PENDAHULUAN
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non-
reversible atau reversible parsial (Fitriana, 2015). Penyakit Paru Obstruksi Kronik
dalam sirkulasi dan jaringan tubuh pada pasien mengakibatkan risiko tinggi
terhadap beberapa kondisi serius lainnya seperti sesak nafas, ekspirasi yang
biasanya terjadi sumbatan ringan sampai berat pada jalan nafas. Keadaan tersebut
jika tidak ditangani dengan segera bisa mengakibatkan gagal nafas dan komplikasi
lain seperti infeksi berulang, kor pulmonal serta mengakibatkan kematian. Oleh
Jumlah penderita PPOK di Amerika Serikat 12,1 juta orang dan di Asia Pasifik
sebanyak 56,7 juta orang (GOLD, 2010). Di Indonesia prevalensi PPOK tertinggi
Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen dan di Jawa Barat
sebesar 4,0% (Riskesdas 2013). Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari
catatan dan rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar
sejak tahun 2012 sampai dengan 2016, angka kejadian PPOK yaitu sebanyak 3253
1
orang dimana 92 orang meninggal, 710 orang rawat inap dan 2451 orang rawat
jalan. Berdasarkan buku catatan register triage medik di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) RSUP Sanglah Denpasar angka kejadian PPOK sebanyak 804 orang
dimana terdapat 82 orang meninggal pada tahun 2012 sampai dengan 2016
untuk mengeluarkan udara melalui jalan nafas. Hal ini umumnya disebabkan
akibat penyempitan dari diameter jalan nafas sehingga udara akan lebih susah
untuk dikeluarkan. Salah satu penyebab utama dari penyakit paru obstruksi kronik
adalah paparan debu, asap rokok dan polusi udara. Paparan polusi udara luar
seperti debu dan gas buangan sangat berkaitan dengan penyakit paru (Dewa,
2016). Ketika partikel polusi ini masuk ke dalam saluran nafas, partikel itu akan
Selain itu, silia yang melapisi bronkus akan mengalami disfungsional atau
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus ini
Hiperkapnia muncul akibat dari ekspirasi yang memanjang akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan (GOLD, 2008). Partikel polusi akan mengaktivasi
2
parenkim paru yang menyebabkan hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap
timbul. Jika pasien sesak nafas diberikan posisi yang nyaman semifowler dan
pola nafas (Padila, 2012). Penanganan pada pasien PPOK juga dapat dilakukan
diberikan bila adanya infeksi dengan volume sputum yang meningkat atau
purulensi, demam atau infiltrasi baru pada rontgen dada (Gibson, 2016).
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa PPOK merupakan
penyakit paru obstruksi kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran nafas yang bersifat progresif. Hambatan aliran udara dapat menyebabkan
risiko tinggi terhadap beberapa kondisi serius lainnya seperti sesak nafas,
cepat dan tepat supaya tidak mengalami gagal nafas hingga kematian. Maka dari
3
itu penulis tertarik mengangkat kasus Gambaran Asuhan Keperawatan Penyakit
kebutahan oksigen.
1.3.2.2 Menyusun analisa data dan diagnosa pada pasien PPOK dengan
kebutahan oksigen.
1.3.2.5 Melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien PPOK dengan
1.4.1 Masyarakat
4
1.4.3 Penulis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
sistematis dan relevan dengan variable studi kasus. Untuk studi kasus tidak perlu
terkait aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual. Fase dari pengkajian
5
data (Haryanto, 2007). Dalam pengkajian perawat akan menemukan dua jenis data
yaitu data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah data yang berasal dari
objektif adalah data yang perawat amati tentang pasien. Data objektif
dikumpulkan melalui pemeriksaan fisik dan hasil tes diagnostic (Herdman dan
Kamitsuru, 2015).
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu :
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
1) Pengkajian Airway
2) Pengkajian Breathing
6
a) Identifikasi hearth rate (takikardi)
b) Hipoksia
c) Sianosis
4) Pengkajian Dissability
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan mengukur GCS,
(ENA, 2007)
5) Pengkajian Exposure
Lakukan pemeriksaan kepala, leher dan dada pada pasien apakah ada luka
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Pengkajian sekunder
pada pergelangan kaki, penurunan barat badan, daya tahan otot yang
makanan)
M : Medication/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
7
P : Past medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
herbal)
L : Last oral intake (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
ke bawah.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal atau melemah, ronkhi,
8
(ENA, 2007)
b) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menilai tingkat keparahan
tanpa PaCO2 > 6,7 kPa (50mmHg), saat bernapas dalam udara
bronkhus kiri, tetapi minimal. Di luar hilus dan area di atas, bayangan
hiperplasi kelenjar.
Gambar 1 Foto Thoraks
9
(https://zabrieko.blogspot.co.id/2013/06/belajar-baca-foto-thorax.html?m=1)
yang dipakai.
(6) Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari
2015).
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin
meliputi:
10
Tabel 2.1 Diagnosis Keperawatan yang Kemungkinan Terjadi pada Masalah
Kebutuhan Oksigen
Diagnosis Keperawatan Faktor yang Berhubungan Batasan Karakteristik (Data
(E tiologi/E) Subjektif/Objektif/Symptom)
Ketidakefektifan bersihan - Faktor obstruksi jalan Adanya suara napas tambahan,
jalan napas (00031) napas, seperti spasme perubahan frekuensi napas,
jalan napas, mukus yang irama napas, sianosis, kesulitan
berlebihan, adanya mengeluarkan suara, penurunan
eksudat dalam alveoli, bunyi napas, dipsnea, sputum
sekresi dalam bronki, yang berlebih, batuk tidak
adanya benda asing. efektif, ortopnea, dan gelisah.
- Faktor lingkungan
seperti menghisap asap,
merokok.
- Faktor fisiologis seperti
jalan napas alergi, asma,
penyakit paru obstruksi
kronis, infeksi, disfungsi
neuromuscular, dan lain-
lain
Ketidakefektifan pola napas - Kerusakan neurologis, Dispnea/ortopnea/takipnea, fase
(00032) nyeri, keletihan otot ekspirasi memanjang,
pernapasan, cedera pernapasan cuping hidung,
medula spinalis, pernapasan bibir, penggunaan
hiperventilasi, deformitas otot aksesori untuk bernapas,
dinding dada, ansietas, perubahan kedalaman
dan lain-lain. pernapasan, penurunan
kapasitas vital, penurunan
ventilasi semenit, penurunan
tekanan inspirasi, penurunan
tekanan ekspirasi, dan lain-lain.
Gangguan pertukaran gas - Ventilasi perfusi dan Dipsnea, pH darah arteri
(00030) perubahan membrane abnormal, kecepatan, irama dan
alveolar kapiler kedalaman pernapasan yang
abnormal, kulit abnormal,
konfusi, sianosis, penurunan
CO2, diaforesis, hiperkapnia,
hipoksemia, hipoksia, napas
cuping hidung, gelisah,
somnolen, takikardia
Sumber: Hidayat dan Uliyah, 2015
Prioritas Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan faktor obstruksi
jalan napas, seperti spasme jalan napas, mukus yang berlebihan, adanya
eksudat dalam alveoli, sekresi dalam bronki, adanya benda asing ditandai
11
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis, nyeri,
2.1.3 Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status
kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan ( Perry dan Potter, 2005).
Menurut Doenges (2000), NOC (2013), Nurarif dan Kusuma (2015)
12
ronchi rasio inspirasi atau pada penerimaan atau
d. Tidak terjadi ekspirasi selama stress atau
dispnea. adanya proses infeksi
e. Batuk efektif akut. Pernapasan dapat
melambat dan
frekuensi ekspirasi
memanjang disbanding
inspirasi.
3. Posisikan pasien 3. Pengiriman oksigen
untuk dapat diperbaiki
memaksimalkan dengan posisi duduk
ventilasi. tinggi dan
memudahkan
pernafasan.
2 4. Dorong / bantu 4. Dapat meningkatkan/
1 3 4
latihan nafas dalam banyaknya sputum
dan batuk efektif. dimana gangguan
ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan
upaya bernafas
5. Kolaborasi 5. Merilekskan otot halus
pemberian obat dan menurunkan
bronkodilator.
Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1. Mencapai kedalaman
Pola Napas asuhan kedalaman pernafasan bervariasi
keperawatan pernapasan dan tergantung derajat
selama … x … ekspansi dada. gagal nafas. Expansi
jam diharapkan Catat upaya dada terbatas yang
pola nafas pernapsan berhubungan dengan
kembali efektif termasuk atelectasis dan atau
dengan kriteria penggunaan otot nyeri dada.
hasil : bantu
a. Frekuensi pernapasan/peleba
pernapasan ran nasal.
