Anda di halaman 1dari 59

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN GANGGUAN

PERNAPASAN PPOK
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK 4

Dosen Pembimbing : Ns. Laura Siregar M. Kep


1.AYU ASHARI SARUKSUK (180204043)
2.DEAN REX AZRIEL TELAUMBANUA (180204039)
3.IWAN ALIANSY MAIBANG (180204033)
4.MAYSARAH (180204034)
5.NURHAYATI (180204017)
6.PINTA NIATEKU (180204019)
7.RIZKA MALAU (180204022)
8.YEMIMA PANJAITAN (180204029)
KELAS 2.1
PROGRAM STUDY NERS
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat, serta peyertaan-Nya sehingga makalah Pengkajian Keperawatan area
Keperawatan Keluarga .
Kami juga mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hormat kami kepada
1. Ketua Yayasan, Pak Perlindungan Purba, SH,MN
2. Rektor USMI, Dr. Ivan Elisabet Purba, M.kes
3. Dekan Fikes, Ns.
4. Ketua Prodi S1 keperawatan, Ns.Rinco Siregar, S.Kep, MNS
5. Dosen Pengajar KMB I
Yang telah menjadi inpirasi dan pedoman kami dalam menjalani studi kami ini.
Dalam penulisan makalah kami ini kami berusaha menyajikan bahan dan
bahasa yang sederhana, singkat dan mudah dipahami.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan serta masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami ini. Maka kami harap
kerjasamanya, supaya segala sesuatu bentuk kesalahannya mohon dimaklumi dan
kami berharap adanya masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Medan, September 2019
Ttd

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru kronik yang ditandai
oleh adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Penyakit
tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap
partikel berbahaya atau gas beracun.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit
tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor
risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di
dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK sedang sampai berat. Pada tahun
2005 lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, menyumbang 5% dari seluruh penyebab
kematian. Data mengenai morbiditas dan mortalitas PPOK tersebut didapatkan sebagian besar
dari negara dengan penghasilan tinggi. Pada tahun 2002, PPOK merupakan penyebab kematian
ke-5, diperkirakan akan meningkat menjadi ke-3 pada tahun 2030 dengan total peningkatan
kematian 30% dalam 10 tahun.
PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk pasien yang
berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya. Padahal mereka masih dalam
kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja maksimal karena sesak napas yang
kronik. Komorbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial,
infeksi paru-paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hiper-tensi, osteoporosis, sakit
sendi, depresi dan axiety.
1.2. Tujuan
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan PPOK

2.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian PPOK
b. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi system pernapasan
c. Untuk mengetahui patofisiologi PPOK
d. Untuk mengetahui etiologi PPOK
e. Untuk mengetahui tanda dan gejala PPOK
f. Untuk mengetahui klasifikasi PPOK
g. Untuk mengetahui epidemiologi
h. Untuk mengetahui manifestasi klinis PPOK
i. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic PPOK
j. Untuk mengetahui pemeriksaan lab
k. Untuk mengetahui obatan medis PPOK
l. Untuk mengetahui obatan tradisional
m. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan PPOK
1.3. Manfaat
Makalah ini kami susun bertujuan untuk menambah pengetahun pembaca, agar lebih
memahami materi asuhan keperawatan urtikaria.
BAB 2

LANDASAN TEORITIS

2.1 Landasan Teoritis Medas

1. Defenisi

COPD Chronic Obstructive Pulmonary Discase (COPD)/ penyakit paru obstruktif


kronis (PPOK) kronis adalah penyakit umum dan prevalensi meningkat di seluruh dunia. Hal
ini ditandai dengan obstruksi jalan napas persisten yang sebagian reversibel tetapi dianggap
dapat dicegah dan diobati sekarang. Keterbatasan aliran udara dikaitkan dengan respons
inflamasi kronis dan abnormal di saluran napas dan paru-paru terhadap rangsangan berbahaya.
Obstruksi jalan nafas didefinisikan oleh pengurangan aliran udara ekspirasi. Secara umum,
volume ekspirasi paksa dalam 1 s / kapasitas volume paksa (FEV, / FVC) rasio kurang dari
70% setelah bronkodilator telah digunakan untuk mengidentifikasi pasien COPD. Penggunaan
nilai batas bawah normal (LLN) telah diusulkan untuk menentukan batasan aliran udara oleh
spirometri, tetapi inisiatif Global saat ini untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronik (GOLD) dan
pedoman Masyarakat Thoracic Amerika / Masyarakat Pernafasan Eropa terus
merekomendasikan kriteria rasio tetap alih-alih LLN untuk diagnosis COPD. Sebelas Pasien
dengan COPD telah menunjukkan banyak heterogenitas dan dapat diukur berdasarkan
parameter klinis dan radiologis, biomarker, penurunan fungsi paru-paru, dan prognosis. ( Sang-
Do Lee,2017).

Secara tradisional, PPOK telah diklasifikasikan sebagai bronkitis kronis (CB) dan
emfisema. CB didefinisikan sebagai adanya batuk produktif kronis selama 3 bulan di masing-
masing dua tahun berturut-turut. Emfisema didefinisikan sebagai penghancuran dinding
alveolar dan pembesaran permanen ruang udara distal ke bronkiolus terminal. Pedoman GOLD
saat ini tidak termasuk penggunaan istilah-istilah ini dalam definisi COPD. Asma dan PPOK
mewakili entitas penyakit yang berbeda dengan patogenesis dan risiko yang berbeda. Kadang-
kadang manifestasi klinis dari kedua faktor ini dapat tumpang tindih pada pasien dengan
obstruksi jalan napas dan tidak dapat diklasifikasikan sebagai COPD atau hanya asma. Studi
populasi besar menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan obstruksi jalan napas
diklasifikasikan dengan lebih dari satu diagnosis. Oleh karena itu, diagnosis asma dan COPD
yang tumpang tindih telah diusulkan dan itu disebut COPD dan Asthma Overlap Syndrome
(ACOS). ( Sang- Do Lee,2017).

Sekitar 600.000 individu di Inggris mengalami PPOK dan menyebabkan kematian pada
5,4% dari seluruh pria dan 4,2% dari seluruh wanita. PPOK didefenisikan sebagai obstruksi
jalan nafas yang progresif , tidak sepenuhnya dapat kembali pulih dan tidak berubah secara khas
selama beberapa bulan. PPOk memiliki satu penyebab utama, yaitu merokok. PPOK merupakan
istilah yang saat ini digunakan untuk menjelaskan diagnosis umum kronis atau amfisema.
Penderita asma kronis juga beresiko mengalami obstuksi jalan nafas meneta karena jalan nafas
menjadi terbentuk kembali selama beberapa waktu. Gejalanya mungkin tidak dapat dibedakan
dari PPOK dan banyak pasien PPOK juga dapat mengalami asma. Oleh karena itu, diagnosis
yang akurat sering kali bermasalah ( Muralitharan Nair & Ian Peate, 2015).

