Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

RESPIRASI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen : Ns. Dwi Nur Aini, M.Kep

Semester Genap Jalur Transfer

Anggota

1. Arbain
2. T. Ony Margaretha
3. Roudlotul Badiah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa, karena atas dengan rahmat dan

karunia-nya penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan Sitem Respirasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :

Ns. Dwi Nur Aini, M.Kep Selaku pembimbing yang telah banyak membantu dan

memberikan bimbingan sehingga makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan

Gangguan Sitem Respirasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik bisa selesai tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik di masa kini ataupun masa

yang akan datang bagi pembaca umumnya dan tenaga kesehatan khususnya.

Semarang, Januari 2016


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai


karakteristik keterbatasan jalan napas yang irreversibel atau reversibel parsial.
Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan
partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama
sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir
menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang
disebut sebagai efek sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS)
melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan
diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun
terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi
juga menimbulkan konsekuensi sistemik yang bermakna. Keterbatasan aktivitas
merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas
hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam
keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat
badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi
merupakan manifestasi sistemik PPOK. Efek sistemik ini penting dipahami dalam
penatalaksanaan PPOK sehingga didapatkan strategi terapi baru yang
memberikan kondisi dan prognosis lebih baik untuk penderita PPOK.

Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang


bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tempat ke-4 atau ke-5 setelah
Penyakit Jantung Koroner, Penyakit Serebrovaskuler, dan Infeksi Saluran Akut
(COPD International, 2004). Di level global, PPOK adalah masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan dan menduduki peringkat keempat sebagai penyebab
penyakit dan kematian di dunia, dan pada tahun 2030 diperkirakan akan
menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian (Papadopoulos, 2011).
WHO memperkirakan, 600 juta orang menderita PPOK di seluruh dunia.
Dan ini diperkirakan akan terus meningkat. Jumlah penderita PPOK di Amerika
Serikat 12,1 juta orang dan di Asia Pasifik sebanyak 56,7 juta orang (GOLD,
2010).

Di Indonesia, diperkirakan terdapat 4,8 juta (5,6%) penderita PPOK. Dan


pada penelitian Khairun Nisa (2010) jumlah penderita PPOK di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2009 sebanyak 54 orang. Kejadian ini akan terus
meningkat yang salah satunya disebabkan oleh banyaknya jumlah perokok karena
90% penderita PPOK disebabkan oleh current smoker atau ex-smoker (JRI,
2007).

Faktor risiko terjadinya PPOK yaitu usia, jenis kelamin, merokok,


hiperresponsif saluran pernapasan, pemaparan akibat kerja, polusi udara, dan
faktor genetik. GOLD (2006), menyajikan prevalensi PPOK berdasarkan usia,
jenis kelamin, status merokok, dan jumlah rokok yang dikonsumsi. Prevalensi
lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan meningkat dengan
bertambahnya usia. PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok dan bekas
perokok dan meningkat dengan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi. Semakin
banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi
perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK. Survey Saat ini Indonesia
menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki
urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu
China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451
miliar batang per tahun, Jepang 328 miliar per tahun, Rusia 258 miliar per tahun,
dan Indonesia 215 batang per tahun. Merokok merupakan faktor risiko terpenting
penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor
genetik dan lain-lainnya (Riyanto, B. S., Hisyam, B., 2006).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Asuhan keperawatan dengan PPOK (Penyakit paru paru obstruksi kronis
(chronic obstructive pulmonary disease COPD)
b. Tujuan Khusus
Dalam Asuhan Keperawatan PPOK mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian dari PPOK
2. Menjelaskan klasifikasi dari PPO
3. Menjelaskan etiologi dari PPOK
4. Menjelaskan patofisiologi dari PPOK
5. Menjelaskan pathway PPOK
6. Menjelaskan manifestasi PPOK
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada PPOK
8. Menjelaskan penatalaksanaan PPO
9. Menjelaskan komlikasi dari PPOK
10. Menjelaskan managemen PPOK
11. Menjelaskan pengkajian pada asuhan keperawatan PPOK
12. Menentukan diagnose keperawatan PPOK
13. Menentukan rencana keperawatan PPOK
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Penyakit paru paru obstruksi kronis (chronic obstructive pulmonary

disease COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok panyik paru paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofiologi

utamanya adalah : bronchitis kronis, emfisema paru paru dan asma bronchial.