16-20 2. Posisikan pasien 2. Pengiriman oksigen
x/menit. untuk dapat diperbaiki
b. Tidak memaksimalkan dengan posisi duduk
terdapat ventilasi tinggi dan
penggunaan memudahkan
otot bantu pernafasan.
napas. 3. Kolaborasi 3. Memaksimalkan
c. Tidak terjadi pemberian bernapas dan
pernapasan oksigen tambahan menurunkan kerja
bibir dengan nafas.
mulut
mengerucut.
d. Tidak ada
dispnea.
e. Tidak ada
orthopnea
Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi, 1. Berguna dalam evaluasi
pertukaran gas asuhan irama pernapasan, derajat distress
keperawatan catat penggunaan pernapasan dan atau
selama … x … otot aksesori, kronisnya proses
13
jam diharapkan napas bibir penyakit.
tidak terjadi 2. Posisikan pasien 2. Pengiriman oksigen
pertukaran gas untuk dapat diperbaiki dengan
dengan kriteria memaksimal kan posisi duduk tinggi dan
hasil: ventilasi dengan latihan napas untuk
a. Hipoksia meninggi kan menurunkan kolaps
tidak ada. kepala tempat jalan napas, dispnea, dan
b. Dispnea tidak tidur, bantu pasien kerja napas.
ada untuk memilih
c. Sianosis tidak posisi yang mudah
ada. untuk bernapas
d. PaO2 dalam 3. Awasi tingkat 3. Gelisah dan ansietas
batas normal kesadaran / status adalah manifestasi
(35.00-45.00) mental. Selidiki umum pada hipoksia.
mmHg. adanya perubahan. AGD memburuk disertai
1 2 3 4
e. PaCO2 dalam bingung / somnolen
batas normal menunjukkan disfungsi
(80.00- serebral yang
100.00) berhubungan dengan
mmHg. hipoksemia.
4. Awasi tanda vital 4. Takikardi, disritmia, dan
dan irama jantung. perubahan tekanan
darah dapat
menunjukkan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
5. Pantau 5. PaCO2 biasanya
pemeriksaan meningkat (bronchitis,
AGD pasien. emfisema) dan PaO2
secara umum menurun
sehingga hipoksia
terjadi dengan derajat
lebih kecil atau lebih
besar. Catatan PaCO2
“normal” / meningkat
menandakan kegagalan
pernapasan yang akan
datang selama asmatik.
6. Berikan oksigen 6. Dapat memperbaiki /
tambahan yang mencegah
sesuai dengan memburuknya hipoksia.
indikasi hasil
AGDdan toleransi
pasien.
Sumber: Doenges (2000), NOC (2013), Nurarif dan Kusuma (2015)
2.1.4 Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
14
Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-
bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Hidayat, 2008).
2.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan
(Nursalam, 2001).
dan aktivitas berbagai organ atau sel (Hidayat dan Uliyah, 2015). Oksigen (O 2)
merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan
tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara terus-
menerus (Tarwoto dan Wartonah, 2013). Hal ini menunjukkan jika tubuh
15
2.2.2 Gangguan Oksigen pada PPOK
Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit yang ditandai keterbatasan
jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif
ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun dalam
waktu lama dengan gejala sesak napas, batuk dan produksi sputum, mengi,
kelelahan, bengkak pada pergelangan kaki, penurunan barat badan, daya tahan
otot yang rendah, sianosis, detak jantung sangat cepat, sering infeksi saluran
nafas, aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru berkurang. Keterbatasan
aliran udara yang bersifat progresif pada PPOK disebabkan dua proses patologis,
yaitu : Airway remodeling dan penyempitan jalan napas kecil, destruksi parenkim
kerusakan paru akan menyebabkan penurunan faal paru antara lain kapasitas vital
paksa (KVP) dan volume ekspirasi detik pertama (VEP 1). Pada PPOK umumnya
terjadi hipoksemia karena penurunan tekanan oksigen arteri (PaO2) dan Nilai
kerja nafas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO 2 > 60 mmHg atau
SaO2> 90%. Pemberian oksigen atau terapi oksigen dapat dilakukan metode
16
sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi. Pemberian oksigen dengan
oksigen, tetapi masih mampu bernafas normal karena tehnik sistem ini
menghasilkan FiO2 yang bervariasi atau tidak konstan dan sangat dipengaruhi
oleh aliran, reservoir, dan pola nafas pasien. Contoh pemberian oksigen dengan
aliran rendah yaitu dengan nasal kanul diberikan dengan kontinu aliran lambat 1 –
2 liter/menit.
Sedangkan sistem aliran tinggi memungkinkan pemberian oksigen dengan
FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernafasan sehingga dapat
menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem
aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury
dengan aliran sekitar 2-15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury
adalah oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan
konsentrasi dapat diukur sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%,
putih 28%, jingga (oranye) 35%, merah 40%, dan hijau 60% (Tarwoto dan
Wartonah, 2013). Pada pasien PPOK sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg
atau SaO2> 90%, evaluasi ketat hiperkapnia, gunakan sungkup dengan kadar yang
non-rebreathing tergantung PaCO2 dan PaO2. Bila terapi oksigen tidak dapat
17
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil.Edukasi PPOK berbeda dengan edukasi pada asma karena PPOK
adalah penyakit kronik yang irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
ditegakkan
b. Penggunaan obat-obatan
1) Macam obat dan jenisnya
2) Cara penggunaan yang benar (oral, MDI atau nebulizer)
3) Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selang waktu tertentu atau
pernafasan eksternal ini dimulai dari masuknya oksigen melalui hidung dan mulit
pada waktu bernafas, kemudian oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial
18
ke alveoli, lalu oksigen akan menembus membrane yang akan diikat oleh Hb sel
darah merah dan dibawa ke jantung. Setelah itu, sel darah merah dipompa oleh
menembus membrane kapiler alveolar, yakni dari kapiler darah ke alveoli dan
melalui pipa bronchial (trakea) dikeluarkan melalui hidung atau mulut. Pernafasan
eksternal dimulai dari proses ventilasi pulmoner yaitu saat bernafas udara
gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Setelah oksigen memasuki alveolus,
darah pulmoner. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan
kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen. Semua proses ini diatur
sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan
O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru membawa
banyak CO2 dan sedikit O2. Jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan maka
Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Gambar 2 Sistem Pernapasan
19
(https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSZW5FFNNL-a2tVvLujjnfuOK2z-
SCh19YWlMnouqsAe6h1zxzwRSQn7lOdQw)
pertukaran gas antar sel jaringan dengan cairan sekitarnya yang sering melibatkan
proses metabolism tubuh atau juga dapat dikatakan bahwa proses pernapasan ini
mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler dan bergerak sangat
lambat. Sel jaringan mengambil oksigen dari hemoglobin dan darah menerima
ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada
menjadi lebih sempit. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet.
Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar
mukus.
Gambar 3 Fisiologi Chronic Bronchitis dan Emphysema pada PPOK
20
(https://encryptedtbn1.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcT2owkTANLisv8rlbzr6FlyfezKHMAwHwKH_2ALWV2oG3D8Yo2drTYp3ryzow)
lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps
masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar
paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam
tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi (Hidayat
21
BAB 3
METODE PENELITIAN
2013).
adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus, yaitu satu jenis rancangan
secara intensif tentang individu, dan unit sosial yang dilakukan secara mendalam
22
dengan menemukan semua variable penting tentang perkembangan individu atau
unit sosial yang diteliti, dalam penelitian ini mungkin ditemukan hal-hal tak
terduga (Hidayat, 2011). Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus yaitu
Subyek penelitian adalah bagian dari populasi yang akan dilibatkan dalam
menggunakan dua pasien dengan masalah yang sama yaitu pasien PPOK yang
dirawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar dan memenuhi
kriteria inklusi dengan perhitungan. Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sampel
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria inklusi dari penelitian
ini yaitu pada pasien PPOK yang mendapatkan terapi oksigen dengan umur > 45
tahun dan pasien yang dirawat selama 8 jam, pasien atau keluarga mau
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi dari
23
penelitian ini yaitu pasien yang memiliki penyakit komplikasi seperti TBC, HIV,
Fokus studi adalah kajian utama yang akan dijadikan titik acuan studi
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2011). Definisi operasional dalam studi kasus ini adalah
24
3.5 Tempat dan Waktu
29 Juni sampai 29 Juli 2017. Studi kasus individu di rumah sakit dengan lama
waktu sejak pasien pertama kali masuk rumah sakit, pasien dirawat di IGD
a. Wawancara
Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama,
keluarga, perawat lainnya) metode ini memberikan hasil secara langsung, dan
dapat dilakukan apabila ingin tahu hal-hal dari responden secara mendalam
serta jumlah responden yang sedikit instrumen yang digunakan dapat berupa
(Herdiansyah, 2014).
b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi merupakan cara melakukan pengumpulan data penelitian dengan
mencari perubahan atau hal-hal yang diteliti. Dalam metode observasi ini
25
instrumen yang dapat digunakan antara lain : lembar observasi, panduan
ukuran.
