1. AGNES FERONIKA
2. ARIS PERANSISKA
3. BAYU PRAYUDA KUSWANDI
4. DELLA PARWATI
5. FHAZLLAHTUL ZHORRAYAH
6. KLARA LOVA KONTESA
7. M. ZACKY ANDIRA
8. NOVIYEN
9. RANITA SAFITRI
10. SHINTIYA ANGGRAINI AB
11. WAHYUNI
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah mata kuliah “KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I (KMB I)”. Shalawat
serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di
dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I (KMB). Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada bapak Chandra buana .MPH selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit pada saluran
pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan aliran udara dengan
manifestasi sesak napas dan gangguan oksigenasi jaringan serta diikuti dengan
adanya obstruksi jalan napas yang sifatnya menahun, berkurangnya kapasitas
kerja, dan kekambuhan yang sering terjadi berulang menyebabkan
menurunnya kualitas hidup penderita (Khasanah et al., 2013).
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang umum,
dapat dicegah dan diobati, penyakit yang ditandai dengan gejala pernapasan
yang persisten dan keterbatasan aliran udara karena jalan napas dan / atau
kelainan alveolar biasanya disebabkan oleh pajanan partikel yang signifikan
atau gas berbahaya (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease,
2017). Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(2017) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) saat ini merupakan penyebab
utama keempat kematian di dunia, namun diproyeksikan menjadi ke-3
penyebab utama kematian pada tahun 2020. Lebih dari 3 juta orang meninggal
karena COPD pada tahun 2012 terhitung 6% dari semua kematian secara
global. Prevalensi morbiditas dan mortalitas terkait PPOK telah meningkat
dari waktu ke waktu. Terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia
dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat sedang hingga berat (WHO,
2015). Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan
prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7% dan lebih tinggi pada laki-laki
sebesar 4,2% sedangkan pada perempuan 3,3%. Pravelensi PPOK tertinggi
terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%),
Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan masing-masing (6,7%), serta prevalensi
penyakit PPOK khususnya di Provinsi Bali mencapai 3,5% (Riskesdas, 2013).
Data rekam medik ruang IGD RSUD Sanjiwani Gianyar pada tahun 2020
rata-rata jumlah kasus PPOK 97 kasus, tahun 2021 dalam 4 bulan terakhir
yaitu terdapat 8 kasus (Rekam Medik RSUD Sanjiwani Gianyar, 2021).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit yang tidak menular akan tetapi menjadi masalah kesehatan
masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia angka
harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti jumlah
perokok yang semakin meningkat, dan juga pencemaran udara didalam
ruangan maupun diluar ruangan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015).
Penyebab salah satu dari PPOK adalah asap tembakau (perokok aktif),
perubahan gaya hidup karena pembangunan ekonomi juga mempengaruhi
peningkatan penggunaan tembakau di negara-negara berpenghasilan tinggi.
Kematian karena PPOK terus meningkat dari tahun ke tahun (WHO, 2015).
Masalah utama dan juga alasan paling sering yang menyebabkan penderita
PPOK mencari pengobatan adalah sesak napas dan batuk yang diderita yang
bersifat persisten dan progresif (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015).
Karakteristik PPOK adalah kecenderungan untuk eksaserbasi. Eksaserbasi
PPOK didefinisikan sebagai peristiwa akut yang ditandai dengan semakin
memburuknya kondisi penyakit pasien dari kondisi sebelumnya dan
menyebabkan perubahan dalam pengobatannya (Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease, 2017). Menurut Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (2015) PPOK dengan eksaserbasi akut ditandai dengan batuk atau
sesak bertambah, sputum bertambah dan sputum berubah warna. PPOK
biasanya dialami oleh usia dewasa menengah dan lansia dan sangat terkait
dengan kebiasaan merokok karena rokok mengandung bahan kimia yang
mengiritasi jalan nafas, merangsang inflamasi dan kerusakan jaringan.
