OLEH :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit yang paling umum pada sistem
oksigen ke paru-paru dan rongga dada, penyakit radang kronis pada jalan napas. Dasar
dari penyakit ini adalah hiperfungsi bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejalanya
antara lain sesak napas (shortness of breath), dahak terutama pada malam hari atau
Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular dan penyakit
ini telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan berapa indikator telah
anak. Masalah epidemologi mortalitas dan morbiditas penyakit asma masih cenderung
tinggi, menurut World Health Organization (WHO) yang bekerja sama dengan
organisasi asma di dunia yaitu Global Astma Network (GANT) memprediksikan saat
ini jumlah pasien asma di dunia mencapai 334 juta orang, perkirakan angka ini terus
mengalami peningkatan sebanyak 400 juta orang pada tahun 2025 dan terdapat 250
ribu kematian akibat asma termasuk anak-anak (Marlin & Mariza, 2020).
orang menderita asma di seluruh dunia. Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini
mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan
mortalitas. Jumlah penderita asma di seluruh dunia telah mencapai 300 juta dan
1
2
Data GINA 2020, prevalensi asma di dunia 1-18%, tren yang terus meningkat
setiap tahunnya. (Initiative, 2020) Spektrum asma mengenai semua umur, gejala dapat
sangat ringan sampai berat dan dapat menyebabkan kematian. Hal ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup serta menjadi beban ekonomi sosial. Data dari Pusat
bahwa pada tahun 2018 terdapat sembilan belas provinsi yang mempunyai prevalensi
penyakit asma melebihi angka nasional yaitu DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Bali,
Sulawesi Tengah, Kep. Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo,
DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan
Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2019, jumlah kasus
asma di seluruh Indonesia adalah 827.545 kasus. Propinsi yang memiiki jumlah kasus
tertinggi adalah Propinsi Jawa Barat dengan jumlah 374.934 kasus, dan jumlah kasus
terendah adalah Propinsi Papua Barat yaitu 46 kasus (Kementrian Kesehatan RI 2019),
angka kejadian mencapai 2,5%. Data yang diperoleh dari Puskesmas Woha Kabupaten
Bima didapatkan total pasien asma yang menjalani rawat jalan selama 6 bulan terakhir
2022 sebanyak 21 orang. Jumlah tersebut menunjukkan angka kejadian asma di PKM
Woha Kabupaten Bima masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan kasus di PKM
lain.
Penyakit asma dapat dialami terus menerus pada anak oleh sebab itu perlunya
pemberian terapi baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Salah satu
intervensi mandiri perawat dalam penanganan asma dapat dilakukan dengan terapi non
farmakologi yaitu teknik relaksasi pernapasan. Salah satu teknik relaksasi pernapasan
3
yang dapat dilakukan adalah balloons blowing yang merupakan analogi dari teknik
relaksasi pernapasan pursed lips breathing dan napas dalam. Balloons blowing
merupakan teknik relaksasi pernapasan dengan prinsip inspirasi yang dalam dan
paru dan memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga fungsi paru menjadi
meningkat (Sumartini et al, 2020; Warti Ningsih, 2019). Menurut penelitian Agina et
al, 2021 blowing ballon efektif untuk menstabilkan frekuensi pernafasan pasien asma.
karena merupakan permainan meniup balon yang membutuhkan inspirasi dalam dan
ekspirasi yang memanjang. Tujuan terapi ini untuk melatih pernapasan yaitu ekspirasi
karbondioksida dari tubuh yang tertahan karena obstruksi jalan napas (Irfan et al.,
2019). Dalam penelitian Sumartini (2020) pengaruh terapi balloon blowing terhadap
anak asma berusia 3-5 tahun memiliki hasil mengalami perubahan fungsi paru yang
Penelitian terhadap penyakit asma ini terus berkembang, ada beberapa faktor
risiko umum yang menjadi pencetus terjadinya kekambuhan asma yaitu udara dingin,
debu, asap rokok, stress, infeksi, kelelahan, alergi obat dan alergi makanan (Riskesdas,
internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi
antigen dan antibody ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya
dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut
4
melibatkan banyak sel inflamasi dan elemen sehingga hiperresponsivitas saluran napas
terhadap berbagai stimulus dan menimbulkan episode mengi berulang, sesak napas,
dan kesulitan bernapas, dada tertekan atau terasa sesak dan batuk-batuk, terutama pada
malam hari atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan penyempitan jalan napas
yang luas namun bervariasi bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan
pengobatan (Global Initiative for Asthma, 2019). Paru-paru yang tidak dapat
berkembang secara optimal akan terjadi penurunan kapasitas vital paru, peningkatan
residu fungsional dan volume residu paru-paru. Hal ini menyebabkan perbedaan
tekanan parsial gas antara tekanan parsial gas yang berada dalam tekanan parsial gas
dalam alveoli dengan tekanan parsial gas dalam pembuluh kapiler paru.
