PERNAPASAN PPOK
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK 4
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat, serta peyertaan-Nya sehingga makalah Pengkajian Keperawatan area
Keperawatan Keluarga .
Kami juga mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hormat kami kepada
1. Ketua Yayasan, Pak Perlindungan Purba, SH,MN
2. Rektor USMI, Dr. Ivan Elisabet Purba, M.kes
3. Dekan Fikes, Ns.
4. Ketua Prodi S1 keperawatan, Ns.Rinco Siregar, S.Kep, MNS
5. Dosen Pengajar KMB I
Yang telah menjadi inpirasi dan pedoman kami dalam menjalani studi kami ini.
Dalam penulisan makalah kami ini kami berusaha menyajikan bahan dan
bahasa yang sederhana, singkat dan mudah dipahami.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan serta masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami ini. Maka kami harap
kerjasamanya, supaya segala sesuatu bentuk kesalahannya mohon dimaklumi dan
kami berharap adanya masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Medan, September 2019
Ttd
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru kronik yang ditandai
oleh adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Penyakit
tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap
partikel berbahaya atau gas beracun.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit
tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor
risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di
dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK sedang sampai berat. Pada tahun
2005 lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, menyumbang 5% dari seluruh penyebab
kematian. Data mengenai morbiditas dan mortalitas PPOK tersebut didapatkan sebagian besar
dari negara dengan penghasilan tinggi. Pada tahun 2002, PPOK merupakan penyebab kematian
ke-5, diperkirakan akan meningkat menjadi ke-3 pada tahun 2030 dengan total peningkatan
kematian 30% dalam 10 tahun.
PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk pasien yang
berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya. Padahal mereka masih dalam
kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja maksimal karena sesak napas yang
kronik. Komorbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial,
infeksi paru-paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hiper-tensi, osteoporosis, sakit
sendi, depresi dan axiety.
1.2. Tujuan
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan PPOK
2.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian PPOK
b. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi system pernapasan
c. Untuk mengetahui patofisiologi PPOK
d. Untuk mengetahui etiologi PPOK
e. Untuk mengetahui tanda dan gejala PPOK
f. Untuk mengetahui klasifikasi PPOK
g. Untuk mengetahui epidemiologi
h. Untuk mengetahui manifestasi klinis PPOK
i. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic PPOK
j. Untuk mengetahui pemeriksaan lab
k. Untuk mengetahui obatan medis PPOK
l. Untuk mengetahui obatan tradisional
m. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan PPOK
1.3. Manfaat
Makalah ini kami susun bertujuan untuk menambah pengetahun pembaca, agar lebih
memahami materi asuhan keperawatan urtikaria.
BAB 2
LANDASAN TEORITIS
1. Defenisi
Secara tradisional, PPOK telah diklasifikasikan sebagai bronkitis kronis (CB) dan
emfisema. CB didefinisikan sebagai adanya batuk produktif kronis selama 3 bulan di masing-
masing dua tahun berturut-turut. Emfisema didefinisikan sebagai penghancuran dinding
alveolar dan pembesaran permanen ruang udara distal ke bronkiolus terminal. Pedoman GOLD
saat ini tidak termasuk penggunaan istilah-istilah ini dalam definisi COPD. Asma dan PPOK
mewakili entitas penyakit yang berbeda dengan patogenesis dan risiko yang berbeda. Kadang-
kadang manifestasi klinis dari kedua faktor ini dapat tumpang tindih pada pasien dengan
obstruksi jalan napas dan tidak dapat diklasifikasikan sebagai COPD atau hanya asma. Studi
populasi besar menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan obstruksi jalan napas
diklasifikasikan dengan lebih dari satu diagnosis. Oleh karena itu, diagnosis asma dan COPD
yang tumpang tindih telah diusulkan dan itu disebut COPD dan Asthma Overlap Syndrome
(ACOS). ( Sang- Do Lee,2017).
Sekitar 600.000 individu di Inggris mengalami PPOK dan menyebabkan kematian pada
5,4% dari seluruh pria dan 4,2% dari seluruh wanita. PPOK didefenisikan sebagai obstruksi
jalan nafas yang progresif , tidak sepenuhnya dapat kembali pulih dan tidak berubah secara khas
selama beberapa bulan. PPOk memiliki satu penyebab utama, yaitu merokok. PPOK merupakan
istilah yang saat ini digunakan untuk menjelaskan diagnosis umum kronis atau amfisema.
Penderita asma kronis juga beresiko mengalami obstuksi jalan nafas meneta karena jalan nafas
menjadi terbentuk kembali selama beberapa waktu. Gejalanya mungkin tidak dapat dibedakan
dari PPOK dan banyak pasien PPOK juga dapat mengalami asma. Oleh karena itu, diagnosis
yang akurat sering kali bermasalah ( Muralitharan Nair & Ian Peate, 2015).
