Anda di halaman 1dari 38

Makalah Tindakan Perioperatif

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah
peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar
operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan
hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan
masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian
anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun
mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah
mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan
teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by
Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama
juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja
singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat.? Kemajuan dalam bidang
teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan
masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga
outcome ?yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh
perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya :
hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan
persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya
telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur
pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu? preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase.
Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula
dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup
rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan
menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat
kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang
berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu
bentuk pelayanan prima.
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua
pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien.
Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak
berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya
terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan
pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi
keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun
psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami
dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan
perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis
pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien
merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan
adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal
yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka
sangatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif.
Tindakan perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh
terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

B. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian keperawatan perioperatif
2. Bisa mengimplemantasikan teori keperawatan perioperatif
3. Mengetahui standar operasional dari keperawatan perioperatif
BAB II
DASAR TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien.
“PERIOPERATIF”
Suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan: praoperatif
intraoperatif, dan pascaoperatif.
Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi
berlangsung. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Keperawatan perioperatif adalah fase penatalaksanaan pembedahan yang merupakan
pengalaman yang unik bagi pasien.
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. (
Keperawatan medikal-bedah : 1997 )
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase pengalaman
pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.

B. Tipe Pembedahan
PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3. Reparatif : Memperbaiki luka multipel
4. Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh : pemasangan
selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan
menelan makanan.
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi
dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih
atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
2. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam.
Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
3. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa
minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan
tyroid, katarak.
4. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan
pembedahan maka idak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana,
perbaikan vaginal.
5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi
pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah
kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1. Minor
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh :
incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2. Mayor
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total
abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.

C. Tipe Anastesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"
dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver
Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Beberapa tipe anestesi adalah:

 Pembiusan total — hilangnya kesadaran total


 Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil
daerah tubuh).
 Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade
selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan
sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius
jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak
membuat lama waktu penyembuhan operasi.

Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena
sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.

Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:

 Mempertahankan jalan napas


 Memberi napas bantu
 Membantu kompresi jantung bila berhenti
 Membantu peredaran darah
 Mempertahankan kerja otak pasien.
Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:

 Thiopental (pertama kali digunakan pada tahun 1934)


 Benzodiazepine Intravena
 Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol)
 Etomidate (suatu derifat imidazole)
 Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal juga sebagai 'Debu Malaikat'/'PCP'
(phencyclidine)
 Halothane (d 1951 Charles W. Suckling, 1956 James Raventos)
 Enflurane (d 1963 u 1972), isoflurane (d 1965 u 1971), desflurane, sevoflurane
 Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul
Janssen), alfentanil, sufentanil (1981), remifentanil, meperidine
 Neurosteroid

Gejala siuman (awareness)