3) Perkusi : merupakan teknik pemeriksaan dengan mengetukkan jari perawat
(sebagai alat untuk menghasikkan suara) ke dalam tubuh pasien yang akan
jaringan.
4) Auskultasi : merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan menggunakan
sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan
salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan
gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan
dokumen lainnya yang ditulis dan dibuat langsung oleh subjek yang
26
Dalam penulisan studi kasus ini setelah penulis mengumpulkan data maka
deskriptif adalah suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data,
setelah data tersusun langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap data
tersebut. Dalam analisis deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata
atau gambar yang mendukung untuk penyusunan karya tulis ilmiah ini (Hasan,
2002).
Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya
dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisa yang digunakan dengan cara
analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi
dengan cara observasi oleh peneliti dan study dokumentasi yang mebghasilkan
data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh teori yang ada sebagai bahan yang
hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk
data yang diperoleh menjadi suatu bentuk tulisan (Script) yang akan dianalisis
27
c. Penyajian Data
Setelah dilakukan pengumpulan data dan mereduksi data selanjutnya
maka etika penelitian harus diperhatikan. Etika dalam penelitian study kasus
28
Memberikan jaminan dalam subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
c. Confidentiality (Kerahasiaan)
Hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua
BAB 4
4.1 Hasil
29
4.1.1 Pengkajian
Pengkajian pada Tn. S dilakukan pada tanggal 10 Juli 2017 pada pukul
08.25 WITA. Tn. S datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Sanglah
triage fastrack kemudian dibawa ke ruang triage medik kategori P3. Sedangakan
pengkajian pada Ny. T dilakukan pada tanggal 14 Juli 2017 pada pukul 08.00
WITA. Ny. T datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Sanglah Denpasar
A. Identitas Pasien
Identitas pasien didapatkan dari hsil wawancara dengan pasien dan
keluarga pasien. Pada tabel 4.1.1 dapat dilihat hasi wawancara berupa identitas
Tabel 4.1 Identitas pasien Tn. S dan Ny. T Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan
gangguan kebutuhan oksigen di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar
No IdentitasPasien Pasien 1 Pasien 2
1 Kategori P3 P3
2 RM 17029612 01514999
3 Nama Tn. S Ny. T
4 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
5 Umur 58 tahun 63 tahun
6 Tempat/tanggal lahir Ngawi, 07/07/1949 24/09/1961
7 Alamat RT 08 RW 02 Jl. Letda Jaya Gg. 1
Sendangrejo, Ngawi No. 1 Denpasar
Timur
8 Agama Islam Hindu
9 Pendidikan SD Sarjana
10 Pekerjaan Swasta Pensiunan
11 Sumber Informasi Pasien dan keluarga Pasien dan keluarga
12 Diagnosa Medis PPOK Eksaserbasi PPOK Eksaserbasi
Akut + Asthma Akut + Pneumonia
B. Pengkajian Primery
Pengkajian primer adalah pemeriksaan yang pertama kali dilakukan untuk
30
tahapan yang harus dilakukan secara berurutan mulai dari pemeriksaan airway
exposure (gambaran tubuh). Pada tabel 4.2 dapat dilihat pengkajian primer pada
C. Pengkajian Secondary
Secondary survey adalah pemeriksaan yang dilakukan setelah kondisi
pasien stabil untuk mencari tanda dan gejala tambahan pada tubuh pasien untuk
untuk mengkaji kronologis penyakit pasien. Pada tabel 4.3 dapat dilihat
31
pengkajian secondary survey (pengkajian sekunder) pada pasien Tn. S dan Ny. T
32
3) Dada 3) Dada
Inspeksi : bentuk simetris, Inspeksi : bentuk simetris
orthopnea, peningkatan peningkatan frekuensi napas
frekuensi nafas, pengunaan Palpasi : tidak terdapat nyeri
otot bantu nafas dengan tekan
meninggikan bahu untuk Perkusi : terdengar suara
bernafas hipersonor
Palpasi : tidak terdapat nyeri Auskultasi : terdapat
tekan Ronchi Wheezing
Perkusi : terdengar suara + + - -
hipersonor + + + +
Auskultasi : terdapat + + + -
Wheezing
+ -
+ -
- -
4) Abdomen 4) Abdomen
Inspeksi: bentuk abdomen Inspeksi : bentuk abdomen
simetris, simetris
Auskultasi: terdengar bising Auskultasi : terdengar bising
usus (8x/menit) usus (9x/menit)
Perkusi: suara timpani Perkusi : suara timpani
Palpasi: tidak terdapat nyeri Palpasi : tidak terdapat nyeri
tekan tekan
5) Ekstrimitas 5) Ekstrimitas
Inspeksi : terpasang infuse Inspeksi : terpasang infuse
ditangan kanan ditangan kanan,
Palpasi :akral hangat, CRT < 2 Palpasi :akral hangat, CRT <
detik 2 detik
5 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10/7/2017 Laboratorium tanggal 14/7/2017
Penunjang WBC : 10.5 103/µL (4.8-10.8) WBC : 7.91103/µL (4.1-11)
HGB : 14.9 g/dl (11.7-15.5) HGB : 12.23 g/dl (12.0-16.0)
HCT : 46.0% (35-47) HCT : 38.59 % (36.0-46.0)
AGD AGD
pH : 7.33 (7.35-7.45) pH : 7.47 (7.35-7.45)
pCO2 : 47.2 mmHg (35.00-45.00) pCO2 : 48.4 mmHg (35.00-45.00)
pO2 : 69.80 mmHg (80.00-100.00) pO2 :99.00mmHg (80.00-100.00)
HCO3 : 24.40mmol/L (22.00- HCO3 : 34.20 mmol/L (22.00-
26.00) 26.00)
Thoraks : fibrotik regia apek kiri Hasil Pemeriksaan EKG
Heart rate : 92 bpm
PR Int : 142 ns
QRS Dur : 56 ns
QT/QTc : 356/440 ns
P-R-T axes : 53 – 76 – 60
4.1.2 Therapy
33
Dari data hasil pengkajian kegawatdaruratan pada pasien Tn. S dan Ny. T
maka diberikan therapy pengobatan. Pada tabel 4.4 dapat dilihat therapy yang
Dari data hasil pengkajian kegawatdaruratan pada pasien Tn. S dan Ny. T
terkumpul maka dilanjutkan ke analisa data. Pada tabel 4.5 dapat dilihat analisa
Tabel 4.5 Analisa data pada pasien Tn. S dan Ny. T Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
dengan gangguan kebutuhan oksigen di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar
Analisa Data Etiologi Masalah
Pasien 1
Data Subyektif Mukus dalam jumlah Ketidakefektifan
Pasien mengeluh sesak nafas dan batuk yang berlebih bersihan jalan nafas
berdahak
Data Obyektif
Pasien tampak gelisah, orthopnea, terdapat
wheezing
Wheezing
+ -
+ -
- -
RR: 30x/menit
Data Subyektif Hiperventilasi Ketidakefektifan
Pasien mengeluh sesak nafas pola nafas
Data Obyektif
Penggunaan otot bantu nafas, orthopnea,
peningkatan frekuensi nafas
RR: 30x/menit
34
Data Subyektif Ventilasi-perfusi Gangguan
Pasien mengeluh sesak nafas pertukaran gas
Data Obyektif
Peningkatan frekuensi nafas, pasien tampak
gelisah
RR: 30x/menit
N :120x/menit
SpO2 : 94%
pH : 7.33
pCO2 : 47.2 mmHg
pO2 : 69.80 mmHg
HCO3 : 24.40mmol/L
Pasien 2
Data Subyektif Penyakit paru Ketidakefektifan
Paien mengeluh sesak nafas dan batuk obstruksi kronik bersihan jalan nafas
berdahak dengan warna putih kekuningan
Data Obyektif
Terdapat ronchi dan wheezing
Ronchi Wheezing
+ + - -
+ + + +
+ + + -
RR : 26x/menit
Data Subyektif Hiperventilasi Ketidakefektifan
Pasien mengeluh sesak nafas pola nafas
Data Obyektif
Peningkatan frekuensi napas, terdapat
penggunaan otot bantu nafas
RR : 26x/menit
Data Subyektif Ventilasi-perfusi Gangguan
Paien mengeluh sesak nafas pertukaran gas
Data Obyektif
Peningkatan frekuensi napas
RR : 26x/menit
N: 108x/menit
SpO2 : 98%
pH : 7.47
pCO2 : 48.4 mmHg
pO2 :99.00mmHg
HCO3 : 34.20 mmol/L
4.1.4 Diagnosa Keperawatan
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon pada
masalah keperawatan yang dihadapi baik aktual maupun potensial. Pada tabel 4.6
dapat dilihat diagnosa keperawatan yang didapatkan dari hasil pengkajian pada
35
Tabel 4.6 Diagnosa keperawatan pada pasien Tn. S dan Ny. T Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) dengan gangguan kebutuhan oksigen di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah
Denpasar
No Pasien Diagnosa
1 Pasien 1 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam
jumlah berlebih ditandai dengan sesak nafas, batuk berdahak, pasien
tampak gelisah, terdapat wheezing, RR: 30x/menit.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan sesak nafas, batuk berdahak, penggunaan otot bantu nafas,
orthopnea, peningkatan frekuensi nafas, pengunaan otot bantu nafas
dengan meninggikan bahu untuk bernafas, RR: 30x/menit
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi ditandai
dengan sesak nafas, pasien tampak gelisah, peningkatan frekuensi nafas,
RR: 30x/menit, N :120x/menit, pH : 7.33, pCO2 : 47.2 mmHg, pO2 :
69.80 mmHg, HCO3 : 24.40mmol/L, SpO2 : 94%
2 Pasien 2 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit
paru obstruksi kronik ditandai dengan sesak nafas, batuk berdahak,
terdapat ronchi dan wheezing, RR : 26x/menit.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan sesak nafas, batuk berdahak, peningkatan frekuensi napas, RR :
26x/menit
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi ditandai
dengan pasien mengeluh sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, RR :
26x/menit, N: 108x/menit, pH : 7.47, pCO2 : 48.4 mmHg, pO2 :
99.00mmHg , HCO3 : 34.20 mmol/L, SpO2 : 98%
4.1.5 Perencana
diambil sesuai dengan kasus yang terfokus dalam pemenuhan kebutuhan oksien
pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Pada tabel 4.7 dapat dilihat
perencanaan keperawatan pada pasien Tn. S dan Ny. T yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.7 Perencana keperawatan pada pasien Tn. S dan Ny. T Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) dengan gangguan kebutuhan oksigen di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah
Denpasar
Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Pasien 1
Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Auskultasi suara 1. Beberapa derajat spasme
Bersihan Jalan asuhan napas, catat adanya bronkus terjadi dengan
Napas keperawatan wheezing obstruksi jalan nafas dan
selama 4 x 15 dapat dimanifestasikan
menit diharapkan adanya bunyi napas
jalan nafas adventisius, (misal :
kembali efektif penyebaran, krekels
dengan kriteria basah (bronchitis), bunyi
hasil : napas redup dengan
36
a. Tidak terjadi ekspirasi mengi
peningkatan (emfisema), atau tak
irama napas. adanya bunyi napas
b. Mampu (asma berat)).