2. Anatomi
2.2.1.Saluran Napas Atas
Saluran napas atas terdiri atas rongga oral (mulut), rongga nasal (hidungl, faring,
dan (Gambar mbau dan alat untuk berbicara, saluran napas atas memastikan bahwa udara
yang masuk saluran napas bawah hangat, lembap, dan bersih. Hai yang paling penting
adalah rongga yang tepat di dalam lubang hidung dilapisi dengan serangkaian rambutyang
menyaring udara yang masuk, memastikan agar partikel debu yang besar tidak masuk ke
dalam jalan napas. Rongga hidung juga dilapisi dengan membran mukosa terbuat dari
epitel kolumnar pseudostratifikasi bersilia, vang mengandung jaringan kapiler dan banyak
suplai sel goblet menyekresikan mukus. Darah mengalir melalui kapiler yang
menghangatkan udara yang lewat, sedangkan mukus melembapkan udara dan menangkap
partikel debu yang lewat. Partikel debu yangditutup mukus kemudian didorong oleh silia
ke faring ketika dapat ditelan atau dibuang. Untuk menambah perlindungan lebih lanjut,
saluran napas atas dilapisi dengan reseptor iritan yang distimulasi oleh partikel yang
menginvasi (seperti debu atau serbuk sari) dan memicu untuk bersin memastikan zat yang
menyerang ditolak melalui hidung atau mulut.
Gambar 9.1 Struktur utama saluran napas atas
Tidak seperti rongga nasal dan laring, faring bertindak sebagai jalan untuk makanan
dan udara. Faring juga mengandung 5 tonsil. Dua tonsil yang terlihat ketika mulut terbuka
adalah tonsil palatin, dibelakang lidah membentang tonsil lingual dan tonsil faringeal atau
adenoid yang menekan dinding diatas faring. Tonsil merupakan nodul limfe dan bagian
sistem pertahanan tubuh. Epitel yang melapisi permukaannya memiliki lipatan yang dalam,
yang disebut dengan kriptus. Bakteri atau partikel yang terinhalasi terjerat di dalam kriptus
kemudian tertelan dan rusak.
Laring (kotak suara) juga memberikan sejumlah pelrindungan, kali ini berasal dari
makanan, laring menempati rongga antara faring dan trakea (bagian pertama saluran napas
bawah ). Laring juga berdekatan dengan esofagus yang mendorong makanan ke lambung.
Bagian yang menempel di atas laring adalah bagian berbentuk daun dari kartilago elastis
yang ditutup dengan epitel, disbeut epiglotis. Ketika menelan, epiglotis menutup saluran
yang masuk ke laring dan makanan serta cairan dialihkan ke esofagus. Inhalasi zat padat
atau cairan dapat menghambat saluran naoas bawah dan menghambat suplai oksigen tubuh
(keadaan kedaruratan medis ini disebut sebagai aspirasi dan memerlukan pengangkatan zat
yang menyerang dengan cepat).(Bariid,Barrah.2015)
2.2.2. Saluran Napas Bawah
Saluran napas bawah meliputi trakea, bronkus primer kiri dan kanan, dan unsur
pokok paru (gambar 9.2). trakea (batang tenggorok) merupakan pembuluh berbentuk
silinder yang membawa udara dari laring ke paru. Trakea dan bronkus juga mengandung
reseptor iritan yang menstimulasi batuk dan mendorong partikel penginvasi yang lebih
besar ke atas. Lapisan terluar trakea mengandung jaringan ikat yang dikuatkan oleh 16-20
cincin kartilago yang berbentuk huruf C. Cincin mencegah trakea dari kolaps meskipun
perubahan tekanan terjadi selama siklus pernapasan. Jika obstruksi terjadi di atas laring,
anggap ini benda asing, inflamasi atau trauma, lubang atau stoma dpaat diciptakan di dalam
trakea dan slang kecil di masukkan. Prosedur ini disebut dengan trakeostomi dan dapat
memastikan bahwa jalan nafas atas terhindar dari obstruksi dan memungkinkan pasien
untuk bernapas ( Paul, 2010 dalam Bariid,B 2015)
Paru merupakan organ berbentuk kerucut yang hampir mengisi seluruh toraks.
Paru dilindungi oleh rangka tulang, rongga toraks, yang terdiri dari iga, sternum, dan
vertebra. Ujung setiap paru, apeks, meluas tepat di atas klavikula dan dasar yang lebih lebar
terletak tepat di atas otot konkaf yang disebut diafragma. Paru dibagi menjadi 2 bagian
yang jelas yang disebut lobus. Terdapat 3 lobus pada paru kanan dan 2 lobus pada paru
kiri. Setiap paru dikelilingi dengan dua membran pelindung yang tipis yang disbeut drngan
pleura parietal dan viseral. Pleura parietal melapisi Dinding thoraks sedangkan pleura
viseral melapisi paru itu sendiri. Ruang di antara dua Pleura rongga Pleura tipis dan
mengandung lapisan Cairan lubrikasi yang sangat tipis rongga Piura mengurangi friksi di
antara dua pleura yang memungkinkan kedua lapisan bergeser antara satu dengan yang
lainnya selama bernapas. Cairan juga membantu pleura parietal dan pleura viseral untuk
saling memenuhi satu sama lain dengan cara yang sama dua bagian transparan bekerjasama
ketika terlubrikasi.
