnya Tinggi

1) Kecamatan Waru

Desa Tampojung Tengah, Tampojung Tengginah, Tlontoares, Waru barat,


Waru Timur.

2) Bantumarmar

Desa Bujur Timur, Bujur Barat, Pangerreman, Ponjanan Timur, Lesong

Laok

3) Pasean

Dempo Barat, Bindang, Sana Dejah, Sana Tengah,

4) Pegantenan:

Bulangan Barat, Palesanggar, Ambender, Plakpak,

5) Pakong
J-MACC : Journal of Management and Accounting 160
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Desa Bandungan,

6) Kadur

Desa Kadur, Kartgena Daya, Kartagena Laok, Pamoroh, Sokolelah

7) Palengaan

Desa Rombuh, Banyupelle,


B. Pergerakan tanah sedang

1. Proppo

Desa Campor, Samiran,

2. Larangan

Desa Kaduara Barat, Blumbungan, Tentenan Timur,

J-MACC : Journal of Management and Accounting 161


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

3. Pamekasan

Klurahan Gladak Anyar, Kowel

4. Tlanakan

Desa Larangan Slampar

5. Pademawu

Desa, Pademawu Timur, Durbuk, Dasok

6. Galis

Polagen

Berdasarkan Dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten dari


tahun 2013-2016 .

Kawasan Rawan Kekeringan

Selain bencana banjir dan tanah longsor, Kabupaten Pemekasan juga terancam
bencana kekeringan. Sebagaimana info dari BPBD Kota Malang, bencana kekeringan di
Pamekasan sebanyak 299 dusun di 80 desa tersebar di 13 kecamatan. Dari 299 dusun
yang rawan kekeringan itu, di antaranya kering keritis sebanyak 166 dusun di 37 desa.
Kering langka melanda yang 133 dusun, di 42 desa di 11 kecamatan.

berdasarkan data IRBI 2013 kabupaten pamekasan di urutan 159 dari 494
kabupaten kota yang rawan bencana kekeringan diseluruh Indonesia dengan peredikat
ancamannya tinggi.

Debit air dari sumur bersama milik warga mengalami penurunan bahkan kering
ketika memasuki musim kmarau. Kawasan Rawan Kekeringan yaitu kawasan yang
memiliki kecendrungan penurunan debit air bersih pada suatu waktu tertentu
dalam jangka waktu yang cukup lama Berdasarkan kepada peta curah hujan rata-rata
daerah kekeringan dipamekasan adalah kawasan yang rendah curah hujannya.
J-MACC : Journal of Management and Accounting 162
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Sebaran kekeringan dikabupaten Pamekasan meliputi;

Kecamatan Batumarmar

Kecamatan Palengaan

Kecamatan Pasean

Kecamatan Tlanakan

Kecamatan Pamekasan

Kecamatan Pademawu

J-MACC : Journal of Management and Accounting 163


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Kecamatan Waru

Kecamatan Pakong

Kecamatan Kadur

Kecamatan Larangan

Kecamatan Galis

Kecamatan Proppo

Kecamatan Pamekasan

Dampak Bencana

Rusaknya Timpat tinggal

Terjadinya beberapa bencana di kabupaten pamekasan pastinya


memeberikan dampak dan berakibat berupa kerusakan dan kerugian baik secara fisik,
ekonomi, sosial maupun lingkungan. Kerusakan dan kerugian tersebut dialami
oleh masyarakat terdampak secara langung pada sisi mikro dan juga dialami oleh
pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten pada skala yang lebih luas. Secara
ekonomis adanya bencana banjir bandang tersebut berpengaruh terhadap keuangan
pemerintah daerah karena adanya anggaran untuk penanganan bencana tersebut.
Oleh karenanya ketepatan perhitungan merupakan suatu keharusan. Berikut ini
sekilas akan dipaparkan metode yang digunakan dalam penaksiran kerusakan dan
kerugian dan juga Kerusakan serta Kerugian Akibat Bencama yang terjadi
dikabupaten Pemekasan.

Tabel 1.1 Karugian akibat bencana

Jenis Nilai Kerusakan (RP)


No bencana Sektor
Ringan Sedang Berat
1 Banjir Rumah/Bangunan Tangga 1.500.000
Persedia
an Pangan
Prabotan Rumah Peralata 500.000
J-MACC : Journal of Management and Accountingn dapur 164
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
5.000.000 250.000 100.000.000
300.000

250.000 1.500.000 5.000.000


1.000.000
300.000 500.000

2 Angin Rumah 7.500.000 5.000.000 50.000.000


Putting 5.000.000
Sekolah 2.500.000 10.000.000 150.000.000
Beliung Mesjid 10.000.000 200.000.000

3 Longsor Rumah 10.000.000 30.000.000 75.000.000

Jalan Raya. 10.000.000 50.000.000 150.000.000


Jembatan

4 Abrasi Rumah 5.000.000 50,000.000 100,000,000

J-MACC : Journal of Management and Accounting 165


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Parabot rumah tangga 1.500.000 5.000.000 10.000.000

5 Kekeringan Air bersih/Tangki 5.000 Dekat : 1-5 75.000


liter Sedang : 5-15 150.0000

Jauh : 15 < 250.0000

Diolah dari hasil wawancara dipadukan dengan Data BPBD.

Bencana dikabupaten pamekasan yang tersebar di beberpa titik lokasi dan


bencana yang berbeda pasti mengakibatkan rusaknya beberapa fasiltas seperti Mesjid,
mosolla dan sekolah, bancana banjir di kabupaten pamekasan, ada beberapa
sekolah madrasah dikecamatan pasean terpaksa terganggu aktivitas
belajarnya karena sekolahnya rata dengan tanah di kecamatab Pedemawu
atapnya terangkat akibat terjangan angin putting beliung selain itu ada beberpa
mesjid yag terpaksa terganggu kegiatan ibdahnya karena mengalami kerusakan
dibagian atap karena diterjang angin puting beliung.

Selain keruskan fasilitas umum yang terjadi dikabupaten pamekasan adalah


rusaknya infrastruktur, sperti jalan, jembatan, tebing jalan, saluran irigas dan
plengsengan yang manjadi sarana untuk transportasi akibatnya dapat menghambat roda
perekonomian bahkan samapai harus menggunakan biaya tamabahan karena harus
melalaui jalan yang lebih jauh jarak tepuhnya.