2. Anatomi
2.2.1.Saluran Napas Atas
Saluran napas atas terdiri atas rongga oral (mulut), rongga nasal (hidungl, faring,
dan (Gambar mbau dan alat untuk berbicara, saluran napas atas memastikan bahwa udara
yang masuk saluran napas bawah hangat, lembap, dan bersih. Hai yang paling penting
adalah rongga yang tepat di dalam lubang hidung dilapisi dengan serangkaian rambutyang
menyaring udara yang masuk, memastikan agar partikel debu yang besar tidak masuk ke
dalam jalan napas. Rongga hidung juga dilapisi dengan membran mukosa terbuat dari
epitel kolumnar pseudostratifikasi bersilia, vang mengandung jaringan kapiler dan banyak
suplai sel goblet menyekresikan mukus. Darah mengalir melalui kapiler yang
menghangatkan udara yang lewat, sedangkan mukus melembapkan udara dan menangkap
partikel debu yang lewat. Partikel debu yangditutup mukus kemudian didorong oleh silia
ke faring ketika dapat ditelan atau dibuang. Untuk menambah perlindungan lebih lanjut,
saluran napas atas dilapisi dengan reseptor iritan yang distimulasi oleh partikel yang
menginvasi (seperti debu atau serbuk sari) dan memicu untuk bersin memastikan zat yang
menyerang ditolak melalui hidung atau mulut.
Gambar 9.1 Struktur utama saluran napas atas
Tidak seperti rongga nasal dan laring, faring bertindak sebagai jalan untuk makanan
dan udara. Faring juga mengandung 5 tonsil. Dua tonsil yang terlihat ketika mulut terbuka
adalah tonsil palatin, dibelakang lidah membentang tonsil lingual dan tonsil faringeal atau
adenoid yang menekan dinding diatas faring. Tonsil merupakan nodul limfe dan bagian
sistem pertahanan tubuh. Epitel yang melapisi permukaannya memiliki lipatan yang dalam,
yang disebut dengan kriptus. Bakteri atau partikel yang terinhalasi terjerat di dalam kriptus
kemudian tertelan dan rusak.
Laring (kotak suara) juga memberikan sejumlah pelrindungan, kali ini berasal dari
makanan, laring menempati rongga antara faring dan trakea (bagian pertama saluran napas
bawah ). Laring juga berdekatan dengan esofagus yang mendorong makanan ke lambung.
Bagian yang menempel di atas laring adalah bagian berbentuk daun dari kartilago elastis
yang ditutup dengan epitel, disbeut epiglotis. Ketika menelan, epiglotis menutup saluran
yang masuk ke laring dan makanan serta cairan dialihkan ke esofagus. Inhalasi zat padat
atau cairan dapat menghambat saluran naoas bawah dan menghambat suplai oksigen tubuh
(keadaan kedaruratan medis ini disebut sebagai aspirasi dan memerlukan pengangkatan zat
yang menyerang dengan cepat).(Bariid,Barrah.2015)
2.2.2. Saluran Napas Bawah
Saluran napas bawah meliputi trakea, bronkus primer kiri dan kanan, dan unsur
pokok paru (gambar 9.2). trakea (batang tenggorok) merupakan pembuluh berbentuk
silinder yang membawa udara dari laring ke paru. Trakea dan bronkus juga mengandung
reseptor iritan yang menstimulasi batuk dan mendorong partikel penginvasi yang lebih
besar ke atas. Lapisan terluar trakea mengandung jaringan ikat yang dikuatkan oleh 16-20
cincin kartilago yang berbentuk huruf C. Cincin mencegah trakea dari kolaps meskipun
perubahan tekanan terjadi selama siklus pernapasan. Jika obstruksi terjadi di atas laring,
anggap ini benda asing, inflamasi atau trauma, lubang atau stoma dpaat diciptakan di dalam
trakea dan slang kecil di masukkan. Prosedur ini disebut dengan trakeostomi dan dapat
memastikan bahwa jalan nafas atas terhindar dari obstruksi dan memungkinkan pasien
untuk bernapas ( Paul, 2010 dalam Bariid,B 2015)
Paru merupakan organ berbentuk kerucut yang hampir mengisi seluruh toraks.
Paru dilindungi oleh rangka tulang, rongga toraks, yang terdiri dari iga, sternum, dan
vertebra. Ujung setiap paru, apeks, meluas tepat di atas klavikula dan dasar yang lebih lebar
terletak tepat di atas otot konkaf yang disebut diafragma. Paru dibagi menjadi 2 bagian
yang jelas yang disebut lobus. Terdapat 3 lobus pada paru kanan dan 2 lobus pada paru
kiri. Setiap paru dikelilingi dengan dua membran pelindung yang tipis yang disbeut drngan
pleura parietal dan viseral. Pleura parietal melapisi Dinding thoraks sedangkan pleura
viseral melapisi paru itu sendiri. Ruang di antara dua Pleura rongga Pleura tipis dan
mengandung lapisan Cairan lubrikasi yang sangat tipis rongga Piura mengurangi friksi di
antara dua pleura yang memungkinkan kedua lapisan bergeser antara satu dengan yang
lainnya selama bernapas. Cairan juga membantu pleura parietal dan pleura viseral untuk
saling memenuhi satu sama lain dengan cara yang sama dua bagian transparan bekerjasama
ketika terlubrikasi.
Jalan napas saluran napass bawah dibagi menjadi beberapa cabang untuk itu cabang
ini sering disebut dengan pohon bronkial, di dalam paru bronkus primer dibagi menjadi
bronkus Sekunder setiap bronkus membantu satu Lobus. Bronkus Sekunder terbagi
menjadi bronkus tersier, bronkus tersier menjadi jaringan bronkiolus yang akhirnya
bermuara ke belum bronkiolus terminal, bagian paru disuplai oleh bronkiolus terminal
yang disebut lobulus dan setiap lobulus memiliki pembuluh limfe dan suplai darah arteri
nya sendiri yang terus dibagi menjadi subdividi yaitu terminal yang menyebabkan
serangkaianbronkiolus respiratori yang akhirnya menghasilkan duktus alveolus. Jalan
napas berakhir dengan beberapa struktur mirip bola yang disebut dengan alveolus yang
dikelompokkan secara bersama membentuk sakus alveolus.

Gambar 9.2 Anatomi umum saluran napas bawah

Gambar 9.3 pohon bronkial


Gambar 9.4 anatomi mikroskopik lobulus
2.2.3. Ventilasi Pulmonal
Ventilasi pulmonal menjelaskan proses yang lebih sering dikenal dengan
Pernapasan. Cara gas berjalan membantu menjelaskan bagaimana udara mengalir ke dalam
dan keluar paru misalnya gas selalu mengalir dari suatu Area bertekanan tinggi ke Area
yang bertekanan rendah, seluruh gas yang membentuk udara secara kolektif mengeluarkan
pekan atmosfer, udara di dalam paru juga mengeluarkan tekanan yang dikenal dengan
tekanan alveolus. Selama inspirasi, thoraks mengembang dan tekananalveolus menurun di
bawah tekanan atmosfer. Karena tekanan Alveolus saat ini kurang dari tekanan atmosfer,
udara secara alami bergerak ke dalam jalan napas sehingga perbedaan tekanan tidak ada
lagi, ini dijelaskan oleh hokum boyle yang menyatakan bahwa suhu yang konstan tekanan
gas didalam paru sepunuhnya proporsional dengan kata yang lain ketika ukuran toraks
meningkat tekanan didalam menurun karena molekul gas lebih memiliki ruang untuk
bersirkulasi. (Bariid,Barrah.2015)
Serangkain otot Pernapasan digunakan untuk mencapai ekspansi thoraks selama
inspirasi (gambar 9.5) rongga iga ditarik keluar dan ke atas dengan menggunakan otot
interKosta eksternal sedangkan Diafragma berkontraksi kebawah menarik paru bersama
dengannya, Ekspirasi adalah proses lebih pasif. Otot ntercostal eksternal dan diafragma
Relax memungkinkan recoil elastis alami dari jaringan paru untuk melepaskannya kembali
ke bentuk semula, mendorong udara kembalikan ke (atmosfer gambar 9.6)
Gambar 9.5 dan gambar 9.6

2.2.4. Pernapasan Eksternal


Pernapasan eksternal hanya terjadi di luar bronkiolus respiratori untuk itu
bagian akhir pohon bronkial disebut dengan zona Pernapasan bagian sisa pohon bronkial
dari trakea ke bawah hingga bronkial terminal merupakan zona konduksi karena udara di
Zona konduksi tidak berperan dalam menyuplai oksigen ke tubuh, bagian ini disebut
dengan ruang rugi anatomik. Pernapasan eksternal adalah difusi oksigen dari alveolus ke
sirkulasi pulmonal dan difusi karbondioksida dengan arah yang berlawanan.
Gambar 9.7
2.2.5. Pengangkutan gas dan pernapasan internal
Jaringan tubuh. Sel menggunakan oksigen ketika menghasilkan sumber energi
mereka yaitu ATP, selain ATP sel juga menghasilkan air dan karbon-dioksida. Pernapasan
internal menjelaskan pertukaran oksigen dan karbon-dioksida antara darah dan sel jaringan.
Fenomena yang ditentukan oleh prinsip yang sama Pernapasan eksternal karena sel terus
menggunakan oksigen konsentrasinya di dalam jaringan selalu lebih rendah dibanding di
dalam darah, selain itu penggunaan oksigen yang terus menerus memastikan bahwa kadar
karbon di oksida di dalam jaringan selalu lebih tinggi dibanding di dalam darah karena
darah mengalir melalui kapiler oksigen dan karbon-dioksida mengikuti Gradien
konsentrasinya dan terus melakukan Difusi antar darah dan jaringan. (Bariid,Barrah.2015)
2.2.6. Pengendalian Pernapasan
Pusat Pernapasan yang terdapat di dalam medulla oblongata dan pons bertanggung
jawab dalam mengendalikan frekuensi dan kedalaman Pernapasan (gambar 9.8). Di dalam
medulla oblongata terdapat kemoreseptor Yang secara kontinu menganalisis kadar karbon
di oksida di dalam cairan serebrospinal. Karena kadar karbon di oksida meningkat pesan
dikirimkan melalui saraf frenik dan interkosta ke diafragma dan otot interkosta,
menginstruksikan mereka untuk berkontraksi.Rangkaian kemoreseptor lainnya yang
ditemukan pada aorta dan arteri karotid menganalisis kadar oksigen dan karbondioksida.
Jika oksigen menurun atau karbondioksida meningkat, pesan dikriim ke pusat pernapasan
melalui sarai glosofaringeal dan Saraf vagus, menstimulasi kontraksi lebih lanjut. ( gambar
9.9).