akan berkurang yang ditandai dengan penurunan saturasi oksigen (Warti Ningsih,
Lestyani, 2019). Oleh karena itu perlu dilakukan latihan terhadap paru-paru. Intervensi
meniup balon menurut (Junaidin, 2020) dapat memperbaiki saturasi oksigen, hasil
sebelum dilakukan terapi relaksasi meniup balon rata-rata saturasi oksigen klien
93,77% dan setelah dilakukan terapi rata-rata nilai saturasi oksigen klien menjadi
97,9%. Terapi ini efektif dalam biaya pengobatan dan dapat memperbaiki respirasi
berpengaruh dari intervensi tersebut dalam meningkatkan Saturasi Oksigen dilihat dari
adanya penurunan Saturasi Oksigen pada pasien anak dengan asma. Sehingga, peneliti
5
tertarik untuk mengambil tema “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Asma
B. Rumusan Masalah
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
Melalui Penerapan Teknik Balloon Blowing Di IGD PKM Woha Tahun 2023.
Melalui Penerapan Teknik Balloon Blowing Di IGD PKM Woha Tahun 2023.
6
a. Manfaat Teoritis
Studi kasus ini diharapkan dapat menambah refrensi ilmiah untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan penelitian dalam pengelolaan pasien anak dengan asma.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi perawat
khususnya studi kasus tentang penerapan Ballon Blowing pada pasien anak
penyakit asma.
4) Bagi Peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
tersebut mengakibatkan timbulnya batuk, bunyi ngik, sesak napas dan rasa
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa
dimana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. Asma Bronkhiale adalah
suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel
netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas,
batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan
(Cris Sinclair, 2009). Samsuridjal dan Bharata Widjaja (2013) menjelaskan asma
rangsangan atau hiperreaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu
spasme bronkus yang reversibel atau spasme dan kontriksi yang lama pada jalan
dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala
8
9
penyakit paru kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang
Asma timbul karena alergen seperti serbuk sari, serangan binatang, jamur
atau debu. Sering dibarengi dengan rhenitis alergik dan eksem ini akan
ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC)
(Mary digiulio, 2014). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh
sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh
karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel
eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi
10
dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan
Bila orang sudah rentan terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen
yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada
pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk
Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah
(inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini diketahui bahwa
hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel
inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas
histamin.
11
oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi
alelgen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran
nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau
beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma
dalam membran sel yang dikenal dengan adenylcyclase dan disebut juga
maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus
sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. Pada tabel 2.1 dijelaskan bahwa National Asyhma Education and
12
asma pada anak yang tidak mengonsumsi obat pengendali asma jangka
panjang.
Tabel 2.1 Klasifikasi Keparahan Asma pada Anak yang Tidak Mengonsumsi
Obat Pengendali Asma Jangka Panjang (Kyle dan Carman, 2019)
Penggunaan
Gangguan Agonis-ß2 Kerja
Klasifikasi Gejala Fungsi Paru Aktivitas Singkat untuk
Normal Pengendalian
Gejala
Intermiten 1 atau 2 kali per FEV 80% atau Tidak ada 1 atau 2 hari per
minggu lebih dari minggu
Gejala di malam hari perkiraan
1 atau 2 kali per
bulan
Menetap Gejala lebih dari dua FEV 80% atau Hambatan Lebih dari dua kali
ringan kali per minggu, lebih dari minor per minggu, tetapi
tetapi kurang dari perkiraan, tidak lebih dari
sekali sehari. variabilitas sekali sehari
Gejala di malam hari
3 atau 4 kali per
bulan.