Sering juga penyakit ini disebut dengan Crhronic airflow limitation (CAL) dan

chronic obstructive lung disease (COLD).

Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan

obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan

emfisema pulmonum.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan

gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan

oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan

dalam masa observasi beberapa waktu.

Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang

digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan

ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya.
B. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah

sebagai berikut:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai

pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan

terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.


2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan

anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran

udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding

alveolus.
3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas

cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan

ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara

periodic dan reversible akibat bronkospasme.

C. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-faktor

risiko yang terdapat pada penderita antara lain:


1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah

saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.


D. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang

disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam

usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang

sehingga sulit bernapas.


Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah

oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.

Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.

Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem

respirasi seperti fungsi ventilasi paru.


Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi

bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.

Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus

terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara

yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak

terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal

inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.

Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan

menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,

distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan

(Brannon, et al, 1993).


Pencetus
E. Pathway
Asma, Bronkhitis Kronis, Emfisema Rokok dan
Polusi

PPOK Influens

Perubahan Anatomis Perenkim Paru Sputum


meningkat
Pembesaran alveoli
Batuk

Hiperatropi Kelenjar
Mukosa Ketidakefektifan
Pembersihan Jalan
Penyempitan saluran
Napas
udara secara periodik
Gangguan Infeksi
Ekspansi paru Pertukaran
Suplay oksigen menurun Gas Leukosit
adekuat keseluruh meningkat
tubuh Kompensasi tubuh untuk memenuhi Imun
kebutuhan oksigen dengan menurun
Hipoksia meningkatkan frekuensi pernapasan
Kuman pathogen
dan endogen
Sesak difagosit
Kontraksi dapat pernapasan makrofag
penggunaan energy untuk
Ketidakefektifa Pola pernapasan Anoreksia
Napas
Intoleransi Ketidakseimbangan nutrisi kurang
Aktivitas dari kebutuhan tubuh
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok :
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue

bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:

GAMBARAN EMPHYSEMA BRONKHITIS


Mulai timbul Usia 30 40 tahun 20 30 tahun batuk akibat merokok
(cacat pada usia pertengahan)

Sputum Minimal Banyak sekali

Dispne Dispnea relatif dini Lambat

Rasio V/Q Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan nyata


minimal

Bnetuk Tubuh Kurus dan ramping Gizi cukup

Diameter AP Dada seperti tong Tidak membesar


dada

Gambaran Hyperventilasi Hypoventilasi


respirasi

Volume Paru FEV 1 rendah FEV 1 rendah

TLC dan RV meningkat TLC normal RV meningkat moderat

Pa O2 Norml/rendah Meningkat

Sa O 2 normal Desaturasi

Polisitemia normal Hb dan Hematokrit meningkat

Sianosis Jarang Sering

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia


dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan
jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab
payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada

fase akut, tetapi juga fase kronik.


2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi

lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara.


2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat

sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas

atau pengobatan empirik.


4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih

controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan

dengan aliran lambat 1 2 liter/menit.


8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret

bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk

memulihkan kesegaran jasmani.


d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita

dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.


e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri

penderita dengan penyakit yang dideritanya.


