Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

LAPORAN PENDAHULUAN ROLE PLAY

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI : PRECAUTION

M.K. KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DALAM KEPERAWATAN

Di Susun Oleh :

Kelompok I

SULISTIANI

YANTI AISYAH

PUTU ARTA

MAGDALENA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYAKARTA

PKP DKI JAKARTA

2017
LAPORAN PENDAHULUAN ROLE PLAY

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI : PRECAUTION

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman . Praktisi atau teknisi yang memantau
untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari
penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang
menurun terhadap mikroorganisme infeksius , meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan akut
atau ambulatory, klien dapat terpajan pada mikroorganisme baru atau berbeda, yang beberapa dari
mikroorganisme tersebut dapat saja resisten terhadap banyak antibiotic. Dengan cara mempraktikan
teknik pencegahan dan penembalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme
terhadap klien.

B. Tujuan

1. Mengetahui definisi infeksi

2. Mengetahui rantai dan proses infeksi

3. Mengetahui pencegahan dan pengendalian infeksi

4. Mengetahui kewaspadaan isolasi

C. Rumusan Masalah

Mengetahui lebih detail tentang rantai infeksi

Mengetahui pencegahan dan pengendalian infeksi


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Rantai Infeksi

Rantai infeksi adalah sebuah model yang digunakan untuk memahami proses infeksi. Rantai Infeksi
terdiri atas : agen infeksi, reservoir, portalkeluar dari reservoir, cara penularan, dan portal masuk ke
dalam host.Pemahaman karakteristik setiap poin dalam mata rantai dapat membuat perawat merawat
pasien yang rentan dengan infeksi lebih baik lagi. Sebuah kesadaran siklus ini juga menjadikan perawat
lebih berpengetahuan tentang metode perlindungan diri.

2. Bagan Rantai Infeks


1. INFECTIOUS AGENT/ Agen Infeksi

Sebuah organisme mikroba dengan kemampuan untuk menyebabkan penyakit. Semakin besar
virulensi organisme (kemampuan untuk tumbuh dan berkembang biak), invas i (kemampuan untuk
masuk ke dalam jaringan) dan patogenisitas (kemampuan untuk menyebabkan penyakit), semakin
besar kemungkinan bahwa organisme akan menyebabkan infeksi. Agen infeksius adalah bakteri, virus,
jamur, dan parasit.2.

2. RESERVOIR

Tempat di mana mikroorganisme dapat berkembang dan bereproduksi. Sebagai contoh ,


mikroorganisme berkembang pada manusia, hewan, dan benda mati seperti air, permukaan meja,
dan gagang pintu.3.

3. PORTAL OF EXIT / Portal keluar dari reservoir

Sebuah tempat keluar mikroorganism meninggalkan reservoir. Sebagai contoh, mikroorganisme


dapat meninggalkan reservoir melalu i hidung atau mulut ketika seseorang bersin atau batuk.
Mikroorganisme, terbawa dari tubuh oleh tinja, juga dapat meninggalkan reservoir usus yang
terinfeksi.4.

4. MODE OF TRANSMISSION / Cara Penularan

Bibit penyakit (mikroba pathogen) dapat menular (berpindah) dari penderita, hewan sakit atau
reservoir bibit penyakit lainnya, ke manusia sehat dengan beberapa cara.

1. Melalui Kontak Jasmaniah (Personal Contact)

a. Kontak Langsung (Direct Contact)

Bibit penyakit menular karena kontak badan dengan badan antara penderita dan orang yang
ditulari. Misalnya penularan penyakit kelamin seperti Sypilis, Gonorhoe, dan penyakit kulit scabies
(kudis).

b. Kontak Tidak Langsung

Bibit penyakit menular dengan perantaraan benda-benda yang terkontaminasi karena


telah berhubungan dengan penderita ataupun bahan-bahan yang berasal dari penderita yang
mengandung bibit penyakit seperti feces, urina, darah, muntahan, dan sebagainya.
2. Melalui makanan dan minuman (Food Borne Infections)

Bibit penyakit menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi, dalam perjalanan sebelum siap
dikonsumsi antara lain:

a. Dari sumbernya : misalnya susu berasal dari sapi yang menderita

b. Waktu pengangkutan: misalnya diangkut dengan alat angkut yang tidak seharusnya.

c. Tempat penyimpanan: misalnya makanan terkontaminasi oleh kotoran tikus atau kotoran kecoa
karena makanannya tidak tertutup baik.

d. Pengolahan:misalkan makanan diolah oleh petugas yang sedang sakit.

e. Penyajian: misalnya makanan dihinggapi lalat (Musca domestica).

Penyakit–penyakit yang menular dengan cara ini antara lain: Cholera, thypus abdomalis, Dysentri

3. Melalui Serangga (Artrhopod Borne Infection)

Bibit penyakit yang menular melalui serangga (arthropoda). Dalam hal ini serangga pun dapat

merupakan host (tuan rumah) dari bibit penyakit ataupun sebagai (transmiter) saja. Misalnya:

a. Malaria disebabkan oleh Plasmodium sp, (protozoa) ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp.

b. Demam berdarah (Dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus Dengue, ditularkan oleh

nyamuk Aedes aegypti.

4. Melalui udara (Air Bone Infection

Penyakit yang menular melalui udara, terutama penyakit saluran pernapasan seperti:

a. Melalui debu di udara yang mengandung bibit penyakit. Misalnya penularan penyakit

Tuberculosa paru-paru yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis.

b. Melalui tetes ludah halus (Droplet infections)

Bibit penyakit yang menular dengan perantaraan percikan ludah pada penderita batuk atau

bercakap-cakap. Misalnya:penyakit diphteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.

Metode transfer oleh organisme yang bergerak atau dibawa dari satu tempat ke tempatlain.

Tangan pekerja kesehatan dapat membawa bakteri dari satu orang ke orang lain.5.
5. PORTAL OF ENTRY

Sebuah portal/pintu gerbang/tempat masuk mikroorganisme ke dalam host/penderita . Portal


termasuk lubang tubuh, selaput lendir, atau istirahat di kulit. Portal juga hasil dari tabung yang
ditempatkan dalam rongga tubuh, seperti kateter urin, atau dari tusukan yangdihasilkan oleh prosedur
invasif seperti penggantian cairan intravena.6.

6. SUSCEPTIBLE HOST

Seseorang / Individu yang tidak bisa menahan invasi mikroorganisme ke dalam tubuhnya dan
mengakibatkan infeksi. Host rentan terhadap penyakit, kurang kekebalan atau ketahanan fisik untuk
mengatasi invasi oleh mikroorganisme patogen.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi
(pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan
pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada
pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:

1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis
B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk
nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.

3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan.

Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang
terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission
based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)

4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas


kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit
yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

D. Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan
petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien
infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius
diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala
klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.

Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :

 Standard Precautions /Kewaspadaan Standar

gabungan dari:

 Universal Precautions/Kewaspadaan Universal

 Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh

berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan
kesehatan

 Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi

dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard precautions.

Sejarah Kewaspadaan Isolasi

 Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung terinfeksi/kolonisasi.


Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan
beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:

1. Kebersihan tangan/Handhygiene

2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face
shield(pelindungwajah), gaun

3. Peralatan perawatan pasien

4. Pengendalian lingkungan

5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan

7. Penempatan pasien

8. Hyangiene respirasi/Etika batuk

9. Praktek menyuntik yang aman

10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi

 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada
pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat
ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.

3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:

– kewaspadaan transmisi kontak

– kewaspadaan transmisi droplet

– kewaspadaan transmisi airborne

Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena
suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

1. Kewaspadaan transmisi Kontak

a) Penempatan pasien :

 Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)

 Kohorting (management MDRo )

b) APD petugas:

 Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan
sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik

 Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan

c) Transport pasien

 Batasi kontak saat transportasi pasien

2. Kewaspadaan transmisi droplet

a) Penempatan pasien :

 Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m

 Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka

b) APD petugas:

 Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien

c) Transport pasien
 Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi

 Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne

a) Penempatan pasien :

 Di ruangan tekanan negatif

 Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol

 Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA

 Pintu harus selalu tertutup rapat.

 kohorting

 Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m

 Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran

 Ventilasi airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih mahal)

 Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang

b) APD petugas:

 Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur

 Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,

 Gaun

 Goggle

 Sarung tangan

(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol)

c) Transport pasien

 Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan

 Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

Catatan :

Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang yang
sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.

Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat
inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien

2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya

3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)

4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius

5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang
terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan
antara pasien.

6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang
telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya.

7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)

8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan
didisinfeksi benar.

E. Kebersihan Tangan

Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan
baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi
nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang
digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau
handrub berbasis alkohol.

Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi
(orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang
penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.

Kapan Mencuci Tangan?

 Segera setelah tiba di rumah sakit

 Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien

 Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien

 Diantara kontak pasien satu dengan yang lain

 Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien

 Sesudah ke kamar kecil


 Sesudah kontak darah atau cairan tubuh lainnya

 Bila tangan kotor

 Sebelum meninggalkan rumah sakit

 Segera setelah melepaskan sarung tangan

 Segera setelah membersihkan sekresi hidung

 Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Alternatif Kebersihan Tangan

 Handrub berbasis alkohol 70%:

– Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas

– Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau

– Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml 100 ml alkohol 70 %)

 Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan

 Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor
harus mencuci tangan sabun dan air mengalir

 Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir

 Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun
antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.

 Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit

Enam langkah kebersihan tangan :

Langkah 1 : Gosokkan kedua telapak tangan

Langkah 2 : Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan sebaliknya

Langkah 3 : Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang

Langkah 4 : Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan sebaliknya

Langkah 5 : Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan lakukan
sebaliknya

Langkah 6 : Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan
lakukan sebaliknya
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. KASUS

Rumah sakit merupakan suatu industri jasa yang padat karya, padat pakar, padat modal, dan padat
tehnologi, dimana resiko terjadi kecelakaan akibat kerja sangat tinggi. Salah satu kecelakaan akibat kerja
yang banyak terjadi di rumah sakit adalah kecelakaan kerja tertusuk jarum suntik, yaitu merupakan
suatu pekerjaan yang berkaitan dengan menyuntik. Data kecelakaan kerja tertusuk jarum suntik pada
perawat di RSD pada bulan januari sampai maret tahun 2010, tercatat terdapat 9 kasus kecelakaan kerja
tertusuk jarum suntik pada perawat di beberapa ruang perawatan. Dari 9 kasus tersebut terdapat 1
kasus tertusuk jarum suntik bekas menyuntik pasien suspect typus dan hepatitis B. Karena kelalaian dan
kecelakaan kerja di rumah sakit, perawat tersebut mendapat penyakit akibat kerja dan setelah diperiksa
perawat tersebut positif menderita hepatitis B dari pasien.

B. PEMBAGIAN PERAN

1. Mahasiswi Sulistiani sebagai perawat


2. Mahasiswi yanti Aisyah sebagai pasien
3. Mahasiswi Magdalena sebagai petugas labolatorium
4. Mahasiswa Putu Arta sebagai dokter

Suatu hari di RS datang seorang pasien ke poli penyakit dalam. Pasien tampak jaundice sambil
memegang perutnya. Pasien tersebut adalah pasien lama yang sudah di diagnose hepatitis B.
saat itu poliklinik menjelang tutup .

Dialog
Suster : Pasien ny.M harap masuk ke pintu 2
Pasien : selamat siang dokter…
Dokter: selamat siang bu…apa yang ibu rasakan / keluhan ibu hari ini?
Pasien : saya meras mual, dari pagi muntah, perut saya sakit sekali
Lalu dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
Dokter: ibu saya beri pengantar untuk pemeriksaan darah di labolatorium…Bila ada hasil ibu
Kembali lagi kesini
Pasien : Baik dokter
Pasienpun keluar ruangan dan bergegas pergi ke labolatorium
Pasien : Selamat siang saya mau periksa darah
Petugas lab: Petugas sambil melihat jam yang sudah menunjukkan jam dinas pagi akan
berahir….sambil tergesa-gesa menyiapkan spuit dan tabung …. Petugas lalu menghampiri pasien
yang sudah menunggu….petugas lalu mengambil darah pasien dengan tergesa-gesa ….setelah
selesai mengambil darah dan akan menutup spuit tangannya tertusuk jarum…dan betapa kaget
dan panik petugas labolatorium tersebut
Petugas lab : menghampiri dokter dan perawat
Dokter : jangan panic ya bu
Perawat : bila tertusuk jarum suntik jangan panik
Langkah yang harus dilakukan:
1. Keluarkan darah dari area yang tertusuk jarum. Dengan cara membiarkan area
luka yang berdarah dibawah air mengalir selama beberapa menit
2. Cuci luka tersebut
3. Keringkan dan tutup luka
4. Segera minta bantuan medis