Gambar 9.8 Pusat pernapasan di batang otak

Gambar 9.9 kerja kemoreseptor pusat dan perifer


Meskipun pernapasan merupakan aktivitas penting yang berada di bawah alam
sadar, frekuensi dan kedalamannya dapat dikendalikan secara volunter atau bahkan
dihentikan secara bersama sama misalnya ketika menyelam. Akan tetapi, pengendalian
volunter ini dibatasi karena pusat Pernapasan memiliki dorongan yang kuat untuk
memastikan Pernapasan terus berlanjut. Pernapasan juga dapat dipengaruhi oleh keadaan
pikiran. Daerah inspirasi dari pusat Pernapasan dapat dipengaruhi oleh sistem limbik dan
Hipotalamus, Dua bagian otak yang bertanggung jawab dalam memproses emosi.
Ketakutan, ansietas, atau bahkan antisipasi aktivitas yang memicu stres dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi dan kedalaman Pernapasan secara info involunter. Faktor lain yang
dapat memengaruhi Pernapasan meliputi pireksia dan nyeri.

3. Etiologi

Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease
(COPD) adalah kerusakan jalan nafas atau kerusakan parenkim paru. Kerusakan ini dapat
disebabkan oleh :

 Merokok

Merokok hingga saat ini masih menjadi penyebab utama dari PPOK, termasuk perokok
pasif. World Health Organitation (WHO) memperkirakan pada tahun 2005, 5.4 juta orang
meninggal akibat konsumsi rokok. Kematian akibat rokok diperkirakan akan meningkat
hingga 8.3 juta kematian pertahun pada tahun 2030.
Merokok merangsang makrofag melepaskan fator kemotaktik netrofil dan elastase yang
akan menyebabkan destruksi jaringan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penurunnan
fungsi paru dan perubahan struktur paru pada pasien yang merokok telah terjadi jauh sebelum
gejala klinis PPOK muncul.

 Faktor Lingkungan

PPOK dapat muncul pada pasien yang tidak pernah merokok. Faktor lingkungan dicurigai
dapat menjadi penyebabnya namun mekanisme belum diketahui pasti. Pada negara dengan
penghasilan sedang hingga tinggi, merokok merupakan penyebab utama PPOK, namun pada
negara dengan penghasilan rendah paparan terhadap polusi udara merupakan penyebabnya.
Faktor risiko yang berasal dari lingkungan antara lain adalah polusi dalam ruangan, polusi luar
ruangan, zat kimia dan debu pada lingkungan kerja, serta infeksi saluran nafas bagian bawah
yang berulang pada usia anak.

 Defisiensi enzim Alpha1-antitrypsin (AAT)

AAT merupakan enzim yang berfungsi untuk menetralisir efek elastase neutrophil dan
melindungi parenkim paru dari efek elastase. Defisiensi AAT merupakan faktor predisposisi
pada Emfisema tipe panasinar. Defisiensi AAT yang berat akan menyebabkan emfisema
prematur pada usia rata-rata 53 tahun untuk pasien bukan perokok dan 40 tahun pada pasien
perokok (Petrick Davil,2015)

4. Manifestasi Klinis
Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak terjadi
pada pagi hari Sebagian besar pendenita bronkitis kronik tidak mengalami obstruksi aliran
pernapasan, namun 10-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan
aliran napas. Penderita batuk produktif kronik yang, mempunyai aliran napas normal
disebut penderita bronkitis kronik simpleks (simplex chronic bronchitis), sedangkan yang
disertai dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut penderita bronkitis kronik
obstruktif. ( Muralitharan Nair & Ian Peate, 2015).
Kecemasan pada pasien dengan kontras dan kepedulian kronis, kekhawatiran kronis,
jantung berdebar, perasaan gelisah. Gejala yang dialami oleh penderita PPOK berbeda
antara bronkitis kronik dengan emfisema. Penderita Bronkitis kronik mengeluhkan (
Samuel, 2018) :
a. Batuk kronik yang produktif (mengeluarkan dahak) serta sesak napas
b. Sering terkena infeksi paru berulang cenderung mengalami kegagalan jantung maupun
pernapasan
c. Bengkak pada kaki
d. Dan biasanya berperawakan gemuk Sedangkan pada penderita emfisema memiliki
gejala:
a). Sesak napas
b). Batuk kronik yang nonproduktif

c). Berperawakan kurus dan memiliki kecenderungan gagal

Gejala PPOK terkadang menyerupai asma, yaitu sesak nafas yang dapat disertai dengan
bunyi mengi. Hal ini sering menyulitkan dokter untuk membedakan antara PPOK dengan
asma pada dewasa. (Samuel,2018)
a. Gejala pernapasan yang sesuai: dispnea, batuk, produksi dahak, sesak dada, mengi.
b. Tes diagnostik klinis lainnya: CT scan atau radiografi toraks menunjukkan perubahan
emfisematosa.
c. Penggunaan obat untuk penyakit saluran napas termasuk bronkodilator inhalasi, inhalasi
dan / atau kortikosteroid oral.

5. Patofisiologi

Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mucus bronkial dan meningkatkan


produksi mukus. Menyebabkan batuk produktif. Pada bronchitis cronis ('baluk produktif
> 3 bulan/tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil.
Selain itu. terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emficema).
yang menyebabkan hilangnya elastic recoil. hiperinflasi. Terperangkapnya udara dun
peningkatan usaha untuk bernapas. sehingga terjadi sesak napas. Dengan berkembangnya
penyakit kadar CO2 meningkat dan dorogan respirasi bergeser dari CO2 kchipoksemia.
Jika oksigen tambahan menghilangkan hipoksemia. dorongan pernapasan juga mungkin
akan hilang. sehingga memicu terjadinya gagal napas. (Davil, Patrick, 2015)
Patofisiologi terjadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan kecil.
Pada PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik
yang ditaa'k oleh interleukin 8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang
meningkat hanya sel T CD8 helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah
eosinofll, sel mast, dan sel TCD4 helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pada FPOK,
jumlah eosinotil meningkat 30 kali lipat. Perbedaan jenis sel yang menginfiltrasi inilah
yang menyebabkan perbedaan respon terhadap pengobatan kortikosteroid. Penurunan
FEV, per tahun pada PPOK adalah antara 50-70 mL/detik. Jika akhirnya FEVI menjadi di
bawah 1 liter, angka kesakitannya mencapai 10%. (Dr. R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P,
FCCP, 2016)

 Tanda dan Gejala

Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang menunjukkan gejala atau tanda khusus. Gejala
penyakit ini baru muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru,
umumnya dalam waktu bertahun-tahun.
a. Gejala awal penyakit paru obstruktif kronis ditandai dengan :

 Terjadinya hambatan aliran udara yang menetap dan progresif pada respon inflamasi
kronis
 Sesak pada saluran napas dan paru akibat plak atau partikel berbahaya
 Batuk produktif kronis
 Mudah lelah, lesu, dan keringat dingin
 Suhu tubuh tidak stabil
 Penurunan toleransi latihan fisik
 Gagal napas tipe 1 dan 2
 Distnea akibat opstruktif jalan napas dari pengurungan udara

b. Terdapat sejumlah gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:

 Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh dengan warna lendir dahak
berwarna agak kuning atau hijau.
 Pernapasan sering tersengal-sengal, terlebih lagi saat melakukan aktivitas fisik.
 Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
 Lemas.
 Penurunan berat badan.
 Nyeri dada.
 Kaki, pergelangan kaki, atau tungkai menjadi bengkak.
 Bibir atau kuku jari berwarna biru. (Widodo,dkk.2014)
6. Phatway
7. Klasifikasi

Klafisikasi keparahan obstruksi aliran udara kepada ppok di tujukan pada. Tabel 2.4 titik
potong siprometri spesifik digunakan untuk tujuan kesederahanaan.sprometri harus
dilakukan setelah pemberian dosis yang memadai dari setidaknya satu bronkodilator inhalasi
kerja singkat untuk meminimalkan fariabilitas MAS . (GuaidelinePPOK,2018)

Tabel 2,4 klafisikasi keparahan keterbatasan aliran udara pada ppok(berdasarkan post
bronchodilator FFV pada pasien dengan Fev:Fvc<0,70
GOLD 1 Mild Fevᶻ ≥ 80% predicted
GOLD 2 Moderate 50% ≤ fevᶻ < 80% precdicted
GOLD 3 severe 30% ≤ fevᶻ < 50% precdited
GOLD 4 veri severe fevᶻ < 30% precdited

Perlu dicatat bahwa hanya ada korelasi yg lemah diantara fev, gejala dan gangguan status
kesrhatan pasien titik untuk alasan ini, penilaian gejala formal juga diperlukan

Klasifikasi eserbasi akut ppok


Tipe 1 adanya salah satu gejala utama
a. Bertambahnya dispnea
b. Bertambahnya sputum purulen
c. Bertambah nya volume sputum dan disertai salah satu dari
d. Infeksi system perrnapasan 5 hari terakhir
e. Demam yg tidak diketahui penyebabnya
f. Bertambahnya suara mengi
g. Bertambahnya gejala batuk
h. Bertambahnya frekuensi nafas dan detak jantung > 20% dari baseline

Tipe 2 a. adanya 2 dari tiga geajala utama


Tipe 3 a. adanya 3 gejala utama
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2007, dibagi atas 4 derajat:

 Derajat I: PPOK ringan


Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan
(VEP1 / KVP < 70%; VEP1> 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak
menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
 Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1< 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya
mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
 Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 /
KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas
hidup pasien.
 Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi)
atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung
kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP.