Sering terjadi pasien ternyata dapat merasa dan sadar dari pengaruh bius akibat obat pembius
yang tidak bekerja dengan efektif. Secara statistik, Dr. Peter Sebel ,
ahli anestesi dari Universitas Emory yang dikutip Timeterbitan 3
November 1997 mengungkapkan bahwa dari 20 juta pasien yang dioperasi setiap tahunnya
di Amerika Serikat, 40.000 orang mengalami gejala siuman tersebut. Untuk mengatasi
masalah ini, dalam pertemuan tahunan sekitar bulan Oktober 1997, Persatuan Dokter Ahli
Anestesi Amerika ditawari suatu alat yang disebut Bispectral Index Monitor yang akan
memberi peringatan bahwa pasien yang sedang dioperasi mengalami gejala siuman atau
menjelang "bangun dari tidurnya".Penemu alat tersebut adalah Dr. Nassib Chamoun,
seorang dokter ahli saraf (neurologist) asal Yordania. Dengan menggunakan prinsip kerja dari
alat yang sudah ada, yaitu piranti yang disebut EEG (Electroencephalography). Alat yang
ditemukan Dr. Chamoun itu mampu memonitor potensi listrik yang ditimbulkan oleh
aktivitas "jaringan otak manusia".
Alat ini dapat menunjukkan derajat kondisi siuman pasien yang sedang menjalani
suatu pembedahan. Angka "100" menunjukkan pasien dalam keadaan "siuman sepenuhnya".
Bila jarum menunjukkan angka "60" berarti pasien dalam kondisi "siap untuk dioperasi".
Angka "0" menandakan pasien mengalami "koma yang dalam".
Dengan mengamati derajat siuman dari alat ini, dokter anestesi dapat menambahkan obat
pembiusan apabila diperlukan, atau memberikan dosis perawatan kepada pasien yang telah
mengalami kondisi ideal untuk dilakukanoperasi. Di samping itu, dokter bedah dapat dengan
tenang menyelesaikan operasinya sesuai rencana yang telah ditetapkan.
D. Legal Aspek Pembedahan
Di abad ini kita dihadapkan kepada berbagai tantangan dan masalah-masalah baru dalam
berbagai bidang. Bidang yang dahulunya tidak menjadi persoalan, kini mulai mendesak
menuntut pengaturannya oleh hukum, karena melalui sanksi etik dirasakan kurang kuat. Yang
dimaksudkan di sini adalah bidang hukum kedokteran-keperawatan yang di negara kita masih
sangat muda usianya.
Kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran-keperawatan telah
menggoyahkan fondasi tradisional dari hubungan dokter-perawat-pasien-rumah sakit
sehingga diperlukan aspek legalitas dalam pelayanan kesehatan.

Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan ijin tertulis yang
dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien sebelum dilakukan tindakan medis terhadapnya.
Ijin tersebut melindungi klien terhadap kelalaian dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan
dari suatu lembaga hukum.

Tanggung jawab perawat dalam hal ini adalah untuk memastikan bahwa PTM telah didapat
secara sukarela dari klien oleh dokter. The right of information and second opinion
merupakan salah satu bentuk HAM klien dalam bidang pelayanan kesehatan yang harus
dihargai oleh tim kesehatan. Sehingga, sebelum menyatakan kesanggupan atau penolakannya,
klien harus mendapatkan informasi sejelas-jelasnya dan alternatif-alternatif yang dapat
diambila oleh klien. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain : kemungkinan resiko,
komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan pengangkatan bagian tubuh yang dapat
terjadi selama operasi.

PTM diperlukan pada saat :

- prosedur invasif

- menggunakan anesthesia

- prosedur non-bedah yang resikonya lebih dari sekedar resiko ringan (arteriogram)

- terapi radiasi dan kobalt.

Yang dapat memberikan PTM :

1. klien yang sudah cukup umur

2. anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali sah apabila klien belum cukup
umur, tidak sadar, atau tidak kompeten

3. individu di bawah umur dengan kondisi khusus (menikah).

KRITERIA UNTUK PTM YANG SAH

1. Persetujuan diberikan dengan sukarela : persetujuan yang absah harus diberikan dengan
bebas tanpa tekanan
2. Subjek tidak kompeten : definisi legal, individu yang tidak otonom dan tidak dapat
membrikan atau menyimpan persetujuan (klien RM, koma)

3. Subjek yang di-informed : formulir consent harus tertulis meskipun hukum tidak
membutuhkan dokumentasi tertulis (prosedur dan resiko, manfaat dan alternatif, dll)
4. Subjek mampu memahami : informasi harus tertulis dan diberikan dalam bahasa yang
dapat dimengerti oleh klien. Pertanyaan harus dijawab untuk memfasilitasi pemahaman jika
materinya membingungkan.

E. Pre Operasi
FASE PRAOPERATIF
Dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke
meja operasi
Fase Praoperatif
Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam proses
operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah inform
consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan
keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan
adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.
Peran perawat dimulai ketika keputusan untuk intervensi pembedahan dibuat dan berakhir
ketika klien dikirim ke meja operasi.