Merokok menyebabkan aktivitas dari silia mengalami penurunan dan
perkembangan sel goblet menjadi tidak normal, mengakibatkan peningkatan
produksi mukus yang berlebih dan mempersempit jalan nafas, apabila
produksi mukus berlebihan karena kondisi abnormal (karena infeksi,
gangguan fisik, dan kimiawi) di membran mukosa akan menyebabkan
terjadinya penumpukan mucus (Kristanti & Nugroho, 2011) . Penumpukan
mucus terjadi karena terhambatnya pembersihan mukosiliar dan berkurangnya
epitel bersilia yang membersihkan mucus yang disebabkan oleh asap rokok
sehingga mengakibatkan bersihan jalan nafas menjadi tidak efektif (Ikawati,
2016). Dampak yang dapat terjadi dari bersihan jalan nafas tidak efektif
adalah pasien dapat mengalami kesulitan bernapas dan gangguan pertukaran
gas yang terjadi di paru-paru dan akan mengakibatkan sesak, kelelahan,
sianosis, apatis dan merasa lemah (Oemiati, 2013). Berdasarkan penelitian
oleh Marpaung (2017) keluhan utama yang paling banyak dirasakan oleh
pasien PPOK adalah batuk kronik disertai berdahak kronik dan sesak nafas,
proporsi keluhan yang ditemukan pada pasien PPOK yaitu pasien mengeluh
batuk sejumlah 91%, berdahak sebanyak 65%. Penderita PPOK mengeluarkan
dahak hampir setiap hari (5,4 %), mengeluh berdahak yang lamanya kurang
lebih 1 bulan (3,5 %), dan mengalami batuk kronik disertai dahak minimal 3
bulan/ tahun (1,3 %) (Tana et all., 2016)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan
ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronis di Ruang SARAF RSUD Rejang Lebong
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Secara umum penulisan ini bertujuan untuk mengetahui Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang
Instalasi Gawat Darurat RSUD Sanjiwani Gianyar.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien PPOK
b. Mendeskripsikan diagnosis keperawatan pada pasien PPOK
c. Mendeskripsikan perencanaan keperawatan pada pasien PPOK
d. Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan yang dilakukan
pada pasien PPOK
e. Mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan pada
pasien PPOK
f. Menganalisa pemberian fisioterapi dada pada pasien PPOK
D. Manfaat
a. Hasil penulisan studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman terhadap asuhan keperawatan pasien PPOK sehingga perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada pasien.
b. Hasil penulisan studi kasus ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
institusi pelayanan kesehatan dalam memberikan standar asuhan keperawatan yang
optimal terhadap pasien PPOK.
BAB II
KONSEP TEORI
1. Definisi
Penyakit paru obstuksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarenakan
hambatan pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, ppok juga
merupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran nafas progresif
serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun dan berbahaya (Ridho,2017).
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis
yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit
lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun
gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan
pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang
waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015
1. Definisi
Penyakit paru obstuksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarenakan
hambatan pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, ppok juga
merupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran nafas progresif
serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun dan berbahaya (Ridho,2017).
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis
yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit
lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun
gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan
pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang
waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015
1. Definisi
Penyakit paru obstuksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarenakan
hambatan pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, ppok juga
merupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran nafas progresif
serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun dan berbahaya (Ridho,2017).
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis
yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit
lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun
gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan
pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang
waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015
1. Definisi
Penyakit paru obstuksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarenakan
hambatan pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, ppok juga
merupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran nafas progresif
serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun dan berbahaya (Ridho,2017).
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis
yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit
lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun
gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan
pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang
waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015
1. Definisi
Penyakit paru obstuksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarenakan
hambatan pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, ppok juga
merupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran nafas progresif
serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun dan berbahaya (Ridho,2017).
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis
yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit
lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun
gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan
pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang
waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015
1. Definisi
Penyakit paru obstuksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarenakan
hambatan pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, ppok juga
merupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran nafas progresif
serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun dan berbahaya (Ridho,2017).
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis
yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit
lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun
gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan
pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang
waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).
2.1 Difinisi
Penyakit paru-paru Obstruksi kronis PPOK merupakan penyakit
dikarenakan hambatan pada saluran napass yang tidak sempurna revesible
ppok juga merupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran
kenapa pas Progresif serta berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas beracun dan berbahaya (Ridho , 2017 ).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sempurna keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
Progresif dan dikaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
Particle atau gas berbahaya yang menyebab penyempitan jalan nafas
hipersekresi mucus Dan perubahan pada sistem pembuluh darah paru
penyakit lain seperti Kistik fibrosis bronkiektasis dan asma yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini diklasifikasikan paru kronis
meskipun gejala tumpang Tindih dengan COPD lain. Merokok singaret ,
polusi udara dan Pajanan di tempat kerja ( batu bara , katun biji bijian padi )
merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadinya copd Yang dapat
terjadi dalam Rentang waktu 20 -30 tahun ( Suddrth, 2015 )
2.4 Woc
Rokok , Polusi, Etiologi
PPOK
Hipertropi kelenjar
Batuk Imun mukosa
Peneyempitan saluran
udara secara periodik
Bersihan jalan
nafas tidak Kuman patogen
efektif dan endogen di Ekpansi paru
fagosit
makrofag
Suplai o2 tidak adekuat
Sesak nafas
Anoreksia
Hipoksia
Ketidakseimban
gan nutrisi
Intoleransi aktivitas
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Pola nafas tidak Gangguan pola tidur
efektif
2.5 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Irman
Soemantri (2009) :
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg,
dengan nilai saturasi okesigen awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan
timbul sianosis
2. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatgue, letargi, dizzines, dan takipnea
3. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatgue, letargi, dizzines, dan takipnea
Terbatasnya aliran akan menyebabkan peningkatan kerja otot napas dan
timbulnya dispnea.
