Disusun Oleh
1. Andre Tijahahu
2. Lusye A Telupere
3. Priska M A H Wolo
1. Topik Bahasan
a. Pokok Bahasan : Penyakit jantung bawaan
b. Sasaran : Orang tua dan pasien
c. Tempat : Ruang HCU RS Immanuel Bandung
d. Hari/tanggal : Jumat, 18 Februari 2017
e. Alokasi waktu : 25 menit
f. Metode : Ceramah dan tanya jawab
2. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan ini, orang tua dan klien mampu
memahami dan mengerti tentang penyakit jantung bawaan.
3. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan ini, orang tua dank lien mampu:
a. Menjelaskan pengertian Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
b. Menjelaskan penyebab Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
c. Menjelaskan tanda dan gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
d. Menjelaskan penatalaksanaan umum Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
9. Metode Pengajaran
Ceramah dan Tanya jawab
MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian PJB
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi
yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan
anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir Kebanyakan
kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun pembuluh
darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung (Nelson, 2000).
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000
kelahiran hidup. Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejalan segera setelah
bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa
bulan atau bahkan ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja
ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini
begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan
kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan
kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup-katup yang menghubungkan ruang-
ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan penghubungan
antara ruang jantung denga arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB, perhatian utama ditujukan
terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler pada masa neonatus. Indikasinya
seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan mucosa buccal bukan pada
ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau menangis), penurunan perfusi
perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat disertai distres nafas), dan takipneu
> 60x / menit(terjadi setelah beberapa hari atau minggu, karena takipneu yang terjadi segera
setelah lahir menunjukkan kelainan paru, bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Kelainan jantung kongenital beraneka raga. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini,
80% meninggal dalam tahun pertama, di antaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama dan
dalam 1-2 bulan (Prawirohardjo, 1999).
2. Penyebab PJB
Dalam banyak kasus, sesuatu yang tidak beres dalam perkembangan awal janin.
Beberapa kondisi jantung rusak karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak mengerti
mengapa jantung bayi tidak berkembang normal (Britis heart foundation, 2009).
Di Indonesia diperkirakan sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan
(PJB) setiap tahun dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Pada
garis besar, kelainan yang Nampak pada bayi saat dilahirkan dapat berupa biru atau tidak
biru. Sering kali bayi menunjukkan gejala gagal tumbuh kembang, ataupun sakit saluran
pernafasan berulang. Sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya dan multifaktorial.
Faktor-faktor penyebabnya diantaranya adalah infeksi virus rubella (German rubella) pada
masa kehamilan ibu, genetik misalnya pada sindroma down, ataupun karena obat-obatan
yang dimakan selama hamil (Arief, 2007).
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak
tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan
sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi,
banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa.
Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen.
a. Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya
thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan muda dapat
merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital. Diferensiasi lengkap susunan
jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh
terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya kelainan
jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).
Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan yang
disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio. Terdapat
peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah tidak ada faktor lain yang
mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua kehamilan.
Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama kehamilan ialah rubella
pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin obat-obat lain, radiasi.
Hipoksia juga dapat menjadi penyebab PDA.
2) Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan kelainan
kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga mempunyai
insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi
saat tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama kali ke
dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan
ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai
penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan
penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan
selanjutnya, terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan.
Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri
disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan
oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin
mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang
mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm
normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu
terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian
disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang
akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan
duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan
duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai di bawah tekanan
atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel
kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan
dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi
tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan
beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke
angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali penutupan
secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous
yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).Tetap terbukanya duktus
venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary
venous connection di bawah diafragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir
mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya
duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB
dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy,
2007).
Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.
British heart foundation. 2009. Beating heart desease together. http://www.nhlbi.nih.gov.
Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek septum ventrikel.
http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.
Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus.
Jakarta: Trans info Media
NO N AM A ALAMAT TTD
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24