Lingkup aktivitas perawat :

- pengkajian dasar klien (di rumah sakit atau di rumah)

- wawancara praoperatif

- persiapan anestesia

- persiapan pembedahan

PENDAHULAN
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-
tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
b. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
I. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a. Persiapan di unit perawatan
b. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara
lain:
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak
bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien
dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135
-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi.
Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam
jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain
terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain
untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi
balance cairan.
h. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
1. Latihan nafas dalam
2. Latiihan batuk efektif
3. latihan gerak sendi
1. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan
hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut
ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perutHirup udara  sebanyak-banyaknya dengan
menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian  secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)  Lakukan  latihan dua kali sehari praopeartif.
1. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan
melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk
dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika  selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi
dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
3. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang
pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh
karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan
seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran
pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya
adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan
optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM).
Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan
secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan
mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi
proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses
pembedahan. Demikian juga faktor usis/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan
merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
a. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai
resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat
menurun. sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya
semua fungsi organ.
b. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada
orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan
untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air,
vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk
sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama
sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik
dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering
sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring
miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari
pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan
penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
c. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi
ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer.
Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi
pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
d. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang
tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan
adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi.
Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian
insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria.
Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal.
Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter
bedahnya.
e. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama
terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
e. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-
masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko
pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka
sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari
asprirasi dengan pemasangan NGT.

II. PERSIAPAN PENUNJANG


Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin
bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang
yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter
bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk
dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien
layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam
pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan
hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun
tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan
penunjang antara lain:
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti: Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan),
MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi),
dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah: hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan
globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT, BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa
juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk
memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10
malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP
(ppst prandial).
e. Dan lain-lain

III. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan
dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini
dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade Status fisik Mortality (%)
I. Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan
herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat 0,05
II. Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh
penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis
dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi 0,4
III. Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. 4,5
IV. Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard 25
V. Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan
sebagai pilihan terakhir. Misal: penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di
luar rahim pecah. 50

IV. INFORM CONSENT


Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat,
yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan
medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan
medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak
semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan
seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau
resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai
faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani
surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien
terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. ?Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan
tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali
sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka
penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan
ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
Berikut ini merupakan contoh form inform consent :
PERNYATAAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/OPERASI NAMA PASIEN : (L/P)
No. RM :
UNIT RAWAT?? :
Saya yang bertnda tangan di bawah ini :
Nama : .................
Umur : .................. tahun
Jenis kelamin? : ................
Alamat : .................
Suami/istri/ayah/ibu /keluarga‫٭‬ dari pasien yang bernama:
......................................................
1. Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU‫ ٭‬bahwa pasien tersebut akan dilakukan
tindakan medis operasi dalam rangka penyembuhan pasien.
2. Saya mengerti dan memahami tujuan serta resiko/komplikasi yang mungkin terjadi
dari tindakan medis/operasi yang dilakukan terhadap pasien dan oleh karena itu bila terjadi
sesuatu diluar kemapuan dokter sebagai manusia dan dalam batas-batas etik kedokteran
sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan menuntut siapapun
baik dokter maupun Rumah Sakit.
3. Saya juga menyetujui dilakukannya tindakan pembiusan baik lokal maupun umum
dalam kaitannya dengan tindakan medis/operasi tersebut. Saya juga mengerti dan memahami
tujuan dan kemungkinan resiko akibat pembiusan yang dapat terjadi sehingga bila terjadi
sesuatu diluar kemampuan dokter sebagai manusia ddan dalam batas-batas etik kedokteran
sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan menuntut siapapun
baik dokter maupu Rumah sakit.
Yogyakarta, ........................2012
Mengetahui,
Saya yang menyatakan,
Dokter yang merawat, Suami/istri/ayah/ibu /keluarga‫٭‬