Jalan napas saluran napass bawah dibagi menjadi beberapa cabang untuk itu cabang
ini sering disebut dengan pohon bronkial, di dalam paru bronkus primer dibagi menjadi
bronkus Sekunder setiap bronkus membantu satu Lobus. Bronkus Sekunder terbagi
menjadi bronkus tersier, bronkus tersier menjadi jaringan bronkiolus yang akhirnya
bermuara ke belum bronkiolus terminal, bagian paru disuplai oleh bronkiolus terminal
yang disebut lobulus dan setiap lobulus memiliki pembuluh limfe dan suplai darah arteri
nya sendiri yang terus dibagi menjadi subdividi yaitu terminal yang menyebabkan
serangkaianbronkiolus respiratori yang akhirnya menghasilkan duktus alveolus. Jalan
napas berakhir dengan beberapa struktur mirip bola yang disebut dengan alveolus yang
dikelompokkan secara bersama membentuk sakus alveolus.
3. Etiologi
Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease
(COPD) adalah kerusakan jalan nafas atau kerusakan parenkim paru. Kerusakan ini dapat
disebabkan oleh :
Merokok
Merokok hingga saat ini masih menjadi penyebab utama dari PPOK, termasuk perokok
pasif. World Health Organitation (WHO) memperkirakan pada tahun 2005, 5.4 juta orang
meninggal akibat konsumsi rokok. Kematian akibat rokok diperkirakan akan meningkat
hingga 8.3 juta kematian pertahun pada tahun 2030.
Merokok merangsang makrofag melepaskan fator kemotaktik netrofil dan elastase yang
akan menyebabkan destruksi jaringan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penurunnan
fungsi paru dan perubahan struktur paru pada pasien yang merokok telah terjadi jauh sebelum
gejala klinis PPOK muncul.
Faktor Lingkungan
PPOK dapat muncul pada pasien yang tidak pernah merokok. Faktor lingkungan dicurigai
dapat menjadi penyebabnya namun mekanisme belum diketahui pasti. Pada negara dengan
penghasilan sedang hingga tinggi, merokok merupakan penyebab utama PPOK, namun pada
negara dengan penghasilan rendah paparan terhadap polusi udara merupakan penyebabnya.
Faktor risiko yang berasal dari lingkungan antara lain adalah polusi dalam ruangan, polusi luar
ruangan, zat kimia dan debu pada lingkungan kerja, serta infeksi saluran nafas bagian bawah
yang berulang pada usia anak.
AAT merupakan enzim yang berfungsi untuk menetralisir efek elastase neutrophil dan
melindungi parenkim paru dari efek elastase. Defisiensi AAT merupakan faktor predisposisi
pada Emfisema tipe panasinar. Defisiensi AAT yang berat akan menyebabkan emfisema
prematur pada usia rata-rata 53 tahun untuk pasien bukan perokok dan 40 tahun pada pasien
perokok (Petrick Davil,2015)
4. Manifestasi Klinis
Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak terjadi
pada pagi hari Sebagian besar pendenita bronkitis kronik tidak mengalami obstruksi aliran
pernapasan, namun 10-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan
aliran napas. Penderita batuk produktif kronik yang, mempunyai aliran napas normal
disebut penderita bronkitis kronik simpleks (simplex chronic bronchitis), sedangkan yang
disertai dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut penderita bronkitis kronik
obstruktif. ( Muralitharan Nair & Ian Peate, 2015).
Kecemasan pada pasien dengan kontras dan kepedulian kronis, kekhawatiran kronis,
jantung berdebar, perasaan gelisah. Gejala yang dialami oleh penderita PPOK berbeda
antara bronkitis kronik dengan emfisema. Penderita Bronkitis kronik mengeluhkan (
Samuel, 2018) :
a. Batuk kronik yang produktif (mengeluarkan dahak) serta sesak napas
b. Sering terkena infeksi paru berulang cenderung mengalami kegagalan jantung maupun
pernapasan
c. Bengkak pada kaki
d. Dan biasanya berperawakan gemuk Sedangkan pada penderita emfisema memiliki
gejala:
a). Sesak napas
b). Batuk kronik yang nonproduktif
Gejala PPOK terkadang menyerupai asma, yaitu sesak nafas yang dapat disertai dengan
bunyi mengi. Hal ini sering menyulitkan dokter untuk membedakan antara PPOK dengan
asma pada dewasa. (Samuel,2018)
a. Gejala pernapasan yang sesuai: dispnea, batuk, produksi dahak, sesak dada, mengi.
b. Tes diagnostik klinis lainnya: CT scan atau radiografi toraks menunjukkan perubahan
emfisematosa.
c. Penggunaan obat untuk penyakit saluran napas termasuk bronkodilator inhalasi, inhalasi
dan / atau kortikosteroid oral.