4. Gagal jantung
Teutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori
6. Status Asmatikus
Merupakan komplkasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali
tidak berespon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bentu
pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
2) Radiologi
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada faseakut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebihawal.
3.1 Pengkajian
2) Keluhan Utama Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak
terlalu tinggi tiga hari yang lalu.
4) Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit penyakit
lain yang ada kaitannya dengan pernafasan pada kasus terdahulu serta tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obatobatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga
atau penyakit lain yang berpotensi menurun atau menular pada anggota keluarga
lain
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara
bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka atau
warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit, tekstur rambut
dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan terdapat
retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
5) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun, nadi
perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi,
aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya gangren di
ekstrimitas.
9) Sistem neurologis Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi
penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, dan disorientasi.
A. Pengobatan Farmakologi
1. Anti inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolinm dan lain-lain)
(Muttaqin, 2014).
2. Bronkodilator
Bronkodilator adalah bagian penting penatalaksanaan gejala pada
pasien PPOK dan diresepkan sesuai kebutuhan atau secara teratur
untuk mencegah atau mengurangi gejala. Brokodilator memperbaiki
pengosongan paru mengurangi hiperinflasi pada saat istirahat dan
selama latihan dan memperbaiki performa latihan. Golongan adrenalin:
isoprote Ncl, ossiprenalin, golongan xantin: aminophilin, teophilin
(Murwani, 2011).
3. Antibiotik
Terapi antibiotik sering diresepkan pada eksaserbasi PPOK dengan
pemilihan antibiotik bergantung kepada kebijakan lokal, terapi secara
umum berkisar pada penggunaan yang disukai anatra amoksilin,
klaritromisin atau trimotopri. Biasanya lama terapi tujuh hari sudah
mencukupi (Muwarni, 2011).
4. Ekspektoran: Amnium karbonat, asetil sistein, bronheksin, bisolvon,
tripsin
5. Vaksinasi
Vaksinasi Influenza mengurangi penyakit serius dan kematian
sekitar 50% pada pasien PPOK. Vaksin yang mengandung virus
tidak aktif, hidup atau mati direkomendasikan karean vaksin tersebut
lebih efektif pada pasien lansia yang mengalami PPOK. Vaksina influenza dapat
mengurangi angka kesakitan yang serius. Jika tersedia,
vaksin pneumococcus direkomendasikan bagi penderita PPOK yang
berusia diatas 65 tahun dan mereka kurang dari 65 tahun tetapi bila
FEV1 nya < 40 % prediksi (Ikawati, 2011).
6. Indikasi oksigen
Asma, bronkitis, pneomonia, cedera paru akut, ARDS, PPOK dan
efisema merupakan beberapa penyakit yang mengubah suplai oksigen.
Pasie PPOK atau efisema harus dipantau dengan ketat untuk melihat
adanya retensi karbon dioksida yang tinggi, sebab komoreseptor
mereka tidak lagi berespon normal tekann parsial karbon dioksida
(PaCO2) dan Ph serum. Tujuan yang diharapkan pada pasien dengan
terapi oksigen adalah nilai saturasi O2 stabil, pernafasan eupnea, serta
mengurangi kecemasan dan sesak nafas (Patricia Gonce et al, 2013).
Oksigen diberikan 12 jam/liter, hal ini akan mengurangi kelebihan sel
darah merah yang disebabkan menurunnya kadar oksigen dalam darah.
Pengkajian keperawatan meliputi penilaian tingkat kesadaran pasien,
tanda-tanda vital (termasuk frekuensi, kedalamam nafas), warna
bantalan kuku, kepatenan jalan nafas atau adanya jalan nafas buatan,
SaO2 dan GDA. Sistem penghantaran oksigen sederhana terbagi
menjadi sistem aliran tinggi dan sitem aliran rendah.
Manfaat rehabilitasi paru pada pasien PPOK meliputi hal-hal berikut ini:
1. Memperbaiki kapasitas aktifitas fisik.
2. Menguarangi intensitas sesak nafas yang dirasakan.
3. Memperbaiki kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan.
4. Mengurangi hospitalisasi dan hari rawat di ruamah sakit.
5. Mengurangi ansietas dan depresi yang berkaitan dengan PPOK.
6. Memperbaiki fungsi lengan dengan latihan kekuatan dan daya tahan
ekstermitas atas.
7. Manfaat yang berlebih periode latihan segera.
8. Memperbaiki harapan hidup (Rab Tabrani, 2010).
2. Konseling Nutrisi
Malnutrisi adalah umum pada pasien PPOK dan terjadi pada lebih dari
50% pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden malnutrisi bervariasi
sesuai dengan derajat abnormalitas pertukaran gas. Malnutri menyebabkan
penurunan otot pernafasan dan kelemahan otot pernafasan lebih lanjut.
Tindakan preventif dapat mencakup pemberian makanan yang sedikit dan
sering untuk pasien yang mengalami sesak nafas ketika makan: dapat
mengatasi kemorbiditas, misalnya: sepsis pulmonal, tumor paru secara
tepat (Morton, 2012).
3. Penyuluhan
Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling efektif dalam
mengurangi resiko terjadinya PPOK dan memperlambat kemajuan tingkat
penyakit. Selain itu, metode ini adalah yang paling hemat biaya. Sesi konseling
singakat (3 menit) untuk mendorong perokok berhenti merokok
yang menyebabkan angka berhenti merokok menjadi 5% sampai 10%
(Morton, 2012).
4. Aktifitas Olahraga
Program aktifitas untuk PPOK atas sepeda ergometri, latihan treadmill
atau berjalan diatur waktunya dan frekuensinaya dapat berkisar dari setiap
minggu, dengan durasi 10 sampai 45 menit persesi dan intensitas latihan
latihan dari 50% konsumsi oksigen puncak sampai maksimum yang di
toleransi. Banyak dokter menganjurkan pasien untuk melatih diri sendiri
(misalnya: berjalan 20 menit setiap hari) jika mereka tidak mampu
berpartisipasi dalam progaram latihan terstuktur
3.5 Implementasi
3.6 Evaluasi
DENGAN PPOK
4.1 Pengkajian
1) Identitas pasien
: :Perempuan Meninggal
: :Laki laki
:Tinggal 1 rumah
: Pasien
: Perempuan
7) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Hasil
Fisik
Keadaan Umum Keadaaan Umum : Lemah
TD : 100/80 mmhg
HR : 105 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36℃
SpO2: 99 %
Tingkat Kesadaran GCS: (E: V: M: )
Sistem Penglihatan Posisi mata : Simetris
Konjungtiva : AnAnemis
Sclera : Anikterik
Pupil : Isokor
Kesulitan Menggerakkkan Bola Mata :Tidak ada
Sistem Pendengaran Bentuk daun Telinga : Baik dan simetris
Lesi : Tidak terdapat
Membran Timpani : Utuh
Fungsi Pendengaran : Baik
Sistem Pernafasan Jenis Pernapasan : cepat
Frekuensi Nafas : 24 x/m
Irama Nafas : Irregular
Suara Nafas Tambahan : Ada, wheezing
Sistem Kardivaskuler Frekuensi Nadi : 105 x/m
Irama : Tidak Teratur
Teraba : Lemah
TD : 100/80 mmhg
Suara Tambahan : Tidak Ada
Sistem Hematologi Pasien Tampak : Pucat dan Lemah
Perdarahan : Tidak Ada
Sistem Syaraf Pusat Sakit Kepala : Tidak Ada
Tingkat Kesadaran :
Sistem Pencernaan Keadaan Mulut : Bersih
Lidah Tidak Kotor : Tidak
Muntah : Ada
Gangguan Menelan : Ada
Abdomen : Simetris
Nyeri Tekan : Tidak Ada
Pemebesaran Hepar : Tidak Ada
8) Pemriksaan Diagnostik
Hasil laboratorium klinik
9)Penatalaksanaan kolaborasi
Terapi hari Senin tanggal 12 Desember 2022
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw thrust jika
curiga trauma fraktur
servikal)
b) Posisikan semi-fowler atau
fowler
c) Berikan minum hangat
d) Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
e) Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
f) Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
g) Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
h) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Intervensi Pendukung
Observasi:
a) Auskultasi suara napas
sebelum dan sesudah
dilakukan penghisapan
Terapeutik :
a) Lakukan penghisapan lebih
dari 15 detik
Edukasi:
a) Anjurkan melakukan teknik
napas dalam
Senin 12 2 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Desember asuhan keperawatan Observasi:
2022 selama … pasien aktifitas f) Identifikasi gangguan fungsi
pasien meningkat dengan tubuh
kriteria hasil: g) yang mengakibatkan
b) Saturasi oksigen kelelahan
membaik h) Monitor pola dan jam tidur
c) Kekuatan tubuh i) Monitor kelelahan fisik dan
bagian atas emosional
meningkat Edukasi:
d) Kekuatan tubuh a) Anjurkan tirah baring
bagain bawah b) Anjurkan melakukan aktivitas
meningkat secara bertahap
e) Persaan Lemah Terapeutik:
a) Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus
b) Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
c) Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
d) Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Intervensi Pendukung :
Observasi
a) Memonitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi
Terapeutik
a) Linatkan keluarga untuk
membantu pasien
dalammeningkatkan
ambulasi
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
Senin 12 3 Setelah dilakukan tindakan Gangguan Mobilitas Fisik
Desember asuhan keperawatan Intervensi Utama
2022 selama 3x24 jam Mobilitas Observasi
fisik meningkat dengan a) identifikasi adanya nyeri
kriteria hasil: atau keluhan fisik lainnya
a) Pergerakan b) monitor kondisi umum
ekstremitas selama melakukan ambulasi
meningkat Terapeutik
b) Kekuatan Otot a) melibatkan keluarga untuk
Meningkat membantu pasien dalam
c) Nyeri Menurun meningkatkan ambulasi
d) Kelemahan fisik b) fasilitasi melakukan
Menurun mobilisasi fisik jika perlu
edukasi
a) jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
Intervensi Pendukung
Observasi
a) identifikasikan kebiasaan
aktivitas perawatan diri
sesuai usia
b) identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri
berpakaian berhias dan
makan
Terapeutik
a) siapkan keperluan pribadi
jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
a) anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari ke 1
3.Memonitor sputum
RH: Keluarga klien mengatakan sputum
berwarna kuning keputihan
3.Memonitor sputum
RH: Keluarga klien mengatakan foto masih
berwarna kuning keputihan
2.Menganjurkan tirabaring
RH: klien mengerti saat dijelaskan dan mengikuti
arahan perawat
EVALUASI KEPERAWATAN
Jam Diagnosa
-TTV
TD:140/80 MmHg
HR:71x/m
RR:24x/m
T:36,4℃
No Kriteria hasil 1 2 3 4 5
2. Gelisah membaik
3. Dispnea membaik
P: Intervensi dilanjutkan
meningkat
meningkat
4. Perasaan lemah
P:Intervensi dilanjutkan
3 S: - Klien mengatakan lemas di bagian kaki
- Keluarga Klien Mengatakan klien tidak dapat
berjalan karena lemah
O - klien tampak lemah
- klien tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasa
A: Masalah belum teratasi
No Kriteria hasil 1 2 3 4 5
1. Pergerakan Ekstremitas
Meningkat
3. Nyeri Menurun
P:Intervensi dilanjutkan
SELASA,13- 1 S: -Klien mengatakan sputum masih susah dikeluarkan
-Klien mengatakan masih sesak nafas dan klien masih
Desember-
merasa sesak meningkat ketika beraktifitas ringan
2022
O: -Klien masih tampak lemas
-Klien masih tampak gelisah
-Klien masih tampak sesak
-TTV
TD:130/90 MmHg
HR:84x/m
RR:22x/m
T:36,1℃
A:Masalah belum teratasi
No Kriteria hasil 1 2 3 4 5
2. Gelisah membaik
3. Dispnea membaik
P:Intervensi dilanjutkan
2. S: -Klien mengatakn nafas masih terasa sesak
-Klien mengatakan tubuh masih terasa lemah
-Klien mengatakan aktivitas masih dibantu keluarga
O: -Klien masih tampak lemah
-Klien masih tampak pucat
-Pasien masih terpasang infus
-Pasien masih terpasang oksigen
-TTV
TD:130/90MmHg
HR:84x/m
RR:22x/m
T:36,1℃
A:Masalah belum teratasi
No Kriteria hasil 1 2 3 4 5
meningkat
meningkat
4. Perasaan lemah
P: Intervensi dilanjutkan
2. Gelisah membaik
3. Dispnea membaik
P:Intervensi dihentikan
2. Gelisah membaik
3. Dispnea membaik
P:Intervensi dihentikan
1. Pergerakan Ektremitas
Meningkat
3. Nyeri Menurun
P:Intervensi dihentikan