Adapun fasilias umum dan infarastruktur dikabupaten Pamekasan meliputi jalan


kabupaten Pamakasan-waru, Pamekasan-Pagenetenan Pegantenan-Batumarmar
merupakan jalan yang sangan rawan terjadinya losgsor baik ligsor dari tebing
jalan sehingga jalan tertutup atau longsor yang mangakibatkan badan jalan
ambruk. Disamping itu masih ada beberpa jembatan dan jalan desa yang juga
sering terjadi longsor yang mangakibatkan damapak sosial ekonomi bagi warga
sekitar dan bagi pengguna jalan pada umumnya.

Strategi Pemulihan Sosial Ekonomi Pasca Bencana

Bertahan dengan bantuan dan memafaatkan tabungan

J-MACC : Journal of Management and Accounting 166


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Untuk memperbaiki kondisi bencana, diperlukan suatu dukungan pemerintah
melalui distribusi sumber daya. Tepat setelah berakhirnya fase darurat, Pemerintah
pamekasan melalui BPBD dan bekerja sama dengan Dinas terkait lainnya
langsung memberikan bantuan kepada korban barupa, makanan, pakaian dan uang
meskipun bantuan tersebut dalam jumlah yang sangat terbatas dan itu bersifat
membantu bukan

J-MACC : Journal of Management and Accounting 167


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

mengganti pemebiayaan bangunan yang rusak. Alhasil, sebagian dana yang


diterima dari bantuan keuangan ini digunakan oleh mereka sebagai pemenuhan
kebutuhan- kebutuhan sehari di lokasi hunian sementara dan tabungan yang dapat
menjadi modal finansial untuk mengeksplorasi atau mengembalikan mata
pencaharian di kemudian hari. Walaupun secara praktis bantuan ini dapat
membantu korban bencana untuk bertahan hidup di masa krisis,

Pengenalan Wirausaha

Pemberdayaan masyarakat grass root merupakan pengganti program pembinaan


masyarakat yang kurang berhasil. Pemberdayaan masyarakat menjadi new mainstream
dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi desa melalui kelompok masyarakat.
Pemberdayaan kelompok di masyarakat adalah program keterlibatan dan meningkatkan
partisipasi dalam pertumbuhan ekonomi desa sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan dan mengentas kemiskinan. Aksi pemberdayaan kelompok dalam upaya
memperkuat basis ekonomi desa dapat dilakukan dengan cara ³3HQJXDWDQ
NDSDVLWDV´ Penguatan kapasitas yang dimaksud meliputi :

1. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Merupakan pembinaan manusia atau kelompok masyarakat desa sehingga terwujud


SDM yang berkualitas melalui peningkatan kesadaran dan percaya diri, peningkatan
pendapatan, peningkatan kesejahteraan, peningkatan sosial, politik, dan budaya agar
mampu dan dapat menjangkau akses sumber daya alam, permodalan, teknologi, dan
pasar sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar sandang, pangan, papan,
pendidikan, kesehatan, hukum, lingkungan, dan sosial politik. Wujud pengembangan
SDM harus didukung dengan tersedianya lahan pertanian, kehutanan, dan
bentuk kekayaan alam lain yang dapat diolah dengan tujuan untuk mencari dan
mendapatkan potensi bahan baku baju lokal. Pengembanagn ini bisa dilakun melalui
pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat seperti :

a. Kerajina anyaman bahan bambu,kerajinan bahan limbah rumah tangga, menjahit,


Bordir, sablon membaut tas dll.

b. Olahan Masakan Pembutan kue basah dan kering, kripik singkong, pisang,dll.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 164


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

c. Jasa laundry, salaon potong rambut,Jasa pertuakangan,Les privat Bengkel sepeda


motor dan jasa service ekonomi.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 165


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

2. Pengembangan kemampuan dalam permodalan dalam pemberdayaan diharapkan


masyarakat mampu menghilangkan ketergantungan dan tumbuh kewaspadaan dalam
mendapatkan dan pengelolaan modal yang salah, serta berusaha dalam sistem pasar
untuk mendapat dan mengelola modal. Penguatan modal usaha dapat diberikan
dalam bentuk hibah atau pinjaman dari berbagai sumber, misalnya : Dinas Koperasi
dan UMKM yang setiap tahun memberikan dana hibah dalam bentuk kegiatan
pemberian pinjaman ringan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan pengembangan
dari bantuan permodalan tersebut bisa diperluas kembali dan lebih merata. Dana ini
diharapkan mampu dikelola kelompok masyarakat untuk digunakan secara bersama
dengan tujuan membauat lahan usaha sehingga menjadi penopang untuk
ekonomi rumah tangga yang terkenak banjir. Permodalan menjadi kendala
utama maka apabila ada kemudahan yang diberikan Kepada korban Bencana ini
akan lebih baik dalam upaya mendorong pemulihan ekonomi

3. Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Rakyat

Pengembangan kelembagaan ekonomi rakyat tumbuh dari oleh dan untuk


kepentingan rakyat berdasarkan asa kekeluargaan yang dapat dilakukan melalui
pembinaan kepada masyarakat desa di bidang ekonomi secara
berkelompok. Kegiatan ini diharapkan masyarakat saling mengenal, percaya,
dan mempunyai kepentingan yang sama melalui pembentukan kelompok,
maka akan tumbuh kerjasama yang baik dan serasi sehingga mampu
meningkatkan kewaspadaan dan kemandirian.

Berbasis Modal Sosial

Modal sosial sebetulnya merupakan basis bagi sumberdaya ekonomi serta dapat
dijadikan alternatif mengalokasikan sumberdaya secara lebih efisien apabila mekanisme
pasar mengalami distorsi atau kegagalan. Kenyataannya, pasar selalu sulit
mengatasi permasalahan eksternalitas, penyediaan barang publik, hak
kepemilikan, bahkan monopoli (Caporaso dan Levine, 1992). Modal sosial berperan
sebagai alternatif yang lebih efisien. Seperti halnya dalam penyediaan barang publik,
pengelolaan barang dan jasa publik kepada individu pada dasarnya dapat

J-MACC : Journal of Management and Accounting 166


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
meningkatkan tanggung jawab (resposibility) dan keeratan komunitas (sense of
community).
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

J-MACC : Journal of Management and Accounting 167


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Kabaupaten pamekasan adalah daerah yang memiki kerentanan


terhadap bencana dalam katogori tinggi bedasarkan kepada data IRBI untuk tingkat
provinsi jawa Timur kabupaten Pamekasan masuk di urutan 12 dari 38 Kabupaten kota
dijawa Timur berdasarkan Hasil Penelelitian Pemetaan Kawasan Daerah Rawan
Bencana BPBD Kabupaten Pamekasan tahun 2016 ancaman bencana meliputi :