5. Patofisiologi
Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang menunjukkan gejala atau tanda khusus. Gejala
penyakit ini baru muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru,
umumnya dalam waktu bertahun-tahun.
a. Gejala awal penyakit paru obstruktif kronis ditandai dengan :
Terjadinya hambatan aliran udara yang menetap dan progresif pada respon inflamasi
kronis
Sesak pada saluran napas dan paru akibat plak atau partikel berbahaya
Batuk produktif kronis
Mudah lelah, lesu, dan keringat dingin
Suhu tubuh tidak stabil
Penurunan toleransi latihan fisik
Gagal napas tipe 1 dan 2
Distnea akibat opstruktif jalan napas dari pengurungan udara
b. Terdapat sejumlah gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:
Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh dengan warna lendir dahak
berwarna agak kuning atau hijau.
Pernapasan sering tersengal-sengal, terlebih lagi saat melakukan aktivitas fisik.
Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
Lemas.
Penurunan berat badan.
Nyeri dada.
Kaki, pergelangan kaki, atau tungkai menjadi bengkak.
Bibir atau kuku jari berwarna biru. (Widodo,dkk.2014)
6. Phatway
7. Klasifikasi
Klafisikasi keparahan obstruksi aliran udara kepada ppok di tujukan pada. Tabel 2.4 titik
potong siprometri spesifik digunakan untuk tujuan kesederahanaan.sprometri harus
dilakukan setelah pemberian dosis yang memadai dari setidaknya satu bronkodilator inhalasi
kerja singkat untuk meminimalkan fariabilitas MAS . (GuaidelinePPOK,2018)
Tabel 2,4 klafisikasi keparahan keterbatasan aliran udara pada ppok(berdasarkan post
bronchodilator FFV pada pasien dengan Fev:Fvc<0,70
GOLD 1 Mild Fevᶻ ≥ 80% predicted
GOLD 2 Moderate 50% ≤ fevᶻ < 80% precdicted
GOLD 3 severe 30% ≤ fevᶻ < 50% precdited
GOLD 4 veri severe fevᶻ < 30% precdited
Perlu dicatat bahwa hanya ada korelasi yg lemah diantara fev, gejala dan gangguan status
kesrhatan pasien titik untuk alasan ini, penilaian gejala formal juga diperlukan
8. Penata Laksana
Tujuan penata laksana PPOK :
Mengurangi gejala
Mencegah progresivitas penyakit
Meningkatkan toleransi latihan
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya di masukkan sebagai salah satu tujuan selama tata
laksana PPOK
Tujuan tersebut dapat tercapai melalui 4 komponen program tatalaksana :
Evaluasi dan monitor penyakit
Menurunkan faktor resiko
Tatalaksana PPOK stabil
Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Pengubah Leukotrien
Bronkokonstriktor menyebabkan kontraksi otot polos disekitar bronkus sehingga
menahan aliran udara menuju paru-paru. Leukotrien (LT) adalah bronkokonstriktor
utama yang meningkatkan perpindahan eosinofil, meningkatkan produksi lendir, dan
meningkatkan edema pada bronkus yang mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi.
Ada dua jenis pengubah leukotrien (LT): LT antagonis reseptor dan LT sintesis
inhibitor. Keduanya efektif dalam mengurangi gejala peradangan pada asma yang
dipicu oleh rangsangan alergi dan lingkungan.
Contoh mengubah leukotrien antara lain zafirlukast (Accolate), zileuton (Zyflo),
dan natrium montelukast (Singulair).
Antiinflamasi
Penyakit paru obstruktif kronis menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan
yang mengakibatkan gangguan pernapasan bagi pasien. Glukokortikoid (steroid)
adalah obat utama yang doberikan untuk mengurangi peradangan tersebut.
Glukokotirkoid (steroid) dapat diberikan secara oral, melalui inhalasi aerosol,
intramuskuler, dan intravena. Glukokotirkoid untuk aerosol inhalasi menggunakan
beklometason (Beconase, Vanceril), deksametason (Decadron), flunisolid (Aerobid,
Nasali), atau triamkinolon (Azmaccort, Kenalog, Nasacort).
Glukokotirkoid yang digunakan melalui jalur pemberian obat lainnya antara lain
betametason (Celestone), kortison asetat (Cortone asetat, Cortistan), deksametason
(Decadron), hidrokortison (Cortef, Hydrocortone), metilprednisolon (Medrol,
Solu_Medtol, Depo-Medrol) dan prednisolon, prednison, serta triamkinolon
(Aristocort, Kenacort, Azmacort).
