Dosen Fasilitator :
Indrawati,S.Kp.,Ners.,M.Kep
Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
karunianya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam selalu kita panjatkan kepada nabi Muhammad SAW. Serta keluarganya sahabatsahabat-
Nya, dan kita umat nya hingga akhir zaman nanti.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, hal ini karena kemampuan
dan pengalaman kami masih sangat terbatas untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya dapat membangun dalam perbaikan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat sebagai sumbangsih penulis demi menambah pengetahuan terutama bagi
pembaca umum nya dan bagi penulis khususnya. Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada
Allah SWT. Yang senantiasa meridhoi segala urusan kami aminn.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN
2.3 Pengkajian
2.6 Implementasi
2.7 Evaluasi
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam menjalani proses kehidupan,
terutama pada anak karena dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Usia
anak-anak sangat rentan terkena berbagai penyakit, hal ini disebabkan karena beberapa faktor
diantaranya lingkungan dan polusi udara yang kotor. Di kota-kota besar dan daerah industri,
polusi asap pabrik dan kendaraan dapat meningkatkan gangguan kesehatan terutama pada
sistem pernafasan.
Penyakit pernafasan yang sering dijumpai pada anak yaitu asma bronkial. Menurut
Billota (2011) asma bronkial adalah gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi
jalan nafas reversibel akibat bronkospasme, peningkatan sekret mukus, dan edema mukosa.
Penyakit ini ditandai dengan serangan berulang sesak nafas, batuk, dan mengi. Dharmayanti,
dkk (2015) menyatakan faktor utama pencetus asma pada anak adalah udara dingin, flu dan
infeksi, kelelahan, debu, dan asap rokok.
Di Indonesia, hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah
4,5% (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah prevalensi penyakit asma
bronkial sekitar 11,61% (Kemenkes RI, 2014).
Apabila penderita penyakit asma bronkial tidak segera ditangani atau dilakukan tindakan,
maka akan terjadi hal-hal yang akan merugikan penderita itu sendiri, seperti status asmatikus,
pneumonia, sampai dengan kematian. Pada pasien dengan asma bronkial sering mengalami
gangguan pola tidur, yang berupa sering terbangun dimalam hari. Seringnya terbangun pada
malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari
(Potter dan Perry, 2009).
4
merasa belum segar ketika bangun. Penelitian lain menegaskan (Wardhani, 2010) adanya
hubungan antara asma dengan gangguan tidur dimalam hari.
Kejadian asma bronkial dengan gangguan pola tidur dapat dilakukan dengan konseling
tentang sleep hygiene seperti olahraga teratur, menghindari hawa dingin, konsumsi obat
teratur, dan tempat tidur dibersihkan (Purwaningsih, 2014). Jika pentalaksanaan asma
bronkial dilakukan dengan baik dapat mencegah timbulnya serangan saat malam dan siang
hari serta pasien dapat melakukan aktivitas fisik (Global Initiative for Asthma, 2012).
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2. Dapat memberi tambahan wawasan kepada penulis dalam pemberian asuhan keperawatan
gangguan pola tidur pada anak dengan asma bronkial.
3. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa untuk pembuatan asuhan keperawatan
gangguan pola tidur pada anak dengan asma bronkial
5
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.1 Definisi
Asma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan (Muttaqin, 2008).
Menurut Billota (2011) asma bronkial adalah gangguan jalan nafas reaktif kronis
termasuk obstruksi jalan nafas reversibel akibat bronkospasme, peningkatan sekret mukus, dan
edema mukosa.
1.1.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma bronkial belum diketahui secara pasti. Menurut Bilotta
(2011) penyebab asma dibagi menjadi dua, faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor
ekstrinsik antara lain serbuk/partikel, kulit/bulu hewan, debu atau jamur rumah, bantal kapuk
atau bulu, penyedap/bumbu makanan yang mengandung sulfit dan bahan makanan sensitif
lainnya. Sedangkan faktor intrinsik seperti stres emosional dan faktor genetik, dari bahan non
alergenik atau bronkokontriksi itu sendiri yaitu predisposisi herediter, sensitivitas terhadap
alergen, infeksi virus, obat seperti aspirin, stres psikologi, udara dingin, dan olahraga.