mengeluarkan 2. Kaji atau pantau 2. Takipnea biasanya ada
secret. frekuensi pada beberapa derajat
c. Tidak terdapat pernapasan, catat dan dapat ditemukan
wheezing rasio inspirasi atau pada penerimaan atau
d. Tidak terjadi ekspirasi selama stress atau
dispnea. adanya proses infeksi
e. Batuk efektif akut. Pernapasan dapat
f. Pasien melambat dan frekuensi
tampak rileks ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
3. Posisikan pasien 3. Peninggian kepala
untuk tempat tidur
memaksimalkan mempermudah fungsi
ventilasi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi.
Songkong tangan / kaki
dengan bantal dan lain –
lain untuk membantu
menurunkan kelemahan
otot dan dapat sebagai
alat ekspansi dada.
4. Dorong/bantu 4. Dapat meningkatkan/
pasien latihan nafas banyaknya sputum
dalam dan batuk dimana gangguan
efektif. ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya
bernafas.
5. Kolaborasi 5. Merilekskan otot halus
pemberian obat dan menurunkan.
bronkodilator
(combivent 1 amp).
Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1. Mencapai kedalaman
Pola Napas asuhan kedalaman pernafasan bervariasi
keperawatan pernapasan dan tergantung derajat gagal
selama 4 x 15 ekspansi dada. nafas. Expansi dada
menit diharapkan Catat upaya terbatas yang
pola nafas pernapsan termasuk berhubungan dengan
kembali efektif penggunaan otot atelectasis dan atau nyeri
dengan kriteria bantu dada.
hasil : pernapasan/pelebar
a. Frekuensi an nasal.
pernapasan 2. Posisikan pasien 2. Pengiriman oksigen
16-20 untuk memaksimal dapat diperbaiki dengan
x/menit. kan ventilasi. posisi duduk tinggi dan
b. Tidak memudahkan
terdapat pernafasan.
penggunaan 3. Kolaborasi 3. Memaksimalkan
otot bantu pemberian oksigen bernapas dan
napas. tambahan (8 lpm) menurunkan kerja nafas.
c. Tidak ada
dispnea.
37
d. Tidak ada
orthopnea
Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi, 1. Berguna dalam evaluasi
pertukaran gas asuhan irama pernapasan, derajat distress
keperawatan catat penggunaan pernapasan dan atau
selama 4 x 30 otot aksesori, nafas kronisnya proses
menit diharapkan bibir. penyakit.
tidak terjadi 2. Posisikan pasien 2. Pengiriman oksigen
pertukaran gas untuk memaksimal dapat diperbaiki dengan
dengan kriteria kan ventilasi posisi duduk tinggi dan
hasil: dengan meninggi latihan napas untuk
a. Pasien kan kepala tempat menurunkan kolaps
tampak rileks tidur, bantu pasien jalan napas, dispnea, dan
b. Dispnea tidak untuk memilih kerja napas.
ada. posisi yang mudah
c. Tidak ada untuk bernapas.
hipoksia 3. Pantau saturasi O2. 3.
d. Frekuensi 4. Awasi tingkat 4. Gelisah dan ansietas
pernapasan kesadaran / status adalah manifestasi
16-20 x/menit mental. Selidiki umum pada hipoksia.
e. N : (60-100) adanya perubahan. AGD memburuk disertai
x/menit bingung / somnolen
f. pH dalam menunjukkan disfungsi
batas normal serebral yang
(7.35-7.45). berhubungan dengan
g. pO2 dalam hipoksemia.
batas normal 5. Awasi tanda vital 5. Takikardi, disritmia, dan
(80.00- dan irama jantun perubahan tekanan darah
100.00). dapat menunjukkan efek
h. PaCO2 dalam hipoksemia sistemik
batas normal pada fungsi jantung.
(35.00-45.00) 6. PaCO2 biasanya
i. HCO3 dalam 6. Pantau meningkat (bronchitis,
batas normal pemeriksaan AGD emfisema) dan PaO2
(22.00-26.00) pasien. secara umum menurun
sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih
kecil atau lebih besar.
Catatan PaCO2
“normal” / meningkat
menandakan kegagalan
pernapasan yang akan
datang selama asmatik.
7. Dapat memperbaiki /
7. Berikan oksigen mencegah
tambahan yang memburuknya hipoksia.
sesuai dengan Catatan : Emfisema
indikasi hasil AGD kronis, mengatur
dan toleransi pernapasan pasien
pasien. ditentukan oleh kadar
CO2 dan mungkin
dikeluarkan dengan
peningkatan PaO2.
Pasien 2
38
Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Auskultasi suara 1. Beberapa derajat spasme
Bersihan Jalan asuhan napas, catat adanya bronkus terjadi dengan
Napas keperawatan wheezing dan obstruksi jalan nafas dan
selama 4 x 15 ronchi dapat dimanifestasikan
minit diharapkan adanya bunyi napas
jalan nafas adventisius, (misal :
kembali efektif penyebaran, krekels
dengan kriteria basah (bronchitis), bunyi
hasil : napas redup dengan
a. Tidak terjadi ekspirasi mengi
peningkatan (emfisema), atau tak
irama napas. adanya bunyi napas
b. Mampu (asma berat)).
mengeluarkan 2. Kaji atau pantau 2. Takipnea biasanya ada
secret. frekuensi pada beberapa derajat
c. Tidak terdapat pernapasan, catat dan dapat ditemukan
wheezing dan rasio inspirasi atau pada penerimaan atau
ronchi ekspirasi selama stress atau
d. Tidak terjadi adanya proses infeksi
dispnea. akut. Pernapasan dapat
e. Batuk efektif melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang
disbanding inspirasi.
3. Posisikan pasien 3. Peninggian kepala
untuk tempat tidur
memaksimalkan mempermudah fungsi
ventilasi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi.
Songkong tangan / kaki
dengan bantal dan lain –
lain untuk membantu
menurunkan kelemahan
otot dan dapat sebagai
alat ekspansi dada.
4. Dorong/bantu 4. Dapat meningkatkan/
latihan nafas banyaknya sputum
dalam dan batuk dimana gangguan
efektif ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya
bernafas.
5. Kolaborasi 5. Merilekskan otot halus
pemberian obat dan menurunkan
bronkodilator
(ventolin 1 amp).
39
Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1. Mencapai kedalaman
Pola Napas asuhan kedalaman pernafasan bervariasi
keperawatan pernapasan dan tergantung derajat gagal
selama 4 x 15 ekspansi dada. nafas. Expansi dada
menit diharapkan Catat upaya terbatas yang
pola nafas pernapsan termasuk berhubungan dengan
kembali efektif penggunaan otot atelectasis dan atau nyeri
dengan kriteria bantu dada.
hasil : pernapasan/pelebar
a. Frekuensi an nasal.
pernapasan 2. Posisikan pasien 2. Pengiriman oksigen
16-20 untuk memaksimal dapat diperbaiki dengan
x/menit. kan ventilasi posisi duduk tinggi dan
b. Tidak memudahkan pernafasan
terdapat 3. Kolaborasi 3. Memaksimalkan
penggunaan pemberian oksigen bernapas dan
otot bantu tambahan (3 lpm). menurunkan kerja nafas.
napas.
c. Tidak terjadi
dispnea.
Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi, 1. Berguna dalam evaluasi
pertukaran gas asuhan irama pernapasan, derajat distress
keperawatan catat penggunaan pernapasan dan atau
selama 4 x 30 otot aksesori, nafas kronisnya proses
menit diharapkan bibir. penyakit.
tidak terjadi 2. Posisikan pasien 2. Pengiriman oksigen
pertukaran gas untuk memaksimal dapat diperbaiki dengan
dengan kriteria kan ventilasi posisi duduk tinggi dan
hasil: dengan meninggi latihan napas untuk
a. Dispnea tidak kan kepala tempat menurunkan kolaps
ada. tidur, bantu pasien jalan napas, dispnea, dan
b. Frekuensi untuk memilih kerja napas.
pernapasan 16- posisi yang mudah
20 x/menit untuk bernapas.
c. N : (60-100) 3. Pantau saturasi O2 3.
x/menit 4. Awasi tingkat 4. Gelisah dan ansietas
d. pH dalam kesadaran / status adalah manifestasi
batas normal mental. Selidiki umum pada hipoksia.
(7.35-7.45). adanya perubahan. AGD memburuk disertai
e. pO2 dalam bingung / somnolen
batas normal menunjukkan disfungsi
(80.00- serebral yang
100.00). berhubungan dengan
f. PaCO2 dalam hipoksemia.
batas normal 5. Awasi tanda vital 5. Takikardi, disritmia, dan
(35.00-45.00). pasien. perubahan tekanan darah
g. HCO3 dalam dapat menunjukkan efek
batas normal hipoksemia sistemik
(22.00-26.00) pada fungsi jantung.
6. PaCO2 biasanya
6. Pantau meningkat (bronchitis,
pemeriksaan AGD emfisema) dan PaO2
pasien. secara umum menurun
sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih
40
kecil atau lebih besar.
Catatan PaCO2
“normal” / meningkat
menandakan kegagalan
pernapasan yang akan
datang selama asmatik.
7. Dapat memperbaiki /
7. Berikan oksigen mencegah memburuk-
tambahan yang nya hipoksia. Catatan :
sesuai dengan Emfisema kronis,
indikasi hasil AGD mengatur pernapasan
dan toleransi pasien ditentukan oleh
pasien. kadar CO2 dan mungkin
dikeluarkan dengan
peningkatan PaO2
4.1.6 Implementasi
yang telah disusun. Pada tabel 4.8 dapat dilihat implementasi yang telah dilakukan
Tabel 4.8 Implementasi keperawatan pada pasien Tn. S dan Ny. T Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) dengan gangguan kebutuhan oksigen di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah
Denpasar
No Hari/Tanggal No. Implementasi Respon Paraf
Jam DX
Pasien 1
1 Senin, 1,2,3 - Mengkaji atau S:
10 Juli 2017 pantau frekuensi pasien mengeluh sesak,
8.30 wita pernapasan, catat batuk berdahak
rasio inspirasi atau O:
ekspirasi terdapat wheezing, terdapat
1 - Mengauskultasi orthopnea, terdapat
suara napas, catat penggunaan otot bantu
adanya wheezing pernapasan,
3 - Memantau saturasi RR : 30x/menit
oksigen pasien SaO2 : 94%
08.35 wita 1 - Memberikan pasien S :
posisi nyaman pasien bersedia untuk
untuk diberikan oksigen
memaksimalkan O:
ventilasi simple maks dengan
1,2 - Delegatif oksigen 8lpm tampak
pemberian oksigen terpasang, terdapat
8lpm dengan orthopnea, terdapat
simple maks penggunaan otot bantu
nafas
41
08.45 wita 1 Melakukan evaluasi S:
pertama diagnosa 1 pasien mengeluh sesak,
batuk berdahak
O:
terdapat wheezing
RR : 30x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
08.45 wita 2 Melakukan evaluasi S:
peratama diagnosa 2 pasien mengeluh sesak
O:
terdapat orthopnea,
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, simple maks
dengan oksigen 8 lpm
tampak terpasang
RR : 30x/menit
SaO2 : 94 %
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
08. 50 wita 1 - Delegatif pemberian S:
obat bronkodilator pasien bersedia diberikan
combivent 1 amp obat bronkodilator
1,2,3 - Membantu combivent
mengubah posisi O:
fowler, tinggikan obat bronkodilator
kepala dan combivent masuk melalui
pertahankan posisi nebulizer, pasien tampak
pasien. melakukan posisi fowler,
3 - Mengawasi tingkat pasien tampak gelisah,
kesadaran / status RR : 28x/menit
mental. Selidiki
adanya perubahan
1,2,3 - Mengkaji frekuensi
pernapasan
09.00 wita 1 Melakukan evaluasi S:
kedua diagnosa 1 pasien mengeluh sesak,
batuk berdahak
O:
terdapat wheezing,
RR : 28x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
09.00 wita 2 Melakukan evaluasi S:
kedua diagnosa 2 pasien mengeluh sesak,
O:
42
terdapat orthopnea,
terdapat penggunaan otot
bantu nafas,
RR : 28 x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
09.00 wita 3 Melakukan evaluasi S:
pertama diagnosa 3 pasien mengeluh sesak
O:
terdapat wheezing, pasien
tampak gelisah
RR : 28x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
09.10 wita 3 - Mengawasi tanda S:
vital. pasien mengatakan sesak
1 - Mengauskultasi berkurang
suara napas, catat O:
adanya wheezing terdapat wheezing, pasien
3 - Mengawasi tingkat tampak gelisah,
kesadaran / status RR : 28x/menit
mental. Selidiki SaO2 : 95%
adanya perubahan. N :120x/menit
3 - Memantau saturasi TD : 120/80 mmHg
oksigen pasien
09.15 wita 1 Melakukan evaluasi S:
ketiga diagnosa 1 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
Pasien tampak batuk
berdahak, terdapat
wheezing, pasien tampak
gelisah, RR : 28x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
09.15 wita 2 Melakukan evaluasi S:
ketiga diagnosa 2 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
Terdapat orthopnea,
penggunaan otot bantu
nafas, RR : 28x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
43
lanjutkan intervensi
09.20 wita 1 - Delegatif pemberian S:
methylprednisolone pasien mengatakan
62,5 mg melalui iv bersedia di injeksi
O:
obat methylprednisolone
62,5 mg sudah masuk
melalui iv, tidak terdapat
alergi obat
09.25 wita 2,3 - Mengkaji atau S:
pantau frekuensi pasien mengatakan sesak
pernapasan, catat berkurang
rasio inspirasi atau O:
ekspirasi, catat Terdapat penggunaan otot
upaya pernafasan bantu nafas , tampak
termasuk orthopnea, RR : 26 x/menit
penggunaan otot
bantu nafas
09.28 wita 1 - Mengajarkan / S:
membantu pasien Pasien bersedia untuk
latihan nafas dalam melakukan latihan nafas
dan batuk efektif dalam dan batuk efektif
O:
Pasien tampak mengikuti
instruksi perawata, pasien
tampak kesulitan dalam
melakukan batuk efektif
09.30 wita 1 Evaluasi keempat S:
diagnosa 1 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
terdapatr wheezing, pasien
tampak batuk berdahak dan
pasien tampak kesulitan
dalam melakukan batuk
efektif , RR : 26x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
09.30 wita 2 Melakukan evaluasi S:
keempat diagnosa 2 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, tampak
orthopnea,
RR : 26 x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lan jutkan intervensi
09.30 wita 3 Melakukan evaluasi S:
44
kedua diagnosa 3 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
pasien tampak gelisah
RR : 26x/menit
Nadi : 108x/menit
TD : 120/80 mmHg
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
09.35 wita 3 - Memantau S:
pemeriksaan AGD pasien bersedia untuk
pasien. dilakukan pengukuran
AGD
O:
pH : 7.33
pCO2 : 47.2 mmHg
pO2 : 69.80 mmHg
HCO3 : 24.40mmol/L
09.40 wita 1 - Mengajarkan / S:
membantu pasien pasien bersedia untuk
latihan nafas dalam melakukan latihan nafas
dan batuk efektif. dalam dan batuk efektif
O:
pasien tampak
melakukannya, pasien
tampak mampu melakukan
batuk efektif , dahak sedikit
keluar
10.00 wita 1 Melakukan evaluasi S:
kelima diagnosa 1 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
terdapat wheezing, pasien
tampak mampu melakukan
batuk efektif, dahak sedikit
keluar
RR : 26x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
10.00 wita 2 Melakukan evaluasi S:
kelima diagnosa 2 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, tampak
orthopnea,
RR : 26 x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
45
masalah belum teratasi
P:
lan jutkan intervensi
10.00 wita 3 Melakukan evaluasi S:
ketiga diagnosa 3 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
pasien tampak gelisah
RR : 26x/menit
Nadi : 108x/menit
TD : 120/80 mmHg
pH : 7.33
pCO2 : 47.2 mmHg
pO2 : 69.80 mmHg
HCO3 : 24.40mmol/L
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
10.05 wita 3 - Mengawasi tanda S:
vital Pasien mengatakan
bersedia untuk dilakukan
pemeriksaan
O:
RR : 24 x/menit
SaO 2 : 96%
Nadi : 98 x/menit
TD : 110/80 mmHg
10.15 wita 2,3 - Mengkaji atau S:
memantau frekuensi Pasien mengatakan sesak
pernapasan, catat berkurang
rasio inspirasi atau O:
ekspirasi, catat Terdapat penggunaan otot
uapaya pernapasan bantu nafas, tampak
termasuk orthopnea, RR : 24 x/menit
penggunaan otot
bantu nafas
10.30 wita 1 Melakukan evaluasi S:
keenam diagnosa 1 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
terdapat wheezing, pasien
tampak mampu melakukan
batuk efektif, dahak sedikit
keluar
RR : 24x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
46
10.30 wita 2 Melakukan evaluasi S:
ketiga diagnosa 2 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, tampak
orthopnea,
RR : 24x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
10.30 wita 3 Melakukan evaluasi S:
keempat diagnosa 3 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
Pasien tampak gelisah
RR : 26x/menit
SaO2 : 96%
Nadi : 98 x/menit
TD : 110/80 mmHg
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
10.35 wita 1 - Mengajarkan / S:
membantu pasien Pasien bersedia untuk
latihan nafas dalam melakukannya
dan batuk efektif O:
Pasien tampak mampu
melakukan batuk efektif,
dahak sedikit keluar
10.50 wita 1 - Mengauskultasi S:
suara nafas, catat Pasien mengatakan masih
adanya wheezing sesak tetapi sudah
berkurang
O:
Terdapat wheezing
47
11.00 wita 2 Melakukan evaluasi S:
ketujuh diagnosa 2 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, tampak
orthopnea
RR : 24x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
11.00 wita 3 Melakukan evaluasi S:
kelima diagnosa 3 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
Pasien tampak gelisah
RR : 24x/menit
Nadi : 96 x/menit
TD : 110/80 mmHg
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
11.10 wita 3 - Mengawasi tanda S:
vital pasien mengatakan sesak
3 - Mengawasi tingkat berkurang
kesadaran / status O:
mental pasien. Pasien tampak tenang,
Selidiki adanya terdapat penggunaan otot
perubahan bantu nafas, tampak
2,3 - Mengkaji frekuensi, orthopnea,
catat penggunaan RR : 24x/menit
otot bantu nafas Nadi : 98 x/menit
TD : 110/80 mmHg
11.30 wita 1 Melakukan evaluasi S:
kedelapan diagnosa pasien mengatakan sesak
1 berkurang
O:
terdapat wheezing, pasien
tampak mampu melakukan
batuk efektif, dahak sedikit
keluar
RR : 24x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
11.30 wita 2 Melakukan evaluasi S:
kedelapan diagnosa pasien mengatakan sesak
2 berkurang
O:
48
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, tampak
orthopnea
RR : 24x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
11.30 wita 3 Melakukan evaluasi S:
keenamt diagnosa 3 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
Pasien tampak tenang
RR : 24x/menit
Nadi : 98 x/menit
TD : 110/70 mmHG
AGD tidak dapat dievaluasi
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
11.40 wita 3 Memantau saturasi S:
oksigen pasien pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
SaO2 : 98%
11.50 wita 2,3 - Mengkaji atau S:
pantau frekuensi pasien mengatakan sesak
pernapasan, catat berkurang
penggunaan otot O:
bantu nafas Terdapat penggunaan otot
1 - Mengauskultasi bantu nafas, tampak
suara napas, catat orthopnea, terdapat
adanya suara wheezing, RR : 22x/menit
tambahan wheezing
12.00 wita 1 Melakukan evaluasi S:
kesembilan diagnosa pasien mengatakan sesak
1 berkurang
O:
terdapat wheezing, pasien
tampak mampu melakukan
batuk efektif, dahak sedikit
keluar
RR : 22x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
12.00 wita 2 Melakukan evaluasi S:
kesembilan diagnosa pasien mengatakan sesak
2 berkurang
O:
49
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, tampak
orthopnea,
RR : 24x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
12.00 wita 3 Melakukan evaluasi S:
ketujuh diagnosa 3 pasien mengatakan sesak
berkurang
O:
Pasien tampak tenang,
RR : 22x/menit
SaO2 : 98%\
AGD tidak dapat dievaluasi
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
12.10 wita 3 - Mengajarkan / S:
membantu pasien pasien mengatakan sesak
latihan nafas dalam berkurang
dan batuk efektif O:
Pasien tampak mampu
melakukan batuk efektif,
dahak sedikit keluar
12.20 wita 3 - Mengawasi tanda S:
vital pasien mengatakan sesak
2,3 - Kaji frekuensi berkurang
kedalaman nafas, O:
catat upaya terdapat penggunaan otot
pernafasan termasuk bantu nafas, tampak
penggunaan otot orthopnea, terdapat
bantu pernafasan wheezing, pasien tampak
1 - Mengauskultasi tenang,
suara nafas, catat RR : 22x/menit
adanya wheezing Nadi : 92x/menit
- Mengawasi tingkat TD : 120/80 mmHg
kesadaran pasien.
Selidiki adanya
perubahan
50
12.30 wita 1 Melakukan evaluasi S:
kesepuluh diagnosa pasien mengatakan sesak
1 berkurang
O:
terdapat wheezing, pasien
tampak mampu melakukan
batuk efektif, dahak sedikit
keluar
RR : 22x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
12.30 wita 2 Melakukan evaluasi S:
kesepuluh diagnosa pasien mengatakan sesak
2 berkurang
O:
terdapat penggunaan otot
bantu nafas, tampak
orthopnea
RR : 22x/menit
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
12.30 wita 3 Melakukan evaluasi S:
kedelapan diagnosa pasien mengatakan sesak
3 berkurang
O:
Pasien tampak tenang
RR : 22x/menit
Nadi : 92x/menit
TD : 120/80 mmHg
AGD tidak dapat dievaluasi
A:
tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
Pasien 2
2 Jumat 14 Juli 1,2,3 - Mengkaji atau S : pasien mengeluh sesak,
2017 pantau frekuensi batuk berdahak
08.05 wita pernapasan, catat O : terdapat wheezing dan
rasio inspirasi atau ronchi
ekspirasi RR : 26 x/menit
1,3 - Mengauskultasi
suara napas, catat
adanya suara
tambahan wheezing
08.10 wita 1 - Memberikan posisi S : pasien bersedia untuk
nyaman pada pasien diberikan oksigen
untuk O : nasal kanul dengan oksigen
memaksimalkan 3lpm tampak terpasang,
51
ventilasi rampak penggunaan otot
1,2 - Delegatif bantu pernapasan
pemberian oksigen
3lpm dengan nasal
kanul
08.20 wita 1 Melakukan evaluasi S : pasien mengeluh sesak,
pertama diagnosa 1 batuk berdahak
O : terdapat wheezing dan
ronchi
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
08.25 wita 2,3 - Delegatif pemberian S : pasien bersedia diberikan
obat bronkodilator obat bronkodilator ventolin
ventolin 1 amp O : obat bronkodilator ventolin
2,3 - Membantu masuk melalui nebulizer,
mengubah posisi pasien tampak melakukan
semifowler, posisi semifowler, pasien
tinggikan kepala tampak gelisah
dan pertahankan
posisi pasien.
3 - Mengawasi tingkat
kesadaran / status
mental. Selidiki
adanya perubahan
08.35 wita 2 Melakukan evaluasi S : pasien mengeluh sesak,
pertama diagnosa 2 O : pasien tampak terpasang
nasal kanul dengan oksigen
3 lpm, tampak penggunaan
otot bantu pernapasan
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
08.35 wita 1 Melakukan evaluasi S : pasien mengeluh sesak,
kedua diagnosa 1 batuk berdahak
O : terdapat wheezing dan
ronchi
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
08.40 wita 3 - Mengawasi tanda S : pasien mengatakan sesak
vital dan irama berkurang
jantung. O : terdapat wheezing dan
1 - Mengauskultasi ronchi
suara napas, catat RR : 24x/menit
adanya suara N: 108x/menit
tambahan wheezing TD :100/60 mmHg
3 - Mengawasi tingkat
kesadaran / status
mental. Selidiki
adanya perubahan.
08.45 wita 1,2 - Mengajarkan / S : pasien bersedia untuk
52
membantu pasien melakukan latihan nafas
nafas dalam dan dalam dan batuk efektif
latihan batuk. O : pasien tampak mengikuti
intruksi perawat, dahak
sedikit keluar
08.50 wita 1 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
ketiga diagnosa 1 berkurang, dahak sedikit
keluar
O : terdapat wheezing dan
ronchi
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
08.50 wita 3 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
pertama diagnosa 3 berkurang
O : terdapat wheezing dan
ronchi
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
08.55 wita 1 - Delegatif pemberian S : pasien mengatakan bersedia
methylprednisolone di injeksi
62,5 mg, O : obat methylprednisolone
cefoperazone 1 62,5 mg, cefoperazone 1
gram, levofloxacin gram, levofloxacin 750mg
750mg melalui iv sudah masuk melalui iv
09.00 wita 2,3 - Mengkaji atau S :,pasien mengatakan sesak
pantau frekuensi berkurang
pernapasan, catat O : pasien tamapak lebih rileks
rasio inspirasi atau RR : 24x/menit
ekspirasi
09.05 wita 2 Melakukan evaluasi S : pasien mengatkan sesak
kedua diagnosa 2 berkurang,
O : pasien tampak terpasang
nasal kanul dengan oksigen
3 lpm, tampak penggunaan
otot bantu pernafasan
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
09.05 wita 1 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
keempat diagnosa 1 berkurang, dahak sedikit
keluar
O : terdapat wheezing dan
ronchi
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
09.10 wita 3 - Mengukur AGD S : pasien bersedia untuk
pasien. dilakukan pengukuran
AGD
53
O : pH : 7.47
pCO2 : 48.4 mmHg
pO2 : 99.00 mmHgNatrium
HCO3 : 34.20 mmol/L
09.20 wita 1 - Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
kelima diagnosa 1 berkurang, dahak sedikit
keluar
O : terdapat wheezing dan
ronchi
RR : 24 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
09.25 wita 1,2 - Mengajarkan / S : pasien bersedia untuk
membantu pasien melakukan latihan nafas
latihan nafas dalam dalam dan batuk efektif
dan batuk efektif O : pasien tampak mengikuti
intruksi perawat, dahak
keluar, pasien mampu
melakukan batuk efektif
09.35 wita 1,2,3 - Mengkaji atau S : pasien mengatakan sesak
pantau frekuensi berkurang
pernapasan, catat O : terdapat wheezing dan
rasio inspirasi atau ronchi, terdapat otot bantu
ekspirasi pernapasan
RR : 22x/menit
09.35 wita 3 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
kedua diagnosa 3 berkurang
O : terdapat wheezing dan
ronchi
RR : 22 x/menit
N: 96 x/menit
pH : 7.47
pCO2 : 48.4 mmHg
pO2 : 99.00 mmHgNatrium
HCO3 : 34.20 mmol/L
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
09.35 wita 2 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
ketiga diagnosa 2 berkurang
O : pasien tampak terpasang
nasal kanul dengan oksigen
3 lpm, tampak penggunaan
otot bantu pernapasan,
pasien tampak mampu
melakukan batuk efektif
RR : 22 x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
09.35 wita 1 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
keenam diagnosa 1 berkurang, dahak sudah
keluar
O : terdapat wheezing dan
54
ronchi, pasien mampu batuk
efektif,
RR : 22x/menit
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
09.40 wita 1,2 - Mengajarkan / S : pasien bersedia untuk
membantu pasien melakukan latihan nafas
latihan nafas dalam dalam dan batuk efektif
dan batuk efektif. O : pasien tampak mengikuti
intruksi perawat, dahak
keluar, pasien mampu
melakukan batuk efektif
09.45 1,2,3 - Mengkaji atau S : pasien mengatakan sudah
pantau frekuensi tidak sesak
pernapasan, catat O : wheezing dan ronchi tidak
rasio inspirasi atau ada, tidak terdapat otot
ekspirasi bantu pernapasan, pasien
3 - Mengawasi tanda tampak tenang
vital dan irama RR : 20x/menit
jantung. N : 92 x/menit,
1 - Mengauskultasi TD : 110/70 mmHg
suara napas, catat
adanya suara
tambahan wheezing
3 - Mengawasi tingkat
kesadaran / status
mental. Selidiki
adanya perubahan.
09.50 1 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sudah
ketujuh diagnosa 1 tidak sesak, dahak sudah
keluar
O : wheezing dan ronchi tidak
ada, pasien mamu
melakukan batuk efektif,
pasien tampak tenang
RR : 20x/menit
A : tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
dan lanjutkan melakukan
observasi setiap 60 menit
selama 2 jam
10.05 wita 2 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sesak
keempat diagnosa 2 tidak ada
O : pasien tampak terpasang
nasal kanul dengan oksigen
3 lpm, tidak terdapat
penggunaan otot bantu
nafas, pasien mampu
melakukan batuk efektif
RR : 20 x/menit
A : tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : pertahankan intervensi dan
55
lanjutkan observasi setiap
60 menit selama 2 jam
10.20 wita 3 Melakukan evaluasi S : pasien mengatakan sudah
ketiga diagnosa 3 tidak sesak
O : tidak terdapat wheezing dan
ronchi, pasien tampak
tenang, AGD tidak dapat
dievaluasi
RR : 20 x/menit
N : 92 x/menit,
TD : 110/70 mmHg
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
10,50 wita 1 Melakukan S : pasien mengatakan sudah
observasi pertama tidak sesak, dahak sudah
diagnosa 1 keluar
O : wheezing tidak ada, pasien
mampu melakukan batuk
efektif, pasien tampak
tenang
RR : 20 x/menit
A : tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
dan lanjutkan melakukan
observasi setiap 60 menit
selama 2 jam
11.05 wita 2 Melakukan S : pasien mengatakan sudah
observasi pertama tidak sesak
diagnosa 2 O : tidak terdapat penggunaan
otot bantu nafas, pasien
mampu melakukan batuk
efektif
RR : 20 x/menit
A : tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
dan lanjutkan melakukan
observasi setiap 60 menit
selama 2 jam
11.20 wita 3 Melakukan S : pasien mengatakan sudah
observasi pertama tidak sesak
diagnosa 3 O : tidak terdapat wheezing dan
ronchi, pasien tampak
tenang AGD tidak dapat
dievaluasi
RR : 20 x/menit
N : 92 x/menit,
TD : 110/70 mmHg
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
11.50 wita 1 Melakukan S : pasien mengatakan sudah
observasi kedua tidak sesak, dahak sudah
56
diagnosa 1 keluar
O : tidak terdapat wheezing dan
ronchi, pasien mampu
melakukan batuk efektif,
pasien tampak tenang
RR : 20x/menit
A : tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
12.05 wita 2 Melakukan S : pasien mengatakan sudah
observasi kedua tidak sesak
diagnosa 2 O : tidak terdapat penggunaan
otot bantu nafas, pasien
mampu melakukan batuk
efektif
RR : 20 x/menit
A : tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
12.20 wita 3 Melakukan S : pasien mengatakan sudah
observasi kedua tidak sesak
diagnosa 3 O : tidak terdapat wheezing dan
ronchi, pasien tampak
tenang, AGD tidak dapat
dievaluasi
RR : 20 x/menit
N : 87x/menit,
TD : 110/70 mmHg
A : tujuan belum tercapai,
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
4.1.7 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan
berhasil dicapai. Pada tabel 4.9 dapat dilihat hasil evaluasi keperawatan pada
57
wheezing, terdapat wheezing,
RR:22x/menit orthopnea, pasien tampak
tidak terdapat tenang, crt < 2
penggunaan detik
otot bantu RR : 22
nafas, pasien x/menit
mampu N : 90x/menit,
melakukan TD : 120/80
batuk efektif mmHg
RR : 22 pH : 7.33
x/menit (7.35-7.45)
pCO2 : 47.2
mmHg
pO2 : 69.80
mmHg
HCO3 :
24.40mmol/
A : tujuan A : tujuan A : tujuan belum
tercapai, tercapai, tercapai,
masalah masalah masalah belum
teratasi teratasi teratasi
P : pertahankan P : pertahankan P : lanjutkan
kondisi kondisi intervensi
58
4.2 Pembahasan
Pembahasan merupakan analisa antar penerapan teori dengan praktiknya
secara nyata. Pada bab ini penulis menguraikan kesenjangan yang terjadi pada
teori dengan kasus yang penulis temukan. Disini penulis membahas berdasarkan
terdiri dari :
a. Airway
Berdasarkan hasil pengkajian airway diperoleh hasil pada pasien 1
ditemukan adanya jalan nafas paten, obstruksi tidak ada suara nafas tidak ada, dan
terdapat batuk berdahak. Pada pasien 2 ditemukan adanya jalan nafas paten,
obstruksi tidak ada suara nafas tidak ada, dan terdapat batuk berdahak. Hasil
pengkajian tersebut didapatkan pada pasien pasien 1 dan pasien 2 sudah sesuai
dengan teori dimana pada umumnya pasien PPOK mengalami masalah di airway
59
yaitu berupa batuk berdahak (ENA, 2007). Menurut pendapat Hiswani (2012)
batuk terjadi karena adanya peningkatan reaktivitas terhadap sel-sel yang sudah
nafas, irama nafas: cepat, pola nafas: tidak teratur, RR: 30 x/menit, SpO2 : 95%,
penggunaan otot bantu nafas. Pada pasien 2 ditemukan hasil yang sama yaitu:
keluhan sesak nafas, irama nafas: cepat, pola nafas: tidak teratur, RR: 26 x/menit,
SpO2 : 98%, penggunaan otot bantu nafas. Hasil pengkajian tersebut sudah sesuai
dengan teori dimana pada pasien PPOK mengalami masalah dibreathing yaitu
bantu nafas (ENA, 2007). Hal ini juga didukung dari pendapat Artika yaitu salah
satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea). Menurut
didapatkan data yaitu pada pasien 1 ditemukan nadi teraba 120 x/menit, tekanan
darah 120/80 mmHg, suhu 36,5°C, tidak terdapat sianosis, CRT<2 detik, akral
hangat, turgor kulit elastic, hipoksia. Pada pasien 2 ditemukan nadi teraba 108
x/menit, tekanan darah 100/60 mmHg, suhu 37,4°C, tidak terdapat sianosis,
CRT<2 detik, akral hangat, turgor kulit tidak elastis. Dari hasil pengkajian pada
circulation terdapat sianosis. Pada pasien 1 dan pasien 2 tidak mengalami sianosis
60
dikarenakan tidak terjadinya tanda-tanda kebiruan pada kulit dan membrane
mukosa.
d. Disability
Berdasarkan hasil pengkajian yang diperoleh pada pengkajian disability
pada pasien 1 ditemukan respon alert, kesadaran compos mentis, GCS 15 (Eye 4,
Verbal 5, Motorik 6), pupil isokor, reflek cahaya ada dan pasien 2 ditemukan
respon alert, kesadaran compos mentis, GCS 15 (Eye 4, Verbal 5, Motorik 6),
pupil isokor, reflek cahaya ada. Dari hasil pengkajian tidak didapatkan
kesenjangan, dimana kedua pasien memiliki kesadaran yang baik yaitu compos
mentis dengan nilai GCS 15. Hal ini sudah sesuai dengan pengkajian disability
pada teori dimana pada pasien PPOK masih memiliki kesadaran yang baik (ENA,
2007).
e. Exposure
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian exposure pada
pasien 1 dan pasien 2 tidak didapatkan masalah pada pengkajian exposure, hal ini
sudah sesuai dengan teori dimana menurut Gilbert (2009) pada pengkajian
exposure pasien PPOK jarang ditemukan adanya masalah, kecuali jika disertai
dan pasien 2 memiliki keluhan utama yang sama yaitu sesak nafas.
utama pada pengkajian sudah sesuai dengan teori. Hal ini didukung
61
menurut pendapat Rahmadi (2015) pada pasien PPOK biasanya
terjadi antara pasien 1 dan pasien 2 ini sesuai dengan teori, tetapi
(Rizkah, 2011).
Berdasarkan hasil pengkajian dan Analisa data yang diperoleh dari pasien
bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas dan gangguan pertukaran gas.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien pasien 1 dan pasien 2 sudah
62
sesuai dengan teori menurut Hidayat dan Uliyah (2015). Hal ini didukung dari
Diagnosa ini muncul pada pasien karena proses peradangan pada paru sehingga
terjadi sputum susah keluar. Pada diagnosa ketidakefektifan pola nafas adalah
inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat. Diagnosa ini
muncul pada pasien karena kurangnya suplay oksigen keparu yang mengakibatkan
sesak nafas sehingga pola nafas menjadi tidak efektif. Pada gangguan pertukaran
gas adalah kelebihan dan kekurangan oksigen dan atau eliminasi karbon dioksida
4.2.3 Perencanaan
bersihan jalan nafas dan ketidakefektifan pola nafas pada kasus memiliki rencana
sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Pada kasus penyakit paru obstruksi
kronik wajib diberikan obat bronkodilator untuk merilekskan otot polos jalan
63
napas, sebagian memperbaiki penyumbatan aliran udara dan terapi oksigen untuk
4.2.4 Implementasi
dengan intervensi yang telah direncanakan sebelumnya tetapi ada tindakan baru
oksigen 8 lpm dengan simple maks sedangkan pada pasien 2 diberikan oksigen 3
lpm dengan nasal kanul. Pada pasien 1 dan pasien 2 terjadi kesenjangan dengan
teori dimana pada teori oksigen yang diberikan 1-2 lpm. Pada pasien 1 diberikan
oksigen 8 lpm karena adanya penurunan pO2 yaitu 69.80 mmHg dan peningkatan
dan diagnosa ketidakefektifan pola nafas selama 1 jam dievaluasi setiap 15 menit
64
selama 2 jam yang dievaluasi setiap 30 menit setelah dilakukan tindakan dan
jam. Perlakuan yang sama juga dilakuakn pada pasien 2 yaitu dengan dengan
sedangkan pada diagnosa gangguan pertukaran gas selama 2 jam yang dievaluasi
tindakan perawat wajib mengobservasi respon yang muncul dari intervensi yang
4.2.5 Evaluasi
jam yang dievaluasi setiap 30 menit setelah dilakukan tindakan dan masing-
diperoleh hasil bahwa pada pasien 1 dengan diagnosa bersihan jalan nafas belum
teratasi karena masih terjadi peningkatan irama napas, masih terdapat dahak,
gas belum teratasi karena masih ada hipoksia, sesak berkurang, RR 22x/menit,
65
nadi 92 x/menit, TD 120/80 mmHg dan AGD tidak dapat dievaluasi. Pada pasien
2 dengan diagnosa bersihan jalan nafas belum teratasi karena masih terjadi
peningkatan irama napas, masih terdapat dahak, masih terdapat wheezing dan
belum teratasi karena RR 22 x/menit, terdapat penggunaan otot bantu napas, sesak
berkurang. Diagnosa gangguan pertukaran gas belum teratasi karena AGD tidak
ronchi, nadi 86 x/menit, TD 110/60 mmHg. Hasil tersebut belum sesuai dengan
teori dan kriteria hasil yang ingin dicapai, sehingga masalah dan tujuan pada
pasien 1 dan pasien 2 belum teratasi, maka perencanaan yang dibuat pada masing-
masing diagnosa perlu dilanjutkan untuk memperoleh kondisi pasien yang stabil
4.3 Keterbatasan
satu masalah yaitu PPOK dengan pemenuhan kebutuhan oksigen. Selain itu dalam
memperoleh data penelitian karya tulis ini, penulis juga mengalami kesulitan pada
saat akan memasuki tempat pencarian data karena berhubungan dengan kode etik
penelitian dari rumah sakit tersebut sehingga memerlukan waktu untuk menunggu
66
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), maka diperoleh simpulan
sebagai berikut:
pada pasien 2 didapatkan hasil yaitu sesak nafas, batuk berdahak, terdapat
5.1.2 Diagnosa keperawatan ada tinjauan kasus pasien 1 dan pasien 2 dengan
67
meliputi: auskultasi suara nafas, catat adata wheezing dan ronchi, kaji atau
ventilasi, dorong atau bantu pasien latihan nafas dalam dan batuk efektif,
tanda vital dan irama jantung, pantau pemeriksaan AGD pasien, kolaborasi
bersihan jalan nafas dan diagnosa ketidakefektifan pola nafas selama 1 jam
hasil evaluasi pada pasien 1 dan pasien 2 semua diagnosa belum teratasi,
5.2 Saran
68
Berdasarkan keterbatasan yang telah diuraikan sebelumnya maka penulis
menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam kasus yang
kebutuhan oksigen.
69