Ekspetoran
Ekspektoran sering disebut dengan mukolitik mencairkan dan mengendurkan sekresi
lendir tebal sehingga dapat dikeluarkan dari saluran napas melalui batuk. Ekspektoran
yang umum diresepkan untuk penyakit paru obstruktif kronik adalah asetilsistein
(Mucomyst), yang diberikan melalui nebulizer lima menit setelah pasien diberikan
bronkodilator.
Asetilsistein tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat menyebabkan mual,
muntah, ulkus oral (stomatitis), dan hidung berair. Asetilsistein juga merupakan
penawar untuk overdosis asetaminofen jika diberikan dalam waktu 12 sampai 24 jam
setelah overdosis.
a. Hipoksemia
b. Asidosis respiratori
c. Infeksi respirato
d. Gagal jantung
e. Kardiak disritmia
a. Pengkajian
1. Biodata
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Kelihan utama yang timbul pada klien dengan bronkial adalah dispnea (biasa sampai
berhari-hari atau berbulan-bulan) batuk dan pada beberapa lebih banyak paroksismal.
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyakit keturunan,
tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
3. Pengkajian diagnostik
Rontgen dada
Ini merupakan alat diagnosis noninvasif yang penting untuk mengevaluasi
gangguan pernafasan, infiltrasi, dan gambaran paru-paru abnormal, dan juga
mengidentifikasi benda asing. Rontgen dada di keperawatan kritis juga
digunakan untuk mengecek dan memonitor evektifitas pemasangan pipa seperti
pipa endotrakeal (ETT), pipa dada, dan jalur kateter arteri pulmonalisis.
Bronkoskopi
Bronkoskopi banyak digunakan dalam mendiagnosis dan mengobati gangguan
paru seperti inspeksi langsung saluran pernafasan, biopsi, menghilangkan
benda asing dan sumbat mukus, pengambilan sekresi untuk kultur sitologi dab
bakteriologi, dan mengimplan sel bibit radioaktif untuk pengobatan tumor.
Sebelum perawatan- ini dapat dilakukan pada pasien rawat jalan. Pasien harus
menandatangani persetujuan tindakan medis dan tidak makan 12 jam sebelum
pemeriksaan. Jelaskan langkah-langkah berikut kepada pasien: faring, hidung
dan mulut dibius lokal. Skop serat optik fleksibel yang dilapisi dengan lidokain
dimasukkan ke dalam saluran pernafasan pasien. Anastesi lokal atau anastesi
umum dapat digunakan.
Sesudah perawatan- pasien harus tetap puasa hingga kembalinya refleks
muntah. Monitor pemulihan dari sedatif dan tanda-tanda edema laring.
Komplikasi- dapat menyebabkan perdarahan dan pneumotoraks.
Biopsi paru
Indikasi biopsi paru-paru meliputi dugaan malignansi, penyakit difusi paru-
paru yang tidak jelas, dan proses infeksi yang tidak teridentifikasi. Spesimen
berupa jaringan dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan
mikrobiologi, histologi, sitologi, dan imunologi.
Sebelum perawatan- memastikan bahwa persetujuan tindakan medis sudah
ditandatangani dan pasien tetap NPO (puasa) sebelum tindakan
Sesudah perawatan- rontgen dada dilakukan setelah prosedur untuk
memeriksa pneumotoraks. Verifikasi suara nafas di semua area paru dan
pengkajian tanda-tanda hipoksia harus dilakukan. Biopsi paru terbuka
membutuhkan pengkajian status pemulihan pasien pascaoperasi; tanda-tanda
vital, nyeri, kesulitan bernafas, dan tanda-tanda perdarahan.
Komplikasi- meliputi perdarahan, hipoksia, dan pneumotoraks.
Torasentesis
Cairan pleura dihilangkan lewat dinding dada untuk menentukan apakah efusi
pleura atau diduga malignansi. Cairan biasanya di kirim ke laboratorium.
Sebelum perawatan- pastikan bahwa persetujuan tindakan medis sudah
ditandatangani dan jelaskan prosedur kepada pasien. Posisikan pasien dengan
kaki yang menggantung di pinggir tempat tidur dan lengan serta dada terletak
di atas meja tempat tidur. Instruksikan pasien untuk tidak berbicara atau batuk.
Anastesi lokal diberikan. Jarum berlubang besar dimasukkan melalui dinding
dada lewat ruang pleura.
Sesudah perawatan- minta pasien mempertahankan sisi yang sakit setelah
prosedur untuk menutup lokasi insersi. Amati kebocoran cairan dari lokasi
insersi. Kaji apakah ada komplikasi.
Komplikasi- meliputi perdarahan dan pneumatoraks.
4. Pemeriksaan fisik
Objektif
a. Batuk produktif dan nonproduktif
b. Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase respirasi
semakin menonjol.
c. Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarkan.
d. Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e. Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f. Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus).
g. Penurunan berat badan secara bermakna.