I. Komplikasi
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratori
3. Infeksi saluran napas
4. Gagal jantung
5. Disritmia jantung
6. Status asmatikus

J. Managemen
1. Managemen Medis
Intervensi medis bertujuan untuk :

1) Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan spasme


bronkus dan membersihkan secret yang berlebihan
2) Memelihara keefektifan pertukaran gas
3) encegah dan mengobati infeksi saluran pernafasan
4) Meningkatkan toleransi latihan.
5) Mencegah adanya komplikasi (gagal nafas akut dan status asmatikus)
6) Mencegah allergen/iritasi jalan nafas
7) Membebaskan adanya ansietas dan mengobati depresi yang sering
menyertai adanya obstruksi jalan nafas kronis.
Managemen medis yang diberikan berupa
a. Pharmacologic management
Anti inflamasi ( kortikosteroid, sodium kromolin dll)
b. Bronkodilator
a) Adrenergik : efedrin, epineprin, beta
adrenergik agonis selektif
b) Non adrenergik : aminophilin, tefilin
c. Antihistamin
a) Steroid
b) Antibiotic
c) Ekspektoran
Oksigen digunakan 3 l/m dengan cannula nasal.
2) Hygiene Paru
Bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru-paru dan kemudian
meningkatkan kerja silia dan menurunkan resiko infeksi. Dilaksanakan
dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase.
3) Exercise
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot skeletal
agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat.
4) Menghindari bahan iritans
Penyebab iritans jalan nafas harus dihindari seperti asap rokok dan perlu
juga mencegah adanya alergen yang masuk tubuh.
5) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dipsnea. Pemberian
porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada makan langsung banyak.
2. Management Keperawatan
1) Pengkajian :
a. Riwayat atau faktor penunjang :
a) Merokok merupakan faktor penyebab utama
b) Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat
c) Riwayat alergi pada keluarga
d) Riwayat Asthma pada anak-anak.
b. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
a) Alergen
b) Stress emosional
c) Aktivitas fisik yang berlebihan
d) Polusi udara
e) Infeksi saluran nafas
2. Pemeriksaan fisik :
2) Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik :
a. Peningkatan dispnea.
b. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot
abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping
hidung).
c. Penurunan bunyi nafas.
d. Takipnea.
3) Gejala yang menetap pada penyakit dasar
a. Asthma
- Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan
perasaan dada seperti terikat.
- Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat
terdengar tanpa stetoskop.
- Pernafasan cuping hidung.
- Ketakutan dan diaforesis.
b. Bronkhitis
- Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-
abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari.
- Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.
- Sesak nafas
c. Bronkhitis (tahap lanjut)
- Penampilan sianosis
- Pembengkakan umum atau blue bloaters (disebabkan
oleh edema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor
pulmunal).
d. Empysema
- Penampilan fisik kurus dengan dada barrel chest
(diameter thoraks anterior posterior meningkat sebagai
akibat hiperinflasi paru-paru)
- Fase ekspirasi memanjang.
Emphysema (tahap lanjut)
e. Empysema (tahap lanjut)
- Hipoksemia dan hiperkapnia
- Penampilan sebagai pink puffer
- Jari jari tubuh
BAB III

