DISUSUN OLEH :
SARI MULYANTI
08170100202
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2019
1
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
A. Tujuan instruksional
1. Tujuan Umum :
Dalam waktu 15 menit peserta memahami tentang Triase
2. Tujuan Khusus :
- Mengenal pengertian Triase
- Mengenal kode warna dalam Triase
- Mengenal respon time dalam Triase
A. Metode
Ceramah
B. Media
Infokus
C. Materi
Terlampir
D. Kegiatan
1. Pembukaan , Memberikan salam, memperkenalkan diri, 1 menit
2. Menjelaskan tujuan dan tema pembelajaran, 1 menit
3. Menjelaskan materi, 8 menit
4. Diskusi, 3 menit
5. Penutup dan evaluasi
E. Lampiran materi
2
TRIASE
A. Pengertian
Triase adalah tingkatan klasifikasi pasien berdasarkan penyakit, keparahan, prognosis, dan
ketersediaan sumber daya . Definisi ini lebih tepat diaplikasikan pada keadaan bencana atau korban
masal. Dalam kegawatdaruratan sehari-hari, triase lebih tepat dikatakan sebagai metode untuk
secara cepat menilai keparahan kondisi, menetapkan prioritas, dan memindahkan pasien ke tempat
yang paling tepat untuk perawatan .
Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka menentukan pasien
mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau berisiko memburuk keadaan
klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat
dengan aman menunggu. Berdasarkan definisi ini, proses triase diharapkan mampu
menentukan kondisi pasien yang memang gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat
darurat.
Untuk membantu mengambil keputusan, dikembangkan suatu sistim penilaian kondisi medis dan
klasifikasi keparahan dan kesegeraan pelayanan berdasarkan keputusan yang diambil dalam
proses triase.
Penilaian kondisi medis triase tidak hanya melibatkan komponen topangan hidup
dasar yaitu jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) atau disebut juga
ABC approach, tapi juga melibatkan berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik.
Penilaian kondisi ini disebut dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda dan gejala.
B. Pembagian Triase
1. Triase Bencana
Triase konvensional yang dikembangkan di medan perang dan medan bencana menetapkan
sistim pengambilan keputusan berdasarkan keadaan hidup dasar yaitu ABC approach dan fokus
pada kasus-kasus trauma.
Setelah kriteria triase ditentukan, maka tingkat kegawatan dibagi dengan istilah warna, yaitu
warna merah, warna kuning, warna hijau dan warna hitam. Penyebutan warna ini kemudian
3
diikuti dengan pengembangan ruang penanganan medis menjadi zona merah, zona kuning, dan
zona hijau.
Triase bencana bertujuan untuk mengerahkan segala daya upaya yang ada untuk korban-korban
yang masih mungkin diselamatkan sebanyak mungkin (do the most good for the most people).
Kriteria triase bencana :
Merah : Korban dalam kondisi kritis dan membutuhkan pertolongan segera
Kuning : Korban tidak dalam kondisi kritis namun membutuhkan pertolongan segera
Hijaun : Trauma minor dan masih mampu berjalan (walking wounded)
Hitam : Meninggal
4
Tabel 1. Kategori triase berdasarkan beberapa system .
5
– Pernafasan kurang dari 10 kali per menit
– Respiratory distress yang ekstrim
– Tekanan darah sistolik < 80 mmHg (dewasa) atau syok berat pada anak
– Pasien tidak berespon atau berespon hanya pada rangsangan nyeri (GCS < 9)
– Overdose obat
– Kejang yang sedang berlangsung atau kejang yang berkepanjangan
– Gangguan perilaku berat dengan ancaman kekerasan yang nyata
ATS Kategori 2: Imminently Life Threatening (pemeriksaan dan penanganan harus sudah
dimulai dalam waktu 10 menit)
Termasuk kedalam kategori ATS 2 yaitu apabila treatmen harus segera dilakukan karena
efektivitasnya sangat bergantung pada waktu pemberian seperti misalnya pemberian agen
trombolisis dan antidote. Pasien yang datang dengan nyeri hebat (skala nyeri 9-10) apapun
penyebabnya juga harus mendapatkan kategori ATS 2.
Kondisi-kondisi klinis yang termasuk kategori ATS 2 adalah:
– Bahaya jalan nafas: terdengar stridor yang kuat atau banyak sekret yang menutupi jalan nafas
– Distres pernafasan yang berat
– Gangguan sirkulasi yang nyata: akral dingin dan lembab, perfusi jelek, Nadi < 50 atau > 150
kali/ menit pada dewasa, hipotensi dengan efek hemodinamik, kehilangan darah yang banyak
– nyeri dada yang tampak seperti masalah jantung
– nyeri hebat apapun penyebabnya
– gula darah acak < 3 mmol (50 mg/dl)
– penurunan kesadaran apapun penyebabnya (GCS < 13)
– akut hemiparese/ akut disfasia
– demam dengan tanda-tanda lethargy (semua umur)
– mata terkena cairan asam atau basa (membutuhkan irigasi mata)
– suspek meningitis meningococcus
– major multi trauma
– major fraktur – amputasi
– pasien pasien dengan perilaku agresif dan violent dengan ancaman kekerasan terhadap diri
sendiri maupun orang lain.
6
ATS Kategori 3: Potentially Life Threatening (Pemeriksaan dan Penanganan harus sudah
dimulai dalam waktu 30 menit)
Kondisi klinis yang termasuk kategori ATS 2 diantaranya:
– hipertensi berat
– kehilangan darah sedang berat apapun penyebabnya
– shortness of breath sedang
– Saturasi O2 90 – 95%
– Gula darah acak > 16 mmol/L (300 mg/dl)
– kejang (saat ini sadar)
– demam dengan gangguan sistem imun ( pasien dengan cancer, patien yang menggunakan steroid)
– dehidrasi
– muntah terus menerus
– trauma kepala dengan hilang kesadaran yang singkat ( saat ini sadar)
– nyeri dada buka cardiac in nature
– nyeri perut
– limb injury sedang dengan deformitas
– limb injury dengan perubahan sensasi dan tidak ada pulsasi akut
– pasien neonatal yang stabil
ATS kategori 4: Potentially Serious (Pemeriksaan dan Penanganan harus sudah dimulai
dalam waktu 60 menit)
– perdarahan ringan
– aspirasi benda asing tanpa distres pernafasan
– injuri dada tanpa nyeri tulang dada atau distres pernafasan
– sulit menelan tanpa gangguan pernafasan
– trauma kepala ringan. tanpa riwayat penurunan kesadaran
– nyeri sedang, apapun penyebabnya
– muntah atau diare tanpa dehidrasi
– peradangan mata, atau benda asing dimata dengan penglihatan normal
– trauma limb minor seperti ankle sprain, kemungkinan fraktur,
7
– pembengkakan pada sendi
ATS kategori 5: Less Urgent ( Pemeriksaan dan Penanganan dimulai dalam waktu 120
menit)
– nyeri ringan tanpa faktor resiko
– gejala minor dari penyakit yang sudah diderita
– luka minor, luka lecet, luka robek yang tidak memerlukan tindakan hecting
– kontrol luka
– imunisasi/ vaksin
Pada sistem Australasian triage scale, alokasi kategori triage untuk pasien pediatrik menggunakan
standar yang sama dengan pasien dewasa.
Data yang harus didokumentasikan pada saat melakuakan triage dengan sistem Australasian Triage
Scale meliputi:
1. Jam dan tanggal dilakukan pengkajian triage
2. Nama perawat/dokter yang melakukan triage
3. Keluhan utama
4. Riwayat penyakit secara singkat
5. Hasil pemeriksaan fisik yang relevan dengan keluhan utama
6. Triage kategori yang diberikan pertama kali
7. Triage kategori yang ke 2, Jam dilakukan triage ulang, dan alasan perubahan kategori triage
8. Alokasi bed/ ruangan IGD
9. Penanganan pertama jika ada
8
Metode CTAS juga mengharuskan pengulangan triase (re-triage) dalam jangka waktu tertentu
atau jika ada perubahan kondisi pasien ketika dalam observasi.
Pengambilan keputusan dalam sistim CTAS berdasarkan keluhan utama pasien, dan hasil
pemeriksaan tanda vital yang meliputi tingkat kesadaran, nadi, pernafasan, tekanan darah, dan
nyeri. Penilaian dilakukan selama 2-5 menit, namun bila pasien dianggap kategori CTAS 1 dan 2,
maka harus segera dikirim ke area terapi.
Seperti ATS, CTAS juga membuat batasan waktu berapa lama pasien dapat menunggu
penanganan medis awal. Batasan waktu yang ditetapkan masih memiliki kelonggaran karena
kunjungan pasien yang tidak dapat diprediksi dan dibatasi adalah realitas yang dihadapi oleh tiap
unit gawat darurat.
Indikator Keberhasilan Triase CTAS Berdasarkan waktu respon.
Tahun 2003, Jimenez mengevaluasi penerapan CTAS di unit gawat darurat rumah sakit umum dan
menunjukkan bahwa dari 32,261 kunjungan ke UGD, sebanyak 85% di triase dalam waktu 10
menit, dan 98% pasien mengikuti proses triase dengan durasi kurang dari 5 menit. Waktu
menunggu sesuai kategori triase CTAS memiliki kesesuaian 96.3% dengan panduan baku. Sistim
kategori CTAS juga berhubungan dengan angka rawat inap, lama rawat, dan penggunaan
pemeriksaan penunjang.
9
3. MTS, Manchester Trige Scale
Triase Inggris disebut juga dengan Manchester Triage Scale (MTS). Metode ini digunakan
terutama di Inggris dan Jerman. Ciri khas MTS adalah identifikasi sindrom pasien yang datang ke
unit gawat darurat diikuti oleh algoritma untuk mengambil keputusan. Berdasarkan keluhan utama
pasien, ditetapkan 52 algoritma contohnya algoritma trauma kepala, dan algoritma nyeri perut.
Dalam tiap algoritma ada diskriminator yang menjadi landasan pengambilan keputusan,
diskriminator tersebut adalah kondisi klinis yang merupakan tanda vital seperti tingkat
kesadaran, derajat nyeri, dan derajat obstruksi jalan nafas.
Ketika ada pasien yang datang ke unit gawat darurat, petugas triase akan menentukan keluhan
utama yang pasien atau pengantar sampaikan lalu menyesuaikan masalah yang disampaikan
dengan algoritma yang ada, dan melakukan pengambilan keputusan sesuai yang telah ditetapkan
dalam masing-masing algoritma.
10
potensial mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal, perubahan
kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan psikiatri dengan risiko
membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap penilaian kedua yaitu
perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologi, tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap.
Apabila saat triase diperkirakan pasien yang datang tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang
dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu
menggunakan satu sumber daya UGD (laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena)
maka termasuk kategori 4, apabila pasien membutuhkan lebih dari satu sumber daya IGD umtuk
mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 ( apabila hemodinamik stabil ) atau
kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil).
Untuk membuat sistim triase yang efektif dan efisien, maka ada empat hal yang harus dinilai
yaitu :
Utilitas, sistim triase harus mudah dipahami dan praktis dalam aplikasi oleh perawat gawat darurat
dan dokter.
Valid, sistim triase harus mampu mengukur urgensi suatu kondisi sesuai
dengan seharusnya.
Reliabel, sistim triase dapat dilaksanakan oleh berbagai petugas medis dan
memberikan hasil yang seragam.
Keamanan keputusan yang diambil melalui sistim triase harus mampu mengarahkan pasien untuk
mendapatkan pengobatan semestinya dan tepat waktu.
11
Daftar Pustaka
S, Ira, Australasian Triase Scale di Emergency Room, 2017
Habib. Hadiki, Sulistio. Septo, M.M. Radi, A.Imamul Azis, Triase Modern Rumah Sakit dan
Aplikasinya di Indonesia, 2016
12