1.1.3 Patofisiologi
Adanya debu, asap rokok, bulu binatang, dan hawa dingin yang terpapar ternyata tidak
dikenali oleh sistem di tubuh penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Adanya
antigen memicu dikeluarkannya antibodi yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif
seperti neutropil, basofil, dan immunoglobulin E. Reaksi antigen yang masuk pada tubuh akan
menimbulkan reaksi antigen-antibodi.
Ikatan antigen dan antibodi akan merangsang peningkatan pengeluaran mediator kimiawi
seperti histamin, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin). Peningkatan mediator-mediator
kimia tersebut akan merangsang peningkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa
saluran pernafasan (terutama bronkial). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian
bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontriksi) dan sesak nafas.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga
menurunkan oksigen ke darah. Kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan
sehingga penderita terlihat pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan
6
meningkatkan sekresi mukus dan meningkatkan pergerakan silia pada mukosa yang
menyebabkan penderita menjadi sering batuk (Riyadi dan Sukarmin, 2009).
1.1.5 Pentalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
b. Pentalaksanaan keperawatan
1) Kaji status respirasi pasien dengan memonitor keparahan gejala, suara nafas, peak flow,
oksimetri nadi dan tanda-tanda vital.
4) Berikan medikasi sesuai dengan yang diresepkan dan memonitor respons pasien terhadap
medikasi tersebut mungkin mencakup pasien jika pasien lebih dahulu mengalami infeksi
pernafasan.
7
Pengukuran ini untuk menunjukan adanya obstruksi jalan nafas reversible serta dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator. Apabila terjadi peningkatan FEV (Forced
Expired Volume) atau FVC (Forced Vital Capacity) sebanyak lebih dari 20% menunjukan
diagnosis asma.
b. Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh untuk mencari
faktor pencetus.
c. Pemeriksaan laboratarium
Hanya dilakukan pada serangan asma berat, pada awal pemeriksaan didapatkan pH meningkat
serta PaCO2 dan PaO2 menurun kemudian terjadi penurunan pH, penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik).
2) Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi
yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah
sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
2.1.1 Definisi
Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami
atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan
ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan (Hidayat, 2012). Menurut
Herdman (2015) gangguan pola tidur adalah interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat
faktor eksternal. Dapat disimpulkan gangguan pola tidur adalah dimana seseorang mengalami
perubahan jumlah waktu tidur dan kualitas pola tidur yang menyebabkan ketidaknyamanan.
2.1.2 Etiologi
Beberapa faktor yang menjadi penyebab gangguan pola tidur menurut Tarwoto dan
Wartonah (2010) antara lain penyakit, lingkungan, motivasi, kelelahan, kecemasan, alkohol, dan
obat-obatan. Hidayat (2012) menyatakan penyebab dari gangguan pola tidur antara lain
kerusakan transpor oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat,
immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, dan faktor lingkungan yang mengganggu. Penyebab
yang berkaitan dengan masalah gangguan
pola tidur pada pasien asma bronkial yaitu penyakit dan gangguan transpor oksigen.
8
2.1.3 Tahap-Tahap Tidur
Menurut Asmadi (2008) tahapan tidur dibagi menjadi dua yaitu non rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi empat
tahapan dan tahapan REM adalah tahapan terakhir. Tahap I pada tidur NREM merupakan tahap
transisi di mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur, ditandai dengan merasa rileks,
seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kecepatan jantung dan pernapasan
menurun secara jelas. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.
Selanjutnya tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun, ditandai
dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan
berkurang, serta kecepatan jantung dan pernafasan turun dengan jelas.