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini yang telah lalu.
Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya. Kajian tersebut
berfokus kepada menifestasi klinis keluhan utama, kejadian yang membuat
kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga dan riwayat psikososial. Riwayat kesehatan dimulai dari biografi
pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan system
pernapasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama gambaran
kondisi tempat kerja), dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal
mencakup kondisi tempat tinggal, serta apakahpasien tinggal sendiri atau
dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang
(discharge planning).
a. Keluhan utama
Keluhan utama akan mennetukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. keluhan yang biasa
muncul pada pasien yang mengalami gangguan siklus oksigen dan
karbondioksida antara lain batuk, peningkatan produksi sputum,
dispnea, hemoptisis, wheezing, stridor dan nyeri dada.
1) Batuk (cough)
2) Peningkatan produksi sputum
3) Dispnea
4) Hemoptisis
5) Chest pain
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat menanyakan tentang riwayat penyakit pernapasan pasien.
Secara umum perawat perlu menanyakan hal hal berikut :
1) Riwayat merokok
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru
paru sekurang kurangnya ada tiga hal, yaitu :
1) Penyakit infeksi
2) Kelainan alergi
3) Pasien bronchitis kronis
2. Kajian system (Head to Toe)
a. Inspeksi
Prosedure inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai
berikut :
1) Pemeiksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus
dalam keadaan duduk.
2) Dada diebservasi dengan membadngkan satu sisi dengan yang
lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah.
4) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya
(skar, lesi, dan masa) dan gangguan tulang belakang (kifosiis,
skoliosis dan lordosis).
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan dan kesimetrisan
pergerakan dada.
6) Observasi tipe pernapasan seperti : pernapasan hidung atau
pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I)
dan fase ekspirasi (E). rasio pada fase ini normalnya adalah 1 :
2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya
obstruksi pada jalan napas sering ditemukan pasien dengan
chronic airflow limitation (CAL) / chronic obstructive
pulmonary disease (COPD).
8) Kaji konfigurasi dada dan dibandingkan diameter ateroposterior
(AP) dengan diameter lateral /transversal (T). Rasio normal
berkisar anatara 1 : 2 sampai5 : 7, tergantung dari kondisi cairan
tubuh pasien.

9) Kelaianan pada bentuk dada :


a) Barrel chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru paru.
Terdapat peningkatan diameter AP : T (1 : 1),s erring
terjadi pada pasien emfisema.
b) Funnel chest (pectus excavatum)
Timbul jika terjadi depresi pada bagianbawah dari
sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh
darah besar yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini
dapat timbul pada ricketsia, marfans syndrome atau
akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon chest (pectus carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum yang
mengakibatkan terjadi peningkatan diameter AP. Terjadi
pada pasien dengan kifoskoliosis berat.
d) Kyphoscolisis
Terlihat dengan adanya elevasi skaapula yang akan
menganggu pergerakan paru paru . kelainan ini dapat
timbul pada pasiendengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang memengaruhi toraks.
Kifosis : menigkatnya kelegkungan normal columna
vertebrae thoracalis meneyebabkan pasien tampak
bengkok.
Skoliosis : melengkungnya vertebrae thoracalis ke
samping disertai rotasi vertebral.
10) Observasi kesimetrian pergerakan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnyaekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru paru atau pleura.
11) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi,
yang dapat mengiindikasikan obstruksi jalan napas.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tectile premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna
untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti
massa, lesi dan nyeri. Perhatikan adanya getaran dinding dada yang
dihasilkan ketika berbicara (vocal premitus).

c. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner,
organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu :
1) Suara perkusi normal :
a) Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru paru
normal umumnya bergaung dan bernada rendah.
b) Dullness : dihasilkan diatas bagian jantung atau paru paru
c) Tympany : dihasilakn diatas perut yang berisi udara
umumnya bersifat musical.
2) Suara perkusi abnormal :
a) Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru paru yang
abnormal berisi udara.
b) Flatness : nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat
didengar pada perkusi daerah paha, dimana seluruh
areanya berisi jaringan.

d. Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermanka mencakup
mendengarkan suara napas normal dan suara tambahan (abnormal).
Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan
napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.
1) Jenis suara napas normal adalah :
a) Bronchial : sering juga disebut dengan tubular sound
karena suara yang dihasilkan oleh udara yang melalui
suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring
dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih
panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara
kedua fase tersebut. Normal terdngar di atas trachea atau
daerah lekuk supraternal.
b) Bronkovesikullar : merupakan gabungan dari suara napas
bronchial dan vesicular. Suaaranya tedengar nyaring
dengan intensitas sedang. Inspirasi dama panjang dengan
ekpirasi. Suara ini terdengar di daerah dada dimana
bronkus tertutup oleh dinding dada.
c) Vesicular : terdengar lembut, halus, seperti angin spoi
spoi, inspirasi lebihpanjang dari ekspirasi terdengar
seperti tiupan.
2) Jenis suara napas tambahan adalah :
a) Wheezing
b) Ronchi
c) Pleural friction rub
d) Crackles :
- Fine crackles
- Coarse crackles
3. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup
pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi.
Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stress. Penyakit pernapasan
kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain. Isolasi sosial, masalah keunangan,
pekerjaan, atau ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme
prngobatan, perawatan dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah
strss psikososial dan mencari jalan keluarnya
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini, sesuai dengan Nanda
(2012) :
Pembersihan jalan napas, ketidakefektifan (1980, 1996, 1998) :
ketidakmampuan untuk membersihkan secret atau obstruksi saluran napas
guna mempertahankan jalan napas yang bersih.
Petukaran gas, gangguan (1980, 1996, 1998) : kelebihan atau kekurangan
oksigenasi atau eminasi karbondioksida di membrane kapiler alveolar.
Pola napas, ketidakefektifan (1980, 1996, 1998) : inspirasi dan atau ekpirasi
yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.
Intoleransi aktivitas, resiko (1982) : berisiko mengalami ketidakcukupan
energy fisiologi atau psikologi untuk melanjtkan atau menyelesaikan
aktivitas sehari hari yang harus dan ingin dilakukan.
Nutrisi, Ketidakseimbangan : Kurang dari kebutuhan tubuh (1975, 2000) :
asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.

C. Perencanaan
Intervensi dan rasional PPOK berdasarkan konsep Nursing intervention
classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).

N Diagnosa Keperawatan Perencanaan


Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
O (NANDA)
1. Ketidakefektifan Status respirasi : a. Manajeme
pembersihan jalan napas Kepatenan jalan n jalan
(1980, 1996, 1998)yang napas dengan napas
b. Penurunan
berhubungan dengan : skala.
kecemasan
a. Bronkospas (1-5) setelah
c. Pencegaha
me diberikan perawatan
n aspirasi
b. Penigkatan
selamahari d. Fisioterapi
produksi
dengan krteria : dada
secret (secret e. Latihan
d. Tidak ada
yang batuk
demam
tertahan, e. Tidak ada efektif
f. Terapi
kental) cemas
c. Menurunnya f. Respirato oksigen
g. Pemberian
energy/fatigu ry Rate
e dalam posisi
h. Memonitor
Data data : batas
keadaan
a. Pasien normal
g. Irama umum
mengeluh
i. Memonitor
napas
sulit
tanda vital
dalam
untuk
batas
bernapas
b. Perubaha normal
h. Pergeraka
n kedalam
n sputum
/ jumlah
keluar
napas,
dari jalan
dan
napas
pengguna
i. Bebas
an otot
dari suara
bantu j. Napas
pernapasa tambahan
n
c. Suara
napas
abnormal
seperti :
wheezing,
ronchi
dan
crackles
d. Batuk
(persisten
) dengan
atau tanpa
produksi
sputum
2. Kerusakan pertukaran Status respirasi : a. Manajemen asam
gas yang berhubungan Pertukaran gas dan basa tubuh
b. Manajemen jalan
dengan : dengan skala . (1
napas
a. Kurangnya 5) setelah
c. Latihan batuk
suplai O2 diberikan perawatn d. Peningkatan
(obstruksi selama hari aktivitas
e. Terapi oksigen
jalan napas dengan kriteria :
f. Memonitor
oleh secret, a) Status mental
respirasi
bronkospasm dalam batas g. Memonitor tanda
e dan normal vital
b) Bernapas
terperangkap
dengan
nya udara)
b. Destruksi mudah
c) Tidak ada
alveoli
sianosis
Data data :
d) PO2 dan
a) Dipsnea
PCO2 dalam
b) Bingung, lemah
c) Tidak mampu batas normal
e) Saturasi O2
mengeluarkan
dalam
secret
d) Nilai ABGs rentang
abnormal normal
a)
(hipoksia dan
hiperkapnia)
e) Perubahan tanda
vital
f) Menurunya
toleransi
aktivitas

