Di Susun Oleh :
Kelompok I
SULISTIANI
YANTI AISYAH
PUTU ARTA
MAGDALENA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN ROLE PLAY
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman . Praktisi atau teknisi yang memantau
untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari
penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang
menurun terhadap mikroorganisme infeksius , meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan akut
atau ambulatory, klien dapat terpajan pada mikroorganisme baru atau berbeda, yang beberapa dari
mikroorganisme tersebut dapat saja resisten terhadap banyak antibiotic. Dengan cara mempraktikan
teknik pencegahan dan penembalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme
terhadap klien.
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Rantai infeksi adalah sebuah model yang digunakan untuk memahami proses infeksi. Rantai Infeksi
terdiri atas : agen infeksi, reservoir, portalkeluar dari reservoir, cara penularan, dan portal masuk ke
dalam host.Pemahaman karakteristik setiap poin dalam mata rantai dapat membuat perawat merawat
pasien yang rentan dengan infeksi lebih baik lagi. Sebuah kesadaran siklus ini juga menjadikan perawat
lebih berpengetahuan tentang metode perlindungan diri.
Sebuah organisme mikroba dengan kemampuan untuk menyebabkan penyakit. Semakin besar
virulensi organisme (kemampuan untuk tumbuh dan berkembang biak), invas i (kemampuan untuk
masuk ke dalam jaringan) dan patogenisitas (kemampuan untuk menyebabkan penyakit), semakin
besar kemungkinan bahwa organisme akan menyebabkan infeksi. Agen infeksius adalah bakteri, virus,
jamur, dan parasit.2.
2. RESERVOIR
Bibit penyakit (mikroba pathogen) dapat menular (berpindah) dari penderita, hewan sakit atau
reservoir bibit penyakit lainnya, ke manusia sehat dengan beberapa cara.
Bibit penyakit menular karena kontak badan dengan badan antara penderita dan orang yang
ditulari. Misalnya penularan penyakit kelamin seperti Sypilis, Gonorhoe, dan penyakit kulit scabies
(kudis).
Bibit penyakit menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi, dalam perjalanan sebelum siap
dikonsumsi antara lain:
b. Waktu pengangkutan: misalnya diangkut dengan alat angkut yang tidak seharusnya.
c. Tempat penyimpanan: misalnya makanan terkontaminasi oleh kotoran tikus atau kotoran kecoa
karena makanannya tidak tertutup baik.
Penyakit–penyakit yang menular dengan cara ini antara lain: Cholera, thypus abdomalis, Dysentri
Bibit penyakit yang menular melalui serangga (arthropoda). Dalam hal ini serangga pun dapat
merupakan host (tuan rumah) dari bibit penyakit ataupun sebagai (transmiter) saja. Misalnya:
a. Malaria disebabkan oleh Plasmodium sp, (protozoa) ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp.
b. Demam berdarah (Dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus Dengue, ditularkan oleh
Penyakit yang menular melalui udara, terutama penyakit saluran pernapasan seperti:
a. Melalui debu di udara yang mengandung bibit penyakit. Misalnya penularan penyakit
Bibit penyakit yang menular dengan perantaraan percikan ludah pada penderita batuk atau
Metode transfer oleh organisme yang bergerak atau dibawa dari satu tempat ke tempatlain.
Tangan pekerja kesehatan dapat membawa bakteri dari satu orang ke orang lain.5.
5. PORTAL OF ENTRY
6. SUSCEPTIBLE HOST
Seseorang / Individu yang tidak bisa menahan invasi mikroorganisme ke dalam tubuhnya dan
mengakibatkan infeksi. Host rentan terhadap penyakit, kurang kekebalan atau ketahanan fisik untuk
mengatasi invasi oleh mikroorganisme patogen.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi
(pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan
pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada
pasien ataupun pada petugas kesehatan.
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis
B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk
nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang
terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission
based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
D. Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan
petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien
infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius
diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala
klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.
gabungan dari:
berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan
kesehatan
dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard precautions.
Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face
shield(pelindungwajah), gaun
4. Pengendalian lingkungan
7. Penempatan pasien
Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena
suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
a) Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)
b) APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan
sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
c) Transport pasien
a) Penempatan pasien :
b) APD petugas:
c) Transport pasien
Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi
a) Penempatan pasien :
kohorting
Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m
Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran
Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang
b) APD petugas:
Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,
Gaun
Goggle
Sarung tangan
c) Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
Catatan :
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang yang
sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat
inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang
terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan
antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang
telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya.
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan
didisinfeksi benar.
E. Kebersihan Tangan
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan
baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi
nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang
digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau
handrub berbasis alkohol.
Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi
(orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang
penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.
Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor
harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun
antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
Langkah 2 : Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan sebaliknya
Langkah 3 : Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang
Langkah 4 : Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan sebaliknya
Langkah 5 : Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan lakukan
sebaliknya
Langkah 6 : Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan
lakukan sebaliknya
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. KASUS
Rumah sakit merupakan suatu industri jasa yang padat karya, padat pakar, padat modal, dan padat
tehnologi, dimana resiko terjadi kecelakaan akibat kerja sangat tinggi. Salah satu kecelakaan akibat kerja
yang banyak terjadi di rumah sakit adalah kecelakaan kerja tertusuk jarum suntik, yaitu merupakan
suatu pekerjaan yang berkaitan dengan menyuntik. Data kecelakaan kerja tertusuk jarum suntik pada
perawat di RSD pada bulan januari sampai maret tahun 2010, tercatat terdapat 9 kasus kecelakaan kerja
tertusuk jarum suntik pada perawat di beberapa ruang perawatan. Dari 9 kasus tersebut terdapat 1
kasus tertusuk jarum suntik bekas menyuntik pasien suspect typus dan hepatitis B. Karena kelalaian dan
kecelakaan kerja di rumah sakit, perawat tersebut mendapat penyakit akibat kerja dan setelah diperiksa
perawat tersebut positif menderita hepatitis B dari pasien.
B. PEMBAGIAN PERAN
Suatu hari di RS datang seorang pasien ke poli penyakit dalam. Pasien tampak jaundice sambil
memegang perutnya. Pasien tersebut adalah pasien lama yang sudah di diagnose hepatitis B.
saat itu poliklinik menjelang tutup .
Dialog
Suster : Pasien ny.M harap masuk ke pintu 2
Pasien : selamat siang dokter…
Dokter: selamat siang bu…apa yang ibu rasakan / keluhan ibu hari ini?
Pasien : saya meras mual, dari pagi muntah, perut saya sakit sekali
Lalu dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
Dokter: ibu saya beri pengantar untuk pemeriksaan darah di labolatorium…Bila ada hasil ibu
Kembali lagi kesini
Pasien : Baik dokter
Pasienpun keluar ruangan dan bergegas pergi ke labolatorium
Pasien : Selamat siang saya mau periksa darah
Petugas lab: Petugas sambil melihat jam yang sudah menunjukkan jam dinas pagi akan
berahir….sambil tergesa-gesa menyiapkan spuit dan tabung …. Petugas lalu menghampiri pasien
yang sudah menunggu….petugas lalu mengambil darah pasien dengan tergesa-gesa ….setelah
selesai mengambil darah dan akan menutup spuit tangannya tertusuk jarum…dan betapa kaget
dan panik petugas labolatorium tersebut
Petugas lab : menghampiri dokter dan perawat
Dokter : jangan panic ya bu
Perawat : bila tertusuk jarum suntik jangan panik
Langkah yang harus dilakukan:
1. Keluarkan darah dari area yang tertusuk jarum. Dengan cara membiarkan area
luka yang berdarah dibawah air mengalir selama beberapa menit
2. Cuci luka tersebut
3. Keringkan dan tutup luka
4. Segera minta bantuan medis
BAB IV
PEMBAHASAN
Problem tertusuk jarum suntik / benda tajam masih merupakan masalah besar di dunia
kesehatan. Setiap tenaga kesehatan yang dalam pekerjaannya menggunakan jarum / benda
tajam pasti pernah mengalaminya. Padahal, resiko yang ditimbulkannya tidak dapat dianggap
remeh.peluang tertular penyakit hepatitis atau bahkan HIV sangat besar. Namun sayangnya
adanya resiko yang begitu besar masih belum diimbangi dengan upaya pencegahan yang
maksimal. Sehingga kejadian tertusuk jarum / benda tajam masih terus saja terjadi di rumah
sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Upaya pencegahan tertusuk jarum suntik / benda tajam yang tidak maksimal menimbulkan
masalah kesehatan bukan hanya di tempat jarum / benda tajam tersebut digunakan. Tapi juga
diseluruh rantai proses dimana jarum / benda tajam tersebut berada. Sebagai contoh,
seorang petugas kesehatan membuang jarum suntik bekas di tempat sampah biasa.
Maka, bahaya yang ditimbulkannya membentang mulai dari:
. Petugas cleaning service di RS
. Petugas pengangkut sampah di tempat pembuangan sampah
. Pemulung
. Oknum yang mendaur ulang jarum suntik bekas
. Pengguna jarum suntik bekas mulai dari anak sekolah dasar ( mainan )
. Teknisi tinta printer isi ulang, dan seterusnya.
Upaya pencegahan tertusuk jarum / benda tajam harus tuntas dilakukan mulai dari proses
pemilihan jarum suntik / benda tajam, penggunaan, pembuangan, sampe proses pemusnahan.
Jika tidak tuntas, risiko akan muncul di tempat dimana proses pencegahannya tidak dilakukan.
Prinsip utama pencegahan tertusuk jarum adalah:
. Isolasi jarum / benda tajam yang tidak digunakan menggunakan bahan yang tidak dapat
ditembus jarum.
. Hindari kontak langsung antara jarum / benda tajam dengan tangan anda
. Segera musnahkan jarum suntik / benda tajam yang sudah tidak dipakai lagi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi dapat masuk ke tubuh manusia
melalui beberapa tahap. Adapun tanda dan gejala yang diakibatkan infeksi tersebut berbeda-beda,
tergantung dari penyebab dari infeksi yang mengakibatkannya.
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai
penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang
terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission
based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5
tahun paska imunisasi.
Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan
membutuhkan program manajemen paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas
kesehatan berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya,
yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
B. Saran
Disarankan bagi pembaca agar dapat lebih menjaga kesehatan diri diantaranya dengan menjaga
personal hygiene agar dapat terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh mikroorganisme.
Setelah seorang perawat mendapat ilmu mengenai pengendalian infeksi ini, sebaiknya sebagai
seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan dan
perawat diharapkan juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/39385574/Pengaruh-Politik-Thd-Penetapan-Kebijakan-Kesehatan
http://fidhiaaulia.blogspot.com/2012/09/cara-penularan-infeksi.html
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta:
Kemenkes RI
Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen Bina
Yan Med
_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas
Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI
Siegel JD et al. and HICPAC CDC. 2007. Guideline for Isolation Precaution: Preventing Transmission of
Infectious Agent in Healthcare Setting. CDC hal 1-92