Kemudian tahap III adalah awal tahap dari keadaan tidur nyenyak. Kecepatan jantung,
pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan. Seseorang yang tidur pada tahap
ini sulit utuk dibangunkan. Yang terakhir tahap IV, pada tahap ini seseorang berada dalam
keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai, sulit
dibangunkan dan dapat terjadi mimpi. Sedangkan pada tahapan tidur REM merupakan tidur
dalam kondisi aktif dan bersifat nyenyak sekali ditandai dengan mimpi. Tidur REM penting
untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi.
Adanya gangguan respirasi selama tidur NREM akan mengganggu periode siklus normal
REM sepanjang malam. Hal ini akan mengurangi jumlah tidur REM yang berakibat tidur akan
kurang nyenyak dan menimbulkan rasa kantuk yang berlebih (Hapsari, 2012).
Menurut Rengganis (2008), penatalaksanaan asma bronkial dibedakan menjadi dua yaitu
farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologi pengobatan asma bronkial
menggunakan agonis beta, metilxantiin, kortikosteroid, dan kromolin (Muttaqin, 2008).
Sedangkan secara non farmakologis dapat diberikan tindakan berupa massage pada area dada
dan punggung menggunakan minyak kayu putih, sebab massage memberikan efek relaksasi yang
mampu melebarkan jalan napas dan minyak kayu putih yang memberikan rasa hangat
memberikan efek anti spasmodik sehingga mengurangi obstruksi jalan nafas (Monalisa, 2012).
Menurut Ahmad dalam Purwaningsih (2015) campuran minyak kayu putih dengan air
hangat juga dapat digunakan sebagai inhalan sehingga melonggarkan pernapasan. Pada serangan
asma dibutuhkan zat yang terkandung dalam minyak kayu putih yang bersifat memberikan
relaksasi otot sehingga dapat mengurangi penyempitan pada saluran udara di saluran pernafasan.
9
Posisi yang paling efektif bagi pasien dengan asma bronkial adalah posisi semi fowler.
Penelitian yang dilakukan oleh Safitri dan Andriyani (2011) menunjukan pemberian posisi semi
fowler pada pasien asma dapat efektif mengurangi sesak nafas. Saat terjadi serangan sesak
biasanya klien tidak dapat tidur dengan posisi berbaring melainkan harus dalam posisi duduk
atau setengah duduk untuk meredakan penyempitan jalan napas dan memenuhi oksigen dalam
darah.
10
ASUHAN KEPERAWATAN
2.3 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : An.M
Umur :9 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : 3 SD
b. Identitas penanggungjawab
Nama :NY.I
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
pasien mengatakan sesak nafas sejak semalam, kadang-kadang tidak bisa tidur serta sering
terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan batuk. Sebelumnya pada tanggal 7 Mei 2017
pasien bersama ibunya datang ke puskesmas untuk berobat dengan keluhan sesak nafas dan
diberikan obat oleh dokter. Obat yang diberikan oleh dokter antara lain salbutamol 3x1 dan
glyceryl guaiacolate (GG) 3x1
11
Ibu pasien mengatakan anaknya mempunyai penyakit asma sejak umur 3 tahun. Apabila
sesak nafasnya kambuh diobati dengan obat dari dokter berupa obat semprot. Ibu pasien
mengatakan jika pasien terpapar udara dingin langsung merasa sesak nafas. An. M
mendapatkan imunisasi lengkap dan sesuai umur, yaitu hepatitis B pada umur 2 hari,
BCG dan polio 1 pada umur 1 bulan, DPT 1 dan polio 2 pada umur 2 bulan, DPT 2 dan
polio 3 pada umur 3 bulan, DPT 3 dan polio 4 pada umur 4 bulan, serta campak pada
umur 9 bulan.
5) Riwayat Sosial
An.M diasuh oleh kedua orang tuanya. Pembawaan secara umum An. M termasuk anak
yang penurut dan periang, An. M senang bermain dengan temannya. Ibu pasien
mengatakan lingkungan rumah bersih dan mempunyai ventilasi yang cukup.