3. Ketidakseimbangan Klien akan 1. Kaji kebiasaan


Nutrisi Kurang dari menunjukkan diit. Catat derajat
kemajuan/peningkat
Kebututuhan Tubuh, kesulitan makan.
an status nutrisi
yang berhubungan Kriteria hasil Evaluasi BB.
dengan : a. Klien tidak Rasional : pasien
- Penyakit kronis mengalami distress
- Kesulitan kehilangan BB pernapasan sering
mengunyah lebih lanjut anoreksia. Dan
atau menelan b. Masukan juga sering
- Intoleransi
makanan dan mempunyai pola
makanan
- Hilang nafsu cairan makan yang
makan meningkat buruk. Sehingga
- Mual muntah c. Urine tidak cenderung BB
pekat menurun.
d. Output urine 2. Berikan perawatan
meningkat. oral. Rasional :
e. Membran kebersihan oral
mukosa lembab menghilangkan
f. Kulit tidak bakteri penumbuh
kering baumulut dan
g. Tonus otot meningkatkan
membaik rangsangan/nafsu
makan.
3. Hindari makanan
penghasil gas dan
minuman karbont.
Rasional :
Menimbulkan
distensia bdomen
dan meningkatkan
dispnea.
4. Sajikan menu
dalam keadaan
hangat. Rasional :
menu hangat
mempengaruhi
relaksasi
spingter/saluran
pencernaan
sehingga respon
mual muntah
berkurang.
5. Anjurkan makan
sedikit tapi sering.
Rasional :
mencegah perut
penuh dan
menurunkan
resiiko mual.
6. Kolaborasi tim
medis untuk
menentukan diit.
Rasional :
menentukan diit
yang tepat sesuai
perhitungan ahli
gizi.
4. Intoleransi Aktivitas, a. Jelaskan
ynag berhubungan aktivitas dan
dengan : faktor yang
- Kelemahan dapat
umum meningkatkan
- Ketidakseimba
kebutuhan
ngan antara
oksigen.
suplai dan
Rasional :
kebutuhan
merokok, suhu
oksigen
ekstrem dan
stress
menyebabkan
vasokontriksi
pembuluh
darah dan
miningkatkan
beban jantung.
b. Ajarkan
program hemat
energy.
Rasional :
mencegah
penggunaan
energy
berlebihan.
c. buat jadwal
aktivitas
harian,
tingkatkan
secara
bertahap.
Rasional :
mempertahank
an pernapasan
lambat dengan
tetap
memerhatikan
latihan fisik
yang
memungkinka
n peningkatan
kemampuan
otot bantu
pernapasan.
d. Ajarkan teknik
napas efektif.
Rasional :
meningkatkan
oksigenasi
tenpa
mengorbankan
banyak energy.
e. Pertahankan
terapi oksigen
tambahan.
Rasional :
mempertahank
an,
memperbaiki
dan
meningkatkan
konsentrasi
oksigen darah.
f. Kaji respons
abnormal
setelah
aktivitas.
Rasional :
respon
abnormal
meliputi nadi,
tekanan darah,
dan
pernapasan
yang
meningkat.
g. Beri waktu
istirahat yang
cukup.
Rasional :
meningkatkan
daya tahan
klien,
mencegah
kelelahan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam
saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan
obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan
karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang
terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas,
batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan sehari-hari seperti merokok,
lingkungn yang tidak bersih, mempunyai penyakit saluran pernfasan, dll.
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara total karena penyakit ini merupakan
penyakit komplikasi seperti asma, emphiema, bronkus kritis dll. Hanya saja akan
berkurang secara bertahap apabila rutin berkonsultasi dengan dokter, mengubah
pola hidup sehari-hari dan sering berolahraga.

B. Saran
Daftar Pustaka

Johnson, Marlon. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed. 5.

Somantri, Irman. 2008 . Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Wilkonson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Ed.9 . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai