Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan menurut peraturan
pemerintah no. 32 tahun 1996. Perawat diposisikan sebagai salah satu dari profesi tenaga
kesehatan yang menempati peran yang setara dengan tenaga kesehatan lain.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat harus terlebih dahulu
memberikan informed consent kepada pasien. Persetujuan tindakan medik atau informed
consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan, tetapi setiap tindakan medic
yang mengandung resiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani
oleh yang hendak memberikan persetujuan.

2. Rumusan masalah
a) Apa pengertian informed consent ?
b) Bagaimana komponen-komponen informed consent ?
c) Apa tujuan pelaksaan informed consent?
d) Apa fungsi pemberian informed consent ?
e) Bagaimana peran perawat dalam pemberian informed consent?
f) Apa saja hal-hal yang dapat diinformasikan ?
g) Apa saja hal-hal yang dapat mempengaruhi proses informed consent?
h) Apa faktor yang mempengaruhi penerimaan informasi bagi seseorang ?

3. Tujuan penulisan
a) Mengetahui pengertian informed consent
b) Mengetahui komponen-komponen informed consent
c) Mengetahui tujuan pelaksaan informed consent
d) Mengetahui fungsi pemberian informed consent
e) Mengetahui peran perawat dalam pemberian informed consent
f) Mengetahui hal-hal yang dapat diinformasikan
g) Mengetahui hal-hal yang dapat mempenaruhi proses informed consent
h) Mengetahui faktor yang mempengaruhi permintaan informasi bagi seseorang
i) Mengetahui permasalahan informed consent consent.
BAB II
INFORMED CONSENT
A. Pengertian Informed Consent
Istilah Informed consent dalam Undang-Undang Kesehatan kita tidak ada, yang
tercantum adalah istilah persetujuan, menerima atau menolak tindakan pertolongan setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut.
Informed consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes RI Nomor 585/MEN.KES/PER/X/1989 Di mana
pasal 1 (a) menyatakan bahwa persetujuan tindakan medik (informed consent) adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed consent mencakup
peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien. Interaksi
tersebut melahirkan suatu hubungan yang disebut hubungan dokter-pasien.
Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu informed dan consent.
Informed berarti telah mendapat penjelasan atau informasi; sedangkan consent berarti
memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan demikian informed consent berarti suatu
persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi atau dapat juga dikatakan informed
consent adalah pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional,
sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah dimengerti olehnya.
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45
serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. Maka Informed Consent
adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No.
319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien /
keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien 2 atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap suatu
tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting mengenai sifat serta
konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat berdasarkan prinsip autonomi,
beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia di mana otonomi dan
integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien tidak kompeten, maka
persetujuan diberikan oleh keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak
kompeten juga, maka tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan
medis tertentu sesuai keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam kasus-
kasus luar biasa (exraordinary means). Namun untuk pasien kritis atau darurat yang harus
segera diambil tindakan medis untuk menyelamatkannya, proxy consent tidak dibutuhkan.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan
adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Suatu persetujuan dianggap sah apabila:

1. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi


2. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/persetujuan
3. Persetujuan harus diberikan secara sukarela.

B. Komponen-komponen Informed Consent


1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya
lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap).
Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis.
Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut
kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi
yang penuh diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan
tertentu.
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar
dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan
sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan
mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental
sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
2. Information elements
Terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman). Elemen ini berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi
kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa
sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa
”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :
a. Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi
ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bakebiasaan tersebut di atas tidak sesuai
dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna”
(menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial
pasien.
b. Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.
c. Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.
3. Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)
dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan,
misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan
tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui
tawarannya.

C. Tujuan Pelaksanaan Informed Consent


Dalam hubungan antara pelaksana dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien),
maka pelaksanaan informed consent, bertujuan untuk:
1. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala
tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan
pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang
bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta
penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization”
yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.
2. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-
tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga
dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin
dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan
standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka
tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian
(negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan
dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.