Petugas lab : Terima kasih dokter dan suster

BAB IV

PEMBAHASAN

TERTUSUK JARUM SUNTIK

Problem tertusuk jarum suntik / benda tajam masih merupakan masalah besar di dunia
kesehatan. Setiap tenaga kesehatan yang dalam pekerjaannya menggunakan jarum / benda
tajam pasti pernah mengalaminya. Padahal, resiko yang ditimbulkannya tidak dapat dianggap
remeh.peluang tertular penyakit hepatitis atau bahkan HIV sangat besar. Namun sayangnya
adanya resiko yang begitu besar masih belum diimbangi dengan upaya pencegahan yang
maksimal. Sehingga kejadian tertusuk jarum / benda tajam masih terus saja terjadi di rumah
sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Upaya pencegahan tertusuk jarum suntik / benda tajam yang tidak maksimal menimbulkan
masalah kesehatan bukan hanya di tempat jarum / benda tajam tersebut digunakan. Tapi juga
diseluruh rantai proses dimana jarum / benda tajam tersebut berada. Sebagai contoh,
seorang petugas kesehatan membuang jarum suntik bekas di tempat sampah biasa.
Maka, bahaya yang ditimbulkannya membentang mulai dari:
. Petugas cleaning service di RS
. Petugas pengangkut sampah di tempat pembuangan sampah
. Pemulung
. Oknum yang mendaur ulang jarum suntik bekas
. Pengguna jarum suntik bekas mulai dari anak sekolah dasar ( mainan )
. Teknisi tinta printer isi ulang, dan seterusnya.
Upaya pencegahan tertusuk jarum / benda tajam harus tuntas dilakukan mulai dari proses
pemilihan jarum suntik / benda tajam, penggunaan, pembuangan, sampe proses pemusnahan.
Jika tidak tuntas, risiko akan muncul di tempat dimana proses pencegahannya tidak dilakukan.
Prinsip utama pencegahan tertusuk jarum adalah:
. Isolasi jarum / benda tajam yang tidak digunakan menggunakan bahan yang tidak dapat
ditembus jarum.
. Hindari kontak langsung antara jarum / benda tajam dengan tangan anda
. Segera musnahkan jarum suntik / benda tajam yang sudah tidak dipakai lagi

Upaya pencegahan yang perlu kita lakukan adalah:

1. Pilih jarrum suntik yang mempunyai mekanisme keselamatan


2. Jangan pernah menutup kembali jarum suntik setelah selesai digunakan
3. Jangan pernah meletakkan jarum suntik dimeja / troli /rak setelah digunakan
4. Selalu tersedia tempat pembuangan jarum / benda tajam di tempat dimana anda
bekerja menggunakan jarum / benda tajam
5. Gunakan alat pembuka jarum / klem jika anda harus membuka jarum dari syringe / spuit
6. Buatlah “ neutral zone “ ditempat kerja yang menggunakan jarum suntik / benda tajam
berulang – ulang
7. Gunakan tempat pembuangan jarum suntik khusus yang sekali pakai, dan tidak dapat
ditembus jarum
8. Tutup rapat tempat pembuangan jarum suntik setelah terisi ¾
9. Musnahkan sampah jarum suntik / benda tajam di incinerator
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi dapat masuk ke tubuh manusia
melalui beberapa tahap. Adapun tanda dan gejala yang diakibatkan infeksi tersebut berbeda-beda,
tergantung dari penyebab dari infeksi yang mengakibatkannya.

Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai
penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang
terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission
based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).

Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5
tahun paska imunisasi.

Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan
membutuhkan program manajemen paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas
kesehatan berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya,
yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.

B. Saran

Disarankan bagi pembaca agar dapat lebih menjaga kesehatan diri diantaranya dengan menjaga
personal hygiene agar dapat terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh mikroorganisme.

Setelah seorang perawat mendapat ilmu mengenai pengendalian infeksi ini, sebaiknya sebagai
seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan dan
perawat diharapkan juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/39385574/Pengaruh-Politik-Thd-Penetapan-Kebijakan-Kesehatan

http://fidhiaaulia.blogspot.com/2012/09/cara-penularan-infeksi.html

Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta:
Kemenkes RI

Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen Bina
Yan Med

_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas
Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI

Notoatmodjo S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rhineka Cipta

Siegel JD et al. and HICPAC CDC. 2007. Guideline for Isolation Precaution: Preventing Transmission of
Infectious Agent in Healthcare Setting. CDC hal 1-92

Anda mungkin juga menyukai