Subjektif
Klien merasa sukar bernapas, sesak dan anoreksia
Psikososial
a. Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b. Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.
c. Data tambahan (medical terapi)
1. Pengkajian
Inspeksi
1. Amati kondisi kesehatan secara umum dan pola gangguan pernafasan pasien.
2. Nutrisi yang adekuat dan penampilan fisik (seperti atrofi otot, kifosis, barrel chest)
juga harus diperhatikan.
3. Inspeksi pasien dari depan dan belakang untuk mengamati adanya kesulitan
bernafas atau penggunaan otot-otot bantu nafas yang jelas terlihat
4. Perhatikan bunyi nafas, seharusnya normal dan teratur dengan 12-20 napas
permenit.
5. Faktor-faktor yang bisa mengambarkan kesulitan bernafas meliputi :
a. Ortopnea atau membungkuk ke depan untuk bernafas
b. Ekspansi paru asimetris karena paru yang kolaps, cairan, atau massa yang
padat
c. Bibir “mengerucut” bersamaan dengan meningkatnya usaha pernafsan. Ini
sering berhubungan dengan penyakit par-paru obstruktif kronis
d. Higung mengembang (nasal flaring) atau megap-megap (air Hunger) untuk
peningkatan kerja pernapasan karena alveolus yang ditekan (terkompromi)
e. Periksa tanda-tanda sianosis pada daersah vaskuler yang tinggi seperti bibir,
kuku, ujung telinga, dan sisi bawah lidah.
f. Periksa jari-jari untuk melihat tanda-tanda “clubbing”. Ini sering
berhubungan dengan penyakit paru fibrosis yang kronis, fibrosis kritis, dan
penyakit jantung kongetial dengan sianosis.
Palpasi
1. Pemeriksa mengevaluasi kesimetrisan dinding dada dengan meletakkan permukaan
telapak tangan bersamaan pad masing-masing sisi dinding dada
2. Dinding dada harud terasa stabil dan tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan
yang tidak biasa saat respitasi, tidak ada nyeri tekan (tenderness), dan tidak ada
massa
3. Permukaan kulit harus terasa hangat serta halus dan memiliki turgor elastis.
4. Fremitus taktil atau fer,itus vokal merupakan vibrasi dinding dada yang terjadi
selama volkalisasi dan kedua-duanya harus sama. Perawat secara simultan harus
mempalpasi kredua sisi dinding dada sementara si pasien berkata, “satu, dua, tiga.”
Atau how now brown cow” atau 9,9,9.”
5. Krepitus atau emfisema subkutan menimbulkan dentur (crackling) si bawah jari
ketika menyentuh dada atau leher.
6. Periksalah bahwa trakea berada di atas lekuk dada (sternal notch): trakea bisa
mengalami deviasi ke kanan atau ke kiri pada tension pneumotoraks
Perkusi
1. Proses pengkajian ini menimbulkan gelombang suara yang membantu untuk
membedakan apakah stuktur pernapasan padat, terisi cairan, atau terisi udara. Ada
dua macam perkusi: langsung dengan menggunakan kepalan tangan, dan tidak
langsung, dengan menggunakan tangan dan jari. Perkusi tidak langsung adalah
teknik yang lebih banyak dipilih untuk memeriksa dinding dada. Bagimanapun,
perkusi langsung menggunakan kepalan tangan mungkin dipakai untuk
mengevaluasi pasie yang berotot besar atau obesitas
2. Suara paru selama perkusi harus bergetar secara resonan. Hiperresonansi
mengindikasikan inflamasi akibat emfisema, pneumotoraks, atau asma
3. Suara yang meredam (dullness) atau suara datar di atas area paru menunjukkan
atelektasis, efusi pleura, atau konsolidasi paru.
Auskultasi
Bunyi paru-paru yang tidak diharapkan yang terdengar pada auskultasi abnormal
atau terdapat di luar tempat notma (adventitious). Bunyi nafas dapat berkurang atau tidak
ada sama sekali jika caitan atau nanah (pus) telah menumpuk dalam ruang pleura, yang
kemudian mengurangi aliran udara ke dalam paru-paru.
2. Diagnosa keperawatan
Bronkospasme
Peningkatan produksi secret ( secret yang bertahan, kental )
Menurunnya energi / fatigue
Ditandai dengan :
ditandai dengan
dyspea
confusion, lemah ;
tidak mampu mengeluarkan secret
nilai ABGs, abnormal (hipoksia dan hiperkapnea )
perubahan tanda vita
menurunnya toleransi aktivitas
3. Ketidakefiktifan pola nafas yang berhubungan dengan :
Ansietas
Ceder medula spinalis
Keletihan otot pernapasan
Ditandai dengan :
Bardipnea
Dispnea
Penggunaan otot bantu pernapasan
4. Ketidak seimbangan nutrisi ; Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan :
Dispea fatique
Efek samping
Pengobatan produksi
Anoreksia nausea/vomiting
Ditandai dengan :
Klien mengeluh Sulit berat, sedang , ringan, e.Latih batuk Ketidak mampuan
perubahan sensasi dengan skala (1-5) dengan ahli gizi dalam proses
baik mengembangk
an motivasi
diri dan
penguatan
Implementasi
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih
penulis melakukan implementasi yaitu :
Memonitoring TTV
Memberikan posisi semi fowler
Memonitoring pemberian terapi O2
Mengajarkan jalan napas dan batuk efektif
Memotifasi minum air hangat
Memotifasi pasien untuk sering melakukan napas dalam dan batuk efektif
Kolaborasi pemberian terapi obat ventolin melalui nebulizer.