D. Fungsi Pemberian Informed Consent


Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia Penghormatan
terhadap hak otonomi perorangan yaitu hak untuk menentukan nasibnya sendiri Proteksi
terhadap pasien sebagai subjek penerima pelayanan kesehatan (health care receiver =
HCR)Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati
pasienMenghindari penipuan dan misleadingoleh dokterMendorong diambil keputusan
yang lebih rasionalMendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan
kesehatanSebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan
kesehatanMenimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk melakukan introspeksi
terhadap diri sendiri.

E. Peran Perawat dalam Pemberian Informed Consent


Peran merupakan sekumpulan harapan yang dikaitkan dengan suatu posisi dalam
masyarakat. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Berhubungan dengan
profesi keperawatan, orang lain dalam definisi ini adalah orang-orang yang berinteraksi
dengan perawat baik interaksi langsung maupun tidak langsung terutama pasien sebagai
konsumen pengguna jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Peran perawat professional dalam pemberian informed consent adalah dapat
sebagai client advocate dan educator. Client advocate yaitu perawat bertanggung jawab
untuk membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk
mengambil persetujuan (informed consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya. A client advocate is an advocate of client’s rights. Sedangkan educator yaitu
sebagai pemberi pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga.

F. Hal – hal yang Dapat di Informasikan


1. Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah
diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
a. Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai
upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi
alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini
jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan
tersebut juga harus diberitahu pada pasien.
Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko
dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus
memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada
kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain
yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
b. Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis
dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya
yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi
hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan
subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan
kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
c. Rujukan atau konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa
kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi
pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk
saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan
kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani
pasien tersebut lebih baik darinya.
d. Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele,
ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak
mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak
mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka.
Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh
dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian
dari informed consent.
G. Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Informed Consent :
1. Bagi pasien
a. Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
b. Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada
waktu untuk tanya jawab
c. Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna
informasi
d. Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
2. Bagi petugas kesehatan
a. Pasien tidak mau diberitahu.
b. Pasien tak mampu memahami.
c. Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
d. Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

H. Faktor yang mempengaruhi penerimaan informasi bagi seseorang


1. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi pendidikan orang tua akan semakin luas wawasan pengetahuan
dan akan semakin mudah untuk menerima dan mengangkat informasi yang
disampaikan. Tingkat pendidikan ini akan berpengaruh terhadap kondisi sosial
ekonomi, penerimaan informasi oleh petugas kesehatan serta menentukan penilaian
objektif dan kognitif terhadap pengalaman prioritas yang lain (Andrew, MC. Ghie,
1999).
2. Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang telah dihayati (Purwardaminta, 1991).
Pengalama baik bersifat efektif dan kognitif akan mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan terhadap kehidupannya, pengalaman juga dapat terjadi setelah
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian
besar pengethuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Andrew, MC. Ghie,
1999).
3. Nilai sosial dan budaya
Nilai sosial adalah segala sesuatu yang mendasari perilaku seseorang yang
ditinjau dari segi nilai-nilai, kemanusiaan pengaruh dari individu lain dan
sebagainya. Sistem nilai yang dianut oleh sesorang akan dapat mempengaruhi pola
pikir, sikap, dan tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan. Dalam pembangunan
kesehatan, aspek tingkah laku yang didasari oleh faktor sosial budaya perlu mendapat
perhatian, karena umumnya program kesehatan lebih berhasil apabila intensitas
tingkah laku sosial budaya individu ataupun masyarakat tidak begitu kuat (Azwar,
1996).
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap
suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting mengenai
sifat serta konsekuensi tindakan tersebut.
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa
yang tidak akan dilakukan terhadap paisien. Imformed consent dilihat dari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara kedua pihak, melainkan lebih kearah persetujuan
sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Peran perawat dalam informed consent membantu pasien untuk mengambil
keputusan pada tindakan pelayanan kesehatan sesuai dengan lingkup kewenangannya
setelah diberikan informasi yang cukup oleh tenaga kesehatan.

2. Saran
Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang bagaimana pemberian
informed consent pada pasien agar dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Purnama, Sang Gede. 2016. Modul Etika dan Hukum Kesehatan. Diakses melalui
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/a920a2d08689f26df3c42cbd437bc77e.pdf
pada tanggal 28 Februari 2019 pada pukul 10.00

Anonim. 2013. Makalah Informed Consent. Diakses melalui

Anda mungkin juga menyukai