Disusun Oleh :
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi
mahasiswa/i Keperawatan maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata kuliah
Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada
Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)”. Dalam penulisan makalah ini
penyusun berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para
pembaca.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penyusun menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penyusun juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua. Amin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK) merupakan istilah lain dari beberapa
jenis penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai dengan
meningkatnya resistensi terhadap aliran udara (Maisaroh, 2018)
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
1. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan
dispnea, terdapat paparan faktor resiko, sprirometri : normal.
Gejala Klinis : batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat
ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
Gejala Klinis : sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan
eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien
Gejala Klinis : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung
kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan
jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.
2.3. Etiologi
a. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi.
b. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi
paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
c. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang
dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
d. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau
pun tidak merokok.
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Reeves (2001) dalam Rahmadi (2015) adalah :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan
produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang
yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk
yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi
dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat
badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu
secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut
tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak
yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang
makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi
sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel
dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak
kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
2.5. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan. (Jackson dalam Rahmadi, 2015).
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, dengan nilai
saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
c. Infeksi Respiratori
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonl (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
e. Kardiak Disritma
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma brokial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak berespons terhadap
terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher
sering kali terlihat pada klien dengan asma.
2.8. Pentalaksanaan
Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan terapi
fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk individu
termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini infeksi, dan
teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa
individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama selama musim dingin.
Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap lanjut (Rahmadi, 2015)
BAB III
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea
(bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada beberapa
kasus lebih banyak paroksismal).
b. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit
ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian
bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyaakit
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit
yang sama pada anggota keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik
1. Objektif
a. Batuk produktif/nonproduktif
b. Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase respirasi
semakin menonjol.
c. Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d. Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e. Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f. Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g. Penurunan berat badan secara bermakna.
2. Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
3. Psikososial
a. Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b. Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c. Data tambahan (medical terapi)
4. Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral.
Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan Aminophilin seacara parenteral, sebab mekanisme yang berlainan, demikian
pula sebaliknya, bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka
sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping
sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas berat pada anak-anak
dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan dari Metered Aerosol Defire
(AfulpenMetered Aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap
empat jam, jika tidak ada perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka
berikan Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping takikardi,
penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit
hipertensi, kardiovaskuler, dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3
ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB
subkutan (1 mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6 mg/KgBB
dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis
penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam secara intravena. Efek
sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan.
1) Kortikosteroid
2) Pemberian oksigen
3) Beta Agonis
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing
Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).
wheezing, ronchi,
dan cracles. Posisi semi/ high
Batuk fowler
(presisten)dengan/t memberikan
Klien dalam
kondisi sesak
cenderung untuk
bernapas melalui
mulut yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran gas Status respirasi a. Manajemen asam
yang berhubungan dengan: pertukaran gas basa tubuh Kelemahan,
Kurangnya suplai dengan skala….(1-5) b. Manajemen jalan iritable, bingung
oksigen (obstruksi setelah diberikan napas dan somnolen
jalan napas oleh perawatan selama… c. Latihan batuk dapat
secret, bronkospasme, hari dengan kriteria : efektif merefleksikan
air trapping); Status d. Tingkatkan adanya
Destruksi alveoli mental aktivitas hipoksemia/penur
Ditandai dengan dalam batas e. Terapi oksigen unan oksigenasi
Dyspnea normal f. Monitoring serebral.
Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)
N Diagnosa Perencanaan
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
o. keperawatan
(NANDA)
4. Intoleransi Berpartisipasi dalam Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d aktivitas fisik tanpa dengan tenaga stimulasi yang berlebihan,
ketidakseimbaga disertai peningkatan rehabilitasi medik meningkatkan istirahat
n antara suplai darah, nadi dan RR. dalam
dan kebutuhan Mampu melakukan merencanaakan Klien mungkin merasa
oksigen. aktivitas sehari-hari program terapi nyaman dalam kepala
(ADLs) secara yang tepat dalam keadaan evalasi,
mandiri. Bantu klien untuk tidur di kursi atau istiirahat
Tanda-tanda vital mengidentifikasi pada meja dengan bantuan
normal. aktivitas yang bantal
Energi psikomotor. mampu dilakukan.
Level kelemahan. Bantu utuk Meminimalkan kelelahn
adekuat. psikologi.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan kumpulan penyakit paru yang
sudah lama dan bertahun tahun, ditandai dengan adanya penyumbatan pada aliran udara
dari paru-paru. Dengan penyebab utama dari lingkungan polusi udara, merokok, paparan
debu, dan gas-gas kimiawi. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan
berkurangnya fungsi paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan. Infeksi
sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan kondisi ini
berisiko mendapat PPOK.
Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok.
4.2. Saran
Bagi Penelitian
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan . Vol:2. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/910/13/151210013_Iis%20Maisaroh_KTI
%20benarkunci.pdf (diakses pada tanggal 11 Oktober 2019, pukul 10.00 WIB)
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/539/1/NISA%20AGUSTIN%20NIM.
%20A01401932.pdf (diakses pada tanggal 11 Oktober 2019, pukul 14.00 WIB)
https://www.google.com/url?
q=https://www.academia.edu/37689132/asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_PPO
K&sa=U&ved=2ahUKEwjf0_7S2ZvlAhWFdn0KHYzXA3MQFjAAegQIAhAB&usg=A
OvVaw3TTVNbVYVQVmbPnhQAJqM7