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1

KVP = Kapasitas Vital Paksa

8. Penata Laksana
Tujuan penata laksana PPOK :
 Mengurangi gejala
 Mencegah progresivitas penyakit
 Meningkatkan toleransi latihan
 Meningkatkan kualitas hidup penderita
 Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
 Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya di masukkan sebagai salah satu tujuan selama tata
laksana PPOK
Tujuan tersebut dapat tercapai melalui 4 komponen program tatalaksana :
 Evaluasi dan monitor penyakit
 Menurunkan faktor resiko
 Tatalaksana PPOK stabil
 Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan Obat medis

Ada lima macam obat yang digunakan untuk mengobati PPOK:


 Bronkodilator
Bronkodilator mengendurkan otot-otot halus disekitar bronkiolus dan memulihkan
aliran udara keparu-paru. Simpatomimetik adalah bronkodilator yang meningkatkan
produksi AMP siklik, yang menyebabkan dilatasi bronkiolus dengan bertindak sebagai
agonis adrenergik.
Beberapa simpatomimetik ada yang selektif terhadap reseptor adrenergik tertentu,
yang disebut dengan alfa1, beta2, dan beta2- adrenegik. Simpatomimetik lainnya adalah
simpatomimetik nonselektif yang memengaruhi semua jenis situs reseptor adrenergik.
Epinefrin (adrenalin) adalah simpatomimetik nonselektif yang diberikan melalui
subkutan, intravena, atau melalui pembuluh eendotrakealdalam situasi darurat untuk
mengembalikan sirkulasi dan meningkatkan kepatenan jalan napas.
Agonis beta2-adrenergik yang selektif memiliki efek samping yang lebih sedikit
dari pada epinefrin dan diberikan dalam bentuk aerosol atau tablet. Jenis agonis
adrenergik ini meliputi albuterol (Proventil, Ventolin), isoetarin dan terbutalin SO4
(Brethine).
Ipratropium bromida (Atrovent) adalah obat antikolinergik yang menghambat
respons vagal dengan membalikkan aksi asetilkolin untuk menghasilkan relaksasi otot
polos. Ini adalah obat baru yang dapat melebarkan bronkiolus dengan sedikit efek
sistemik. Ipratropium bromida (Atrovent) digunakan lima menit sebelum menghirup
glukokortikoid (steroid) atau kromolin sehingga bronkiolus melebar yang
memungkinkan steroid untuk disimpan dalam bronkiolus. Terkadang ipratropium
bromida dikombinasikan dengann albuterol sulfat (Combivent) untuk mengobati
bronkitis kronis dalam durasi yang lebih efektif dan lebih lama dari pada jika masing-
masing obat tersebut digunakan sendiri.
Turunan metilxantin (xantin)n adalah bronkodilator kelompok kedua yang
digunakan untuk mengobati asma. Termasuk dalam kelompok ini adalah aminofilin,
tofilin, dan kafein, yang merangsang sistem saraf pusat untuk meningkatkan respirasi,
melebarkan pembuluh koroner dan paru, serta meningkatkan diuresis.

 Pengubah Leukotrien
Bronkokonstriktor menyebabkan kontraksi otot polos disekitar bronkus sehingga
menahan aliran udara menuju paru-paru. Leukotrien (LT) adalah bronkokonstriktor
utama yang meningkatkan perpindahan eosinofil, meningkatkan produksi lendir, dan
meningkatkan edema pada bronkus yang mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi.
Ada dua jenis pengubah leukotrien (LT): LT antagonis reseptor dan LT sintesis
inhibitor. Keduanya efektif dalam mengurangi gejala peradangan pada asma yang
dipicu oleh rangsangan alergi dan lingkungan.
Contoh mengubah leukotrien antara lain zafirlukast (Accolate), zileuton (Zyflo),
dan natrium montelukast (Singulair).

 Antiinflamasi
Penyakit paru obstruktif kronis menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan
yang mengakibatkan gangguan pernapasan bagi pasien. Glukokortikoid (steroid)
adalah obat utama yang doberikan untuk mengurangi peradangan tersebut.
Glukokotirkoid (steroid) dapat diberikan secara oral, melalui inhalasi aerosol,
intramuskuler, dan intravena. Glukokotirkoid untuk aerosol inhalasi menggunakan
beklometason (Beconase, Vanceril), deksametason (Decadron), flunisolid (Aerobid,
Nasali), atau triamkinolon (Azmaccort, Kenalog, Nasacort).
Glukokotirkoid yang digunakan melalui jalur pemberian obat lainnya antara lain
betametason (Celestone), kortison asetat (Cortone asetat, Cortistan), deksametason
(Decadron), hidrokortison (Cortef, Hydrocortone), metilprednisolon (Medrol,
Solu_Medtol, Depo-Medrol) dan prednisolon, prednison, serta triamkinolon
(Aristocort, Kenacort, Azmacort).

 Ekspetoran
Ekspektoran sering disebut dengan mukolitik mencairkan dan mengendurkan sekresi
lendir tebal sehingga dapat dikeluarkan dari saluran napas melalui batuk. Ekspektoran
yang umum diresepkan untuk penyakit paru obstruktif kronik adalah asetilsistein
(Mucomyst), yang diberikan melalui nebulizer lima menit setelah pasien diberikan
bronkodilator.
Asetilsistein tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat menyebabkan mual,
muntah, ulkus oral (stomatitis), dan hidung berair. Asetilsistein juga merupakan
penawar untuk overdosis asetaminofen jika diberikan dalam waktu 12 sampai 24 jam
setelah overdosis.

 Penstabil Sel Mast


Sel mast melepaskan histamin, leukotrienm, dan mediator lain pada proses inflamasi.
Penstabil sel mast menghambat respons awal asma dan respons lambat asma. Obat ini
tidak memiliki efek bronkodilator juga tidak memiliki efek pada setiap mediator yang
sudah dilepaskan dalam tubuh pada saat inflamasi. Penstabil sel mast diindikasikan
untuk pencegahan bronkospasme dan serangan asma bronkial, yang diberikan melalui
aerosol inhalasi. Aksi dari obat secara spesifik belum diketahui. Namun, obat ini
diyakini memiliki efek yang tidak terlalu bagus dalam menurunkan kebutuhan dosis
kortikosteroid. Obat-obatan penstabilsel mast yang paling umum adalah kromolin
(Intal) dan nedokromil (Tilade).

Daftar obat yang digunakan dalam pengobatan gangguan saluran pernapasan


bawah, secara terperinci memberikan informasi mengenai dosis, rekomendasi, efek
yang diharapkan, efek samping, kontraindikasi.
9. Komplikasi

a. Hipoksemia

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2˂55mmHg,


dengan nilai saturasi oksigen ˂85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.

b. Asidosis respiratori

Timbul akibat peningkatan PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul


antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizzines dan takipnea.

c. Infeksi respirato

Infeksi pernapasan akut diakibatkan karena peningkatan peroduksi


mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.

d. Gagal jantung

Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),


harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi
ini sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

e. Kardiak disritmia

Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau


asidosis respirator.
f. Status asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma


bronkial. Penyakit ini sangat berat. Potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali
terlihat pada klien dengan asma.

2.2 LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan pada klien PPOK

a. Pengkajian

1. Biodata

Penyakit PPOK (asma bronkial) dapat menyerang segala usia tetapi


lebih sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbuul sebelum
usia 10 tahun sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
Predisposisi laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.

2. Riwayat kesehatan

 Keluhan utama

Kelihan utama yang timbul pada klien dengan bronkial adalah dispnea (biasa sampai
berhari-hari atau berbulan-bulan) batuk dan pada beberapa lebih banyak paroksismal.

 Riwayat kesehatan dahulu


Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini,
diantaranya adalah alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah (rhinitis,
urtikaria, dan eksim)

 Riwayat kesehatan keluarga

Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyakit keturunan,
tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.