_____________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)

Saksi dari Rumah Sakit, Saksi dari keluarga,

___________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
‫ ٭‬coret yang tidak perlu
III. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C.
Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara lain:
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa
dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih
cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya
perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi
pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body
image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang mempunyai
penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-
hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
a. Pengalaman operasi sebelumnya
b. Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi
c. Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
d. Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar
operasi.
e. Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
f. Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi
dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya
telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang
lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang
mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental
pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang
terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan
keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-
kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani
operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai
cara:
a. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang
akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih
siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien
mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
b. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan
operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai
kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan
tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi
yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan
mempersiapkan mental pasien dengan baik
c. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk
berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
d. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal
lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium
dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat
tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang.
Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk
mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di
ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik
profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang
diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi,
antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain
sesuai indikasi pasien.
A. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang
perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan.
Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi
dan kemudian prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu berupa
tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (disebut
: duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan
memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%.
Prinsip tindakan drapping adalah:
1. Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur
drapping.
2. Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik dan
benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping.
3. Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang
digunakan steril dan tidak bocor.
4. Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai omloop harus
berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah kontaminasi.
5. Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.
• Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan harus di jaga
kesterilannya.
6. Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas
water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril.
Teknik Drapping:
1. Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering
2. Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan prinsip
steril
3. Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
4. Pegang drape sedikit mungkin
5. Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril tanpa
perlindungan gaun operasi.
6. Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang tidak steril.
7. Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati menyentuh lampu
operasi)
8. Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat onloop bertugas
menyingkirkan alat tenun tersebut.
9. Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup.
10. Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja
operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
11. Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap
terkontaminasi.
Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam
rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk
menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang
serta pemeriksaan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan
klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.
12. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara
masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal,
yaitu kesembuhan pasien secara paripurna.

F. Intra Operasi
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh
perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien
yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-
masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan
muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu
keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh
pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi
oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan
yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum
anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan
pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan
scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well
being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang
operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran
lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran
sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa.
Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat
sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada
daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai
pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan
dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan
pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak
diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat,
didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.

B. PRINSIP-PRINSIP UMUM
a. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik
secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan
antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-
alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan
juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
b. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan
steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung
tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk
dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga
menghilangkan atau? meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan
bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi
nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga
digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang
didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan
berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll)
seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c. Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan
melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril.
Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan
tindakan drapping.
e. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam
keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi
alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik
tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.

FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF


Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran
jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara
umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan
aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan
kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di
dalam ruang operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang
sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan
berbagai material yang dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler
juga memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil
mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan
petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur
operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse ?termasuk melakukan desinfeksi lapangan
pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan
peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub ?juga
membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan
yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan
peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi.
Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan
bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat
tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan
pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan
untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala
situasi kedaruratan di ruang operasi.

AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM


Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu:
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur
pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah:
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan
memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi
berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada
posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang
operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri: normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan, seperti
artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan
penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi:
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan
membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh:
• Supine (dorsal recumbent): hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi,
mastectomy atau pun reseksi usus.
• Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal: Lamninectomy
• Trendelenburg: dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan untuk
operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
• Lithotomy: posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan untuk
operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
• Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul. .
b. Pemajanan area pembedahan
-Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah
operasi dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan sedemikian
rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan
keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama
operasi sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus,
oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan
balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar
(cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan
yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah
kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan,
nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih
dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien? kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
1. Memanage keamanan fisik pasien
2. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
E. TIM OPERASI
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi, maka
sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim operasi
secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non
steril. Berikut adalah bagan anggota tim operasi.
Steril :
a. Ahli bedah
b. Asisten bedah
c. Perawat Instrumentator (Scub nurse)
Non Steril :
a. Ahli anastesi
b. Perawat anastesi
c. Circulating nurse
d. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
Surgical Team
Perawat steril bertugas :
a. Mempersiapkan pengadaan alat dan bahan yang diperlukan untuk operasi
b. Membatu ahli bedah dan asisten saat prosedur bedah berlangsung
c. Membantu persiapan pelaksanaan alat yang dibutuhkan seperti jatrum, pisau bedah, kassa
dan instrumen yang dibutuhkan untuk operasi.
Perawat sirkuler bertugas :
a. Mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi aktivitas keperawatan
yang dapat memenuhi kebutuhan pasien.
b. Mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Menyiapkan bantuan kepada tiap anggota tim menurut kebutuhan.
d. Memelihara komunikasi antar anggota tim di ruang operasi.
e. Membantu mengatasi masalah yang terjadi.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada tahap intra operatif yang biasanya muncul adalah:
Resiko infeksi b.d prosedur invasif (luka incisi)
Resiko injury b,d kondisi lingkungan eksternal misal struktrur lingkungan, pemajanan
peralatan, instrumentasi dan penggunaan obat-obatan anastesi.

