Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT PADA


PASIEN PPOK DI IGD RSU MUHAMADIYAH SITI AMINAH

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah


Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Kegawatdaruratan dan Kritis

Dosen Pembimbing : Umi Kalsum Mustalqimah, S.Tr.Kep

OLEH
NAMA : Feby Haria Jasesa
NIM : 1911604086

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA


TERAPAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA TAHUN
2022
LAPORAN
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT PADA
PASIEN PPOK DI IGD RSU MUHAMADIYAH SITI AMINAH

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah


Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Kegawatdaruratan dan Kritis

DISUSUN OLEH
NAMA : Feby Haria Jasesa
NIM : 1911604086

Telah diperiksa dan disetujui tanggal .....................

Mengetahui,
Pembimbing Lapangan Pembimbing akademik

(Evi Marantika, S.Kep, Ns) (Umi Kalsum Mustalqimah, S.Tr.Kep)


BAB I
PENDAHULUN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Somantri, 2009).
Menurut Gleadle (2007) , PPOK merupakan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan
nafas progresif yang disebabkan oleh reaksi peradangan abnormal. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang membentuk PPOK yaitu bronchitis kronis, emfisema paru-
paru dan asma ( Manurung, 2016).
PPOK lebih banyak ditemukan pada pria perokok berat. Merokok merupakan
penyebab utama terjadinya PPOK dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok dibanding
dengan bukan perokok dan merupakan penyebab dari 85-90 % kasus PPOK. Kurang lebih
15-20 % perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya
rokok yang dihisap, umur mulai merokok dan status merokok yang terakhir saat PPOK
berkembang. Namun demikian tidak semua penderita PPOK adalah perokok. Kurang lebih
10 % orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok pasif (tidak
merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga beresiko menderita PPOK (Ikawati, 2016).
Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey, prevalensi merokok di kalangan orang
Indonesia berusia 15 tahun ke atas meningkat dari 34,2% di 2007 ke 34,7% pada tahun 2010,
dan menjadi 36,3% pada tahun 2013 (GYTS, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 lebih dari 3 juta orang
meninggal karena PPOK pada tahun 2015 yang setara dengan 5% dari semua kematian
secara global (WHO, 2015). Berdasarkan data dari American Lung Association 2013 PPOK
merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan lebih dari 11 juta orang telah
didiagnosis dengan PPOK ( ALA, 2013). Data dari United Kingdom sebanyak 10.853
pasien menderita PPOK dengan komplikasi gagal jantung tahun 2015 (Brian Lpworth, dkk
2016). Di Asia Tenggara tahun 2013 diperkirakan prevalensi PPOK sebesar 6,3% dengan
prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%) (Ratih, 2013).
Prevalensi PPOK berdasakan wawancara di Indonesia didapati 3,7 % per mil dengan
frekuensi yang lebih tinggi pada laki-laki, dari seluruh populasi daerah yang terbanyak yaitu
di Nusa Tenggara Timur (10,0%) (Rikesdas, 2013). Kunjungan pasien PPOK di rumah sakit
Persahabatan Jakarta sebanyak 1.735 pada tahun 2007 hingga tahun 2013 jumlah kunjungan
tercatat sebanyak 1.702 . Jumlah tersebut terus meningkat dan pada tahun 2014 mencapai
1.905 pasien. ( Ghofar, 2014).
Propinsi Sumatera Barat berada pada urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita
PPOK di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 3,0% (Riskesdas, 2013). Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil merupakan rumah sakit rujukan Sumatera Bagian
Tengah meliputi Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau. Berdasarkan data yang
didapat dari Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang di Instalasi Rawat Inap
Non Bedah (Penyakit Paru) terjadi peningkatan kasus PPOK yang dirawat inap dari 111
pada tahun 2010 menjadi 150 pada tahun 2011. Pada tahun 2013 terjadi penurunan kasus
PPOK yang dirawat inap menjadi 116 kasus, pada tahun 2015 kejadian PPOK meningkat
menjadi 143 kasus dan pada tahun 2016 didapatkan jumlah kasus PPOK pada 1 Januari
sampai 31 Desember 2016 sebanyak 127 orang. Data terakhir pada bulan Desember 2016
jumlah penderita PPOK sebanyak 11 orang ( Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang) .
Pasien dengan PPOK mengalami penurunan kapasitas kualitas hidup, peningkatan
biaya hidup serta ketidakmampuan fisik. Pelayanan keperawatan yang optimal merupakan
tugas dan tanggung jawab perawat yang bertujuan untuk perbaikan dan memaksimalkan
kemampuan pasien PPOK dalam memenuhi kebutuhan dan aktivitas yang mampu
dilakukan. Perawat berperan dalam memberikan layanan asuhan keperawatan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada pasien. Perawat memperhatikan kebutuhan dasar
pasien melalui pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.
Dimulai dari pengkajian lalu menentukan diagnosa keperawatan. Kemudian
diimplementasikan sesuai dengan tindakan atau intervensi dengan tujuan yang tepat
sehingga dapat di evaluasi (Anggriani, 2013)
Keluhan pasien dengan PPOK pada umumnya adalah batuk dan sesak nafas yang
semakin berat seiring dengan adanya aktifitas. Dalam kondisi ini perawat sangat dibutuhkan
oleh pasien dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan kenyamanan. Intervensi keperawatan
yang dilaksanakan pada pasien penyakit paru obstruksi kronis bertujuan meningkatkan dan
mempertahankan oksigenasi tercakup dalam domain keperawatan, yaitu pemberian dan
pemantauan intervensi serta program yang terapeutik. Tindakan keperawatan mandiri yang
dimaksud seperti perilaku peningkatan kesehatan dan upaya pencegahan, pengaturan posisi
fowler atau semifowler, teknik batuk efektif, dan intervensi tidak mandiri, seperti
pengisapan lendir (suction), fisioterapi dada, hidrasi, dan inhalasi serta terapi oksigen
(Potter dan Perry, 2005).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti tanggal 02 Februari 2017,
terdapat 2 (dua) orang pasien dengan diagnosa PPOK dan kedua pasien berjenis kelamin
laki-laki. Pasien pertama berusia 47 tahun dan pasien kedua 54 tahun. Keluhan yang
dirasakan pasien adalah sesak nafas yang semakin berat seiring dengan adanya aktifitas dan
adanya batuk yang disertai dahak, pada pasien pertama didapatkan tanda-tanda vital dengan
tekanan darah 130/60 mmHg, frekuensi nafas 25x/i, suhu 36,8°C dan nadi 98x/i, pada pasien
kedua didapatkan tanda-tanda vital dengan tekanan darah 150/100 mmHg, frekuensi nafas
27x/i , suhu 36,6°C dan nadi 120x/i, kedua pasien terpasang oksigen binasal dengan
kecepatan aliran 3L/menit, pasien juga terlihat terpasang infus dengan cairan NaCl 0,9%
dan terpasang kateter urin. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu perawat di ruang
paru, perawat megatakan tindakan keperawatan yang sering dilakukan pada pasien PPOK
di ruangan adalah mengajarkan nafas dalam dan batuk efektif karena keluhan yang
dirasakan pasien dengan PPOK adalah sesak nafas dan batuk yang disertai dahak, tindakan
ini dilakukan setelah perawat melakukan pengukuran tanda-tanda vital. Tindakan
keperawatan mandiri yang belum maksimal dilakukan di ruangan adalah clapping back
karena tindakan ini membutuhkan waktu yang lebih lama sehinga asuhan keperawatan yang
diberikan tidak maksimal untuk semua pasien dimana tindakan ini bertujuan untuk
melepaskan sekret yang tertahan atau melekat pada bronchus.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah bagaimana asuhan kepenataan anestesi pada pasien penyakit paru
obstruktif kronis di RSU Muhammadiyah Siti Aminah ?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan asuhan kepenataan anestesi pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronis secara komprehensif melalui proses
keperawataan anestesi
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengkajian pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
b. Mengidentifikasi diagnosa pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
c. Mengindentifikasi intervensi pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
d. Evaluasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
D. METODE
1. Metode
Metode deskriptif yaiut metode mengungkapkan pristiwa atau gejala yang terjadi
pada waktu yang sekarang yang meliputi studi kepustakaan yang mempelajari,
mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses keperawatan
dengan Langkah-langkah pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
2. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Data diambil atau diperoleh melalui percakapaan baik dengan klien, keluarga,
maupun tim Kesehatan lain
b. Observasi
Data diambil melalui pengamatan
c. Pemeriksaan
Meliput pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang dan maupun
tim Kesehatan lain
d. Sumber data
1) Data primer
Data yang diperoleh dari klien
2) Data skunder
Data skunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang terdekat
klien, catatan medik perawat, hasil-hasil pemeriksaan dan tim Kesehatan lain
3) Data kepustakaan
Studi kepustakaan itu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan
judul studi kasus dan masalah yang dibahas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD (Cronic
Obstruktif Pulmonary Disease) adalah suatu penyakit yang bisa di cegah dan diatasi
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, biasanya bersifat
progresif dan terkait dengan adanya proses inflamasi kronis saluran nafas dan paru-paru
terhadap gas atau partikel berbahaya (Ikawati, 2016). Kumar, dkk tahun 2007
menjelaskan bahwa penyakit paru obstruktif kronis adalah penyakit yang ditandai
dengan berdasarkan uji fungsi paru terdapat bukti objektif hambatan aliran udara yang
menetap dan ireversibel.
PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. ( Manurung, 2016).
2. Etiologi
Ketiga penyakit yang menjadi penyebab PPOK yaitu asma, emfisema paru-paru dan
bronchitis. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronchial atau sering
disebut faktor pencetus adalah :
a. Alergen Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu, spora, jamur, bulu binatang, makanan
laut dan sebagainya
b. Infeksi saluran nafas Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus.
Virus influenza merupakan salah satu factor pencetus yang paling menimbulkan
asma bronchial. Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan
asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan
c. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asma akan
mendapakan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktifitas fisk yang
berlebihan.
d. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronchial sensitif atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
e. Polusi uadara Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran.
f. Lingkungan kerja Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15 % klien dengan asma (Muttaqin, 2012).
Penyebab bronchitis kronis adalah sebagai berikut :
a. Infeksi seperti Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Haemophilus
influenza.
b. Alergi
c. Rangsangan, seperti asap yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, merokok
dan lain-lain (somantri, 2009).
Penyebab dari emfisema adalah sebagai berikut :
a. Merokok Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan erat
antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV).
b. Keturunan Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak pada
emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1- antitripsin.
c. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-
gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi saluran pernafasan atas pada seseorang
penderita bronchitis kronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah
dan menyebabkan kerusakan paru bertambah.
d. Hipotesis Elastase-Antielastase Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim
proteolitik elastase dan antielastase agar tidak tejadi kerusakan pada jaringan.
Perubahan keseimbangan antara keduanya akan menimbulkan kerusakan pada
jaringan elastis paru. Struktur paru akan berubah dan terjadilah emfisema.
3. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :
a. Smoker Cough biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin kemudian
berkembang menjadi sepanjang tahun.
b. Sputum, biasanya banyak dan lengket berwarna kuning, hijau atau kekuningan
bila terjadi infeksi.
c. Dyspnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan Gejala ini mungkin
terjadi beberapa tahun sebelum kemudian sesak nafas menjadi semakin nyata
yang membuat pasien mencari bantuan medik .
4. Pemeriksaan diagnostik/ Pemeriksaan penunjang terkait
1. Pengukuran fungsi paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml
c) FEV1 (forced expired volume in one second) selalu menurun : untuk
menentukan derajat PPOK dengan nilai normal 3,2 L d) FVC (forced vital
capacity) awalnya normal kemudian menurun dengan nilai normal 4 L
d) TLC (Kapasitas Paru Total) normal sampai meningkat sedang dengan nilai
normal 6000 ml
2. Analisa gas darah
PaO2 menurun dengan nilai normal 75-100 mmHg, PCO2 meningkat dengan nilai
normal 35-45 mmHg dan nilai pH normal dengan nilai normal 7,35-7,45
3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) meningkat dengan nilai normal pada wanita 12-14 gr/dl dan
laki-laki 14-18 gr/dl , hematocrit (Ht) meningkat dengan nilai normal pada
wanita 37-43 % dan pada laki-laki 40-48 %
b) Jumlah darah merah meningkat dengan nilai normal pada wanita 4,2-5,4
jt/mm3 dan pada laki-laki 4,6-6,2 jt/mm3
c) Eosonofil meningkat dengan nilai normal 1-4 % dan total IgE serum
meningkat dengan nilai normal < 100 IU/ml
d) Pulse oksimetri , SaO2 oksigenasi meningkat dengan nilai normal > 95 %.
e) Elektrolit menurun
4. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran . kuman pathogen
yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia, hemophylus influenzae.
5. Pemeriksaan radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan bendungan area
paru (Muttaqin, 2012)
5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
1) Bronkodilator
2) Methylxanthine
3) Kortikosteroid
4) Phosphodiesterase-4 inhibitor
b. Penatalaksanaan operatif
1) Berhenti Merokok
2) Rehabilitasi PPOK
3) Terapi Oksigen
4) Nutrisi
B. Web of Caution (WOC)

C. Tinjauan Teori Asuhan Kepenataan Anestesi


1. Pengkajian
a. Data subjektif
Penata anestesi mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien melalui
wawancara langsung baik dengan pasien maupun dengan keluarga pasien
meliputi identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga dan riwayat penyakit sekarang dan riwayat kesehatan.
b. Data objektif
a) Pemeriksaan fisik
1. Breathing (B1)
1) Inpeksi : Bentuk dada simetris, bisa terdapat retraksi otot bantu nafas,
terkadang ada yang membutuhkan bantu nafas O2, mungkin terjadi
pernafasan cepat dan dangkal, RR normal 18-20x/menit mungkin
juga meningkat, nafas bau asetol
2) Palpasi : Vocal fremitus antara kiri kanan sama, susunan ruas tulang
belakang normal.
3) Perkusi : Terdapat suara sonor
4) Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan , suara nafas vesikuler
2. Blood (B2)
1) Inspeksi : Penyembuhan luka yang lama, mungkin terjadi hipertensi,
tidak ada clubbing finger, tidak terdapat pembesaran JVP
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, bisa terjadi takikardia, CRT
kembali ≤ 3 detik ( bisa saja CRT > 3 detik dan terjadi sianosis ),
pulsasi kuat lokasi radialis
3) Perkusi : Suara perkusi jantung pekak, letak jantung masih dalam
batas normal di ics II sternalis dextra sinistra sampai ics V
midclavikula sinistra
4) Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 tunggal
3. Brain (B3)
1) Inspeksi : Kesadaran bisa baik ataupun menurun, pasien bisa pusing,
merasa kesemutan, mungkin tidak disorientasi, terkadang ada
gangguan memori.
2) Palpasi : Tidak ada parese
4. Bladder ( B4 )
1) Inspeksi : Frekuensi berkemih normal, berwarna bening, berbau khas.
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada simfisis pubis
5. Bowel ( B5 )
1) Inspeksi : Keadaan mukosa bibir kering atau lembab, lidah mungkin
kotor, bisa terjadi mual muntah, penurunanan BB, polifagi, anoreksia.
2) Palpasi : Terdapat nyeri tekan abdomen atau tidak
3) Perkusi : Terdengar suara thympani
4) Auskultasi : Peristaltic usus normal 5-35x/menit
6. Bone ( B6 )
1) Inspeksi : Kulit tampak kering, adakah luka ( apabila ada luka, maka
harus dilihat keadaan luka, ada pus atau tidak, kedalaman luka, luas
luka ), ada oedeme atau tidak
2) Palpasi : Akral hangat, kekuatan otot dapat menurun , pergerakan
sendi dan tungkai bisa mengalami gangguan dan terbatas
7. Pengindraan ( B7 )
1) Inspeksi : Pengelihatan normal, ketajaman pengelihatan normal,
ketajaman penciuman normal, terdapat secret atau tidak, ketajaman
pendengaran normal, ada lesi atau tidak
2) Palpasi : Ada nyeri tekan pada mata, hidung, telinga atau tidak
8. Endokrin ( B8 )
1) Inspeksi : normal.
2) Palpasi : normal.
2. Masalah kesehatan anestesi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan,
batuk yang tidak efektif
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan,
penggunaan otot bantu pernafasan
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
3. Rencana intervensi
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas
1) Tujuan
Setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam maka diharapkan masalah
ketidakefektifan pola napas dapat teratasi atau berkurang
2) Kriteria hasil
Pola nafas pasien Kembali teratur
Respirasi rate pasien kembali normal
Pasien mudah untuk bernafas
3) Rencana intervensi
Kaji status pernapasan pasien.
Berikan terapi oksigen.
Ajarkan pasien teknik distraksi napas dalam dengan teratur.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi nebulaizer
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan,
batuk yang tidak efektif
1) Tujuan
Setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam maka diharapkan masalah
ketidakefektifan pola napas dapat teratasi atau berkurang
2) Kriteria hasil
Pola nafas normal, frekuensi, kedalaman irama
Suara nafas bersih
Tidak sianosis
3) Rencana intervensi
a) Atur posisi pasien
b) Pantau tanda-tanda ketidakefektifan pola nafas
c) Ajarkan batuk efektif
d) Ajarkan nafas dalam
e) Buka jalan nafas
f) Bersihkan sekresi
g) Beri hyperoksigenasi antar tindakan suction
h) Auskultasi suara nafas
i) Pantau status hemodinamik
c. Intoleransi aktivitas behubungan dengan kelemahan
1) Tujuan
Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam diharapkan masalah intoleransi
aktivitas teratasi atau berkurang
2) Rencana intervensi
a) Kaji status fisiologis pasien terhadap kelelahan
b) Anjurkan pasien mengungkapkan kemampuannya
c) Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai asupan energi yang sesuai
kebutuhan
4. Evaluasi
a. Pada diagnosa ketidakefektifan pola napas berhubungan penurunan kemampuan
bernapas setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan masalah
ketidakefektifan pola napas berkurang atau hilang.
b. Pada diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus
berlebihan, batuk yang tidak efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
anestesi diharapkan masalah ketidakbersihan jalan napas berkurang atau hilang.
c. Pada diagnosa intoleransi aktivitas dengan kelemahan setelah dilakukan tindakan
keperawatan anestesi diharapkan masalah intoleransi aktivitas berkurang atau
hilang.

D. Daftar Pustaka

American Lung Association 2013. tersedia pada http://www.lung.org/lung health


anddiseases/lung-disease lookup/copd/learn-about-copd/how-seriousiscopd.html diakses
pada tanggal 10 Januari 2017
Anggriani. 2013 . Gambaran Peran Perawat Sebagai Care Giver Dalam Perawatan Pasien PPOK
Selama Dirawat Di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. tersedia di
http://repository.uksw.edu/bitstream.pdf. di akses pada tanggal 16 Januari 2017
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013 Nursing Intervention
Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Mocomedia
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013 Nursing Outcome
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Mocomedia
Brashers, Valentina L., 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan & Manajemen. Edisi
Kedua. Jakarta: EGC.
Ghofar, Abdul. 2014. Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kejadian Ppok Di Paviliun Cempaka
Rsud Jombang . tersedia pada http://www.google.com/www.j urnal.unipdu.ac.id eduhealth
di akses pada tanggal 14 Januari 2017
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Pocket. 2014. Global Strategy For The
Diagnosis Management And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease: USA.
tersedia pada https://www.google.com/urlwww.researchgate.netfile.PostFileLoader.html
di akses tanggal 15 Januari 2017
BAB III
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT PADA
PASIEN PPOK IGD
RSU MUHAMADIYAH SITI AMINAH

A. PENGKAJIAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : tn.w
Umur : 41th
Alamat :-
Pendidikan : Sma
Agama : Islam
No. RM : xxxxx
Diagnosa Medis : PPOK

B. TRIAGE
Kondisi pasien saat datang ke IGD : pasien datang dengan kondisi badan lemas, kulit tampak
pucat, pasien tampak batuk-batuk, pasien tampak sesak nafas, pasien tampak gelisah, TTV
;TD : 135/85, N : 110, Suhu : 36,5, RR : 25, Spo2 : 85%,

C. DATA PRE-HOSPITAL
Cara tiba di RS : pasien tiba di rs bersama keluarga dengan menggunakan mobil
Tanda tanda vital :
Tekanan darah : 135/85mmHg,
Nadi : 113x/mnt; RR : 25x /mnt,
Suhu : 36,50 C
Tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan :
1. loding cairan rl 500
2. ketorolac, ranitidine
3. nebulaizer

D. TINDAKAN PRE-HOSPITAL
Pemasangan infus, loding cairan, terapi obat ranitidine, ketoroloca, pemberian terapi
nebulaizer dengan obat pulmicort 2ml & ventolin nebul 2.5mg
E. KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
Pasien mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan badan lemas, pasien mengatakan nafsu
makan berkurang, pasien mengatakan badan panas sejak 2 hari yang lalu, pasien
mengatakan batuk-batuk 2 sejak 2 hari yang lalu, pasien tampak pucat, tampak
pembengkakan pada kaki bagian kanan

F. PENGKAJIAN PRIMER
AIRWAY : pernapasan ireguler, dispnea, RR : 25x/mnt, seputum (+), wheezing,
(+), ronkhi (+)

BREATHING : dispnea, Spo2 85%, RR 25x/mnt, reaksi otot bantuan napas ada, kelain
dinding thorax tidak ada, bunyi napas wheezing (+), ronkhi (+)

CIRCULATION : TD 135/85 mmHg, N : 110x/mnt, teraba kuat, akral dingin

DISABILITY : E 4 V 5 M 6 (Composmenstis),

EKSPOSURE : pasien tampak lemas, warna kulit pucat, Suhu tubuh 36,6°C

G. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat kesehatan sekarang
PPOK, dispnea

2. Riwayat kesehatan lalu


Asma

1. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada

2. Riwayat alergi
Tidak ada

3. Riwayat penggunaan obat


Riwayat pengobata asma

4. Riwayat makan terakhir


Makan terakhir tadi pagi

5. Pengkajian head to toe


a. Kepala
Tidak terdapat lesi atau kelianan pada tulang kepala, ubun-ubun menutup, bentuk
kepala normocephalic, kulit kepala bersih
b. Rambut
penyebaran rambur merata, rambut warnah hitam, rambut beruban, rambut bersih
c. Wajah
Struktur wajah simetri dan panca indra lengkap, warna kulit sawo matang, tidak
ikteri dan sianosis
d. Mata
Mata lengkap dan simetris antara kanan dan kiri, tidak terdapat edema pada
palpebra, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor dan reflek
pupil (+)
e. Hidung
Pada hidung tidak ditemukan adanya kelainan, tulang hidung simetris kanan dan
kiri, posisi septum nasi tegak ditengah, mukosa hidung lembab, tidak ditemukan
adanya sumbatan, tidak terdapat epistaksis, polip (-)
f. Telinga
Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan bentuk, pada lubang
telinga tak terdapat pendarahan atau pengeluaran cairan, pendengaran dalam batas
normal
g. Mulut
Pada pemeriksaan bibir, mukosa bibi lembab, tidak ada sariawan, kedaan gusi dan
gigi kurang bersih, gigi lengkap, lidah kotor
h. Leher
Pada leher posisi trakea berada ditengah, simetris, dan tidak ada penyimpangan,
tiroid tidak ada pembesaran
i. Thorax
Inpeksi : Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas, terdapat penggunaan alat bantu
pernapasan yaitu otot intercostal, RR 25x/mnt (despnea)
Asukultasi : vesikuler, terdapat suara napas tambahan, weezing(+)
Perkusi : redup
Palpasi : ictus cordis teraba
j. Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak tampak adanya trauma,
tidak terlihat adanya bendungan pembulu darah abdomen
Asukultasi : terdengar bising usus 8x/mnt
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan tidak ada, benjolan atau masa tidak ada, tanda ascites tidak
ada
k. Esktrimitas
Sirkulasi : N 110x/mnt
H. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin 12.8 L : 13,5-17,5
Leukosit 24,100 4400-11300
Hematokrit 37,2 L : 40-52
Eritrosit 4,23 L : 2,5-6,5
Trombosit 154,000 150,000-450,000
Index Eritrosit
MCV 87,9 80-100
MCH 30,3 26-34
MCHC 34,4 32-36
RDW-CV 14,8 11,5-14,5
Hitung Jenis Leukosit
Basophil 0 0-1
Eosinophil 0 1-6
Batang 0 3-5
Segmen 88 40-70
Limfosit 5 30-45
Monosit 7 2-10
Netrofil limfosit rasio 17,60
Total limfosit rasio 1,205 1000-3700
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT) 286 17-59
ALT (SGPT) 114 21-72
Fungsi Ginjal
Ureum 51,2 15-50
Kreatinin 3,26 0,8-1,5
Karbohidrat
Glukosa darah sewaktu 47 <140
Elektrolit
Na 139 135-145
K 3.1 3,6-5,5
CI 92 98-107

Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan : Ro thorax (+)
I. TERAPI MEDIS
1. ketorolac
2. ranitidine
3. nebualizer

J. ANALISA DATA
No Symptom Etiologi Problem
1 DS: Pasien mengatakan Berhubungan dengan Ketidakefektifan pola
sesak nafas penurunan kemapuan napas
DO: pasien tampak sesak bernafas
nafas, Spo2 : 85%, N :
110x/mnt, TD : 135/85
mmHg, RR : 25x/mnt
2 DS: pasien mengatakan Berhubungan dengan mukus Ketidakbersihan jalan
nafsu batuk berdahak, berlebihan, batuk yang tidak napas
pasien mengatakan dahak efektif
susah keluar
DO: pasien tampak batuk-
batuk
3 DS: pasien tampak lemas Berhubungan dengan Intoleransi aktivitas
dan pucat, pasien kelemahan
mengatakan seluruh badan
lemas
DO: pasien tampak lemas
dan pucat

K. PROBLEM (MASALAH)
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Ketidakbersihan jalan napas
3. Intoleransi aktivitas
L. INTERVENSI, - IMPLEMENTASI – EVALUASI
Nama : Tn, w No. RM : xxxxx
Umur : 41 thn Diagnosa : PPOK
Jenis kelamin : Laki-laki

Problem Rencana Intervensi


No (Masalah) Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektif Setelah dilakukan 1. Kaji status pernapasan 1. Mengkaji status S: pasien mengatakan sesak
an pola napas intervensi 1x 24 pasien. pernapasan nafas berkurang
jam maka 2. Berikan terapi oksigen. pasien. O: pasien tampak membaik,
diharapkan 3. Ajarkan pasien teknik 2. memberikan Spo2 : 99%
masalah distraksi napas dalam terapioksigen. A: Masalah teratasi sebagian
ketidakefektifan dengan teratur. 3. Mengajarkan pasien P: observasi kembali pasien
pola napas dapat teknik distraksi
teratasi Kriteria 4. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi napas dalam dengan
hasil teratur.
1. Pola nafas nebulaizer
pasien Kembali 4. Mengkolaborasi
teratur dengan dokter untuk
2. Respirasi rate pemberian terapi
pasien kembali nebulaizer
normal
3. Pasien mudah
untuk bernafas
2. Ketidakefektif Setelah dilakukan 1. pantau tanda-tanda 1. Memantau tanda-tanda S:-
an bersih jalan intervensi 1x 24 jam ketidakefektifan dan pola ketidakefektifan pola O : Jalan nafas pasienbelum
napas maka diharapkan nafas nafas efektif Nafas belum spontan
masalah 2. Atur posisi Observasi intake 2. Mengatur posisi pasien sianosis TD : 140/78 x/menit
ketidakbersihan jalan dan output cairan setiap jam ekstensi RR: 20 x/menit Terpasang
nafas teratasi dengan 2 pasien ekstensi 3. Mengkolaborasikan ETT Terpasang OPA
Kriteria hasil 3. Kolaborasi pemasangan pemasangan kanul 2 Melakukan perawatandi ICU
1. Tidak terdapat kanul 3 liter/menit liter/menit A : masalah teratasi
Sianosis sebagian
2. Suara nafas bersih P : pantau terus jalan nafas
3. TTV pasien normal pasien dan hemodinamik
TD: 120/80-90/60 stabil sampai dipindah ke
mmHg, Nadi : 60- ruang rawat
100 x/menit, RR :
16 x/menit, Spo2 :
98-100%

3. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji status fisiologis pasien 1. Mengkaji status S : pasien mengatakan badan
aktivitas intervensi 1x 24 jam terhadap kelelahan fisiologis pasien sedikit lebih baik dari
maka diharapkan 2. Anjurkan pasien terhadap kelelahan sebelumnya
masalah Intoleransi mengungkapkan 2. Menganjurkan pasien O : pasien terlihat lebih baik
aktivitas teratasi kemampuannya mengungkapkan A : Masalah teratasi
Kriteria hasil 3. Kolaborasi dengan ahli gizi kemampuannya sebagian
1. Tidak ada mengenai asupan energi 3. Mengkolaborasi dengan P : Observasi kembali pasien
gangguan rutinitas yang sesuai kebutuhan ahli gizi mengenai
2. Tidak ada asupan energi yang
gangguan aktifitas sesuai kebutuhan
fisik
3. Mampu berpindah
dan memposisikan
diri.

Anda mungkin juga menyukai