1. Banjir

2. Longsor

3. Cuaca Ektrim dan abrasi

4. Kekeringan

Bencana Banjir dari kurun waktu tahun 2013-2017 terjadi di 24 desa


dengan rician tahun 2013 banjir terjadi di 10 desa meliputi tiga kecamatan, ditahun 2014
terjadi di sua kecamatan dengan 8 kali kejadian 2015, terjadi 4 kali kejadian Banjir,
tahun 2016

1 kali kejadian dan 2017 2 kali kejadian, sedangkan untuk bencana Angin Puting
Beliung 59 kejadian teradi di 12 kecamatan dengan rincian 20 kejadian 20 desa di 10
kecamatan pada tahun 2013, di tahun 2015 26 kali, dan 2016 tarjadi 17 kali di enam
kecamatan. bencana lonsor terjadi di 13 kecamatan pada tahun 2013 terjadnya longsor

14 kejadian tersebar di 9 kecamatan, tahun 2014 terjadi 18 kali tahun


2015 intensitasnya menurun menjadi 5 kejadian tersebar di 4 kecamatan,
sedangkan untuk

2016 11 kali dan di tahun 2017 sampai oktober 5 kali, Sedangkan untuk cuaca ektrim
dan abrasi terjadi di kawasan Kecamatan Pasean dan Batumarmar. Untuk bencana
kekeringan tahun 2015 terjadi di 80 desa 323 Dusun, sedangkan tahun 2016 terjadi 299
dusun di 37 desa di 13 kecamatan sedangkan untuk tahun 2017 terjadi di 80 desa 323

Dusun di 13 kecamatan.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 168


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Kondisi kabupaten Pamekasan yang rentan terhadap bencana sehingga
berdampak kepada sosial ekonomi masyarakat maka penangan dampak sosial bencana
harus di lakukan dalam 3 tahapan

1. Fase Memeberi bantuan semetara speerti penyediaan, makanan, pakaian, obat-


obatan dan tempat pengunggsian yang amana bagi penduduk terdampak.

2. Fase Mendorong korban bencana untuk dikenalkan kepada sector ekonomi


kewirausahaan, sperti kerajinan tangan,pembuatan tas, baju, Loundri,
pembuatan Kue, abon, bakso ikan dll.

J-MACC : Journal of Management and Accounting 169


Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

3. Fase ketiga Mewujudka ekonomi berbasis Suistinable (keberlangsungan), disamping


pengenalan kewirausahaan sebagai devirifikasi pekerjaan untuk menutupi beban
ekonomi dan hilangnya mata pecharian maka perlu diberikan bantuan
untuk keberlangsungan ekonomi masyarkat seperti memberi bantuan Bibit
Pertanian, cangkul, Pupuk untuk petani, sematara untuk nelayan Perahu, jaring
dan pancing, dan bantuan BBM serta adanya akses modal yang mudah kepada
masyarkat nelayan serta adanya koeperasi untuk para nelayan yang berfungsi
untuk akses pinjaman modal dan aspek pemeasaran.

4. Upaya penanganan dampak sosial pasca bencana dilakukan berdasarkan kepada


modal sosial baik hal itu menyangkut penguatan dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat terdampak.

5. Secara kelembagaan Kordinasi dijajaran instansi pemerintah baik daerah, perovinsi


ataupun pusat harus (vertical) sematara secara horisontal kordinasi instansi
pemerintah di daerah harus dilakukan demi optimasliasi penaganan dampak sosial
ekonomi dan tidak terjadinya tumpang tindih kewenangan, serta terjainya benturan
program di masyarkat.

6. desa saat ini dengan diberikan ruang anggaran dan pengolaan keuagan yang besar
maka untuk mewujudkan penanganan terhadap dampak sosial ekonomi masyarakat
akan lebih efektif karena desa meupkan lemabaga terdekat secara emosional
bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

BPBD Kabupaten. 2016 Pamekasan, Pemetaan Daerah Rawan Bencana Di


kabupaten

Pamekasan

Burhan Bugin. 2010. Penelitian Kualitatif (Jakarta : Kencana Pradana Media)


Dharmawan,ed.2004. Lembaga Swadaya Masyarakat Menyuarakan Nurani Menggapai

Kesetaraan. (Jakarta :Kompas)

Gunarsih, Ance, K. 2004. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah Dan Tanaman.


(Jakarta: Bumi Aksara)
J-MACC : Journal of Management and Accounting 167
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018
Helambang, Sudarno. 2004. Dasar-Dasar Geomorfologi. (Malang: UM,
FMIPA) Jayadinata,T.J. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah,(Bandung: ITB)

Pabundu Tika. 2005. Metodologi Penelitian Geografi,(Jakarta: Bumi Aksara)


Sriyono. 2006. Geologi Umum,(Semarang : Jurusan Geografi FIS UNNES)
Sumarmi. 2007. Geografi Pengembangan Wilayah,(Malang: UM Press)

Sutikno dkk, 2007. Potensi Sumber Daya Alam Lereng Gunung Merapi
Pengelolaannya Untuk mendukung Kehidupan Masyarakat Sekitar. Laporan
Penelitian. Fak.Geografi UGM

J-MACC : Journal of Management and Accounting 168


Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (102 dari 114)
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Jurnal Geografi
Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan
Profesi Kegeografian

KESIAP SIAGAAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BANJIR


DI KOTA SEMARANG

Aprilia Findayani

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Disaster Management Kyoto University-JAPAN


Email: april_ve9@yahoo.co.id

Sejarah Artikel

Diterima: Desember 2014


Disetujui: Januari 2015

Dipublikasikan: Januari 2015

Abstract

Flood disaster, by number and economic losses, account for about a third of all natural catastrophes throughout the
world. Semarang, as a waterfront city has been suffering from floods since historic time. This research aims to capture
people’s perception and response to two different kind of flood. The study focused to identify and analyze community
response and its relation to their knowledge, preparedness and action level. An exploratory case study based
on primary and secondary data. The primary data were collected through observational study, questionnaires,
semi structured interviews, and FGDs. A sample size of 128 was chosen based on purposive sampling methods. The
findings of the study indicated that people in the coastal areas have a high level of knowledge about floods
(64%). This knowledge is comparatively high on amount of their past experiences of floods; however they lack
in preparedness (43%) because most of the residents are fishermen who have low income so they could not must much
effort to adapt their building to flood. On the other hand, people in the inland, they lack in knowledge (18%)
because flood is comparatively recent in their area; but they have a good level of preparedness (24%) because they
belong to high and middle level income strata. Furthermore, both communities in the coastal area and inland have a high
level of action because of a high knowledge and experience for coastal residents and a good preparedness for inland
residents. This research leads to recommendation to improve the adaptive capacity of the people to cope with
the floods. The recommendation is to develop Community-based Disaster Education (CBDE) Framework with the main
purpose is to increase community knowledge about disaster and to enhance community resilience to flood.

Keyword: community resilience, floods

Abstrak
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Vol. 1 No. 2 Oktober 2018

Bencana banjir, menduduki urutan ketiga penyebab kerugian ekonomi dari semua bencana alam di seluruh
dunia. Semarang, sebagai kota waterfront telah menderita banjir sejak saat lama. Penelitian ini difokuskan
untuk mengidentifikasi dan menganalisis respon masyarakat dan hubungannya dengan pengetahuan mereka,
kesiapan dan tingkat tindakan.Ini merupakan studi kasus eksplorasi berdasarkan data primer dan sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui studi observasi, kuesioner, wawancara semi terstruktur, dan FGD. Sebuah ukuran sampel berjumlah
128 dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang-orang di daerah
pesisir memiliki tingkat tinggi pengetahuan tentang banjir (64%). Pengetahuan ini relatif tinggi pada jumlah pengalaman
masa lalu mereka; namun mereka kurang dalam kesiapan (43%) karena sebagian besar warga adalah nelayan
yang berpenghasilan rendah sehingga mereka bisa tidak harus banyak usaha untuk beradaptasi rumah yang terkena banjir.
Di sisi lain, orang-orang di pedalaman, mereka kurang pengetahuan (18%) karena banjir relatif baru di daerah
mereka; tetapi mereka memiliki tingkat yang baik dari kesiapan (24%) karena mereka tingkat pendapatan yang relatif
tinggi. Selanjutnya, kedua komunitas di daerah pesisir dan pedalaman memiliki tingkat tinggi tindakan karena
pengetahuan dan pengalaman yang tinggi bagi warga pesisir dan kesiapan yang baik bagi warga pedalaman.Penelitian ini
mengarah ke rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat untuk mengatasi banjir. Rekomendasi ini
adalah untuk mengembangkan ketahanan masyarakat terhadap bencana berbasis pendidikan. Kerangka utama
penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bencana dan ketahanan masyarakat terhadap
banjir.

Kata Kunci: kesiapsiagaan masyarakat, banjir

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (103 dari 114)

1. PENDAHULUAN orang dan modal di daerah berisiko tinggi,


misalnya, di wilayah pesisir terkena angin
Dalam tiga dekade terakhir, ada
puting beliung, di DAS terkena banjir dan
fenomena kecenderungan meningkatnya
di daerah perkotaan terkena gempa bumi
bencana alam, khususnya bencana yang
(Dutta,
tidak bisa diprediksi kapan terjadi. Selama
2012). Selama 1980-2010 tren bencana
periode
banjir mengalami peningkatan secara
1980-2010, lebih dari empat miliar orang
signifikan. Gambar 1 menunjukkan
terkena dampak peristiwa alam yang
jumlah kejadian bencana banjir meningkat
ekstrim. Faktor utama yang
secara bertahap dari tahun ke tahun.
menyababkan meningkatnya kerugian
ekonomi perubahan

penggunaan lahan dan peningkatan konsentrasi

Gambar 1. Kecenderungan Bahaya Banjir Dibanding Bencana Lain

Sumber: EM-DAT, 2011


kerugian yang mengakibatkan tidak dapat
Bencana banjir merupakan kejadian alam
pergi bekerja dan sekolah. Banjir tidak dapat
yang dapat terjadi setiap saat dan sering
dicegah, tetapi bisa dikontrol dan dikurangi
mengakibatkan hilangnya nyawa serta
dampak kerugian yang
harta benda. Kerugian akibat banjir dapat
ditimbulkannya.
berupa kerusakan pada bangunan, kehilangan
barang- barang berharga, hingga
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (104 dari 114)
di persimpangan tiga lempeng utama,
Wilayah Indonesia digolongkan sebagai
lempeng Eurasia di utara dan lempeng Pasifik
salah satu negara rawan bencana, baik bencana
Timur dan lempeng Indo-Australia di
alam maupun bencana yang diakibatkan oleh
selatan menyebabkan Indonesia rawan
kegiatan manusia. Indonesia merupakan negara
terhadap
kepulauan, secara geografis terletak
bencana alam seperti gempa bumi, letusan

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (105 dari 114)

gunung berapi, dan tsunami. Selain itu, sekitar menyebabkan banjir (Bakornas:2007).
Di sisi lain, banjir pesisir
13 persen dari gunung berapi aktif di dunia
adalah banjir yang disebabkan oleh air laut
yang terletak di sepanjang Kepulauan
Indonesia, yang ancaman masyarakat Indonesia
dalam bahaya dari berbagai intensitas.

Di sisi lain, Indonesia memiliki populasi


besar lebih dari 230 juta orang
dengan distribusi yang tidak merata, yang
terdiri dari berbagai humaniora, agama /
keyakinan, budaya, politik, yang dapat
menyebabkan munculnya konflik horizontal
dan vertikal yang pada akhirnya akan
mengarah untuk perpindahan. Selain
bencana alam, Indonesia memiliki potensi
munculnya bencana buatan manusia sebagai
risiko dari beberapa kegiatan yang dapat
merusak lingkungan, termasuk penebangan
hutan, kebakaran hutan, dan bencana
industri.