G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi tindakan keperawatan yang bisa dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional
Kesejahteraan emosional pasien harus dijaga selama operasi. Sebelum dianastesi perawat
bertanggung jawab untuk membuat pasien nyaman dan tidak cemas. Bila pasien sadar atau
bangun selama prosedur pembedahan. Perawat bertugas menjelaskan prosedur tindakan yang
dilakukan, memberikan dukungan psikologis dan menyakinkan pasien. Ketika pasien sadar
dari pengaruh anastesi, penjelasan dan pendidikan kesehatan perlu dilakukan. Hal ini
dilakukan terhadap semua pasien, terutama pada operasi dengan sistem anastesi lokal maupun
regional. Pemantauan kondisi pasien akan mempengaruhi kondisi fisik dan kerja sama pasien.
2. Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien
Posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pembedahan dan juga untuk menjamin
keamanan fisiologis pasien. Posisi yang diberikan pada saat pembedahan disesuaikan dengan
kondisi pasien. Lihat keterangan di atas.
3. Mempertahankan keadaan asepsis selam pembedahan
Perawat bertanggung jawab untuk mempertahankan keadaan asepsis selama operasi
berlangsung. Perawat bertanggung jawab terhadap kesterilan alat dan bahan yang diperlukan
dan juga bertanggung jawab terhdap seluruh anggota tim operasi dalam menerapkan prinsip
steril. Jika ada sesuatu yang diangggap tidak steril menyentuh daerah steril, maka instrumen
yang terkontaminasi harus segera diganti.
4. Menjaga kestabilan temperatur pasien
Temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan
kelembapannya diatur untuk mengahmabat pertumbuhan bakteri. Pasien biasanya merasa
kedinginan di kamar operasi jika tidak diberik selimut yang sesuai. Kehilangan panas pada
pasien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka untuk dilakukan operasi. Ketika jaringan
tidak tertutup kulit akan terekspose oleh udara, sehingga terjadi kehiilangan panas akan
berlebihan. Pasien harus dijaga sehangat mungkin untuk meminimalkan kehilangan panas
tanpa menyebabkan vasodilatasi yang justru menyebabkan bertambahnya perdarahan.
5. Memonitor terjadinya hipertermi malignan
Monitoring kejadian hipertermi maligan diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
berupa kerusakan sistem saraf pusat atau bahkan kematian. Monitoring secara kontinu
diperlukan untuk menentukan tindakan pencegahan dan penanganan sedini mungkin sehingga
tidak menimbulkan komplikasi yang dapat merugikan pasien.
6. Membantu penutupan luka operasi
Langkah terakhir dalam prosedur pembedahan adalah penutupan luka operasi. Penutupan
luka dilakukan lapis demi lapis dengan menggunakan benag yang sesuai dengan jenis
jaringan. Penutupan kulit menggunakan benang bedah untuk mendekatkan tepi luka sampai
dengan terjadi penyembuhan luka operasi. Luka yang terkontaminasi dapat terbuka
seluruhnya atau sebagian saja. Ahli bedah memilih metode dan tipe jahitan atau penutupan
luka beedasarkan daerah operasi, ukuran dan dalamnya luka operasi serta usia dan kondisi
pasien. Setelah luka operasi dijahit kemudian dibalut dengan kassa steril untuk mencegah
kontaminasi luka, mengabsorpsi drainage, dan membantu penutupan incisi. Jika
penyembuhan luka terjadi tanpa komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7 sampai
dengan 10 hari tergantung letak lukanya.
7. Membantu drainage
Drain ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum,debris dari tempat
operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat penyembuhan luka dan
menyebabkan terjadinya infeksi. Ada beberapa tipe drain bedah yang dipilih berdasarkan
ukuran luka. Perawat bertanggung jawab mengkaji bahwa drain berfungsi dengan baik.
Darain bisaasanya dicabut bila produk drain sudah berkurang dalam jumlah yang signifikan.
Dan bentuk produk sudah serous, tidak dalam bentuk darah lagi.
8. Memindahkan pasien dari ruang opersai ke ruang pemulihan/ICU
Sesudah operasi, tim operasi akan memberikan pasien pakain yang bersih, kemudian
memindahkan pasien dari meja operasi ke barankard. Selama pembedahan ini tim operasi
meghindari membawa pasien pasien tanpa pakaian, karena disamping memalukan bagi pasien
juga merupakan salah satu predisposisi terrjadinya kehilangan panas, infeksi respirasi dan
shock, mencegah luka operasi terkontaminasi serta kenyamanan pasien. Hindari juga
memindahkan pasien dengan tiba-tiba dan perubahan posisi yang terlalu sering yang
merupakan predisposisi terjadinya hipotensi. Perubahan posisi pada pasien harus dilakukan
secara bertahap, misalnya dari litotomi ke posisi horizontal kemudian kearah supinasi dan
lateral. Saat memindahkan pasien post operasi harus dilakukan ekstra hati-hati dan
mendapatkan bantuan yang adekuat dari staff. Sesudah memindahkan pasien ke barnkard,
pasien ditutup dengan selimut dan dipasang sabuk pengaman. Pengaman tempat tidur (side
rail) harus selalu dipasang untuk keamanan pasien, karena pasien biasanya akan mengalami
periode gelisah saat dipindahkan dari ruang operasi.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan.
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi malignan.
1. Hipotensi
Hipotensi yeng terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian obat-
obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan
tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang
dioperasi, sehingga menungkinkan operasi lebih cepat dilakukan dengan jumlah perdarahan
yang sedikit. Hipotensi yang disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan
medikasi yang mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik
inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk selalu
memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya agar hipotensi yang
tidak diinginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa
segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.
2. Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6 ? 37,5 oC).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah di
kamar operasi (25 ? 26,6 oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin,
kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-
obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah
atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal? (25 ? 26,6 oC) jangan lebih rendah dari
suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan
selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann
topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan
pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun
juga sampai saat pasca operatif.
3. Hipertermi Malignan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka mortalitasnya
sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi
malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi,
agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu
terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke
membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan
melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke dalam kantong
sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada orang dengan
hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan
tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan
kerusakan sistem saraf pusat .
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen,
natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien
meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.