Menetap Gejala setiap hari. FEV 60% Beberapa Setiap hari
sedang Gejala di malam hari sampai 80% hambatan
>1 kali per minggu, perkiraan
tetapi tidak setiap
malam.
Menetap Sepanjang hari. FEV <60% Sangat Beberapa kali per
berat Gejala di malam hari perkiraan terhambat hari
sering kali 7 kali per
minggu.
Sumber: NAEPP 2007 dikutip dari Kyle dan Carman (2019)
Penilaian derajat serangan asma pada anak menurut Global Initiative for
a) Alergen
Alergen adalah zat – zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah
c) Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asma tetapi sebagai pencetus asma,
karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol
melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
kegiatan jasmani (Exercise induced asma/EIA) terjadi setelah olah raga atau
aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam
e) Obat-obatan
Beberapa pasien asma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
f) Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap
15
g) Lingkungan
host) dan faktor pencetus asma (faktor lingkungan) seperti terlihat pada
4. Manifestasi Klinis
Penderita asma biasanya keluhan bisa dirasakan pada saat serangan. Tanda
dan gejala yang jelas terlihat pada saat serangan adalah sesak napas. Sesak napas
sangat menyiksa, anak akan terlihat gelisah, cemas, labil, dan kadang bisa
terjadi perubahan tingkat kesadaran. Jika anak di ajak komunikasi, anak akan
terlihat sulit berbicara, dan akan menjawab sepatah dua patah kata (Marni, 2014).
diaphoresis, dan bisa muncul nyeri abdomen karena penggunaan otot abdomen
berdahak dan demam tinggi. Pada saat serangan seperti ini pasien tidak toleran
2014).
5. Patofisiologi
stress, cuaca, dan berbagai macam faktor pencetus lain. Adanya faktor pencetus
produksi sekret meningkat dan terjadi kontriksi otot polos. Adanya obstruksi pada
jalan nafas menyebabkan respon tubuh berupa spasme otot polos dan peningkatan
proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi sehingga timbul adanya
tanda dan gejala berupa mukus berlebih, batuk, wheezing, dan sesak nafas.
pada permukaan sel basofil yang menyebabkan degranulasi sel mastocyte. Akibat
17
dari itu mediator mengeluarkan histamin yang menyebabkan kontriksi otot polos
6. Komplikasi
Apabila penderita asma tidak mendapat pertolongan yang cepat dan tepat,
remodeling jalan napas kronik, dapat terjadi akibat perburukan dan radang asma
berulang. Anak penderita asma lebih rentan terhadap infeksi pernapasan berat
akibat bakteri dan virus (dikutip dari Kyle dan Carman, 2019). Remodeling jalan
napas terjadi akibat radang kronik jalan napas. Setelah respons akut terhadap
fase ini, sel epitel menggundul dan influks sel radang ke dalam jalan napas
ireversible dan kehilangan fungsi paru lebih lanjut dapat terjadi (Kyle dan
Carman, 2019).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada anak dengan asma adalah: (Marni, 2014)
status pernapasan;
alergi dengan berbagai alergen yang menimbulkan reaksi positif pada asma;
f. Analisa gas darah pada kasus berat akan meningkatkan pH, PaCO2 dan
g. Pada pemeriksaan pulse oxymetry, jika hasilnya VEP1 < 50% dari
Asma ringan.
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
disebutkan terapi awal berupa inhalasi-agonis kerja pendek hingga 3x dalam satu
yaitu :
1. Penatalaksaan Farmakologi
b. Antikolinergik
e. Metilxantin
menimbulkan asma.
komponen, yaitu : Edukasi, Menilai dan monitor berat asma secara berkala,
9. Komplikasi
adekuat di otak
1. Pengkajian
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
a. Anamnesis
terdapat status atopik. Serangan asma usia dewasa memungkinkan ada faktor
bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen.
1) Identitas
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
2) Keluhan utama
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, sulit
penyakit ini, di antaranya riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas
Beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu dada
Gejala : pada klien dengan asma gejala yang dapat ditimbulkan antara
perlu tidur dalam posisi tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktivitas/latihan.
massa otot.
b. Sirkulasi
c. Integritas ego
e. Higiene
f. Pernapasan
terpajan pada polusi kimia atau iritan pernapasan dalam jangka panjang
lembut, crackles atau ronchi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi
adanya bunyi napas (asma), hipersonan pada area paru, kesulitan bicara
kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus, pucat dengan sianosis
g. Keamanan
h. Interaksi sosial
badan.