Banjir adalah tanah tergenang akibat


luapan sungai, yang disebabkan oleh
hujan deras atau banjir akibat kiriman dari
daerah lain yang berada di tempat yang
lebih tinggi. Indonesia memiliki curah hujan
yang tinggi, yang berkisar antara 2000-3000
mm / tahun, sehingga banjir mudah terjadi
selama musim hujan, yang antara bulan
Oktober sampai Januari. Ada 600 sungai besar
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
yang kondisinya kurang baik dan tidak
dikelola dengan baik sehingga

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (106 dari 114)
pasang yang membanjiri daratan, adalah Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa
masalah yang terjadi di daerah yang Tengah merupakan salah satu kota di Indonesia
lebih rendah dari permukaan laut. Dalam yang memiliki pertumbuhan dan
kasus banjir rob di Semarang, hal ini telah perkembangan pesat. Perkembangan kota ini
terjadi cukup lama dan semakin parah dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk
karena penurunan muka tanah yang yang mengakibatkan meningkatnya pula
naiknya permukaan laut akibat pemanasan kebutuhan lahan perkotaan. Oleh karena itu,
global. Banjir pesisir (rob) merupakan masalah tingkat kepadatan di daerah perkotaan
utama di kota-kota seperti Semarang, cenderung lebih tinggi daripada di
Jakarta dan kota-kota yang berada di pantai wilayah pedesaan karena tingkat aktivitas
utara Jawa, dan akan menjadi masalah besar dalam populasi perkotaan cenderung lebih
di masa depan seiring dengan pemanasan tinggi. Pengembangan daerah perkotaan
global dan ekstraksi air tanah yang tidak dengan perubahan tutupan vegetasi, tanah
terkendali yang mengakibatkan muka menjadi permukaan kedap air dengan
tanah mengalami penurunan (land kapasitas penyimpanan air kecil atau tidak ada.
subsidence). Aktivitas terhadap penggunaan lahan yang
paling

dominan adalah aktivitas perumahan. Kegiatan

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (107 dari 114)

ini memakan lebih dari 50% dari total luas, mengurangi masalah keterbatasan lahan
sehingga sekarang banyak bermunculan daerah perumahan.
pemukiman dengan konsep vertikal untuk

Gambar 2. Peta Rawan Banjir Kota Semarang

Sumber: BNPB

Bagian Utara Semarang memiliki melalui sungai atau saluran yang mengarah ke
beberapa daerah yang rawan banjir pantai. Dimensi sungai tidak cukup untuk
pasang surut, karena tingkat air tanah rata- menampung debit air hujan, air limbah kota,
rata lebih rendah dari permukaan air dan gelombang masuk di sungai menyebabkan
laut yang mengakibatkan timbulnya air akan mengalami luapan menuju ke daratan.
genangan. Genangan tersebut tidak hanya Genangan terjadi di daerah yang tidak
terjadi pada musim hujan, tetapi juga terjadi produktif tidak menimbulkan masalah, tetapi
ketika ada hujan disebabkan oleh pasang surut untuk daerah yang produktif sehingga dapat
atau pasang. pasang dapat mengakibatkan kerugian.
dikumpulkan karena kontak dengan
daratan
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (108 dari 114)

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (109 dari 114)

Tabel 1 Kerugian Akibat Banjir Kota Semarang

Aspek/Perkiraan Tahun 2007 (USD) Tahun 2010 (USD)

Permukiman 500 5.000

Produksi 100 1.080

Pendidikan 0 111

Kesehatan 0 1.44
Total 600 6.19,.44
Sumber: Bintari, 2011
pemerintah yang terkait langsung dengan
Meskipun upaya bantuan bencana telah
bisnis yang dalam berbagai kelompok dapat
dilakukan baik oleh pemerintah melalui
dijadikan salah satu
kementerian, instansi, lembaga, organisasi non-
wadah untuk dapat meningkatkan kesiap
pemerintah dan masyarakat; Namun,
peristiwa bencana meningkat dalam
intensitas dan dampaknya. Oleh karena
itu, upaya pengurangan risiko bencana
harus dilakukan. Salah satu upaya adalah
untuk memberikan pengetahuan praktis
tentang karakteristik bencana dan upaya
mitigasi untuk semua pemangku
kepentingan dan masyarakat, yang merupakan
aktor utama ketika terjadi bencana.

Tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan


dan motivasi kerja harus ditumbuhkan pada
masyarakat sekitar serta pemerintah setempat
untuk memecahkan masalah saat ini. Berbagai
upaya patutnya dilakukan untuk dapat
mencapai tujuan tersebut. pendidikan yang
meliputi pendidikan formal seperti
sekolah, pendidikan non-formal, yang
sebagian besar dilakukan oleh instansi terkait
pelestarian alam, seperti LSM atau lembaga
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (110 dari 114)
masyarakat yang mandiri, mampu mengenali
siagaan masyarakat dalam menanggulangi
bahaya di lingkungan, dan mampu membantu
banjir dan dampak yang ditimbulkannya.
diri mereka sendiri selama waktu kritis sebuah
Secara umum, masalah bencana di bencana. Berdasarkan latar belakang di
Indonesia, khususnya di Kota Semarang cukup atas, penulis berkeinginan menyusun
rumit karena kejadian mereka di penelitian tentang tingkat kesiapsiagaan
daerah terpencil dan tidak dapat menemukan masyarakat dalam mengatasi banjir dan rob
orang yang rentan, yang terletak jauh dari di Kota Semarang, Indonesia. Berdasarkan
pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena latar belakang, tujuan dari penelitian ini
itu, paradigma baru untuk penanggulangan adalah untuk mengidentifikasi dan
bencana harus dapat mengatasi masalah asyarakat dan hubungannya dengan
tersebut, terhadap manajemen bencana pengetahuan mereka, kesiapan dan tingkat
berbasis masyarakat, yang adalah orang-orang / tindakan terhadap bencana.

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (111 dari 114)

2. METODOLOGI selama kerja lapangan. Seratus dua puluh


delapan
Penelitian berbasis masyarakat
rumah tangga di daerah rawan banjir,baik
difokuskan pada identifikasi tingkat
pengetahuan masyarakat, kesiapsiagaan,
dan tindakan masyarakat dalam menghadapi
banjir. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, metodologi yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap
utama: (1) Persiapan, (2) Kerja Lapangan
dan (3) Tahap Akhir.

Pada fase persiapan, tinjauan pustaka


dilakukan untuk memperkuat konsep
penelitian. Kegiatan literatur terdiri dari
definisi masalah, tujuan penelitian
dan pertanyaan penelitian, daerah
penelitian didelineasi, serta identifikasi
ketersediaan data yang diperlukan.

Pada fase kerja lapangan dilakukan


dua kegiatan utama, yaitu pengumpulan data
data primer dan data sekunder tambahan.
Kegiatan lapangan dilakukan untuk
mengumpulkan data primer dengan
melakukan wawancara dengan masyarakat
dan untuk memverifikasi data sekunder
yang digunakan pada tahap pra- lapangan,
seperti peta dan lokasi penelitian. Dalam hal
ini, lokasi penelitian telah berubah karena
lokasi penelitian sebelumnya tidak banjir
lagi.

Sebuah survei pada dampak banjir dan


pengetahuan masyarakat dilakukan

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (112 dari 114)
untuk daerah pemukiman pesisir maupun banjir Kuesioner dua kali diperiksa untuk perbedaan
sungai, diidentifikasi dan dirinci kerusakan dan dikoreksi. Variabel utama yang
perumahan dan dimasukkan ke dalam database. dikumpulkan dari wawancara rumah tangga
Seratus dua puluh delapan rumah tangga meliputi: ketinggian muka air saat banjir,
responden di tiga kecamatan durasi banjir, sejarah banjir, mekanisme
(Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan mengatasi banjir, dan kondisi sosial
Tugu dan Kecamatan Genuk). ekonomi dianalisis.
Metodologi ini memungkinkan setiap
rumah tangga di daerah penelitian memiliki
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
perubahan yang sama untuk dipilih. Rumah
tangga-dasar wawancara dimaksudkan untuk Penelitian ini mengamati jenis banjir di
mengumpulkan informasi tentang pengetahuan Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah,
masyarakat tentang banjir di daerah mereka. kesiapsiagaan dan tanggapan terhadap banjir
Tahap berikutnya adalah tahap akhir masyarakat. Ada 3 kecamatan dengan luas total
penelitian. Data yang dikumpulkan selama terendam dari 1.970 hektar yang telah
persiapan dan kerja lapangan dianalisis menderita banjir selama bertahun-tahun.
sesuai dengan tujuan penelitian ini. Semarang menghadapi dua jenis banjir, yaitu

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (113 dari 114)

banjir sungai dan banjir pasang. Semua selama bulan purnama di setiap bulan. Di
banjir terjadi di dataran rendah dan daerah sisi lain, orang-orang di Semarang Timur,
pantai. Banjir pasang terjadi ketika mereka tidak memiliki pengetahuan yang
permukaan laut naik ke ketinggian kritis atas cukup tentang banjir sejak banjir mulai
tanah pesisir, karena elevasi pasang surut. terjadi di daerah mereka sejak lima tahun
Banjir pasang terjadi hampir setiap hari, terakhir. Ini berarti bahwa orang tidak
tergantung pada osilasi pasang surut. Hal ini memiliki banyak pengalaman banjir. Faktor
diperparah dengan penurunan tanah dan lain adalah bahwa orang-orang lokal tidak
kenaikan muka air laut akibat perubahan bisa memprediksi kapan banjir terjadi.
iklim. 3.2 Kesiap Siagaan Masyarakat
3.1 Pengetahuan Masyarakat tentang Banjir dalam
Berdasarkan kuesioner, kita dapat
melihat bahwa 66% dari responden memiliki Menghadapi Bencana Banjir

persepsi yang tinggi tentang bencana banjir


diikuti oleh media 18% dan rendah 16% (angka Community
4,25).
Preparedness

Low
Tugu

Medium
Community Knowledge Total
High
0% 50% 100%

Low
Tugu
Gambar 4. Kesiapsiagaan Masyarakat dalam
Medium
Total
Menghadapi Banjir
High
0% 50% 100%
Gambar diatas menggambarkan bahwa
Bagi orang-orang yang tinggal di daerah
Gambar 3. Pengetahuan Masyarakat tentang
pesisir, mereka memiliki tingkat pengetahuan

Bencana Banjir tinggi karena mereka sudah tinggal di


daerah rawan banjir selama lebih dari 10
tahun, sehingga mereka memiliki lebih
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (114 dari 114)
banyak pengalaman tentang banjir. Selain itu,
43% dari responden memiliki tingkat rendah
beberapa orang pribumi juga mengamati
dari kesiapan banjir diikuti oleh
beberapa Pengetahuan Adat yang terkait
tingkat menengah (31%) dan tingkat tinggi
dengan banjir.
(24%). Upaya kesiapsiagaan ini sebagian besar
Misalnya banjir pasang akan
berlangsung terkait dengan tingkat ekonomi responden
karena untuk melakukan kesiapan misalnya
untuk meningkatkan tingkat lantai mereka
harus menyediakan sejumlah uang dari
pendapatan mereka sedangkan sebagian besar
responden berada di tingkat pendapatan rendah.

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (115 dari 114)

itu karena orang-orang di daerah ini


memiliki sumber daya yang baik informasi serta
transfer informasi.

Gambar 5. Beberapa Contoh Kesiapsiagaan

Masyarakat dalam Menghadapi Banjir

3.3 Action Masyarakat dalam Menghadapi Gambar 7. Beberapa Contoh Kegiatan

Bencana Banjir Masyarakat Ketika Terjadi Banjir

Berdasarkan analisis kuesioner, Ada beberapa kegiatan aksi

71% responden memiliki tindakan tingkat selama banjir. Sebagai contoh, kita bisa lihat

tinggi terhadap banjir. Ini berarti bahwa pada gambar 7 di atas. Di sisi kiri, orang terdiri

orang dapat bertindak cepat dan baik dari perwakilan dari kelompok pemuda,

dengan banjir. Tindakan yang baik untuk kelompok perempuan, dan tokoh masyarakat

banjir menunjukkan bahwa mereka memiliki berkumpul untuk membahas tentang banjir.

kesiapan yang baik sehingga mereka dapat Saat ini, mereka berbicara tentang pasokan

meminimalkan dampak dari banjir. darurat, berapa banyak orang yang terkena
dampak di daerah mereka, apa jenis bantuan

Community Action yang mereka

butuhkan, dan sebagainya. Gambar pada

Genuk

Low
Tugu aktivitas masyarakat menunjukkan sisi kanan
Medium
Semarang Timur disebut "kerjabakti". Kerjabakti adalah
High
Total
kegiatan sukarela oleh masyarakat untuk

membersihkan daerah mereka atau


0% 50% 100% melakukan

Gambar 6. Tindakan Masyarakat dalam


 Alamat Korespondensi :
Menghadapi Bencana Banjir
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (116 dari 114)

Di daerah pesisir, tindakan tingkat tinggi beberapa kegiatan masyarakat. Dalam


sebagian besar dipengaruhi oleh pengalaman gambar ini, orang yang bekerja sama
dan pengamatan mereka pada fenomena untuk meninggikan jalan saat banjir.
alam dan beberapa adat aplikasi Bencana alam tidak dapat diprediksi dan
pengetahuan. Tapi di pedalaman, tindakan dikendalikan, tetapi informasi yang akurat
yang baik saat banjir tentang bencana khususnya terkait dengan
meteorologi membantu masyarakat untuk
© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (110 dari 114)

mempersiapkan diri untuk mengurangi dan memberikan informasi lebih lanjut serta sistem
mengurangi dampak bencana.
Sistem peringatan dini dan pengetahuan
bencana menggabungkan dengan
kesiapsiagaan masyarakat mengarah ke
respon masyarakat yang lebih baik
terhadap bencana dan membantu
masyarakat untuk mengurangi bencana.

Sejak tahun 1980, bahaya seperti


banjir dan kekeringan, adalah bencana yang
paling banyak menyebabkan kerugian di
dunia. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa jumlah bahaya alam sebagai
dampak dari perubahan iklim terjadi
peningkatan dalam tiga dekade terakhir.
Pentingnya mitigasi bencana belum dapat
mengatasi perubahan lingkungan dan iklim.
Masalah ini menjadi lebih serius di negara-
negara berkembang, karena di sebagian besar
negara-negara berkembang, tingkat
kesadaran masyarakat tentang isu-isu
bencana yang terkait sangat rendah, perlu
dilakukan tindakan lebih nyata di negara-negara
ini untuk mengurangi kerugian bencana.

Pemerintah dan organisasi lokal


yang memberikan informasi tentang bahaya
iklim dan mencoba untuk berbagi
pengalaman dan pengetahuan dengan
masyarakat yang menderita bahaya. Sebagai
contoh, di beberapa negara berkembang,
banyak LSM yang mencoba untuk
menerapkan beberapa instrumen teknologi
untuk mencegah atau
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (111 dari 114)
peringatan dini di beberapa daerah rawan banjir juga merusak bangunan sekolah yang
bencana. terletak di daerah tergenang.

Banjir telah mempengaruhi Dalam hal orang ekonomi, banjir telah


kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan mempengaruhi kondisi masyarakat di daerah
masyarakat di daerah tergenang selama ini. Orang kehilangan pendapatan mereka
bertahun-tahun. Banjir menciptakan beberapa dan tidak dapat pergi bekerja selama beberapa
distruption sosial seperti kesehatan dan hari selama banjir. Mata pencaharian yang
pendidikan. Orang-orang yang menderita paling terpengaruh adalah nelayan dan
penyakit (diare, penyakit kulit, demam pengusaha usaha kecil, karena sebagian besar
berdarah, dan lain-lain) yang terkait dengan berada di daerah tergenang. Namun
kondisi air. Air yang terkontaminasi banjir tidak mempengaruhi kesempatan
mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat orang untuk pergi bekerja secara signifikan.
di daerah terendam. Namun, sektor pendidikan Mereka tetap akan bekerja bahkan ketika
tidak signifikan dipengaruhi oleh banjir pasang. banjir pasang terjadi di lingkungan mereka.
Sebagian besar anak-anak di daerah yang Dampak lingkungan dari banjir pasang
terkena sebagian besar masih bisa pergi ke
sekolah ketika banjir terjadi. Kadang-kadang, surut telah mempengaruhi sistem air minum

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (112 dari 114)

dan sanitasi di daerah tergenang. Orang- karena banjir tidak yang sering terjadi di
orang di daerah tergenang mengalami daerah. Ini berarti bahwa orang
perubahan warna air, rasa dan bau karena tidak memiliki banyak pengalaman banjir.
banjir pasang. Air minum menjadi tercemar
dan menciptakan penyakit terkait air. Efek
umum dari banjir adalah sampah meluap,
bau dan kerusakan infrastruktur sanitasi.
Akibatnya, dampak lingkungan dan efek
kesehatan dari banjir dihubungkan satu
sama lain, dan menurunnya kualitas air dan
sanitasi sistem mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat.

3.4 Respon masyarakat terhadap banjir

Tujuan utama pertama dari penelitian ini


adalah untuk mengidentifikasi dan
menganalisis respon masyarakat dan
hubungannya dengan pengetahuan,
kesiapan dan tindakan tingkat di wilayah
pesisir dan pedalaman. Bagi masyarakat
pesisir, 61% dari responden memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi karena mereka
sudah tinggal di daerah rawan banjir
selama lebih dari 10 tahun, sehingga
mereka memiliki lebih banyak
pengalaman tentang banjir. Selain itu, beberapa
dari orang-orang pribumi juga mengamati
pengetahuan adat yang terkait dengan banjir;
misalnya banjir pasang surut akan terjadi
selama bulan purnama di setiap bulan. Di
sisi lain, bagi orang-orang di Semarang
Timur, mereka tidak memiliki
pengetahuan yang cukup tentang banjir
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (113 dari 114)
Bagi masyarakat pesisir, mereka memiliki tingkat tinggi. Di sisi lain, masyarakat
tingkat kesiapan rendah karena berpenghasilan pedalaman memiliki tindakan tingkat
rendah. Dalam kondisi ini, orang tidak tinggi karena mereka memiliki lebih banyak
dapat mengambil langkah-langkah adaptasi akses ke informasi.
yang tepat berkaitan dengan bangunan. 3.5 Praktik yang Baik berbasis
Sebaliknya, orang-orang di pedalaman, masyarakat untuk menanggulangi Banjir
mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi
Hasil kuesioner, wawancara serta diskusi
dalam hal kesiapan karena mereka memiliki
kelompok terfokus menunjukkan bahwa
pendapatan yang lebih tinggi, sehingga,
masyarakat di daerah penelitian menerapkan
mereka dapat melakukan beberapa adaptasi
kombinasi mekanisme terkait ekonomi,
fisik pada bangunan mereka untuk menghadapi
teknologi / struktural dan sosial dalam
banjir di masa mendatang. Dalam kasus aksi,
rangka untuk meminimalkan dampak
dua komunitas ini memiliki tingkat tindakan
negatif dari banjir. Dalam kombinasi dari tiga
yang relatif tinggi. Untuk masyarakat
jenis strategi, mereka membangun
pesisir, kombinasi antara pengetahuan
rumah mereka menggunakan bahan yang
dan pengalaman panjang menjadi korban
diperkuat, seperti
banjir membuat mereka memiliki tindakan
batu bata untuk dinding dan ubin / keramik

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (114 dari 114)

untuk lantainya. Untuk masyarakat setempat mendapatkan penghasilan tambahan dengan


ini, mekanisme sosial memiliki peran membuat beberapa barang dari sampah dan
penting, misalnya, mereka saling membantu hasil laut. Mereka telah menyiapkan cara
selama pembangunan rumah. Praktik sosial mengatasi untuk meminimalkan dampak
yang baik digunakan oleh masyarakat setempat negatif dari banjir.
termasuk membersihkan rumah dan lingkungan,
mencari tempat alternatif untuk
4. KESIMPULAN DAN SARAN
bergerak, terus berpatroli di lingkungan
(ronda), membantu anggota masyarakat lain
Masyarakat adalah pelaku utama dalam
(gotong royong), mengevakuasi keluarga,
pengurangan risiko bencana (PRB). Dalam
mempersiapkan tempat sementara,
rangka meningkatkan pengetahuan
mempersiapkan tempat untuk penyimpanan
masyarakat tentang banjir, ada beberapa
di tempat yang lebih tinggi, dan
faktor perlu diubah. Salah satunya
membersihkan saluran di sekitar rumah.
adalah sektor pendidikan. Melalui
Berdasarkan pengamatan selama kerja pendidikan berbasis masyarakat,
lapangan dan analisis data, menyiratkan kurangnya pengetahuan di masyarakat
bagaimana orang-orang memiliki persepsi dapat dikurangi. Sekolah dapat menjadi
terhadap dampak banjir berdasarkan fasilitator antara masyarakat dan
pengalaman mereka sendiri dan persepsi ini organisasi. Sekolah dapat memainkan perannya
mempengaruhi perilaku dan keputusan yang pada bagian pendidikan. Sementara itu, sekolah
mereka tentukan untuk menangani dampak dapat menjadi sumber pengetahuan bencana
banjir negatif. Hasil penelitian bagi anak didik. Pemerintah dapat menjangkau
ini mengungkapkan bahwa jenis praktek- masyarakat dan melindungi mereka
praktek terbaik yang diterapkan oleh dengan berfokus pada pembangunan
rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat kemitraan sekolah-masyarakat dalam inisiatif
ekonomi. tingkat ekonomi responden PRB untuk mencapai ketahanan yang lebih
mempengaruhi tingkat kesiapan mereka besar terhadap bencana.
untuk menghadapi banjir. Untuk mengatasi
Untuk meningkatkan pengetahuan
masalah ekonomi, orang menggunakan
masyarakat, kesiapan serta aksi masyarakat
beberapa bahan daur ulang untuk membangun
untuk banjir perlu partisipasi dan koordinasi
rumah mereka. Pada beberapa waktu,
antar pihak dalam komunitas yang kelompok
beberapa wanita juga mencoba untuk
masyarakat, pemangku kepentingan lokal,
melakukan beberapa kegiatan ekonomi untuk pemerintah daerah serta LSM dan NPO.
 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (115 dari 114)
Masing-masing elemen ini harus memiliki link

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (116 dari 114)

ke sekolah sebagai pihak dasar dalam 2010. Vulberability and Adaptation


kelompok kerja ini. Mengembangkan Assessment to Climate Change at
hubungan antara mitra dalam PRB adalah Semarang City.
langkah yang sangat penting yang harus Dewi, Anggraini. 2007. "Community-based
dicapai. Keterlibatan masyarakat analysis of coping with urban flooding: a
untuk menerapkan beberapa praktik yang baik case study in Semarang, Indonesia."
adalah salah satu tindakan penting untuk International Institute for Geo-
mengatasi bencana. Dalam hal ini, kerjasama Information Science and Earth
antara pihak diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
aktif dalam memperoleh informasi tentang
bencana alam dan mengidentifikasi
daerah-daerah di mana mereka tinggal,
sehingga dapat diharapkan kemungkinan
terburuk dan diperkirakan akan dilakukan.

5. DAFTAR PUSTAKA

Amendola, Aniello, et al. 2008. "Towards


integrated disaster risk management:
case studies and trends from Asia."
Natural Hazards 44.2: 163-168.

Bakti, L. M. 2010. "Kajian Sebaran Potensi


Rob Kota Semarang dan Usulan
Penanganannya." Program Magister
Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.
Bintari. 2007. Kajian Kerugian
Ekonomi Akibat Banjir di Kelurahan
Kemijen Kota Semarang. Semarang.
CC-ROM IPB for Mercy Corps
Indonesia.

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (117 dari 114)
Observation, MSc Thesis, Enschede, The communities." International Journal of

Netherlands. Disaster Risk Reduction (2014).

DKP. 2008. Strategi Adaptasi dan Kodoatie, Robert J., and Roestam Sjarief.

Mitigasi Bencana Pesisir sebagai 2010. Tata ruang air. Penerbit Andi,
Akibat Perubahan Iklim terhadap 2010.

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta Marfai, Muh Aris, and Lorenz King. 2008.

Dutta, Dushmanta, and Srikantha Herath. 2004. "Coastal flood management in Semarang,

"Trend of floods in Asia and flood Indonesia." Environmental Geology 55.7

risk management with integrated river (2008): 1507-1518.

basin approach." Proceedings of the -------.2008. "Potential vulnerability


2nd international conference of Asia- implications of coastal inundation due to
Pacific hydrology and water sea level rise for the coastal zone of
resources Association, Singapore. Vol. 1. Semarang city, Indonesia."
2004. Environmental Geology 54.6

Harsastro, Priyatno. 2012. Desentralisasi dan (2008):

Kerjasama Pemerintah- Swasta. 1235-1245.


Semarang: Forum, Marfai, Muh Aris, et al. 2008. "Natural hazards
Majalah Pengembangan Ilmu Sosial. in Central Java Province, Indonesia: an
Hiwasaki, Lisa, Emmanuel Luna, and Rajib overview." Environmental Geology 56.2
Shaw. 2014. "Process for integrating (2008): 335-351.
local and indigenous knowledge with -------. 2008. "The impact of tidal flooding on
science for hydro-meteorological disaster a coastal community in Semarang,
risk reduction and climate change Indonesia." The Environmentalist 28.3
adaptation in coastal and small island (2008): 237-248.

© 2015 Universitas Negeri Semaran

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurnal Geografi Volume 12 No 1 (118 dari 114)

 Alamat Korespondensi :
Gedung C1 Lantai 1FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229

Anda mungkin juga menyukai