G. Post Operasi
A. PENDAHULUAN
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama
periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian
yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan
cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang
kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau
membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sama
pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
B. TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMULIHAN
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
(PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan.
Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan.
Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk
mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak
berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi
lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi
terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat
menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara
perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun
pasin yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang
kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien
diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk
mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang
dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.
Gambar1. pasien di transportasikan dari kamar operasi ke ruang pemulihan
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi
dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.

2. PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY ROOM)


Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar
(recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk
mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca
operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan peralatan
khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen,
laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan
peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk
memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika,
seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set
pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika
dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur
khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan
darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah
perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan
medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari
pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen
minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk
menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah :
Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
Orientasi  pasien terhadap tempat, waktu dan orang
Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
Mual dan muntah dalam kontrol 
Nyeri  minimal
Berikut di bawah adalah form pengkajian post anasteshia
RUANG PEMULIHAN POST ANASTESI
PENILAIAN
Nama : Nilai Akhir :
Ruangan : Ahli bedah/Anasteshia :
Tanggal : Perawat R.R :
Area pengkajian Score Saat penerimaan Setelah
1 jam 2 jam 3 jam
Respirasi : 2
Kemampuan nafas dalam dan batuk 1
Upaya bernafas terbatas (dsipneu)
Tidak adan upaya nafas spontan 0
Sirkulasi (tekanan sisteolik) 2
80 % dari pre anastesi 1
50 % dari pre anastesi 0
< 50 % dari pre anastesi
Tingkat Kesadaran : 2
Orientasi baik dan respon verbal positif 1
Terbangun ketika dipanggil namanya 0
Tidak ada respon
Warna kulit : 2
Warna dan penampilan kulit normal 1
Pucat, agak kehitaman, keputihan. Ikterik 0
Sianosis

Aktivitas : 2
Mampu menggerakkan semua ekstrimitas 1
Mampu menggerakkan hanya 2 ekstrimitas 0
Tak mampu mengontrol ektrimitas
Total
Keterangan :
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai pengkajian post
anastesi > 7-8.
TUJUAN PERAWATAN PASIEN DI PACU adalah:
1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui
ventilaot mekanik atau nasal kanul
3. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirukais darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti
kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh
anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk
dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance
untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru
kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan
fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar
untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri
biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga
kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah :
1. Jenis pembedahan
Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan post anastesi
yang berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis posisi yang akan diberikan pada
pasien.?
2. Jenis anastesi
Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini penting untuk
pemberian posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien dengan anastesi spinal maka posisi
kepala harus agak ditinggikan untuk mencegah depresi otot-otot pernafasan oleh obat-obatan
anastesi, sedangkan untuk pasien dengan anastesi umum, maka pasien diposisika supine
dengan posisi kepala sejajar dengan tubuh.
3. Kondisi patologis klien
Kondisi patologis klien sebelum operasi harus diperhatikan dengan baik untuk memberikan
informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi. Misalnya : pasien mempunyai riwayat
hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan darahnya tinggi, tidak masalah jika pasien
dipindahkan ke ruang perawatan asalkan kondisinya stabil. Tidak perlu menunggu terlalu
lama.
4. Jumlah perdarahan intra operatif
Penting bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi (dengan melihat
laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena dengan mengetahui jumlah
perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
5. Pemberian tranfusi selama operasi
Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya berapa dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih layak untuk diberikan
transfusi ulangan atau tidak.
6. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan dengan
keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan menunjukkan gangguan
pada fungsi ginjalnya.?
7. Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi malignan.
Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.

3. TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT


Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan
score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai
hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya
manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh melakukan
proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan kegawatdaruratan yang
mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien dan
perawat. Harus seimbang.
c. Eguipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai selimut
tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan dalam kondisi
siap pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya.
Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisioning
pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada
terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.
4. PERAWATAN DI RUANG RAWAT
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini
merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan
abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka
meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang
penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan
lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi
dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi
pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya
tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya
post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a. Untuk perawat: berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai
dokumentasi)
b. Untuk pasien: dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy:
1. Untuk perawat: pecegahan infeksi pada area stoma
2. Untuk klien: tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal berikut:
1. Home care preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien. Contoh : klien
harus diatas kursi roda/pakai alat bantu jalan, buat agar lantai rumah tidak licin. Kita harus
juga memastikan ada yang merawat klien di rumah.
2. Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus dilakukan
atau dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang merawat klien.
3. Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal sosial dan aspek
psikososial klien tetap terjaga.
4. Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat layanan kesehatan yang
terdekat dari rumah klien, seperti rumah sakit, puskesmas dan lain-lain. Jadi jika dalam
keadaan darurat bisa segera ada pertolongan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi berlangsung,
yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan terhadap pasien supaya
saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai pemulihan pasien, sampai pasien
sembuh, pasien merasa nyaman dan tercukupi kebutuhan – kebutuhannya.
Dalam fase penyembuhan apabila pasien sudah diperbolehkan pulang tugas perawat yaitu
memberikan penyuluhan tindakan perawatan diri pasien, terhadap keluarga dan pasien itu
sendiri, supaya terjaga kesehatan pasien dan terawat dengan baik, sehingga pasien sehat
seperti sediakala.

B. Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud
nyatakan peran perawat yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan
penuh tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmu keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai