Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKIAL

DI RSUD dr. M. YUNUS BENGKULU


TAHUN 2022

STEVEN CARLOS
NIM:202001038

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2022

1
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan oleh STEVEN CARLOS NIM 202001038 dengan judul “LAPORAN
PENDAHULUAN "ASMA BRONKIALIS" telah diperiksa dan disetujui

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Ns,Yuli Subekti,S.Kep Ns.Maritta Sari M A N


NIP/NIK. NIDN/NIK.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2022

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan ini. Penulisan
Laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
kompetensi Praktik Klinik Keperawatan II (PKK II) pada Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sapta Bakti. Laporan Asuhan Keperawatan ini terwujud
atas bimbingan dan pengarahan dari Ibu Ns.Maritta Sari,M.A.N. selaku pembimbing serta
bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis pada
kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Djusmalinar, SKM, M.Kes selaku Ketua STIKes Sapta Bakti
2. Ibu Ns. Siska Iskandar, M.A.N sebagai Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Sapta Bakti
3. Ibu Ns.Maritta Sari,M.A.N sebagai pembimbing akademik
4. Ns.Yuli Subekti,S.kep sebagai pembimbing lahan

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
dukungan dan kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Lapiran ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bengkulu, 15 agustus 2022

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan kasus kesehatan masyarakat yang serius di berbagai dunia
(Mangunugroho, 2016). Asma adalah penyakit kronis yang mengganggu jalan napas
akibat adanya inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas sehingga
menjadi sangat sensitif yang menimbulkan reaksi yang berlebihan. Akibatnya saluran
napas menyempit dan jumlah udara yang masuk ke dalam paru berkurang (WHO,
2015).
Serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus,
gagalnya upaya pencegahan atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang penderita
mengalami tanda klinis asma terdiri dari trias sesak napas, batuk, wheezing, gejala
lainnya yang dapat timbul berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan
toleransi kerja, nyeri tenggorokan dan pada asma alergi dapat disertai dengan pilek
atau bersin (Bateman, 2017). Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering di temukan
wheezing. Ciri ciri umum fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, umum
ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi, sedangkan ciri-ciri patologis
yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang di sertai dengan perubahan
struktur saluran napas (Iris Rengganis, 2015).
Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas sehingga respirasi selalu
lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk
tegak dan menggunakan setiap otot pemapasan Penggunaan otot aksisori pemapasan
yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat menyebabkan penderita asma
kelelahan saat bemapas ketika serangan atau ketika beraktivitas (Brunner dan
Suddarth, 2002).Asma bronkial dapat terjadi pada semua usia namun lebih sering dan
banyak terjadi pada usia 20 sampai 55 tahun dikarenakan masa dewasa terjadi
perubahan hormonal yaitu hormon estrogen dapat meningkatkan kortikosteroid yang
berikatan dengan globulin, sedangkan hormon progesteron dan hormon kortisol
berikatan pada sisi globulin sehingga hormon estrogen maupun progesteron

4
mempengaruhi penurunan jumlah kortisol yang menyebabkan terjadinya penyempitan
bronkus dan menimbulkan serangan asma bronkial (Lange, 2011).
Hormon estrogen meningkatkan adhesi terhadap sel-sel endotel di pembuluh
darah sehingga hormon estrogen dan progesteron meningkatkan degranulasi eosinofil
sehingga memudahkan serangan asma bronkial Sedangkan pada Jenis kelamin asma
bronkial lebih rentan terjadi pada perempuan kama lebih rentan terhadap pajanan yang
dapat memicu hipersensitifitas dan merespon reaksi dengan lebih buruk dibanding
laki-laki (Postma 2017) Faktor aktivitas dan stres fisikologis pada perempuan dapat
memperburuk dan meningkatkan kekambuhan asma bronkial.Dan berdasarkan
penelitian Schatz (2013) terdapat beberapa hal yang menyebabkan meningkatnya
kejadian pada perempuan di bandingkan laki-laki karena adanya perbedaan hormon
laki-laki dan perempuan, kecemasan, depresi dan obesitas sering menyerang
perempuan.
Menurut data dari laporan Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2017
dinyatakan bahwa angka kejadian asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan
diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di dunia menderita asma. Prevalensi asma
menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan 235 juta
penduduk dunia saat ini menderita penyakit asma dan kurang terdiagnosis dengan
angka kematian lebih dari 80% di negara berkembang termasuk Indonesia Dari hasil
survey Riskesdas pada semua umur di tahun 2018 Indonesia mencapai 2.4% di dunia
dan di provinsi Bengkulu mencapai 2,2% dari 2.4% penyakit asma Indonesia di dunia
(Kemenkes RI, 2018). Sedangkan hasil survey kunjungan pasien asma di RSUD Dr.
M Yunus Bengkulu pada tahun 2017 sebanyak 567 pasien, tahun 2018 sebanyak 678
pasien sedangkan pada tahun 2019 dari bulan Januari, Februari, dan Maret sebanyak
167 pasien Asma.
Asma mempunyai dampak yang mengganggu aktifitas sehari-hari gejala asma
dapat mengalami komplikasi sehingga menurunkan produktivitas kerja dan kualitas
hidup (GINA, 2012). Pada penderita asma eksaserbasi akut dapat tejadi saja sewaktu-
waktu yang berlangsung beberapa menit hingga hitungan jam. Semakin sering
serangan asma terjadi maka akibatnya akan semakin fatal sehingga mempengaruhi
aktifitas penting seperti kehadiran disekolah, pemilihan pekerjaan yang dapat
dilakukan, aktifitas fisik dan aspek kehidupan lain (Brunner dan Suddarth, 2002)
5
Dampak terburuk dari asma apa bila tidak dilakukan penanganan secara cepat dan
tepat pasien dapat mengalami kegagalan nafas, dapat mengalami penurunan kualitas
hidup, produtivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, resiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian (Muchid, 2007).
Asma harus segera ditangani dengan cepat dan tepat dengan tujuan untuk menjaga
agar asma tetap terkontrol yang ditandai dengan penurunan gejala asma yang
dirasakan atau tidak sama sekali, sehingga penderita dapat melakukan aktifitas tanpa
terganggu oleh asmanya. Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan
cara mengindari alergen pencetus asma, konsultasi Asma dengan tim medis secara
teratur. hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai dan menghindari stres
(Kusuma Husada, 2014).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas sayaa mengangkat rumusan masalah
“Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma bronkial Di Ruang
Kemunig RSUD M YUNUS Bengkulu ?”

C. Tujuan
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan Pada Pasien Asma bronkialis Di Ruang
Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu.
2 Tujuan Khusus
a).Untuk mengidentifikasi pengkajian asuhan keperawatan pada Pasien Asma
bronkialis Di Ruang Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu tahun 2022.
b).Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada Pasien Asma bronkialis Di
Ruang Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu tahun 2022.
c).Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan pada Pasien Asma bronkialis Di
Ruang Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu tahun 2022.
d).Untuk mengidentifikasi implementasi keperawatan pada Pasien Asma bronkialis
Di Ruang Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu tahun 2022.
e).Untuk mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada Pasien Asma bronkialis Di
Ruang Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu tahun 2022.

6
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
a. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan
pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat mengenai asuhan
keperawatan pada Pasien Asma bronkialis Di Ruang Kemuning RSUD M
YUNUS Bengkulu.
b. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan
pengetahuan bagi mahasiswa jurusan keperawatan mengenai asuhan
keperawatan pada Pasien Asma bronkialis Di Ruang Kemuning RSUD M
YUNUS Bengkulu.
c. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran untuk
penelitan lebih lanjut yang terkait dengan asuhan keperawatan pada Pasien
Asma bronkial Di Ruang Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu.
2. Manfaat praktis
a.Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan kepada
perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada Pasien Asma
bronkialis Di Ruang Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu.
b.Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sikap
kepada pasien dan keluarga terkait pada Pasien Asma bronkial Di Ruang Melati
RSUD M YUNUS Bengkulu.
c.Asuhan keperawatan ini dapat memberikan manfaat sebagai acuan bagi pihak
institusi kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Pasien Asma
bronkialis di ruangan Kemuning RSUD M YUNUS Bengkulu .

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Medis
1.Definisi
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena
hivesensivitas terhadap rangsangan tertenu, yang menyebabkan peradanagan,
penyempitan ini bersifat berulang dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma Bronkial,
hipersensensitif dan hiperaktif terhadap rangasangan dari luar, seperti debu rumah,
bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculan sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa dtang secara tiba-tiba jika tidak dapat
mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos
saluran pemapasan, pembengkakan selaput lender, dan pembentukan timbunan lendir
yang berlebihan (Irman Somarti, 2012). Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas
yang dicirikan dengan batuk, dada terasa berat, kesulitan bernafas, dan mengi (wheezing).
Asma dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal, endokrin, infeksi,
otonomik dan psikologi. Asma terjadi pada saluran bronkial dengan ciri bronkospasme
periodik, dimana terjadinya kontraksi spasme pada saluran pernafasan terutama pada
percabangan trakeobrokhial (Somantri, 2012).
2. Anatomi fisiologi
a). Anatomi

1. Hidung :
Hidung adalah tonjolan yang berada tepat di tengah wajah dan berfungsi sebagai
organ pernapasan, indera penciuman, bahkan indera penggecap. Hidung juga
berperan sebagai saringan yang membersihkan dan menyaring udara yang akan
memasuki tubuh
2.Faring :
8
Faring ini bentuknya seperti tabung dan letaknya di belakang rongga hidung.
Fungsi dari faring ini adalah sebagai penyalur. Jadi udara yang masuk ke tubuh
disalurkan lewat faring ke trakea
3.Epiglotis :
Epiglotis merupakan katup yang berfungsi untuk mencegah makanan dan
minuman masuk ke saluran udara pada tenggorokan. Pada epiglotitis, jaringan ini
terinfeksi, meradang, dan membengkak, sehingga memblokir jalur napas.
Meskipun kondisi ini bisa terjadi di segala usia, epiglotitis umumnya ditemukan
pada anak-anak.
4.Pita Suara :
Pita suara merupakan jaringan elastis di kotak suara (laring) yang terletak di
pangkal tenggorokan. Ketika seseorang berbicara atau bernyanyi, udara dari paru-
paru keluar melewati pita suara dan menimbulkan getaran.
5.Laring :
Laring adalah bagian dari sistem pernapasan. Organ ini menghubungkan trakea
(saluran udara) dan tenggorokan. Selain memiliki peran penting dalam
menghasilkan suara, laring juga berfungsi mencegah makanan dan minuman
masuk ke saluran pernapasan.
6.Trakea :
Trakea adalah organ pernapasan yang bentuknya seperti tabung besar. Organ ini
termasuk organ pernapasan bagian bawah sama seperti paru-paru, bronkus,
bronkiolus, dan alveolus. Menurut penjelasan di hellosehat.com, trakea memiliki
panjang kurang lebih 11 cm dengan lebar 2,5 cm
7.Bronkus :
Bronkus adalah saluran yang menghubungkan antara trakea dan paru-paru. Dalam
hal ini, bronkus berfungsi mengantarkan udara dari saluran napas atas ke dalam
paru-paru sekaligus mengeluarkannya dari paru-paru. Bronkiolus akan membawa
udara yang kaya oksigen ke kantung udara alveolus
8.Diafragma :
Diafragma adalah otot rangka tipis yang berada di dasar dada dan memisahkan
perut dari dada. Diafragma berkontraksi dan bergerak mendatar saat kamu
menarik napas. Peristiwa ini menciptakan efek vakum yang menarik udara ke
paru-paru

9
b). Fisiologi asma bronkialis
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung faring,
trakea, bronkus dan bronkeolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai
bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk
kedalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari
epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh
lapisan mukus yang disekresi oleh sell goblet dan kelenjar serosa. Paitikel-partikel
debu yang kusam dapat disaring oleh rambut-rambut yang ada dalam lubang
hidung, sedangkan partikel yang halus, akan terjerat dalam lapisan mukus.
Gerakan silia mendorong mukus ke posteriar di dalam rongga hidung dan ke
superior di dalam sistem pernafasan yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara
inspirasi telah di sesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring
hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabannya mencapai
100 % (Price & Willson, 2014).
Udara yang mengalir ke faring menuju ke laring atau kotak suara meskipun
laring terutama berfungsi sebagai organ pelindung pada waktu kita menelan tetapi
gerakan laring ke atas menutup glotis dan fungsi seperti pintu untuk mengarahkan
cairan atau makanan yang masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing
masih mampu masuk melampaui glotis maka laring yang mempunyai fungsi batuk
akan membantu benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah
(Price & Wilson, 2014).

10
Struktur trakea dan bronkus dianalogikan sebuah pohon, dan oleh
karena itu dinamakan pohon trakheobronkiale. Tempat dimana trakea
bercabang menjadi bronkhus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini bercabang terus sampai bronkious terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang mengandung alveoli atau kantong udara (Price
& Wilson, 2014)

3. Etiologi
Suatu penelitian di sebuah Rumah Sakit swasta di Surabaya menjelaskan bahwa
keturunan, polusi lingkungan, dan pola atau kebiasaan makan merupakan penyebab
tertinggi asma (Lorensia, Yulia, & Wahyuningtyas, 2016).
a. Genetik Genetik merupakan faktor predisposisi dalam asma. Penyakit asma
bronkial diturunkan dalam keluarga dan berhubungan erat dengan atopi. Keluarga
dekat yang memiliki alergi biasanya menurun pada penderita. Bakat yang menurun
dari keluarga tersebut, ketika penderita terpapar dengan faktor pencetus maka
sangat mudah terkena asma bronkial (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004).
b. Obesitas Studi mengevaluasi hubungan obesitas dengan asma pada umumnya
menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT≥25kg/m2 dianggap kelebihan berat
badan, sedangkan IMT≥30kg/m2 masuk dalam klasifikasi obesitas (Kankaanranta,
Kauppi, Tuomisto, & Ilmarinen, 2016). Penelitian menunjukkan bahwa individu yang
mengalami kelebihan berat badan atau 13 obesitas terjadi peningkatan kejadian
asma. Insiden asma terjadi seiring bertambahnya IMT seseorang (Berawi & Ningrum,
2017). Asma lebih sering terjadi pada individu obesitas (IMT>30kg/m2 ) dan lebih
susah untuk di kontrol. c. Jenis kelamin Laki-laki merupakan faktor risiko terjadinya
asma pada anak-anak. Prevalensi asma pada anak laki-laki sebelum berumur 14
tahun dua kali lebih besar (Global Initiatve for Asthma (GINA), 2012). Wanita setelah
pubertas lebih sering terkena asma. Risiko asma pada wanita dilaporkan menurun

11
secara umum setelah menopause, kecuali pada wanita yang menggunakan terapi
penggantian hormon pasca menopause (Ilmarinen, Tuomisto, & Kankaanranta,
2015).
2) Faktor lingkungan
a. Rangsangan alergen
Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi ketika suatu alergen (debu) masuk ke
dalam saluran pernafasan. Pada studi penelitian yang dilakukan oleh Wibowo
(2017) di Klinik Spesialis Paru Harum Melati, Pringsewu, Lampung, didapatkan
bahwa penyebab terjadinya asma sebanyak 33% adalah terpajan oleh debu.
b. Rangsangan bahan-bahan di lingkungan kerja Lingkungan pekerjaan yang
mengandung debu industri yang cukup tinggi dapat menimbulkan penyakit
asma. Pada saat debu terhirup, debu akan bergerak dan melalui belokan
belokan di sepanjang jalan pernapasan ikut dengan aliran lurus kedalam
didorong oleh aliran udara. Partikel yang berukuran besar akan mencari tempat
yang lebih ideal untuk mengendap. 14 Debu berukuran 2-3 mikron mengendap
lebih dalam pada bronkus atau bronkiolus yang menimbulkan efek alergi atau
asma (Darmawan, 2013).
c. Asap rokok Perokok aktif maupun pasif merupakan faktor risiko utama untuk
asma onset dewasa. Merokok akan mempercepat penurunan fungsi paru-paru
tahunan normal pada pasien nonatopik dengan asma awal atau lambat (mulai
≥10 tahun) (Ilmarinen et al., 2015). d. Polusi udara Ketika di suatu area terjadi
peningkatan konsetrasi polusi udara yang melebihi batas normal, maka akan
menyebabkan risiko penyakit respirasi akut dan kronik. Peningkatan gejala asma
dapat terjadi akibat kualitas udara yang buruk (Susanto, Purwitasari, Antariksa,
Soemarwoto, & Mustofa, 2018)
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma menurut
Halim Danokusumo(2015) dalam Padila (2015) diantaranya ialah :
a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang

12
timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
b.Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada
Rongen paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis resp

5. Patofisiologi
Mekanisme perjalanan penyakit asma bronchial adalah individu dengan
asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang
dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan
ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan

13
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan
mukus yang sangat banyak (Padila, 2013).

Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin
ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma
dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon para simpatis.

Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk
dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama
terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan
memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari
bronkhiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus yang dalam
keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat
ekspirasi.

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga


terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang
yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara
keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-
putihan (Padilla, 2013).

14
6.WOC

Factor intrisik factor ektrensik

Infeksi kuman factor keturunan

Infeksi saluran pernapasan

Penggatipan respon imun

Pengatipan mediator kimiawi,histamine,serotinim

Brounch spasme edema mukosa sekresi inflamasi

Penyepitan jalan napas tidak efektif

Pola napas tidak efektif

Serangan naroksimal

Dyspnea,wheezing,sputum dan batuk

Infeksi bersihan jalan napas tidak epektif

7. Komplikasi

15
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat laun akan pada
terjadinya komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa
penyakit sebagai berikut yaitu:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam ronggapleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma "udara", juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini
dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara
keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pemafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pemapasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,misalnya pada otak dan
mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergilosis
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadapkarbodioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

f. Bronkhitis

16
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di manalapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak.Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir
(dahak).Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit berapas karena indi
compit oloh adanya lendi

8. Pencegahan
 Berhenti merokok
 Hindari paparan asap rokok, debu, polusi udara, bau-bauan yang
mengiritasi seperti parfum, obat semprot serangga, deterjen cucian
 Jangan memelihara hewan seperti anjing dan kucing
 Gunakan kasur dan bantal sintesis atau jika tidak ada, gunakan kain
penutup yang terbuat dari bahan sintesis
 Usahakan tidak memakai karpet di dalam rumah/kamar tidur
 Jemur dan tepuk-tpuk kasur secara rutin

9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma bronkhial (Hadibroto, 2016),
yaitu:
a. Pemeriksaan darah
Terkadang pada pemeriksaan darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH,
leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan adanya suatu
infeksi.
b.Pemeriksaan sputum
Terkadang pada pemeriksaan sputum ditemui kristal-kristal charcot leyden
yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil,spiral curshmann,creole dan
c. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai allergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada pasien asma.
d.scaning paru

17
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e.Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible.Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
f.Pemeriksaan Radiologi
1.Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru- paru yakni rodiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut :
a.Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hillus akan
bertambah
b.Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah
c.Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran inflitrate pada paru
d.Dapat pula menimbulkan atelektasis lokal
e.Bila terjadi pneumonia mediastrium, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
10. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol
manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma yang terkontrol (Putri K,D Eds. 2016)
Penanganan asma :
a.Agonis beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan
meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epineftrin, albutenol, meta

18
profenid, iso proterenoliisoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa
digunakan secara parenteral dan inhalasi.
b.Bronkodilator, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan
mukus dalam jalan nafas. Contoh obat : aminophyllin, teophyllin, diberikan
secara IV dan oral.
c.Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan
secara inhalasi.
d.Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Contoh obat : hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan
secara IV dan oral.
e.Inhibitor sel mast, contoh obat : natrium kromalin , diberikan melalui
inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
d.Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55
mmHg.

19
20

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1.Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
b.Usia : asma bronkial dapat menyerang segala usia, tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
c.Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.(Somantri, 2009)
d.Tempat tinggal dan jenis pekerjaan : lingkungan kerja diperkirakan
merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma
bronkial (Nugroho,T. 2016). Kondisi rumah, pajanan alergen, hewan di
dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan dan pemanasan
(Francis, 2011).
2. Riwayat kesehatan Sekarang
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa timbul pada pasien yang mengalami asma
bronkial adalah batuk, peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari
atau berbulan-bulan), hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada
(Somantri, 2009)
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma
bronkial adalah pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak,
biasanya pasien sudah lama menderita penyakit asma, dalam keluarga
ada yang menderita penyakit asma. ( Ghofur A, 2008)
c. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien.
Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini :
1.Riwayat merokok, merokok merupakan penyebab utama Kanker
paru-paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Semua keadaan itu
sangat jarang menimpa non perokok. Pengobatan saat ini, alergi dan
tempat tinggal.
21

Anamnesis harus mencakup hal-hal :


1.Usia mulainya merokok secara rutin
2.Rata-rata jumlah rokok yang dihisap per-hari
3.Usia menghentikan kebiasaan merokok
d.Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali ditemukan di dapatkan adanya
riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya
(Somantri, 2009).
e.Riwayat Psikososial
a.Presepsi klien terhadap masalahnya
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Presepsi yang salah
satu dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.
b.Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan
Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif ( Asmadi, 2008).
c.Pola komunikasi
Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan
dengan orang lain.
d.Pola interaksi
Pada pasien asma, biasanya interaksi dengan orang lain berkurang.

6. Genogram
Genogram umunya dituliskan dalam tiga generasi sesaui dengan
kebutuhan.Bila klien adalah seorang nenek atau kakek, maka dibuat dua
generasi dibawah, bila klien adalah anak-anak maka dibuat generasi keatas
(Sukarmin, 2013).
22

7. Pola Kebiasaan Sehari-Hari


a.Pola Nutrisi
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada pasien
sesak, potensial sekali terjadi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas
yang dialami pasien.
b.Eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam eliminasi. Penderita
asma dilarang menahan buang air kecil dan buang air besar, kebiasaan
menahan buang air kecil dan buang air besar akan menyebabkan feses
menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan
sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan (Mumpuni & Wulandari,
2013).
c.Istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola
tidur dan istirahat pasien.
d.Pola Personal Hygiene
Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang mengalami asma.
Terkadang ada hambatan dalam personal hygiene.
e.Aktivitas
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja,
dan aktfitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya
asma. Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga (Mumpuni dan
Wulandari, 2013).
f.Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia. Bila kebutuhan
ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah
23

ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya


serangan asma (Perry & Asmadi, 2008)

8. Pemeriksaan Fisik
a.Keadaan umum klien
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis, lemah, dan sesak
nafas.
b.Pemeriksaan kepala dan muka
Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam atau putih, tidak ada
lesi.
e.Pemeriksaan telinga
Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan. Palpasi : tidak ada
nyeri tekan
f.Pemeriksaan mata
Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada odema
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, konjungtiva merah muda, sklera putih
g.Pemeriksaan Hidung
Inspeksi : Simetris, terdapat rambut hidung,terdapat pernafasan cuping
hidung, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
h.Pemeriksaan mulut dan faring
Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya ada kesulitan
untuk menelan.
i.Pemeriksaan leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
j.Pemeriksaan thoraks
1.Pemeriksaan Paru
a.Inspeksi
24

Batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental dan sulit


dikeluarkan, bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan, sianosis
(Somantri, 2009). Mekanika bernafas,
pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen, dan sulit bicara karena
sesak nafas (Marelli, 2008).
b.Palpasi
Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan (Somantri, 2009).
Takikardi akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral
(Djojodibroto, 2016).
c.Perkusi
Lapang paru yang hipersonor pada perkusi (Kowalak, Welsh, & Mayer,
2012)
d.Auskultasi
Respiras terdengar kasar dan suara mengi (Whezzing) pada fase respirasi
semakin menonjol (Somantri, 2009).
2.Pemeriksaan Jantung
a.Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b.Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid clavicula kiri
c.Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara tambahan
d.Perkusi : suara pekak
2.Analisa Data
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : Batuk tidak Bersihan jalan
a.Dyspnea efektif nafas tidak efektif
b.Sulit bicara
c.Ortop nea Sekresi yang
DO : tertahan
a.batuk tidak efektif
b.sputum berlebih
c.mengi,wheezing Bersihan jalan

d.frekuensi napas berubah napas tidak


25

efektif
2 DS : Napas cuping Ganguan
a.dispnea hidung pertukaran gas
b.pusing
c.pengelihatan kabur Ketidak
DO: seimbangan
1.PCO2 ventilasi-perfusi
meningkat/menurun
2.PO2 menurun Ganguan

3.napas cuping hidung pertukaran gas

4.kesadaran menurun

3.Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien asma bronchitis
menurut Bulecheck, M Gloria, dkk (2016) adalah :
1. bersihan jalan nafas tidak efektif bd sekresi yang tertahan
2. ganguan pertukaran gas bd Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi

4. Intervensi
adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan emosional
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
26

Keperawatan kriteria hasil

Bersihan jalan Paint control Setelah di Pain menegent


nafas tidak lakukan tindakan Observasi:
efektif kepeawatan selama... a.identifikasi kemampuan batuk
jam diharapakan : b.monitor adanya retensi
a.Produksi sputum sputum
menurun c.monitor tanda dan gejala
b.mengi,wheezing infeksi saluran napas
menurun terapeutik:
c.dispnea a.atur posisi semi fowler atau
d.ortopnea fowler
e.frekuensi napas b.pasang perlak dan Bangkok di
membaik pangkuan pasien
f.pola napas membaik c.buang secret dan sputum di
bengkok
edukasi :
a.jelasakan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b.anjurkan tarik napas dalam
hinggah 3 kaki
c.anjurkan batuk dengan kuat
lansung setelah tarik napas
dalam yang ke 3 kali.
Kolaborasi :
a.Kolaborasi pemberian
mukolitik atau eksptoran,jika
perlu.

Ganguan Paint control Setelah di Intervensi utama


pertukaran gas lakukan tindakan Observasi :
27

kepeawatan selama... a.monitor kecepatan aliran


jam diharapakan : oksigen
a.dispnea menurun b.monitor alat posisi oksigen
b.bunyi napas tambahan c.monitor aliran oksigen secara
menurun periodic
c.napas cuping hidung d.monitor efektifitas oksigen
menurun. terapeutik :
d.FCO2 membaik a.bersikan secret pada mulut
e.PO2 membaik dan hidung jika perlu
f.pola napas membaik b.pertahankan kepatenan jalan
napas
c.siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
d.berikan tambahan
oksigan,jika perlu
edukasi :
a.ajarakan keluaraga dan pasien
cara mengunakan oksigen di
rumah
kolaborasi:
a.kolaborasi penentuan dosis
oksigen
28
29
30
0

Anda mungkin juga menyukai