Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)

Disusun Oleh

1. Andre Tijahahu
2. Lusye A Telupere
3. Priska M A H Wolo

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Topik Bahasan
a. Pokok Bahasan : Penyakit jantung bawaan
b. Sasaran : Orang tua dan pasien
c. Tempat : Ruang HCU RS Immanuel Bandung
d. Hari/tanggal : Jumat, 18 Februari 2017
e. Alokasi waktu : 25 menit
f. Metode : Ceramah dan tanya jawab

2. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan ini, orang tua dan klien mampu
memahami dan mengerti tentang penyakit jantung bawaan.

3. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan ini, orang tua dank lien mampu:
a. Menjelaskan pengertian Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
b. Menjelaskan penyebab Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
c. Menjelaskan tanda dan gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
d. Menjelaskan penatalaksanaan umum Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

4. Outline Materi Penyuluhan


5. Pengertian PJB
6. Penyebab PJB
7. Tanda dan gejala PJB
8. Penatalaksanaan umum PJB

9. Metode Pengajaran
Ceramah dan Tanya jawab

10. Media dan Sumber


Media yang digunakan berupa leafleat

11. Kegiatan Belajar dan Mengajar


Waktu Kegiatan Pendidik Kegiatan Peserta Didik
1. Pendahuluan (5 menit) a. Memberi salam a. Menjawab salam
b. Menanyakan kabar b. Menjawab
c. Memperkenalkan diri c. Mendengarkan dan memperhatikan
d. Menjelaskan tujuan d. Mendengarkan dan memperhatikan
2. Kegiatan Inti: ceramah (15 e. Menjelaskan pengertian a. Memperhatikan dan
menit) Penyakit Jantung Bawaan mendengarkan
(PJB)
f. Menjelaskan penyebab b. Memperhatikan dan
Penyakit Jantung Bawaan mendengarkan
(PJB)
g. Menjelaskan tanda dan c. Memperhatikan dan
gejala Penyakit Jantung mendengarkan
Bawaan (PJB)
h. Menjelaskan d. Memperhatikan dan
penatalaksanaan umum mendengarkan
Penyakit Jantung Bawaan
(PJB)
3. Penutup (5 menit) a. Melakukan evaluasi secara a. Menjawab pertanyaan
lisan.
b. Memberikan kesempatan b. Memberikan umpan balik
kepada peserta didik untuk
menyampaikan perasaannya
setelah mengikuti
pembelajaran.
c. Menyimpulkan hasil diskusi.

MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian PJB
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi
yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan
anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir Kebanyakan
kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun pembuluh
darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung (Nelson, 2000).
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000
kelahiran hidup. Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejalan segera setelah
bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa
bulan atau bahkan ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja
ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini
begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan
kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan
kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup-katup yang menghubungkan ruang-
ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan penghubungan
antara ruang jantung denga arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB, perhatian utama ditujukan
terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler pada masa neonatus. Indikasinya
seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan mucosa buccal bukan pada
ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau menangis), penurunan perfusi
perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat disertai distres nafas), dan takipneu
> 60x / menit(terjadi setelah beberapa hari atau minggu, karena takipneu yang terjadi segera
setelah lahir menunjukkan kelainan paru, bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Kelainan jantung kongenital beraneka raga. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini,
80% meninggal dalam tahun pertama, di antaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama dan
dalam 1-2 bulan (Prawirohardjo, 1999).

2. Penyebab PJB
Dalam banyak kasus, sesuatu yang tidak beres dalam perkembangan awal janin.
Beberapa kondisi jantung rusak karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak mengerti
mengapa jantung bayi tidak berkembang normal (Britis heart foundation, 2009).
Di Indonesia diperkirakan sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan
(PJB) setiap tahun dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Pada
garis besar, kelainan yang Nampak pada bayi saat dilahirkan dapat berupa biru atau tidak
biru. Sering kali bayi menunjukkan gejala gagal tumbuh kembang, ataupun sakit saluran
pernafasan berulang. Sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya dan multifaktorial.
Faktor-faktor penyebabnya diantaranya adalah infeksi virus rubella (German rubella) pada
masa kehamilan ibu, genetik misalnya pada sindroma down, ataupun karena obat-obatan
yang dimakan selama hamil (Arief, 2007).
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak
tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan
sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi,
banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa.
Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen.
a. Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya
thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan muda dapat
merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital. Diferensiasi lengkap susunan
jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh
terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya kelainan
jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).
Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan yang
disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio. Terdapat
peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah tidak ada faktor lain yang
mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua kehamilan.
Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama kehamilan ialah rubella
pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin obat-obat lain, radiasi.
Hipoksia juga dapat menjadi penyebab PDA.
2) Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan kelainan
kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga mempunyai
insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi
saat tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama kali ke
dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan
ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai
penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan
penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan
selanjutnya, terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan.
Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri
disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan
oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin
mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang
mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm
normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu
terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian
disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang
akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan
duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan
duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai di bawah tekanan
atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel
kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan
dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi
tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan
beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke
angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali penutupan
secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous
yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).Tetap terbukanya duktus
venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary
venous connection di bawah diafragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir
mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya
duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB
dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy,
2007).

3. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis kelainan jantung kongenital sangat bervariasi, tergantung macam
kelainannya. Kelainan yang menyebabkan penurunan aliran darah ke paru atau percampuran
darah berkadar tinggi zat asam dengan darah kotor dapat menimbulkan sianosis, ditandai oleh
kebiruan di kulit, kuku jari, bibir, dan lidah. Ini karena tubuh tidak mendapatkan zat asam
memadai akibat pengaliran darah kotor ke tubuh. Pernapasan si anak akan lebih cepat dan
nafsu makan berkurang. Daya toleransi gerak yang rendah mungkin ditemukan pada anak
yang lebih tua. Kelainan yang dapat menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah
penyumbatan katup pulmonal (antara bilik jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang
mengurangi aliran darah ke paru, tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh darah
paru) yang menghambat aliran darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi fallot
(kelainan yang ditandai oleh bocornya sekat bilik jantung, pembesaran bilik jantung kanan,
penyempitan katup pulmonal dan transposisi aorta), serta tertutupnya katup trikuspidal
(terletak antara serambi dan bilik jantung kanan) yang menghambat aliran darah dari serambi
ke bilik jantung kanan. Selain itu, gejala kebiruan juga bisa muncul jika terjadi transposisi
pembuluh darah besar, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang
berhubungan dengan sisi jantung kiri, serta kelainan akibat salah bermuaranya keempat vena
paru yang seharusnya ke serambi jantung kiri (Nelson, 2002).
Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi jantung kanan
yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal jantung berupa menurut
Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut:
1. Napas cepat
2. Sulit makan dan menyusu
3. Berat badan rendah
4. Infeksi pernapasan berulang
5. Toleransi gerak badan yang rendah
Termasuk dalam kelainan ini adalah bocornya sekat serambi atau bilik jantung,
menetapnya saluran penghubung antara aorta dan pembuluh darah paru yang seharusnya
tertutup setelah lahir, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang
berhubungan dengan sisi jantung kiri, bocornya sekat antara serambi dan bilik jantung serta
kelainan katup jantung, gagalnya pemisahan pembuluh darah besar jantung, serta terputusnya
segmen aorta. Penyempitan katup jantung dan pembuluh darah besar kadang kala hanya
menimbulkan gejala ringan. Gejala gagal jantung baru terlihat jika terjadi peningkatan beban
jantung (Nelson, 2010).
Derajat PJB yang berat pada umumnya menunjukkan gejala pada umur 6 bulan
pertama dan sering juga pada masa neonatus. Beraneka ragam manifestasi klinis dapat
ditimbulkan, namun ada empat hal gejala yang paling sering ditemukan pada neonatus
dengan PJB, yaitu:
a. Sianosis: adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus. Sekali dinyatakan
sianosis sentral bukan akibat kelainankelainan paru-paru, serebral atau
metabolik atau kejadiankejadian perinatal, maka perlu segera diperiksa untuk
mencari PJB derajat berat walaupun tanpa bising jantung.
b. Takipnea: Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan
shunt kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus
Arteriosus), obstruksi vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis)
dan kelainan lainnya dengan akibat gagal jantung misalnya pada dugaan
secara diagnosa klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis
melemah/tidak teraba.
c. Frekuensi jantung abnormal: takikardia atau bradikardia
d. Bising jantung (Irwanto, 2008).

4. Penatalaksanaan Umum PJB


1. Tata laksana Konservatif
Restriksi cairan dan pemberian obat-obatan; Furosemid (lasix) diberikan bersama
restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan
beban kardiovaskuler, pemberian Indomethacin (Inhibitor prostaglandin) untuk
mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilatik untuk
mencegah endokarditis bakterial.
2. Tata laksana pembedahan
Pemotongan atau pengikatan duktus
3. Tatalaksana Non-pembedahan
Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
DAFTAR PUSTAKA

American Healt Association. 2010. Congenital heart desease. http://www.americanheart.org.


diakses Tanggal: 1 Juli 2010.

Arief, I. 2007. Penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses Tanggal: 1 Juli


2010.

Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.
British heart foundation. 2009. Beating heart desease together. http://www.nhlbi.nih.gov.
Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.

Cyntiasari. 2010. Tentang penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses


Tanggal: 1 Juli 2010.

Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek septum ventrikel.
http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.

Irwanto. 2008. Penyakit jantung bawaan. http://irwanto-fk04usk.blogspot.com. Diakses


Tanggal: 1 Juli 2010

Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.

Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus.
Jakarta: Trans info Media

DAFTAR HADIR PENYULUHAN


DI RUANGAN HCU RS IMMANUEL BANDUNG

NO N AM A ALAMAT TTD
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24

Anda mungkin juga menyukai