7) Pemeriksaan fisik
duduk
pergerakkan dada.
dan fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase
fremitus normal.
27
berisi udara
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
4. Auskultasi
dan
2. Diagnosa Keperawatan
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
29
3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan pada pasien Asma Bronkial berdasarkan (SIKI, 2018) dan (SLKI, 2018)
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama :
Definisi : selama 3x24 jam diharapkan keluarga Manajemen Jalan Napas
Inspirasi dan atau ekspirasi yang mampu merawat klien dengan pola nafas Observasi :
tidak kembali efektif, meliputi : 1. Monitor pola napas (frekuensi,
memberikan ventilasi adekuat. kedalaman, usaha napas)
Dengan kriteria luaran : 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Pola Napas gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
1. Ventilasi semenit dari menurun menjadi Terapeutik :
meningkat 1. Posisikan semi-Fowler atau fowler
2. Ekspirasi dari menurun menjadi 2. Berikan minum hangat
meningkat 3. Berikan oksigen, jika perlu
3. Teakanan inspirasi dari menurun menjadi Edukasi :
meningkat 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika
4. Dispnea dari meningkat menjadi tidak kontraindikasi
menurun 2. Ajarkan teknik batuk efektif
5. Pemanjangan fase ekspirasi dari Kolaborasi
meningkat menjadi menurun 1. Kolaborasi pemberian bronkhodilator,
6. Frekuensi napas dari memburuk menjadi ekspektoran, mukolitik, jika perlu
membaik
7. Kesulitan bernapas dari memburuk
menjadi membaik
2. Defisit pengetahuan (D.0111) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama :
Definisi : selama 3x24 jam diharapkan keluarga Edukasi Kesehatan
30
4. Implementasi
5. Evaluasi
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang di buat
untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan
2. Defisit Pengetahuan
1. Pengertian
Pada penderita asma, keluhan utama yang sering terjadi adalah sesak
napas. Sesak napas terjadi disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas.
infiltrasi sel inflamasi yang menetap, edema mukosa, dan hipersekresi mucus
34
yang kental (Price & Wilson, 2006). Bronkospasme pada asma menyebabkan
semakin kecil compliance paru. Semakin kecil compliance paru yang dihasilkan
yang tidak optimal berdampak pada terjadinya penurunan kapasitas paru serta
peningkatan residu fungsional dan volume residu paru (Guyton & Hall, 2012).
Penurunan kapasitas vital paru yang diikuti dengan peningkatan residu fungsional
dan volume residu paru menyebabkan timbulnya perbedaan tekanan parsial gas
dalam alveoli dengan tekanan parsial gas dalam pembuluh kapiler paru (Guyton
kecilnya perbedaan gradient tekanan gas oksigen dalam alveoli dengan kapiler
oksigen dalam darah akan berkurang sehingga dalam keadaan klinis akan terjadi
sesak napas, peningkatan frekuensi napas > 35% x/menit, nadi cepat dan dangkal,
terjadi kolapsnya saluran napas halus serta kerusakan pada dinding alveolus
dengan kapiler paru secara kontinu berkurang. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya pertambahan ruang rugi yaitu tidak ada pertukaran gas yang terjadi di
area paru dan mengakibatkan penurunan difusi oksigen, yaitu CO 2 tidak bisa
dikeluarkan dan O2 tidak bisa masuk. CO2 yang tidak dapat dikeluarkan akan
hemoglobin (Hb) dan O2 yang tidak bisa masuk akan mengakibatkan penurunan
a. pH
Asam Basa, normal PH darah adalah 7,35 – 7,45. Asam basa dalam darah
darah menjadi sedikit asam, dengan terjadinya penurunan pH dari normal 7,4
b. PCO2
Peningkatan CO2 dan ion hidrogen dalam darah memberi pengaruh penting
Jumlah karbon dioksida yang singgah dalam paru-paru merupakan salah satu
dioksida vena yang dibuang dan jumlah yang cukup tetap ada di arteri untuk
memasuki sel-sel darah merah dan sejumlah kecil (5%) yang tersisa
menentukan gerakan karbon dioksida masuk dan kelaur dari darah (Smeltzer &
Bare, 2002).
c. Suhu
Semakin tinggi sushu tubuh maka jumlah oksigen yang lepas dari Hb juga akan
semakin banyak asam dan panas yang dihasilkan. Demikian juga sebaliknya,
(Sundaru, 2000). Suhu tubuh normal berkisar antara 36 0C-37 0C (Guyton &
Hall, 2012).
d. Kadar Hb
darah, oksigen dibawa oleh aliran darah ke jaringan sel-sel tubuh, termasuk sel-
proses metabolime. Pada keadaan normal, satu gram Hb dapat mengikat 1,34
ml oksigen. Pada tingkat jaringan, oksigen akan melepaskan diri dari Hb untuk
37
e. Usia
Salah satu faktor yang mempengaruhi oksigenasi, kadar oksigen dalam darah,
turunnya nilai PaO2 akan mempengaruhi saturasi oksigen (Price & Wilson,
2006).
f. Merokok
menyebutkan bahwa derajat merokok aktif, ringan, sedang, dan berat sangat
ringan memiliki saturasi oksigen berkisar 98- 100%, responden dengan derajat
rata-rata 98,37. Perokok derajat ringan, sedang dan berat memiliki saturasi
yang dilakukan dan menimbulkan rasa nyeri. AGD digunakan untuk mengukur
keseimbangan asam-basa pada tubuh (Patria & Fairuz, 2012). SaO2 merupakan
salah satu komponen yang diperiksa saat pemeriksaan AGD selain pH, PO 2,
PCO2, HCO3- dan BE (base excess). Nilai normal gas darah adalah pH 7,35-
7,45, PO2 60-80 mmHg, saturasi oksigen >95%, PCO2 34-35, HCO3- 22-26
b. Pulse oximetry
menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri nadi merupakan suatu cara efektif
untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau
portable. Tipe ini melaporkan amplitudo nadi dengan data saturasi oksigen.
Perawat biasanya mengikatkan sensor non-invasif ke jari tangan atau jari kaki
klien yang memantau saturasi oksigen darah. Nasal probe (alat untuk
perfusi jaringan buruk, yang disebabkan oleh syok, hipotermia, atau penyakit
(Potter & Perry, 2006). Pulse Oximetry dapat dikatakan akurat dalam
menentukan hipoksemia atau saturasi oksigen dengan nilai akurasi sebesar 95%
paling sedikit 90% yaitu sesuai dengan PaO2 yang berkadar sekitar 60 mmHg.
Hubungan antara PaO2 dengan SaO2 yang dapat diperkirakan dalam kurva
dilakukan dan juga murah serta dapat menjadi cara yang efektif untuk
1. Definisi
dengan cara meniup balon merupakan salah satu latihan relaksasi nafas
dengan menghirup udara melalui hidung dan ekspirasi melalui mulut ke dalam
(Tunik, 2017).
meningkatkan kapasitas paru adalah dengan meniup balon setiap hari. Meniup
bahan kimia yang masih ada dalam paru dan mengeluarkan karbondioksida
ekshalasi dan oksigen selama inhalasi. Banyak oksigen yang tersuplai karena
efek dari latihan meniup balon. Latihan ini mencegah terjadinya sesak napas
dan kelemahan karena oksigen yang masuk dalam tubuh menyediakan energi
untuk sel dan otot dengan mengeluarkan karbondioksida. Meniup balon secara
pernapasan. Selain itu latihan ini juga bermanfaat untuk orang yang mengalami
kelebihan berat badan, stres dan untuk seseorang yang terkena asma.
a. Memperbaiki transporoksigen
ekspirasi
Persiapan alat:
a. 3 buahbalon
b. Jam
4. Persiapan pasien
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin, jika pasien mampu untuk berdiri
maka lakukan sambil berdiri (karena dengan posisi berdiri tegak lebih
b. Jika pasien melakukan dengan posisi tidur maka tekuk kaki pasien atau
menginjak tempat tidur (posisi supinasi) dan posisi badan lurus atau tidak
memakaibantal
42
rileks)
e. Siapkan balon /pegang balon dengan kedua tangan, atau satu tangan
memegang balon, tangan yang lain rileks disamping kepala (Boyle, 2010).
balon secara maksimal dengan waktu 2 detik lebih lama dari waktu tarik
napas, (tarik napas selama 5 detik dan hembuskan selama 7 detik). Boyle
(2010), tarik napas selama 3-4 detik ditahan selama 2-3 detik kemudian
h. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan lagi kedalambalon.
5. Evaluasi
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang
telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh
rancangan studi kasus. Menurut Nursalam 2015, penelitian deskriptif bertujuan untuk
Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada data
fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian jenis ini tidak memerlukan
Pada studi kasus ini tidak mengenal populasi dan sampel, namun lebih
mengarah kepada istilah subyek studi kasus oleh karena yang menjadi subyek studi
Subjek yang digunakan dalam studi kasus ini adalah pasien anak asma dengan
tindakan keperawatan berupa Ballon Blowing. Subyek pada studi kasus ini memiliki
44
45
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015). Kriteria inklusi dari
2. Kriteria Eksklusi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2015). Kriteria eksklusi
C. Fokus studi
Fokus studi kasus adalah kajian utama yang akan dijadikan titik acuan studi kasus.
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)
pengkajian hingga evaluasi pada pasien asma untuk mengatasi penurunan saturasi
oksigen.
2. Blowing Balloons atau yang mempunyai makna latihan pernapasan dengan cara
meniup balon merupakan salah satu latihan relaksasi nafas dengan menghirup
udara melalui hidung dan ekspirasi melalui mulut ke dalam balon. Relaksasi ini
Tempat yang dipilih sebagai lokasi studi kasus yaitu di Kota Bima, NTB
F. Pengumpulan data
data yang kemudian dianalisis dalam suatu penelitian. Tujuan dari pengumpulan data
adalah untuk menemukan data yang dibutuhkan dalam tahapan penelitian (Masturoh
dan Anggita, 2018). Metode pengumpulan data studi kasus ini dilakukan dengan
1. Wawancara
informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek
penelitian (Masturoh dan Anggita, 2018). Data yang didapatkan oleh peneliti
melalui wawancara ini adalah Data tentang karakteristik responden yang meliputi
2. Observasi
Data yang didapatkan oleh peneliti melalui observasi ini adalah Data tentang nilai
Intervensi yang peneliti lakukan dalam studi kasus ini berdasarkan evidence based dari jurnal berikut :
Rahayu1, Edi1 Relaxation Dengan Teknik experiment menggunakan pre post menggunakan uji Repeated
(2020) Balloon Blowing Terhadap test one design. Populasi dalam ANOVA. Hasil penelitian
Saturasi Oksigen Pasien penelitian ini pasien PPOK yang menunjukkan bahwa terjadi
PPOK dirawat di ruang Flamboyan RSUD perubahan secara signifikan
dr.Soedomo Trenggalek yang terhadap saturasi oksigen
diambil dengan metode consecutive sebelum dan sesudah diberikan
sampling. Intervensi yang dilakukan intervensi selama 3 hari dan 7
adalah breathing relaxation dengan hari. Hasil analisis statistik Scholar
meniup balon 2 kali sehari pada pagi menunjukkan p value < 0,05
dan sore hari, setiap sesi latihan pada variabel saturasi oksigen.
dilakukan 3 set latihan meniup balon, Breathing relaxation dengan
dalam 1 set latihan pasien meniup menggunakan teknik balloon
balon tiga kali sampai balon blowing dapat meningkatkan
mengembang kemudian diselingi saturasi oksigen pada pasien
istirahat selama 1 menit diantara set PPOK
latihan.