3. Pengkajian diagnostik
 Rontgen dada
Ini merupakan alat diagnosis noninvasif yang penting untuk mengevaluasi
gangguan pernafasan, infiltrasi, dan gambaran paru-paru abnormal, dan juga
mengidentifikasi benda asing. Rontgen dada di keperawatan kritis juga
digunakan untuk mengecek dan memonitor evektifitas pemasangan pipa seperti
pipa endotrakeal (ETT), pipa dada, dan jalur kateter arteri pulmonalisis.

 Kultur sputum dan sensitivitas


Pemeriksaan sputum bersifat pemeriksaan mikrobiologi dan penting dalam
mengevaluasi pasien dengan gangguan pernafasan. C&S (kultur dan
sensitivitas) secara rutin dilakukan pada spesimen dahak untuk mendiagnosis
infeksi dan menentukan apakah strain bakteri resistan terhadap antibiotik. AFB
(Acid Fast Bacillus/Bakteri Tahan Asam) adalah strain Gram yang dilakukan
untuk mendiagnosis tuberkulosis (TBC). Peralatn pengumpul spesimen dipakai
untuk mendapat spesimen dahak. Bila mungkin kultur dahak harus di ambil
dipagi hari, sebelum pemberian antibiotik dan setelah pasien menerima
perawatan mulut.

 Pindai paru- VQ scan- pindai perfusi ventilasi


Dengan menggunakan material kontras radionuklida yang diinjeksi, pindai paru
dilakukan untuk mengevaluasi perfusi atau ventilasi, atau untuk menilai emboli
paru-paru. Tidak ada persiapan khusus sebelum atau sesudah tindakan. Uji
perfusi dilakukan dengan pemberian isotop radioaktif intravena (IV). Struktur
paru kemudian dipertegas melalui foto. Untuk tes ventilasi, pasien menghirup
gas radioaktif. Selanjutnya, foto lain diambil dari alveolus yang menyerap
radioaktif. VQ scan yang normal menunjukkan struktur yang menyerap
radioaktif. Kurangnya perfusi atau aliran udara ditunjukkan dengan
berkurangnya atau tidak adanya radioaktif.

 Bronkoskopi
Bronkoskopi banyak digunakan dalam mendiagnosis dan mengobati gangguan
paru seperti inspeksi langsung saluran pernafasan, biopsi, menghilangkan
benda asing dan sumbat mukus, pengambilan sekresi untuk kultur sitologi dab
bakteriologi, dan mengimplan sel bibit radioaktif untuk pengobatan tumor.
Sebelum perawatan- ini dapat dilakukan pada pasien rawat jalan. Pasien harus
menandatangani persetujuan tindakan medis dan tidak makan 12 jam sebelum
pemeriksaan. Jelaskan langkah-langkah berikut kepada pasien: faring, hidung
dan mulut dibius lokal. Skop serat optik fleksibel yang dilapisi dengan lidokain
dimasukkan ke dalam saluran pernafasan pasien. Anastesi lokal atau anastesi
umum dapat digunakan.
Sesudah perawatan- pasien harus tetap puasa hingga kembalinya refleks
muntah. Monitor pemulihan dari sedatif dan tanda-tanda edema laring.
Komplikasi- dapat menyebabkan perdarahan dan pneumotoraks.

 Biopsi paru
Indikasi biopsi paru-paru meliputi dugaan malignansi, penyakit difusi paru-
paru yang tidak jelas, dan proses infeksi yang tidak teridentifikasi. Spesimen
berupa jaringan dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan
mikrobiologi, histologi, sitologi, dan imunologi.
Sebelum perawatan- memastikan bahwa persetujuan tindakan medis sudah
ditandatangani dan pasien tetap NPO (puasa) sebelum tindakan
Sesudah perawatan- rontgen dada dilakukan setelah prosedur untuk
memeriksa pneumotoraks. Verifikasi suara nafas di semua area paru dan
pengkajian tanda-tanda hipoksia harus dilakukan. Biopsi paru terbuka
membutuhkan pengkajian status pemulihan pasien pascaoperasi; tanda-tanda
vital, nyeri, kesulitan bernafas, dan tanda-tanda perdarahan.
Komplikasi- meliputi perdarahan, hipoksia, dan pneumotoraks.

 Torasentesis
Cairan pleura dihilangkan lewat dinding dada untuk menentukan apakah efusi
pleura atau diduga malignansi. Cairan biasanya di kirim ke laboratorium.
Sebelum perawatan- pastikan bahwa persetujuan tindakan medis sudah
ditandatangani dan jelaskan prosedur kepada pasien. Posisikan pasien dengan
kaki yang menggantung di pinggir tempat tidur dan lengan serta dada terletak
di atas meja tempat tidur. Instruksikan pasien untuk tidak berbicara atau batuk.
Anastesi lokal diberikan. Jarum berlubang besar dimasukkan melalui dinding
dada lewat ruang pleura.
Sesudah perawatan- minta pasien mempertahankan sisi yang sakit setelah
prosedur untuk menutup lokasi insersi. Amati kebocoran cairan dari lokasi
insersi. Kaji apakah ada komplikasi.
Komplikasi- meliputi perdarahan dan pneumatoraks.
4. Pemeriksaan fisik
 Objektif
a. Batuk produktif dan nonproduktif
b. Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase respirasi
semakin menonjol.
c. Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarkan.
d. Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e. Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f. Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus).
g. Penurunan berat badan secara bermakna.
 Subjektif
Klien merasa sukar bernapas, sesak dan anoreksia
 Psikososial
a. Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b. Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.
c. Data tambahan (medical terapi)

1. Pengkajian
 Inspeksi
1. Amati kondisi kesehatan secara umum dan pola gangguan pernafasan pasien.
2. Nutrisi yang adekuat dan penampilan fisik (seperti atrofi otot, kifosis, barrel chest)
juga harus diperhatikan.
3. Inspeksi pasien dari depan dan belakang untuk mengamati adanya kesulitan
bernafas atau penggunaan otot-otot bantu nafas yang jelas terlihat
4. Perhatikan bunyi nafas, seharusnya normal dan teratur dengan 12-20 napas
permenit.
5. Faktor-faktor yang bisa mengambarkan kesulitan bernafas meliputi :
a. Ortopnea atau membungkuk ke depan untuk bernafas
b. Ekspansi paru asimetris karena paru yang kolaps, cairan, atau massa yang
padat
c. Bibir “mengerucut” bersamaan dengan meningkatnya usaha pernafsan. Ini
sering berhubungan dengan penyakit par-paru obstruktif kronis
d. Higung mengembang (nasal flaring) atau megap-megap (air Hunger) untuk
peningkatan kerja pernapasan karena alveolus yang ditekan (terkompromi)
e. Periksa tanda-tanda sianosis pada daersah vaskuler yang tinggi seperti bibir,
kuku, ujung telinga, dan sisi bawah lidah.
f. Periksa jari-jari untuk melihat tanda-tanda “clubbing”. Ini sering
berhubungan dengan penyakit paru fibrosis yang kronis, fibrosis kritis, dan
penyakit jantung kongetial dengan sianosis.
 Palpasi
1. Pemeriksa mengevaluasi kesimetrisan dinding dada dengan meletakkan permukaan
telapak tangan bersamaan pad masing-masing sisi dinding dada
2. Dinding dada harud terasa stabil dan tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan
yang tidak biasa saat respitasi, tidak ada nyeri tekan (tenderness), dan tidak ada
massa
3. Permukaan kulit harus terasa hangat serta halus dan memiliki turgor elastis.
4. Fremitus taktil atau fer,itus vokal merupakan vibrasi dinding dada yang terjadi
selama volkalisasi dan kedua-duanya harus sama. Perawat secara simultan harus
mempalpasi kredua sisi dinding dada sementara si pasien berkata, “satu, dua, tiga.”
Atau how now brown cow” atau 9,9,9.”
5. Krepitus atau emfisema subkutan menimbulkan dentur (crackling) si bawah jari
ketika menyentuh dada atau leher.
6. Periksalah bahwa trakea berada di atas lekuk dada (sternal notch): trakea bisa
mengalami deviasi ke kanan atau ke kiri pada tension pneumotoraks
 Perkusi
1. Proses pengkajian ini menimbulkan gelombang suara yang membantu untuk
membedakan apakah stuktur pernapasan padat, terisi cairan, atau terisi udara. Ada
dua macam perkusi: langsung dengan menggunakan kepalan tangan, dan tidak
langsung, dengan menggunakan tangan dan jari. Perkusi tidak langsung adalah
teknik yang lebih banyak dipilih untuk memeriksa dinding dada. Bagimanapun,
perkusi langsung menggunakan kepalan tangan mungkin dipakai untuk
mengevaluasi pasie yang berotot besar atau obesitas
2. Suara paru selama perkusi harus bergetar secara resonan. Hiperresonansi
mengindikasikan inflamasi akibat emfisema, pneumotoraks, atau asma
3. Suara yang meredam (dullness) atau suara datar di atas area paru menunjukkan
atelektasis, efusi pleura, atau konsolidasi paru.
 Auskultasi

Bunyi paru-paru yang tidak diharapkan yang terdengar pada auskultasi abnormal
atau terdapat di luar tempat notma (adventitious). Bunyi nafas dapat berkurang atau tidak
ada sama sekali jika caitan atau nanah (pus) telah menumpuk dalam ruang pleura, yang
kemudian mengurangi aliran udara ke dalam paru-paru.

2. Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubugan dengan :

 Bronkospasme
 Peningkatan produksi secret ( secret yang bertahan, kental )
 Menurunnya energi / fatigue

Ditandai dengan :

 Klien mengeluh Sulit bernafas


 Perubahan kedalaman / jumlah napas, penggunaan otot bantu pernafasan
 Suara nafas abnormal seperti wheezing, ronchi, dan cracles
 Batuk (presisten) dengan / tanpa produksi sputum

2. Ganguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:


 kurang nya suplasi oksigen (obstruksi jalan napas oleh secret, bronkospasme, air,
trapping)
 destruksi alveoli

ditandai dengan

 dyspea
 confusion, lemah ;
 tidak mampu mengeluarkan secret
 nilai ABGs, abnormal (hipoksia dan hiperkapnea )
 perubahan tanda vita
 menurunnya toleransi aktivitas
3. Ketidakefiktifan pola nafas yang berhubungan dengan :

 Ansietas
 Ceder medula spinalis
 Keletihan otot pernapasan

Ditandai dengan :

 Bardipnea
 Dispnea
 Penggunaan otot bantu pernapasan

4. Ketidak seimbangan nutrisi ; Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan :

 Dispea fatique
 Efek samping
 Pengobatan produksi
 Anoreksia nausea/vomiting

Ditandai dengan :

 Penurunan berat badan


 Kehilangan masa otot tonus otot jelek
 Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa

Tidak nafsu makan , tidak tertarik makan


3.Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan NOC Intervensi NIC Rasional

1 Bersihan jalan napas tidak Menunjukkan status a.Manajemen Perubahan fungsi


efektif berhubugan dengan : pernapasan : jalan napas respirasi dan
 Bronkospasme kepatenan jalan penggunaan otot
 Peningkatan produksi napas, yang di b.Penurunan tambahan menadakan
secret ( secret yang buktikan oleh kondisi penyakit
bertahan, kental ) indikator ganguan c.Aspiration yang masih harus
 Menurunnya energi / sebagai berikut mendapatkan
fatigue (sebutkan 1-5 ; d.Fisioter dada penanganan penh.
Ditandai dengan : gangguan ekstrem,

 Klien mengeluh Sulit berat, sedang , ringan, e.Latih batuk Ketidak mampuan

bernafas atau tidak ada efektif mengeluarkan mucus

 Perubahan kedalaman gangguan ) menjadikan

/ jumlah napas, f.Pemberian timbulnya kongsesti

penggunaan otot posisi berlebih pada saluran

bantu pernafasan pernapasan.

 Suara nafas abnormal g.Monitoring

seperti wheezing, respirasi Posisi semi/ high

ronchi, dan cracles fowler memberikan


h.Monitoring kesempatan paru–
 Batuk (presisten)
tanda vital paru berkemabang
dengan / tanpa
secara maksiaml
produksi sputum
akibat diafragma
turun ke bawah
batuk efektif
mempermudah
ekspektorasi mucus.
Klien dalam kondisi
sesak cenderung
untuk bernapas
melalui mulut yang
pada akhirnya jika
tidak ditindaklanjuti
akan mengakibatkan
stomatis.
1.Ganguan
2 pertukaran gas yang Status respirasi a. manajemen Kelemahan, irritable,
berhubungan
a dengan: pertukaran gas basa tubuh bigung dan somnolen
 kurang nya suplasi dengan skala ( 1- 5) dapat mereflikasikan
oksigen (obstruksi setelah di berikan b. manajemen adanya hipoksemia
jalan napas oleh secret, perawatan selama hari jalan napas atau penurunan
bronkospasme, air, Dengan kriteria : oksigenisai serbal.
trapping ) Mencegah kelelahan
a.status mental dalam
 destruksi alveoli c. latihan batuk dan mengurangi
batas normal
ditandai dengan efektif konsumsi oksigen
 dyspea untuk memfasilitasi
b.bernapas dengan
 confusion, lemah ; d. tingkatkan resulasi infeksi.
mudah
 tidak mampu aktivitas

mengeluarkan secret Pemberian terapi


c.tidak ada sinosis
 nilai ABGs, abnormal oksigen unuk

(hipoksia dan e. terapi oksigen memelihara PaO2


d.pao paco dalam
hiperkapnea ) diatas 60 mmHg,
batas normal
f. monitoring oksigen yang
 perubahan tanda vita
respirasi diberikan sesuai
 menurunnya toleransi
e.sturnasi O dalam
dengan teloransi dari
aktivitas
rentang normal
g. montoring klien.
tanda vital
Untuk mengikuti
kemajauan proses
penyakit dan
memfisilitasi
perubahan dalam
terapi.
Ketidakefiktifan pola nafas Menunjukkan *.Manajemen  Posisikan
yang berhubungan dengan : pembersihan jalan jalan napas : pasien dengan
 Ansietas napas yang efektif, posis semi
 Ceder medula spinalis yang di butikan oleh *.Bantuan fowler untuk
 Keletihan otot pencegahan aspirasi; ventilasi mengurangai
pernapasan status pernapasan ; sesak napas
Ditandai dengan : kepatenan jalan napas,  Untuk
 Bardipnea dan status pernapasan; mengetahui
 Dispnea ventilasi tidak perkembanga

 Penggunaan otot terganggu n status

bantu pernapasan kesehatan


pasien dan
mencegah
komplikasi
lanjutan
 Mengoptimal
kan
keseimbangan
cairan untik
mencegah
komplikasi
lanjutan

Ketidak seimbangan nutrisi ; Status nutrisi ; intake *.Manajemen Meningkatkan


Kurang dari kebutuhan tubuh cairan dan makanan cairan kenyamanana flora
yang berhubungan dengan : gas dengan skala… ( normal mulut,
 Dispea fatique 1-5 ) setalah diberikan *Monitoring sehingga akan
 Efek samping perawatan selama hari meningkatkan
 Pengobatan produksi dengan kriteria ; *.Status diet perasaan nafsu
 Anoreksia *Asupan makanan makan.
nausea/vomiting adekuat dengan *.Manajemen
Ditandai dengan : skala.. (1-5) gangguan Meningkatkan intake

 Penurunan berat *Intake cairan per makanan dan nutrisi

badan oral adekuat, dengan *.Manajemen klien terutama kadar

 Kehilangan masa otot skala.. (1-5) nutrisi protein tinggi akan

tonus otot jelek meningkatkan

 Dilaporkan adanya Control berat badan *Kolaborasi mekanisme tubuh

perubahan sensasi dengan skala (1-5) dengan ahli gizi dalam proses

rasa setelah diberikan untuk penyembuhan

 Tidak nafsu makan , perawatan selama hari memberikan


dengan kriteria : terapi nutrisi Menentukkan
tidak tertarik makan
*Mampu memelihara kebutuhan nutrisi
intake kalori secara *Kontroling yang tepat bagi klien.
optimal(1-5) nutrsi Mengontrol
(menunjukkan) dilakukan keefektifan tindakan
*Mampu memelihara untuk terutama dengan
keseimbangan cairan memenuhi diet kadar protein darah.
(1-5) (menunjukan) pasien
*Mampu mengontrol Meningkatkan
asupan makanan komposisi tubuh
secara adekuat (1-5) akan keutuhan
vitamin dan nafsu
klien makan
Intoleransi aktivitas b/d  Berpartipasi A. Kolaborasi Mengurangi stress
ketidakseimbangan antar dalam aktivitas dengan tenaga dan stimulasi yang
suplai dan kebutuhan fisik tanpa rehabilitasi berlebihan
oksigen disertai medic dalam meningktkan istirahat
sehingaga, merencanakan Klien mungkin
nadi dan RR program terapi merasa nyaman
 Mampu dalam kepala keadaan
melakukan B.Bantu klien evalasi, tidur di kursi
aktivitas sehari mengidentifika atau istirahat pada
– hari ( ADLS) si aktivitas meja dengan bantuan
secara mandiri yang disukai bantal
 Tanda – tanda
vital normal C.Bantu klien
 Mampu membuat
berpindah : jadwal di
dentan atau waktu luang
menggunakan
alat D.Bantu pasien

 Sirkulasi status untuk

baik mengembangk
an motivasi
diri dan
penguatan

 Implementasi
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih
penulis melakukan implementasi yaitu :
 Memonitoring TTV
 Memberikan posisi semi fowler
 Memonitoring pemberian terapi O2
 Mengajarkan jalan napas dan batuk efektif
 Memotifasi minum air hangat
 Memotifasi pasien untuk sering melakukan napas dalam dan batuk efektif
 Kolaborasi pemberian terapi obat ventolin melalui nebulizer.
 Evaluasi

Diagnosa CatatanPerkembangan
Ketidak efektipan jalan nafas S : klien mengatakan batuk secara efektif
O : RR 18×/ menit
A : masalah teratasi
P : intervensi di hentikan

Pola napas tidake fektif S:klien mengatakan mampu batuk efektif dan
bernafas dengan mudah.
O : RR 19×/menit.
N : 80 19×/menit
TD : 110/90
S : 37,5 C
A :masalah teratasi
P :intervensi di hentikan

Gangguan pertukaran gas S : Klien mengatakan sesak


O : 1. Warna kulit perifer membalik (tidak
cyanosis
2. RR : 12-24×/menit
3. Ketidaknyamanan dada (-)
4. NADI 60-100×/menit.
5. Dyspnea(-)
A :Tujuan berhasil
P :Intervensi di hentikan

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh S :Pasien tidak nafsu makan


O : 1. Pasien mematuhi dietnya.
A :Tujuan tercapai
P :Intervensi terus di lakukan.

BAB 3
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn. R
Umur : 60 thn
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : pusing, sesak napas, batuk
Penyakit sekarang : 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-
batuk sampai dahak keluar semua, sesak napas bila
menaiki tangga
c. Riwayat penyakit dahulu
2 hari terakhir pasien mengeluh demam, batuk pilek,
pusing, sesak napas
d. Pemeriksaan fisik
TTV :
T : 38,5˚C
P : 100×/m
RR : 25×/m
Bp : 140/90 mmHg
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST
III
f. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terrapi yang di berikan codein
10 mg po 3×1 dan seretide MDI tiap 6jam
2. Analisa data
Data fokus Problem Etiologi
DS : Perubahan pola napas Obstruksi jalan
 Klien mengatakan napas napas oleh sekret dan
terasa berat tumor paru
 Klien mengatakan dada
terasa sesak
 Klienmengatakan napas
terasa capek
DO :
 Keluarga mengatakan
saat klien ke kamar
mandi klien tampak
ngos-ngosan
 Klien tampak sulit
bernapas
 Suara pernapasan klien
wheezing
 Pernapasan klien dalam
dan cepat
 Ronchi (+)
 TTV klien
TD 140/90mmHg
RR 27×/m
N 88×/m
S 36,8˚C
 Hasil rontgen AP thoraks
atelektaksis lobus atas
paru kanan, penyempitan
saluran pernapasan (1cm)
dengan susp, metastasis
tumor di paru, PPOK
eksaserbasi akut
DS: Bersihan jalan napas tidak efektif Peningkatan
 Klien mengatakan batuk- produksi sekret
batuk namun dahak tidak
bisa keluar
DO:
 Suara pernapasan klien
ronchi
 Batuk (+)
 TTV
TD 140/90mmHg
RR 27×/m
N 88×/m
S 36,8˚C

DS: Gangguan rasa nyaman : nyeri Obstruksi jalan


 Klien mengatakan napas oleh sekret dan
tenggorokan terasa sakit tumor paru
 Klien mengatakan sakit
dibagian dada saja
DO:
 Skala nyeri 5
 Klien memegangi dada
saat bernapas
 TTV
TD 140/90mmHg
RR 27×/m
N 88×/m
S 36,8˚C
 Hasil rontgen AP thoraks
atelektaksis lobus atas
paru kanan, penyempitan
saluran pernapasan (1cm)
dengan susp, metastasis
tumor di paru, PPOK
eksaserbasi akut
DS: Ansietas Ketidak mampuan
 Klien mengatakan untuk \bernapas
merasa sedih akan dengan normal :
penyakitnya proses penyakit
 Klien mengatakan ingin
cepat sembuh
DO:
 Klien tampak cemas
klien sering memainkan
kakinya ketika sulit
bernapas
 TTV
TD 140/90mmHg
RR 27×/m
N 88×/m
S 36,8˚C
DS: Resiko perubahan nutrisi kurang Meningkatnya
 Keluarga klien dari kebutuhan hidup kebutuhan energi
mengatakan porsi makan metabolik : dispnea
klien habis setengah
porsi
 Keluarga mengatakan
tidak ada mual dan
muntah
 Keluarga klien
mengatakan BB menurun
2k sejak sakit
DO:
 BB sebelum sakit = 47kg
 BB sesudah sakit 44kg
 IMT = 15,77
 TTV
TD 140/90mmHg
RR 27×/m
N 88×/m
S 36,8˚C

3. Diagnosa
 Perubahan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekret dan
tumor paru
 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
 Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh
sekret dan tumor paru
 Ansietas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk bernapas dengan normal
:proses penyakit
 Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi
metabolik : dispnea
4. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


keperawatan
1 Perubahan pola Setelah dilakukan tindakan  Observasi ttv
napas keperawatan selama 3×24 jam masalah klien
berhubungan keperawatan perubahan pola napas  Kaji frekuensi,
dengan obstruksi sedikit teratsi. irama dan
jalan napas oleh KH: kedalama
sekret dan tumor  Kien mengatakan sesak hilang/ pernapasan
paru berkurang  Auskultasi bunyi
 Menunjukkan pola napas napas dan catat
normal/ efektif adanya bunyi
 Pernapasan vesikuler napas klien
 RR 18-22×/ menit  Bantu ubah posisi
 Bebas sianosis dan tanda/ gejala klien 45˚
hipoksia  Observasi pola
 GDA dalam rentang normal batuk dan
 TTV karakteristik
Td 120/80-140-/90mmHg sekret
N 60-100×/menit  Lakukan
RR 18-22×/menit kolaborasi untuk
S 36,5-37,5˚C pemberian terapi
oksigen 3L/menit
 Ajarkan klien
untuk batuk
efektif
 Lakukan
kolaborasi untuk
dilakukan
nebulizer
(pulmicont 1cc)
 Lakukan
kolaborasi untuk
pemberian terapi
obat
bricasma2amp,
amlodipin 1×5mg
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan  Observasi ttv
napas tidak keperawatan selama3×24 jam masalah klien
efektif keperawatan bersihan jalan napas  Auskultasi dada
berhubungan sedikit teratasi. untuk
dengan  Klien mengatakan sudah dapat karakteristik
peningkatan mengeluarkan dahak bunyi napas dan
produksi sekret  Klien mengatakan batuk adanya sekret
berkurang  Ajarkan klien
 Batuk efektif dan mengeluarkan untuk meminum
sekret air putih hangat
 Ttv  Ajarkan klien
Td 120/80-140-/90mmHg untuk melalukan
N 60-100×/menit batuk efektif
RR 18-22×/menit  Lakukan
S 36,5-375˚C kolaborasi untuk
melakukan
nebulizer
(pulmicont 1cc)
 Lakukan
kolaborasi untuk
memberi terapi
obat lasal
ekspetoran sirup
3×1

3 Gangguan rasa Setelah melakukan tindakan  Observasi ttv


nyaman : nyeri keperawatan selama 3×24 jam masalah klien
berhubungan gangguan rasa nyaman nyeri berkurang  Kali karakteristik
dengan obstruksi KH : nyeri klien
jalan napas oleh  Klien mengatakan nyeri (PQRST)
sekret dan tumor berkurang  Dorong klien
paru untuk
 Klien mengatakan nyeri jika menyatakan
batuk jarang muncul perasaan-
 Skala nyeri <5 perasaan tentang
 Klien tidak meringis/ tenang nyeri
 Ttv  Anjurkan klien
Td 120/80-140-/90mmHg teknik relaksasi
N 60-100×/menit napas dalam
RR 18-22×/menit  Ajarkan klien
S 36,5-37,5˚C teknik distraksi
 Berikan tindakan
kenyamanan:
sokongan bantal
di dada klien saat
batuk
 Lakukan
kolaborasi untuk
pemberian terapi
obat metyl
prednisolon
3×62,5gr
4 Ansietas Setelah melakukan tindakan  Observasi ttv
berhubungan keperawatan selama 3×24 jam masalah klien
dengan keperawatan ansietas teratasi  Kaji tingkat
ketidakmampuan KH: pemahaman klien
untuk bernapas  Klien mengatakan dan dan orang
dengan normal : mengakui masalah yang terdekat tentang
proses penyakit membuat cemas diagnosa/
 Klien mengatakan ansietas penyakit
hilang/menurun sampai rentang  Dorong klien
yang dapat di tangani untuk
 Klien menunjukkan rentang mengungkapkan
perasaan menerima penyakit ansietas dan
 Klien tampak rileks /istirahat mengekspresikan
 Ttv perasaannya
Td 120/80-140-/90mmHg  Berikan
N 60-100×/menit kesempatan klien
RR 18-22×/menit untuk bertanya
S 36,5-37,5˚C dan menjawab
tentang penyakit
dengan jujur
 Berikan semangat
dalam
penyembuhan
klien