Evaluasi
Diagnosa CatatanPerkembangan
Ketidak efektipan jalan nafas S : klien mengatakan batuk secara efektif
O : RR 18×/ menit
A : masalah teratasi
P : intervensi di hentikan
Pola napas tidake fektif S:klien mengatakan mampu batuk efektif dan
bernafas dengan mudah.
O : RR 19×/menit.
N : 80 19×/menit
TD : 110/90
S : 37,5 C
A :masalah teratasi
P :intervensi di hentikan
BAB 3
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn. R
Umur : 60 thn
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : pusing, sesak napas, batuk
Penyakit sekarang : 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-
batuk sampai dahak keluar semua, sesak napas bila
menaiki tangga
c. Riwayat penyakit dahulu
2 hari terakhir pasien mengeluh demam, batuk pilek,
pusing, sesak napas
d. Pemeriksaan fisik
TTV :
T : 38,5˚C
P : 100×/m
RR : 25×/m
Bp : 140/90 mmHg
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST
III
f. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terrapi yang di berikan codein
10 mg po 3×1 dan seretide MDI tiap 6jam
2. Analisa data
Data fokus Problem Etiologi
DS : Perubahan pola napas Obstruksi jalan
Klien mengatakan napas napas oleh sekret dan
terasa berat tumor paru
Klien mengatakan dada
terasa sesak
Klienmengatakan napas
terasa capek
DO :
Keluarga mengatakan
saat klien ke kamar
mandi klien tampak
ngos-ngosan
Klien tampak sulit
bernapas
Suara pernapasan klien
wheezing
Pernapasan klien dalam
dan cepat
Ronchi (+)
TTV klien
TD 140/90mmHg
RR 27×/m
N 88×/m
S 36,8˚C
Hasil rontgen AP thoraks
atelektaksis lobus atas
paru kanan, penyempitan
saluran pernapasan (1cm)
dengan susp, metastasis
tumor di paru, PPOK
eksaserbasi akut
DS: Bersihan jalan napas tidak efektif Peningkatan
Klien mengatakan batuk- produksi sekret
batuk namun dahak tidak
bisa keluar
DO:
Suara pernapasan klien
ronchi
Batuk (+)
TTV
TD 140/90mmHg
RR 27×/m
N 88×/m
S 36,8˚C
3. Diagnosa
Perubahan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekret dan
tumor paru
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh
sekret dan tumor paru
Ansietas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk bernapas dengan normal
:proses penyakit
Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi
metabolik : dispnea
4. Intervensi
5. implementasi
Hari/tgl Implementasi keperawatan paraf
Kamis 29 1. Mengobservasi ttv klien
april 2019 2. Mengkaji frekuesi, irama dan kedalaman
pernapasan klien
3. Mengauskultasi bunyi napas dan mencatat bunyi
napas klien
4. Mengkaji tingkat pemahaman klien tentang
penyakit
5. Mendorong klien untuk mengungkapkan ansietas
dan perasaannya
6. Mengkaji adanya mual
7. Mengkaji masukan mkanan klien saat ini
8. Mengkaji bunyi usus klien
9. Menganjurkan klien untuk menghindari
makananpenghasil gas
10. Membantu ubah posisis klien supinasi dan
meninggikan kepala klien 45˚
11. Mengobservasi batuk klien
12. Mengajarkan klien batuk efektif
13. Menganjurkan klien untuk meminum air putih
hangat
14. Memberikan tindakan kenyamanan : sokongan
bantal saat batuk
15. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi
oksigen 3l/menit
16. Melakukan kolaborasi untuk nebulizer dengan
pulmicont 2x1 hari
17. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapiobat
bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x62,5gr, lasal
ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,amlodipin
1x5gr
Jumat 30 1. Mengobservasi ttv klien
2019 2. Mengobservasi frekuensi, irama dan kedalaman
pernapasan klien
3. Mengkaji karakteristik batuk
4. Mempertahankan oksigenasi tambahan klien
5. Mengkaji karakteristik nyeri klien (PQRST)
6. Memberikan tindakan kenyamanan : sokongan
bantal di dada klien saat batuk
7. Menganjurkan klien untuk perawatan oral dan
membuang sekret kedalam wadah kusus
8. Mendorong klien dalam mengungkapkan
perasaannya
9. Memberi kesempatan klien untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan
10. Mengkaji pola makan klien saat ini
11. Menganjurkan klien untuk menghndarai makanan
yang terlalu panas atau sangat dingin
12. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet
dan makan yang dianjurkan
13. Melakukan kobalorsi untuk memberikan terapi
obat bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x26,5gr,
lasal ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,
amlodipin 1x5gr
Sabtu 31 1. Mengobservasi ttv klien
april 2019
2. Mengobservasi frekuensi, irama dan bunyi napas
klien
3. Mempertahankan oksigenasi tambahan klien
4. Mengkaji pola makan klien saat ini
5. Mengkaji karakteristik nyeri klien (PQRST)
6. Memberiksn tindakan nyaman : sokongan bantal
didada klien saat batuk
7. Mengkaji pola batuk dan karakteristik batuk klien
8. Mengobsevasi klien dan perasaan klien
9. Memberikan penguatan/ semangat dalam
penyembuhan
10. Melakukan kolaborasi di lakukan nebulizer
(pulmicont 2x1 hari)
11. Melakukan kolaborasi umtuk pemberian terapi
obat bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x26,5gr,
lasal ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,
amlodipin 1x5gr
Minggu 1 1. 1 Mengobservasi ttv klien
mei 2019 2. Mengobservasi frekuensi, irama dan bunyi napas
klien
3. Mengkaji karakteristik nyeri klien (PQRST)
4. Menganjurkan klien sokongan bantal didada klien
saat batuk
5. Mengkaji pola makan klien saat ini
6. Melakukan timbang BB
7. Mengkaji IMT klien
8. Mengkaji ansietas dan perasaan klien
9. Menganjurkan klien untuk tetap berdoa dan
beribadah
12. Melakukan kolaborasi di lakukan nebulizer
(pulmicont 2x1 hari)
10. Melakukan kolaborasi umtuk pemberian terapi
obat bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x26,5gr,
lasal ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,
amlodipin 1x5gr
6. Evaluasi
Dx keperawatan Tgl/jam Tindakan Ttd Catatan Ttd
perawat perkembangan perawat
Bersihan jalan 29 april Memberikan posisi S : klien
napas tidak efektif 2019 fowler atau semi fowler mengatakan
b.d peningkatan Melakukan suction batuk secara
produksi sputum Menghitung respirasi efektif
tiap 3 jam sekali O : RR
18×/menit
A : masalah
teratasi
P : intervensi
di hentikan
Ketidak efektifan 29 april Memberikan posisi S : klien
pola napas b.d 2019 fowler atau semi fowler mengatakan
hiperventilasi Menghitung frekuensi mampu batuk
napas efektif dan
Memberikan terapi bernapas
oksigenasi dengan dengan mudah
menggunakan nasal O:
kanul RR 19×/m
N 80×/m
TD 110/90
mmHg
S 37,5 C
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
Hipertermi b.d 29 april Memberikan kompres S : klien
penyakit 2019 dengan handuk di bagian mengatakan
lipat paha dan aksila demam
Menghitung suhu setiap menurun
2 jam sekali O : hasil suhu
Menghitung tekanan 37˚C, RR
darah, nadi dan RR tiap 20×/m, TD
2jam sekali 120/90 mmHg
A : masalah
teratasi
P : intervensi
d hentikan
Intoleransi 29 april Memberikan S : klien
aktivitas b.d 2019 terapi oksigen mampu
ketidakseimbangan dengan melakukan
antara suplay dan kecepatan aktifitas
kebutuhan oksigen aliran 1 atau 2 secara mandiri
ltr/ menit O : RR 19×/m
Melakukan N 80×/m
komunikasi TD 110/90
terapeutik S 37,5 C
Menghitung A : masalah
tanda-tanda teratasi
vital 3jam P : intervensi
sekali di hentikan
Menjelaskan
perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat
Resiko tinggi 29 april Menjelaskan kepada S : klien
penyebaran infeksi 2019 keluarga pasien tanda mengatakan
b.d. penyakit dan gejala infeksi tidak demam,
kronis Memberikan edukasi pusing, batuk,
kepada pasien beserta sesak napas,
keluarga tentang pilek
penyakit infeksi O : suhu 37C
TD 120/80
mmHg
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang umum dan
prevalensi meningkat di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan obstruksi jalan napas
persisten yang sebagian reversibel tetapi dianggap sebagai penyakit yang dapat dicegah
dan diobati sekarang. Keterbatasan aliran udara dikaitkan dengan respons inflamasi kronis
dan abnormal di jalan udara dan paru-paru terhadap rangsangan berbahaya. Obstruksi jalan
nafas didefinisikan oleh pengurangan aliran udara ekspirasi
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan dan penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran dari berbagai pihak
untuk menjadikan makalah ini menjadi lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Terry, Cynthia lee. 2013. Critical Care Nursing Demystified. Yogyakarta : Rapha