Putra Agina Studi Kasus: Terapi Metode penelitian ini menggunakan Studi kasus didapatkan ketiga Google
Widyaswara Blowing Ballon Untuk studi kasus dengan pendekatan pasien memberikan respon Scholar
Suwaryo1, Mengurangi Sesak Nafas deskriptif. Observasi deskriptif positif dan mengalami
Selfa Yunita2, Pada Pasien Asma dengan pendekatan studi kasus. penurunan respirasi. Rata-rata
Barkah Subyek dalam penelitian 3 pasien frekuensi respirasi pasien 21-
3 Waladani1, yang menderita asma dengan usia 23x/menit dengan keluhan sesak
Aprilia 13-50 tahun, menderita asma lebih berkurang. Terapi blowing
Safaroni3 dari 3 bulan, frekuensi kekambuhan ballon efektif untuk
(2021) ≤ 2 kali/minggu. Terapi dilakukan menstabilkan frekuensi
sebanyak 5 kali. Subjek diberikan pernafasan pasien asma
tindakan terapi blowing ballon
METODE (DESAIN, SAMPEL,
NO AUTHOR JUDUL VARIABLE, INSTRUMEN, HASIL PENELITIAN DATABASE
ANALISIS)
4 Dayita Sukma Pengaruh Latihan Deep Penelitian eksperimental dengan Rerata SpO2 pre dan post latihan Google
Destanta1 , Breathing Terhadap desain one group pre-test post-test. deep breathing akut adalah 96,9 Scholar
50
Erna Saturasi Oksigen Pada Sampel adalah 10 perokok dewasa ± 1,101 dan 98,2 ± 1,033;
Setiawati2 , Perokok Aktif aktif yang diseleksi dengan metode sedangkan rerata SpO2 post
Rahmi Isma purposive sampling. Instrumen yang latihan deep breathing kronik
Asmara Putri2 digunakan adalah timbangan, adalah 98,4 ± 0,516. Pada
(2019) microtoise, dan pulse oximeter. analisis uji Wilcoxon didapatkan
Latihan deep breathing dilakukan 3 perbedaan bermakna pada
kali dalam seminggu selama 4 analisis latihan akut (p=0,018)
minggu dengan durasi 15 menit per dan latihan kronik (p=0,010).
latihan. Analisis data menggunakan Latihan deep breathing secara
uji Wilcoxon. . akut dan kronik memberikan
peningkatan bermakna pada nilai
saturasi oksigen perokok aktif.
METODE (DESAIN, SAMPEL,
NO AUTHOR JUDUL VARIABLE, INSTRUMEN, HASIL PENELITIAN DATABASE
ANALISIS)
Dewi, Ni Luh Deep Breathing Exercise Penelusuran artikel dilakukan Berdasarkan pemaparan dari 7
Listya Meningkatkan Saturasi melalui tiga database ( Urecol , artikelmenyatakan rata-rata
(2020) Oksigen Pada Pasien Google Schoolar , dan Researchgate) saturasi oksigen sebelum
Asma yang dicari mulai tahun 2010 sampai intervensi berada di bawah
2020 berupa laporan hasil penelitian normal dan saturasi oksigen
dan review yang membahas setelah intervensi rata- rata Google
5
pengaruh deep breathing exercise menyatakan dalam batas Scholar
terhadap saturasi oksigen . Kata normal .
kunci deep breathing exercise,
saturasi oksigen , dan asma
digunakan untuk mencari data pada
database eletronik.
METODE (DESAIN, SAMPEL,
NO AUTHOR JUDUL VARIABLE, INSTRUMEN, HASIL PENELITIAN DATABASE
ANALISIS)
6 Kartikasari, Pursed Lips Breathing Tujuan penelitian untuk mengetahui Hasil penelitian terdapat Google
51
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Zulkarni, R., Nessa, N., Athifah, Y. 2019. Analisis Ketepatan Pemilihan dan Penentuan
Regimen Obat pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (ASMA). Jurnal Sains
Farmasi dan Klinis
Lampiran 1
CHEKLIST
BALLON BLOWING
A. Pengertian
cara meniup balon merupakan salah satu latihan relaksasi nafas dengan menghirup
udara melalui hidung dan ekspirasi melalui mulut ke dalam balon. Relaksasi ini dapat
B. Tujuan
a. Memperbaiki transporoksigen
PROSEDUR KET
A. PERSIAPAN
a. 3 buah balon
b. Jam
B. PELAKSANAAN
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin, jika pasien mampu untuk
berdiri maka lakukan sambil berdiri (karena dengan posisi
berdiri tegak lebih meningkatkan kapasitas paru dibandingkan
dengan posisiduduk).
Gambar 2.3 Posisi Supinasi
Sumber : https://www.nerslicious.com/posisi-pasien/
8. Jika pasien melakukan dengan posisi tidur maka tekuk kaki
pasien atau menginjak tempat tidur (posisi supinasi) dan posisi
badan lurus atau tidak memakaibantal