5 Resiko perubahan Setelah melakukan tindakan  Observasi ttv


nutrisi keperawatan selama 5×24 jam maslah klien
berhubungan keperawatan resiko perubahan nutrisi
dengan tidak terjadi
meningkatnya KH:  Kaji adanya
kebutuhan energi  Klien mengatakan mual/ muntah
metabolik: meningkatkan nafsu makan  Kaji masukan
dispnea  Mempertahankan/meningkatkan makan saat ini
BB  Auskultasi bunyi
 BB stabil 44atau lebih usus
 IMT 18,5-25  Berikan
 Porsi makan habis 1/2atau 1 perawatan oral
porsi dan buang sekret
 Tidak ada mual dan muntah kedalam wadah
khusus
 Anjurkan klien
untuk
menghindari
makanan
penghasil gas
 Anjurkan klien
untuk
menghindari
makanan yang
sangat panas atau
sangat dingin
 Lakukan
timbangan BB
3hari sekali
 Kaji IMT klien
 Lakukan
kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk diet DM
dan makanan
yang dianjurkan

5. implementasi
Hari/tgl Implementasi keperawatan paraf
Kamis 29 1. Mengobservasi ttv klien
april 2019 2. Mengkaji frekuesi, irama dan kedalaman
pernapasan klien
3. Mengauskultasi bunyi napas dan mencatat bunyi
napas klien
4. Mengkaji tingkat pemahaman klien tentang
penyakit
5. Mendorong klien untuk mengungkapkan ansietas
dan perasaannya
6. Mengkaji adanya mual
7. Mengkaji masukan mkanan klien saat ini
8. Mengkaji bunyi usus klien
9. Menganjurkan klien untuk menghindari
makananpenghasil gas
10. Membantu ubah posisis klien supinasi dan
meninggikan kepala klien 45˚
11. Mengobservasi batuk klien
12. Mengajarkan klien batuk efektif
13. Menganjurkan klien untuk meminum air putih
hangat
14. Memberikan tindakan kenyamanan : sokongan
bantal saat batuk
15. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi
oksigen 3l/menit
16. Melakukan kolaborasi untuk nebulizer dengan
pulmicont 2x1 hari
17. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapiobat
bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x62,5gr, lasal
ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,amlodipin
1x5gr
Jumat 30 1. Mengobservasi ttv klien
2019 2. Mengobservasi frekuensi, irama dan kedalaman
pernapasan klien
3. Mengkaji karakteristik batuk
4. Mempertahankan oksigenasi tambahan klien
5. Mengkaji karakteristik nyeri klien (PQRST)
6. Memberikan tindakan kenyamanan : sokongan
bantal di dada klien saat batuk
7. Menganjurkan klien untuk perawatan oral dan
membuang sekret kedalam wadah kusus
8. Mendorong klien dalam mengungkapkan
perasaannya
9. Memberi kesempatan klien untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan
10. Mengkaji pola makan klien saat ini
11. Menganjurkan klien untuk menghndarai makanan
yang terlalu panas atau sangat dingin
12. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet
dan makan yang dianjurkan
13. Melakukan kobalorsi untuk memberikan terapi
obat bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x26,5gr,
lasal ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,
amlodipin 1x5gr
Sabtu 31 1. Mengobservasi ttv klien
april 2019
2. Mengobservasi frekuensi, irama dan bunyi napas
klien
3. Mempertahankan oksigenasi tambahan klien
4. Mengkaji pola makan klien saat ini
5. Mengkaji karakteristik nyeri klien (PQRST)
6. Memberiksn tindakan nyaman : sokongan bantal
didada klien saat batuk
7. Mengkaji pola batuk dan karakteristik batuk klien
8. Mengobsevasi klien dan perasaan klien
9. Memberikan penguatan/ semangat dalam
penyembuhan
10. Melakukan kolaborasi di lakukan nebulizer
(pulmicont 2x1 hari)
11. Melakukan kolaborasi umtuk pemberian terapi
obat bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x26,5gr,
lasal ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,
amlodipin 1x5gr
Minggu 1 1. 1 Mengobservasi ttv klien
mei 2019 2. Mengobservasi frekuensi, irama dan bunyi napas
klien
3. Mengkaji karakteristik nyeri klien (PQRST)
4. Menganjurkan klien sokongan bantal didada klien
saat batuk
5. Mengkaji pola makan klien saat ini
6. Melakukan timbang BB
7. Mengkaji IMT klien
8. Mengkaji ansietas dan perasaan klien
9. Menganjurkan klien untuk tetap berdoa dan
beribadah
12. Melakukan kolaborasi di lakukan nebulizer
(pulmicont 2x1 hari)
10. Melakukan kolaborasi umtuk pemberian terapi
obat bricasma 2amp, metyl prednisolon 3x26,5gr,
lasal ekspektoral sirup 3x1, ceftriaxon 1x2gr,
amlodipin 1x5gr

6. Evaluasi
Dx keperawatan Tgl/jam Tindakan Ttd Catatan Ttd
perawat perkembangan perawat
Bersihan jalan 29 april  Memberikan posisi S : klien
napas tidak efektif 2019 fowler atau semi fowler mengatakan
b.d peningkatan  Melakukan suction batuk secara
produksi sputum  Menghitung respirasi efektif
tiap 3 jam sekali O : RR
18×/menit
A : masalah
teratasi
P : intervensi
di hentikan
Ketidak efektifan 29 april  Memberikan posisi S : klien
pola napas b.d 2019 fowler atau semi fowler mengatakan
hiperventilasi  Menghitung frekuensi mampu batuk
napas efektif dan
 Memberikan terapi bernapas
oksigenasi dengan dengan mudah
menggunakan nasal O:
kanul RR 19×/m
N 80×/m
TD 110/90
mmHg
S 37,5 C
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
Hipertermi b.d 29 april  Memberikan kompres S : klien
penyakit 2019 dengan handuk di bagian mengatakan
lipat paha dan aksila demam
 Menghitung suhu setiap menurun
2 jam sekali O : hasil suhu
 Menghitung tekanan 37˚C, RR
darah, nadi dan RR tiap 20×/m, TD
2jam sekali 120/90 mmHg
A : masalah
teratasi
P : intervensi
d hentikan
Intoleransi 29 april  Memberikan S : klien
aktivitas b.d 2019 terapi oksigen mampu
ketidakseimbangan dengan melakukan
antara suplay dan kecepatan aktifitas
kebutuhan oksigen aliran 1 atau 2 secara mandiri
ltr/ menit O : RR 19×/m
 Melakukan N 80×/m
komunikasi TD 110/90
terapeutik S 37,5 C
 Menghitung A : masalah
tanda-tanda teratasi
vital 3jam P : intervensi
sekali di hentikan
 Menjelaskan
perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat
Resiko tinggi 29 april  Menjelaskan kepada S : klien
penyebaran infeksi 2019 keluarga pasien tanda mengatakan
b.d. penyakit dan gejala infeksi tidak demam,
kronis  Memberikan edukasi pusing, batuk,
kepada pasien beserta sesak napas,
keluarga tentang pilek
penyakit infeksi O : suhu 37C
TD 120/80
mmHg
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang umum dan
prevalensi meningkat di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan obstruksi jalan napas
persisten yang sebagian reversibel tetapi dianggap sebagai penyakit yang dapat dicegah
dan diobati sekarang. Keterbatasan aliran udara dikaitkan dengan respons inflamasi kronis
dan abnormal di jalan udara dan paru-paru terhadap rangsangan berbahaya. Obstruksi jalan
nafas didefinisikan oleh pengurangan aliran udara ekspirasi

4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan dan penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran dari berbagai pihak
untuk menjadikan makalah ini menjadi lebih baik

DAFTAR PUSTAKA
Terry, Cynthia lee. 2013. Critical Care Nursing Demystified. Yogyakarta : Rapha

Bariid,Barah. 2015. Dasar-dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta: Bumi Medika


Jardins, Terry Des & George G. Burton. 2016. Clinical Manifestations & Assessment of
Respiratory Disease - E-Book. Canada: ELSEVIER
Emma S. Wirakusumah, M.Sc. 2017.202 Jus BuahdanSayur.WismaHijau Jl. Raya Bogor Km. 30
Mekar Sari, Cimanggis, Depok

Anda mungkin juga menyukai