Ibu pasien mengatakan kesehatan penting, jika anaknya sakit dibawa ke pelayanan kesehatan
terdekat/rumah sakit.
2) Pola nutrisi
pasien mengatakan sebelum dan selama sakit makannya teratur, hanya saja selama sakit nafsu
makan berkurang.
3) Pola eliminasi
pasien mengatakan sebelum dan selama sakit BAK dan BAB lancar tidak ada masalah (BAB 1
kali sehari dan BAK 5-7 kali sehari).
12
8) Pola hubungan dan peran
pasien mengatakan jika dirinya lebih dekat dengan ibunya dan pasien terlihat akrab dengan
ibunya
pasien mengatakan tidak ada gangguan pada panca indranya dan pasien dapat berkomunikasi
dengan baik serta tidak terdapat alat bantu pada panca indranya.
pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali bersekolah seperti biasa serta bermain
bersama teman-temannya dan pasien kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan.
Ibu pasien mengatakan An. M merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan pasien
berjenis kelamin laki-laki.
ibu pasien mengatakan jika anaknya merasa punya masalah langsung bercerita kepada ibunya
pasien mengatakan jika dirinya beragama islam dan keluarga pasien terlihat berdoa untuk
kesembuhan anaknya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran : composmentis
3) Tanda-tanda vital
Pada umumnya, lansia dengan gangguan tidur mengalami peningkatan tekanan darah.
S : 37° C
TD : 120/80 mmHg
N : 87x/menit
RR : 30x/menit
13
4) Pemeriksaan Head to Toe
Mata : simetris, konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil ishokor, terdapat lingkar hitam
dan mata terlihat sayu, fungsi penglihatan baik
Paru : dinding dada simetris, nafas cepat, pasien terlihat kesulitan bernafas, tidak ada nyeri
tekan, bunyi timpani, terdapat suara tambahan wheezing dan tidak terdapat bunyi ronchi
Jantung : ictus cordis terlihat dan teraba di ics V, bunyi redup, S1>S2, reguler, tidak ada
bunyi galop
Abdomen : dinding perut supel, tidak terdapat nyeri tekan, bunyi timpani, bising usus 12
kali/menit
1. Gangguan Pola Tidur b.d kurang control tidur d.d mengeluh sulit tidur (D.0055)
Edukasi :
- Ajurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran,Mukolitik, jika perlu
15
3. Gangguan Ventilasi Spontan Pemantauan Respirasi (1.01014)
ventilasi Spontan (L.01007)
d.d dispnea Observasi :
(D.0004) Setelah dilakukan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
tindakan keperawatan upaya napas
selama 2 x 24 jam, - Monitor pola napas (seperti
maka tingkat ventilasi bradipnea,takipnea,hiperventilasi,kussmaul,che
spontan meningkat yne-stokes,biot,ataksik)
dengan kriteria hasil : - Monitor kemmapuan batuk efektif
1. Dispnea - Monitor adanya sumbatan jalan napas
menurun - Auskultasi bunyi napas
2. Volume tidal - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
meningkat - Monitor saturasi oksigen
- Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik :
- Atur intervasl pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2.6 Implementasi
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Ditandai dengan awal jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah, sering
mengigau, menangis dan berteriak serta tengah malam sering terjaga tidurnya
hingga pagi hari atau mimpi buruk pada malam hari
2. Diagnosa yang muncul :
Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d mengeluh sulit tidur
Bersihan jalan napas tidak efektif d.d Wheezing
Gangguan ventilasi spontan d.d dispnea
3.2 Saran
Diharapkan makalah asuhan keperawatan ini, dapat menambah wawasan pembaca
dan khususnya untuk tim medis dalam menerapakan konsep asuhan keperawatan pada
pasien.
17
DAFTAR PUSTAKA
Global Initiative for Asthma (GINA). (2012). Manajemen dan pencegahan asma.
(http://www.ginasthma.org/Guidelines diakses 17 Desember 2016).
18